Ayu semakin menatap Intan yang selalu saja melihat kalungnya. Dia memegang, dan melepaskannya. Ayu mendekati Intan dan mengkalungkannya di leher Intan, hingga membuatnya terkejut.
“Dia memberikannya kepadaku begitu saja?” tanya Intan dalam batin.
“Kau menyukai kalungku? Kau boleh memilikinya,” kata Ayu semakin membuat Intan tidak mengerti. Dia hanya diam menerima kalung Ayu yang sangat dia inginkan.
“Kenapa kau memberikannya kepadaku, Ratu?” tanya Intan kemudian.
Ayu hanya tersenyum menatap Intan. “Kau menatapnya dan menginginkannya. Aku merasa bersalah atas perlakuan suamiku kepadamu. Jadi, kau pantas mendapatkan apa yang kau mau,” jawab Ayu semakin menunjukkan seulas senyumannya.
Intan masih diam dan mereka saling menatap. Pandangan Ayu membuat Intan berpikir jika memang Ayu mengetahui apa yang dia inginkan darinya.
“Putri Intan, aku sangat kasihan sekali kepadamu. Bagaimana jika kau ti
Ayu tersenyum dengan puas sambil menatap kotak berisi perintah Adipati yang membuatnya semakin penasaran.“Kau ingin melihat isinya?” tanya Adipati tiba-tiba terbangun dan menuruni ranjangnya. Dia berjalan dengan polos menerima jubah yang Ayu sodorkan kepadanya. Adipati segera memakainya dan memeluk Ayu. Salah satu tangannya membelai pipi Ayu sambil menatapnya.“Aku tahu kau pasti akan merencanakan sesuatu kepadaku. Kau mungkin juga akan membunuhku suatu saat nanti. Tapi, aku tidak peduli akan hal itu. Bagaimanapun juga aku pasti akan mati suatu saat nanti. Yang terpenting aku bersama dengan wanita yang akhirnya masuk ke dalam hatiku,” kata Adipati membuat Ayu semakin menatapnya. Dia tidak percaya mendengar pengakuan Adipati dengan cintanya.“Kau sangat cerdik. Bahkan, aku tidak bisa mengalahkanmu, Ratu,” ucap Adipati sekali lagi membuat Ayu akhirnya memalingkan wajahnya. Dia berjalan menuang minuman dan menyodorkannya kepada
Ayu sangat terkejut melihat Selir memegang perutnya dan menegluarkan darah.“Juan, dia bisa menyembuhkannya!” teriak Ayu segera melompat dari kudanya tanpan bantuan Jenderal yang masih diam menatap Selir yang merintih kesakitan dengan wanita perampok yang memapahnya.“Juan bukan dukun bayi. Dia hanya tabib. Kita harus membawanya ke dukun bayi. Dia mau melahirkan!” Rose semakin berteriak keras. Jenderal tidak melakukan apapun dan hanya diam menatap mereka.“Jenderal, bawa dia menuju dukun bayi! Aku tahu di mana tempatnya,” teriak Rose dengan panik melihat darah yang semakin banyak keluar dari tubuh Selir.“Jangan! Jenderal tidak boleh membawanya!” sergah Ayu menatap Jenderal melotot melihat Selir yang masih berteriak kesakitan di tanah.“Jika dia membawanya, akan membahayakan nyawa Selir!” kata Ayu segera menepuk pundak Rose dan memerintahkan untuk mengangkatnya ke kuda miliknya.&ld
Pedang Iblis berhasil menangkis pedang milik salah satu pengawal yang Adipati gunakan untuk menyerang Jenderal. Mereka saling menatap tajam.Adipati sangat marah. Dia menunggu Ayu untuk datang di acara makan siang yang sudah dia siapkan dengan sangat teliti. Bahkan, Adipati akan mengancam Wati jika terdapat kesalahan. Dengan senyuman yang sudah menghiasi wajahnya, Adipati menunggu Ayu sambil memegang serangkai bunga mawar yang dia perintahkan Wati untuk menyiapkannya."Ayu pasti menyukainya," batin Adipati mencium aroma bunga mawar yang sangat harum.Selama satu jam lamanya Adipati menunggu kedatangan Ayu hingga pengawal yang dia perintahkan untuk selalu saja mengawasi Ayu datang memberitahukan, jika Ayu bersama Jenderal di bukit dan masih saja berdua di sana.“Ratu bersama dengan Jenderal hanya berdua. Salah satu Selir akan melahirkan dan Rose membawanya menuju ke dukun bayi bersama wanita yang sepertinya anggota kawanan perampok. Ratu mencegah Jen
Intan berlari kencang menuju pelayan yang sudah berjalan cepat akan melakukan perintah Ibu Suri. Dia menarik lengan pelayan itu dan membuatnya terkejut. Pelayan melotot kearahnya.“Berhenti!” cegah Intan.“Putri, apa ada yang harus aku lakukan?” tanya pelayan kebingungan melihat Intan yang masih memandangnya tajam.“Kau tidak boleh melakukan perintah ibuku! Aku melarangnya!” bentak Intan membuat pelayan diam hanya menatapnya tegang.“Jika kau melakukannya, aku akan membunuhmu, aku bisa melakukan hal itu,” tegas Intan masih dengan mengatur nafasnya.“Tapi ini perintah Ibu Suri dan aku juga tidak bisa mengabaikannya. Bagaimana jika aku yang akan dipenggal Ibu Suri, Putri?” Pelayan menundukkan kepalanya. Intan juga tidak mau pelayan itu menjadi korban hanya karena dia mementingkan perasaannya.“Ulur waktu itu! Aku akan mencari cara untuk mencegahnya! Jadi, kau tidak bersalah dan
Adipati semakin tidak percaya dengan apa yang dia dengar dari mulut Ayu. Adipati mendekati Ayu yang tersenyum menuang minuman dan meminumnya. Adipati mengambil gelas emas di tangan Ayu dan semakin memandangnya penuh dengan penasaran dengan apa yang Ayu lakukan.“Kau pasti melakukan sesuatu yang tidak aku duga sebelumnya. Kau memang sangat cerdik, Ratu,” ucap Adipati memeluk Ayu dan memainkan lehernya.Ayu hanya diam memandang lurus ke depan dan menunggu berita dari Rose yang sudah merencanakan sesuatu kepadanya.“Aku harap Rose memberikan kabar baik,” batin Ayu dalam diam masih menikmati kecupan Adipati di lehernya.Saat setelah Ayu masuk ke dalam kamar bersama Adipati setelah perdebatannya dengan Ibu Suri, dia meluapkan hasratnya dengan memuaskan Adipati agar melakukan apa yang dia mau. Adipati terpuaskan dengan sangat bahagia. Mereka saling betatapan mesra."Kau memang hebat, Ratu. Aku akan memberikan apa yang kau mau, asa
Patih masih saja tidak mengerti dengan apa yang dilakukan semua pengawal dengan akan membunuhnya. Namun, Patih hanya bisa menjaga dirinya sendiri untuk bisa tetap hidup dengan melawan mereka. Patih mulai melepaskan pedang dari tempatnya yang terpasang di pinggang kanannya. Dia hunuskan tinggi dan siap melawan puluhan pengawal yang menghadangnya dan juga sudah siap dengan pedangnya.“Tang!”Patih melompat tinggi menghempaskan pedangnya yang bisa mengenai dua pengawal sekaligus. Saat dia mendarat, tubuhnya tertunduk dan kembali menghempas beberapa pengawal yang ada di hadapannya.Kedua kakinya memutar cepat dengan pedang sejajar perutnya yang bisa dengan cepat membelah perut semua pengawal yang seketika tewas. Patih sebenarnya tidak mau membunuh mereka. Tapi, bagaimanapun juga, dia juga harus menjaga nyawanya sendiri dengan melawan mereka.Dalam sekejab semua pengawal berjatuhan tanpa bisa melukainya. Kehebatan Patih memang tidak bisa terkalahka
Ayu masih saja tegang mendengar apa yang Jenderal ketahui. Kepintaran dan kejeliannya dalam menghadapi semua peristiwa, selalu saja membuat Ayu memutar otak untuk melakukan rencana selanjutnya.“Aku akan mencegahmu untuk membunuhnya. Tidak akan kubiarkan kau menghabisinya! Dia akan aku lindungi!” jawab Ayu masih menatap Jenderal yang kemudian memalingkan tubuhnya berlalu.“Rose, lakukan perintahku tadi! Sembunyikan Selir!”“Baiklah!”Ayu berjalan menuju kamarnya. Dia menemui Adipati yang dengan santainya menuang minuman dan menyodorkan kepadanya.“Jenderal pasti mengetahui segalanya,” ucapan Adipati yang membuat Ayu memicingkan kedua matanya. Ayu meminum dan mengamatinya. Dia perlahan duduk di sebelah Adipati sambil meraba dadanya.“Apa kau memberitahukannya?” tanya Ayu dalam pandangan serius.“Aku adalah Adipati. Aku menguasai semuanya. Mataku sangat banyak. Aku bisa m
Patih segera menghentikan langkahnya. Dia berbalik berjalan mendekai Ayu yang menatapnya tajam. Adipati mulai mengambil pedang di tangan pengawal yang tidak jauh dari posisinya. Dia menghunuskan ke leher Patih dengan cepat. Patih hanya diam menatap tanpa melawan.“Aku sangat tidak suka dengan seseorang yang berhubungan dengan Ratu!” bentaknya masih menghunuskan pedangnya hingga mengenai sedikit leher Patih dan mengeluarkan darah.“Suamiku, lihatlah akibat perbuatanmu kepada adikmu! Wajahnya buruk. Bahkan, pengawal dan rakyat biasa saja tidak mau meliriknya. Semua tidak kau pikirkan! Rasa hatimu saja yang kau pikirkan! Hentikan, dan jangan pernah melakukan tindakan yang bodoh!” Ayu mengulurkan tangannya dengan bentakan agar Adipati tidak melakukan hal yang membahayakan Patih.“Jika ada yang mengatakan aku bodoh, akan aku penggal!” Adipati semakin emosi mendengar Ayu membentaknya.“Kalau begitu, penggallah aku!&rdqu
Kebahagiaan Ayu semakin merebak. Kelahiran anak laki-laki gagah membuat seluruh rakyat bergembira dan merayakan secara besar-besaran. Mereka meliburkan semua kegiatan hari itu dengan memasak makanan sangat lezat dan mengadakan pawai. Mereka bersorak gembira saling meluapkan perasaan senang. Bahkan, saat malam tiba, lampion dengan nyala api dari obor kecil menyala membuat desa semakin terang. Ayu semakin tersenyum menggendong anaknya. Rose bersama Intan dan semua pelayan selalu memancarkan senyuman tak terkecuali kedua orang tua Ayu dengan kakaknya Sriasih. Mereka meluapkan kebahagiaan dengan kelahiran penguasa baru. “Adipati Karsa, kau akan memimpin semua rakyat ini dengan adil dan bijaksana!” Ayu berucap dengan suara lantang membuat semua orang menundukkan kepalanya. *** Waktu berjalan sangat cepat, Karsa semakin besar berumur tujuh belas tahun. Anak Jenderal yang diberikan nama Gugus menjadi pemuda terkuat dan ahli dalam menggunakan pedang. Tidak ad
Ayu berjalan memasuki kamar di mana benda mati yang berada di dalamnya adalah saksi bisu hubungannya dengan sang penguasa Adipati Wiryo yang kini tinggal kenangan. Dia masih diam menatap pintu megah dengan ukiran khas antik. Napasnya terus dihembuskan dengan perlahan. Hatinya yang bergetar, dia atur dengan baik.“Apa kau siap membukanya, Ayu?” tanya Rose.“Aku siap,” jawab Ayu singkat.Ayu melangkah perlahan masuk ke dalam, berhenti di tengah ruangan. Dia mengamati sekitar. Bahkan, sisa air yang berada di gelas milik suaminya itu masih ada. Jubah kebesarannya tergeletak di sandaran kursi berlapis emas masih tertata rapi.“Rose, tinggalkan aku sendiri!” pinta Ayu.“Baik!”Rose keluar menutup pintu kamar dengan rapat. Ayu masih mengamati semua ruangan dan kembali ke masa lalu. Dia terdiam sedih seakan melihat Adipati berdiri saat menyambut kedatangannya. Sorotan mata tajam Adipati masih membayang
Jenderal dengan sangat kuat melepaskan tancapan anak panah salah sasaran yang sama sekali tidak membuatnya tumbang, dan mengenai lengan kuatnya. Ayu semakin menatap tegang di hadapannya.“Kau sengaja akan membunuhku?” tanya Jenderal menatap Ayu heran. Terpancar rasa kecewa sangat dalam di aura wajahnya.“Kau sangat kejam. Aku selama ini hanya memanfaatkan hati kalian berdua, penguasa. Namun, tujuanku hanya satu. Menduduki singasana itu.” Ayu semakin membuat murka Jenderal. Dia melirik pedang iblisnya, hingga membuat Ayu semakin resah. Rose juga menatapnya kaku.“Kau tidak akan aku biarkan menduduki singasana itu!” teriak Jenderal. Pengawal setianya yang berjumlah lima orang, berlari akan melindunginya. Namun, Patih dengan kawanan perampok mencegahnya. Ayu sangat pasrah dengan apa yang akan dilakukan Jenderal kepadanya. Dia menarik napas dan akan menerima hunusan pedang Jenderal, hingga suara wanita tidak asing terdengar cukup
Pagi menjelang dengan indah. Udara diselimuti embun pagi dengan pantulan sinar cahaya mentari yang semakin membuat bumi terang. Senyuman terpancar dari wajah Ayu yang masih memandang taman istana dari jendela kamarnya. Datangnya hari gerhana bulan malam nanti membuat rakyat bergembira. Mereka mempercayai jika gerhana bulan menjadikan malam menjadi indah untuk mereka mengadakan pawai.“Malam nanti, semua sudah disiapkan, Ratu,” ucap Rose mengejutkan Ayu dari belakang. Perlahan tubuhnya membalik. Kedua matanya menyambut pagi dalam tegang. Hatinya bergetar kencang menunggu datangnya malam.“Apakah semua akan hadir?”“Semua nama yang kau sebutkan saat itu akan aku pastikan hadir,” kata Rose mendapatkan secarik kertas bertuliskan beberapa nama yang Ayu berikan setelah dia menuliskan di rumah Sriasih. Sederet nama yang akan menyaksikan pertarungan antara kedua penguasa.“Baiklah. Aku akan melihat lapangan itu,” ka
Jenderal semakin memandang selir yang kini akan dia nikmati untuk tujuan tertentu.“Jika aku mencintainya, Ayu. Aku tidak akan memiliki hasrat dengan wanita lain. Namun, kini aku sadar jika aku hanya terobsesi dengannya. Tapi, ketika aku memandangnya, rasa getaran itu ada hingga ingin menyayanginya. Apakah namanya hatiku? Paling tidak aku akan meninggalkan keturunanku di dunia dan aku akan membuatnya menghabisi anak Adipati itu,” batinnya mulai menikmati tubuh Selir.Jenderal menarik tubuh selir agar terduduk. Dia setengah berdiri di ranjang dengan lutut sebagai penyangga tubuhnya. Tangan kuatnya membelai bibir selir itu yang menikmatinya dengan memejamkan kedua matanya. Kini dia menuju rambut hitam bersanggul yang akhirnya terurai karena jepit bunga mawar sudah dilepaskan oleh Jenderal. Belaian tetap dia berikan hingga leher selir kini berada di tangannya.“Puaskan aku dengan baik,” katanya menarik wajah selir untuk memulai aksi dengan m
Ibu Suri menahan Ayu melangkah. Langkah yang akan melaju, terhenti dengan mendadak. Ayu menolehkan pandangannya seketika. Hingga akhirnya tubuh Ayu ikut membalik dan membuatnya bisa menatap kembali Ibu Suri di hadapannya.“Apa yang membuatmu menghentikanku?” tanya Ayu.“Aku tidak akan membiarkanmu memenangkan ini semua. Dan, kau akan aku siksa dengan perlahan. Semua kehancuran istana ini adalah ulahmu. Kau yang menyebabkan istana ini menjadi lemah sekarang,” kata Ibu Suri yang kali ini membuat Ayu naik pitam. Ayu semakin mendekati Ibu Suri yang mengangkat wajahnya dengan sangat tinggi sebagai ciri khasnya.“Kalah? Kau pikir, siapa yang membongkar permaisuri yang jelas-jelas ingin membunuhmu? Jika dia menang, apakah kau masih akan hidup? Justru aku yang menyelamatkan istana ini dan akhirnya menjadi lebih kuat. Sudahlah, kesempatanmu sampai gerhana bulan datang. Jika kau masih keras kepala, aku akan memikirkan hukuman apa yang cocok b
Pertarungan kedua mata penguasa masih saja terjadi. Mereka saling membalas tatapan tajam satu sama lain, seakan pertarungan sudah dimulai antara keduanya. Obsesi dengan pengakuan kehebatan, sudah membuat mereka menjadi musuh. Sifat asli dari keduanya yang mulai terbukti.Ayu mengambil ramuan, dan akhirnya meminumnya sendiri karena pelayan yang tidak akan kunjung datang. Dia meneguk hingga habis mencampurnya dengan air segar yang sudah tersedia di dalam kamar. Sementara, kedua penguasa masih saja tidak berbicara. Ayu perlahan melangkah mendekati mereka.“Apa yang kalian masalahkan. Anak dalam kandunganku?” tanya Ayu sambil menatap santai keduanya.“Kalian adalah kedua penguasa terhebat, buktikan jika salah satu kalian memang tidak terkalahkan. Itu adalah pembuktian yang jelas. Hadiahnya adalah satu, terhebat,” kata Ayu membuat keduanya melihat dirinya yang masih diam di antara mereka.Ayu berjalan meninggalkan mereka yang akhirnya b
Di dalam kamarnya, Adipati mulai mendekati Ayu yang merentangkan tubuhnya di ranjang. Dia menelusuri tubuh Ayu dari bawah hingga daerah rawan yang sudah lama tidak dia sentuh. Kedua matanya memejam menikmati kulit yang selalu diimpikannya setiap malam.“Kau sangat nikmat …”Ayu mengeliat mencengkeram kain ranjang berwarna merah jingga mengatasi hasratnya yang juga muncul. Titik tengah daerah sensitivnya yang sudah dinikmati Adipati, membuatnya terus berhembus. “Hah!” teriaknya membuat Adipati tersenyum.“Aku akan membuktikan jika aku yang bisa memuaskanmu, bukan Jenderal keparat itu!” teriak Adipati terus memainkan dengan ujung lidahnya hingga Ayu semakin mendesah.“Ah!”“Teriaklah! Aku semakin menyukainya!” balas Adipati kini memainkan jarinya di daerah itu dengan gerakan berirama, membuat Ayu semakin tidak kuasa menahannya.“Ah, ah!”Adipati semakin terse
“Tang!”Wanita perampok melompat tinggi, sekuat tenaga mengangkat tangannya mengarahkan pedang dengan cepat dari arah samping. Namun pengawal hebat Adipati menangkisnya hingga pedang itu bersentuhan mengakibatkan suara nyaring terdengar jelas. Sinar matahari yang sangat gagah menyinari bumi tepat di ubun-ubun, membuat mereka semakin bersemangat walaupun buliran keringat bercucuran deras menyelimuti tubuh mereka.“Hah!”“Tang!”Pengawal yang terus menyerang, dengan mudah wanita perampok kalahkan. Keahlian menggunakan pedang dari kecil yang sudah dilatih ayahnya mantan kepala perampok, bisa dengan mudah dia lakukan.“Rasakan ini!”Pedang di tangan kanan wanita itu terus dengan lihai dia hentakkan membuat pengawal kwalahan tidak bisa menandingi kecepatannya.“Aku tidak akan membiarkanmu menang!” teriaknya membuat pengawal melotot melihatnya. Ditambah gerakan serangnya yang super