Jenderal menikmati liang Selir dengan hasratnya yang tidak tertahankan lagi. Kini, melakukan itu seperti candu baginya. Jenderal yang awal tidak pernah mau melakukan kontak fisik dengan wanita, kini meluapkan hasratnya adalah kebutuhan pokok baginya.
“Kau hanya memanfaatkanku, Jenderal,” kata Selir segera membenarkan jaritnya setelah Jenderal sudah selesai dengan keinginannya. Jenderal menuang minuman berwarna merah memabukkan dan meneguknya dengan habis.
“Kau mengatakan ingin menuntaskan apa keinginanmu. Sekarang aku sudah memenuhinya sebagai balas budiku padamu, saat menyelamatkanku di hadapan Adipati.”
Selir mendekati Jenderal dan memeluknya dari belakang. “Aku akan melayanimu, asalkan dirimu. Apakah nanti malam kau mau melakukannya lagi?” rayu selir dengan sangat menggoda. Dada kekar Jenderal dia perlahan belai hingga nafas serak bercampur suara kenikmatan keluar dari mulut Jenderal.
“Aku akan memanggilmu nant
Adipati sangat terkejut melihat pakaian dalam yang tertinggal di dalam kamar Jenderal. Dia mengambil pedang pengawal yang masih melekat di pinggang. Pedang itu ditariknya hingga terlepas dari tempatnya.Adipati mengambil pakaian dalam berwarna merah yang sangat dia hafal, mirip dengan milik Ayu. Dia mengambilnya dengan ujung pedang dan mengangkatnya.“Panggil, Jenderal!”“Baik!”Pengawal langsung berlari mencari Jenderal yang masih berada di luar istana untuk menelusuri identitas penyusup yang menyerang istana tanpa sepengetahuan Adipati. Pengawal mencari Jenderal yang masih belum juga ditemukan. Hingga Patih keluar dari pintu penghubung hutan kawasan perampok dan kebun istana yang membuat Pengawal menghadangnya dengan pedang. Patih merasa tidak tenang dengan keadaan Ayu di dalam istana. Dia dengan nekad masuk dan mengabaikan perintah Ayu yang mengharuskan dia keluar saatnya tiba."Aku harus segera memeriksa Ayu," batin Pati
Intan masih saja menatap tajam Ibu Suri yang ternyata diam-diam menyimpan sebuah rahasia darinya. Dia teringat anak ayahnya sewaktu menjabat Adipati. Saat itu ada seorang anak yang masih hidup dari selir kesayangan, tiba-tiba hilang dan pergi entah kemana. Intan terus mengamati semua ruangan kamar Ibunya.“Apakah anak itu dibuang oleh ibuku? Aku sekarang baru menyadari jika memang Ibu bisa melakukan hal seperti itu,” batin Intan mendekati Ibu Suri yang masih serius melihat semua perhiasan yang dia bawa.“Ibu, aku mau kembali. Aku mau melanjutkan menyulam. Aku mau membuatkan sesuatu yang spesial untuk Ibu,” kata Intan tidak mendapat respon dari Ibu Suri yang memakai semua perhiasan di tangannya. Intan hanya tersenyum dan mengarahkan tangannya kepada pelayan untuk mengawalnya pergi.Intan berjalan keluar dari aula Ibu Suri dan menuju kamar Adipati. Tapi, dia tidak melihat Kakaknya ada di dalam kamar. Intan segera menuju halaman istana dan m
Jenderal dengan perlahan masuk ke dalam ruangan. Ayu menatapnya. Dia sangat takut dengan Jenderal yang akan memanfaatkan situasi ini kepadanya. Bagaimanapun juga, Ayu adalah wanita yang lemah. Tapi, dia menyembunyikan ketakutannya. Jenderal duduk dan melepaskan baju kebesarannya, hingga hanya memakai penutup tubuh yang tipis. Ayu mencengkeram jaritnya, dan berusaha terlihat tenang. Tubuh Jenderal yang sangat kekar dan besar, pasti tidak akan bisa Ayu kalahkan.“Aku harus berusaha tenang!”Jenderal membuka keranjang yang dia bawa berisi makanan dan minuman.“Kau harus memenuhi janjimu, Jenderal!” Sekali lagi Ayu berbicara dengan tegas. Jenderal masih saja diam menatapnya. Dia meletakkan makanan di hadapan Ayu masih dalam diam.“Kau membutuhkan tenaga,” jawabnya pelan dengan suara basnya yang serak.“Aku tidak perlu makanan. Aku hanya mau keluar dari sini, Jenderal,” kata Ayu masih diam tidak bergerak s
Bibir Jenderal mulai menikmati bibir Ayu yang sudah membuatnya lupa akan janji pertaruhannya untuk tidak akan pernah menyentuh Ayu jika berubah menjadi sangat cantik. Ayu semakin dipeluknya erat, seolah lupa dengan apa yang menjadi harga dirinya sebagai laki-laki yang sangat sulit untuk dikalahkan, apa lagi dengan wanita selir. Jenderal mencengkeram leher Ayu. Ayu yang sangat kaku untuk menerima sentuhan Jenderal. Ayu masih saja menutup bibirnya dan menahan tubuhnya. Dia tidak mau melawan, tapi hanya diam seperti patung.“Hah!”Akhirnya Jenderal melepaskan Ayu dan mendorongnya hingga terjatuh di ranjang. “Buk!”“Kenapa kau menolakku?” tanya Jenderal, berdiri menatap Ayu yang melotot kearahnya.“Apakah kau mencintaiku seperti ini?” tanya Ayu kemudian berdiri, sedikit menjauh dari posisi Jenderal.“Jika kau mencintaiku, apakah kau akan berlaku seperti ini?” tanya Ayu mengernyit.&ldqu
Wati tersenyum menatap Ibu Suri yang sangat serius menunggu untuk mendengar apa yang akan dikatakannya. Ibu Suri mengarahkan tangannya agar Wati duduk di kursi depan singasananya.“Katakan apa yang akan kamu ingin sampaikan!” titah Ibu Suri yang segera di jawab Wati.“Adipati akan menikahi Putri Seberang,” kata Wati yang membuat Ibu Suri berdiri seketika.“Apakah kau mengatakan yang sebenarnya? Adipati aku kurung. Bagaimana bisa kau menemuinya?” tanya Ibu Suri dengan sangat serius. Dia berdiri di hadapan Wati dengan tegang.“Adipati memanggil Hamba dan meminta untuk memberikan kabar bahagia ini kepada Ibu Suri,” kata Wati sekali lagi membuat Ibu Suri akhirnya tersenyum.Ibu Suri mengarahkan tangannya kepada Pelayan agar mendekatinya. “Siapkan pernikahan segera!” titah Ibu Suri dengan bahagia.Wati menatap Ibu Suri dan akan melakukan rencana kedua untuk mencari tahu keberadaan Ayu. W
Jenderal tidak menyangka jika dia melihat Adipati di belakangnya. Jenderal segera menundukkan kepalanya. Bagaimanapun juga, Adipati adalah raja istana, orang dengan kedudukan paling tertinggi di sana. Dan, Jenderal harus selalu menunduk sesuai dengan aturan istana.“Hamba menghadap, Adipati!”“Kau mau menemui Ibuku? Dia akan menikahkanku. Besuk, aku akan mempunyai seorang ratu,” kata Adipati membuat Jenderal masih tidak percaya dengan ucapannya. Dia hanya diam dan tetap menundukkan kepalanya.“Kau sangat senang pastinya bisa bersama dengan Selir yang seharusnya menjadi milikku. Dia adalah wanitaku. Dan, walaupun aku menikahi Putri bodoh itu, dia tetap menjadi milikku. Apa kau paham?”Mereka kini saling menatap tajam. Jenderal seakan lupa dengan posisinya. Namun, dia berusaha menghindar dari Adipati dan tidak mau mencari masalah dengannya.“Hamba harus menemui Ibu Suri. Hamba pamit,” kata Jenderal mela
Ayu semakin tidak mengerti dengan apa yang dia lihat. Daun itu tidak tenggelam dan masih saja mengambang di atas air. Namun, dia berusaha tidak terlalu serius menatapnya agar Jenderal tidak mencurigainya.Ayu meminum air segar di dalam cangkir, dan masih saja memandang air di tengah goa itu. “Air ini sangat indah. Dari mana asalnya?” tanya Ayu mulai mendekati air itu dan memainkannya dengan jari kakinya. “Sangat segar,” ucapnya terus menggerakkan kakinya hingga sedikit bergelombang.“Apa kau bisa berenang?” tanya Jenderal dengan memeluknya dari belakang.“Aku tidak bisa berenang,” jawab Ayu masih terus menatap daun yang sama sekali tidak bergerak, padahal gelombang semakin kencang akibat kaki Ayu.“Aku bisa membawamu, ke sana jika kau mau,” ucap Jenderal melepaskan jarit Ayu dan kebayanya. Kini dia hanya memakai pakaian dalam. Begitu juga dengan Jenderal yang membuka baju kebesarannya. Tubuh Jend
Adipati masih saja diam. Ibu Suri semakin memperlihatkan kemarahannya. Jenderal segera mendekati Adipati yang melotot kearahnya. Mereka saling bertatapan tajam. Namun, Jenderal segera menundukkan kepalanya, karena semua mata memandangnya.“Jangan mendekati aku, penghianat!” ucap Adipati tegas membuat Jenderal yang masih menunduk di hadapannya. Adipati masih diam dan menatap pintu gerbang yang terlihat kecil dari posisinya. Dia dengan tegang, menunggu saat yang tepat. Ibu Suri sangat kebingungan dan berusaha untuk membuat Adipati segera mengucap nama ratu Putri Seberang, namun Intan berusaha mencegahnya.“Ibu tenanglah!”“Ini tidak bisa dibiarkan!”Jenderal mengernyit menatap Adipati yang masih diam kaku. Dia tidak akan menyangka jika Adipati melakukan rencana dengan baik tanpa dia sadari.“Siapa yang dia tunggu?” tanyanya mengikuti arah mata Adipati yang masih menuju kearah gerbang istana.&ldq
Kebahagiaan Ayu semakin merebak. Kelahiran anak laki-laki gagah membuat seluruh rakyat bergembira dan merayakan secara besar-besaran. Mereka meliburkan semua kegiatan hari itu dengan memasak makanan sangat lezat dan mengadakan pawai. Mereka bersorak gembira saling meluapkan perasaan senang. Bahkan, saat malam tiba, lampion dengan nyala api dari obor kecil menyala membuat desa semakin terang. Ayu semakin tersenyum menggendong anaknya. Rose bersama Intan dan semua pelayan selalu memancarkan senyuman tak terkecuali kedua orang tua Ayu dengan kakaknya Sriasih. Mereka meluapkan kebahagiaan dengan kelahiran penguasa baru. “Adipati Karsa, kau akan memimpin semua rakyat ini dengan adil dan bijaksana!” Ayu berucap dengan suara lantang membuat semua orang menundukkan kepalanya. *** Waktu berjalan sangat cepat, Karsa semakin besar berumur tujuh belas tahun. Anak Jenderal yang diberikan nama Gugus menjadi pemuda terkuat dan ahli dalam menggunakan pedang. Tidak ad
Ayu berjalan memasuki kamar di mana benda mati yang berada di dalamnya adalah saksi bisu hubungannya dengan sang penguasa Adipati Wiryo yang kini tinggal kenangan. Dia masih diam menatap pintu megah dengan ukiran khas antik. Napasnya terus dihembuskan dengan perlahan. Hatinya yang bergetar, dia atur dengan baik.“Apa kau siap membukanya, Ayu?” tanya Rose.“Aku siap,” jawab Ayu singkat.Ayu melangkah perlahan masuk ke dalam, berhenti di tengah ruangan. Dia mengamati sekitar. Bahkan, sisa air yang berada di gelas milik suaminya itu masih ada. Jubah kebesarannya tergeletak di sandaran kursi berlapis emas masih tertata rapi.“Rose, tinggalkan aku sendiri!” pinta Ayu.“Baik!”Rose keluar menutup pintu kamar dengan rapat. Ayu masih mengamati semua ruangan dan kembali ke masa lalu. Dia terdiam sedih seakan melihat Adipati berdiri saat menyambut kedatangannya. Sorotan mata tajam Adipati masih membayang
Jenderal dengan sangat kuat melepaskan tancapan anak panah salah sasaran yang sama sekali tidak membuatnya tumbang, dan mengenai lengan kuatnya. Ayu semakin menatap tegang di hadapannya.“Kau sengaja akan membunuhku?” tanya Jenderal menatap Ayu heran. Terpancar rasa kecewa sangat dalam di aura wajahnya.“Kau sangat kejam. Aku selama ini hanya memanfaatkan hati kalian berdua, penguasa. Namun, tujuanku hanya satu. Menduduki singasana itu.” Ayu semakin membuat murka Jenderal. Dia melirik pedang iblisnya, hingga membuat Ayu semakin resah. Rose juga menatapnya kaku.“Kau tidak akan aku biarkan menduduki singasana itu!” teriak Jenderal. Pengawal setianya yang berjumlah lima orang, berlari akan melindunginya. Namun, Patih dengan kawanan perampok mencegahnya. Ayu sangat pasrah dengan apa yang akan dilakukan Jenderal kepadanya. Dia menarik napas dan akan menerima hunusan pedang Jenderal, hingga suara wanita tidak asing terdengar cukup
Pagi menjelang dengan indah. Udara diselimuti embun pagi dengan pantulan sinar cahaya mentari yang semakin membuat bumi terang. Senyuman terpancar dari wajah Ayu yang masih memandang taman istana dari jendela kamarnya. Datangnya hari gerhana bulan malam nanti membuat rakyat bergembira. Mereka mempercayai jika gerhana bulan menjadikan malam menjadi indah untuk mereka mengadakan pawai.“Malam nanti, semua sudah disiapkan, Ratu,” ucap Rose mengejutkan Ayu dari belakang. Perlahan tubuhnya membalik. Kedua matanya menyambut pagi dalam tegang. Hatinya bergetar kencang menunggu datangnya malam.“Apakah semua akan hadir?”“Semua nama yang kau sebutkan saat itu akan aku pastikan hadir,” kata Rose mendapatkan secarik kertas bertuliskan beberapa nama yang Ayu berikan setelah dia menuliskan di rumah Sriasih. Sederet nama yang akan menyaksikan pertarungan antara kedua penguasa.“Baiklah. Aku akan melihat lapangan itu,” ka
Jenderal semakin memandang selir yang kini akan dia nikmati untuk tujuan tertentu.“Jika aku mencintainya, Ayu. Aku tidak akan memiliki hasrat dengan wanita lain. Namun, kini aku sadar jika aku hanya terobsesi dengannya. Tapi, ketika aku memandangnya, rasa getaran itu ada hingga ingin menyayanginya. Apakah namanya hatiku? Paling tidak aku akan meninggalkan keturunanku di dunia dan aku akan membuatnya menghabisi anak Adipati itu,” batinnya mulai menikmati tubuh Selir.Jenderal menarik tubuh selir agar terduduk. Dia setengah berdiri di ranjang dengan lutut sebagai penyangga tubuhnya. Tangan kuatnya membelai bibir selir itu yang menikmatinya dengan memejamkan kedua matanya. Kini dia menuju rambut hitam bersanggul yang akhirnya terurai karena jepit bunga mawar sudah dilepaskan oleh Jenderal. Belaian tetap dia berikan hingga leher selir kini berada di tangannya.“Puaskan aku dengan baik,” katanya menarik wajah selir untuk memulai aksi dengan m
Ibu Suri menahan Ayu melangkah. Langkah yang akan melaju, terhenti dengan mendadak. Ayu menolehkan pandangannya seketika. Hingga akhirnya tubuh Ayu ikut membalik dan membuatnya bisa menatap kembali Ibu Suri di hadapannya.“Apa yang membuatmu menghentikanku?” tanya Ayu.“Aku tidak akan membiarkanmu memenangkan ini semua. Dan, kau akan aku siksa dengan perlahan. Semua kehancuran istana ini adalah ulahmu. Kau yang menyebabkan istana ini menjadi lemah sekarang,” kata Ibu Suri yang kali ini membuat Ayu naik pitam. Ayu semakin mendekati Ibu Suri yang mengangkat wajahnya dengan sangat tinggi sebagai ciri khasnya.“Kalah? Kau pikir, siapa yang membongkar permaisuri yang jelas-jelas ingin membunuhmu? Jika dia menang, apakah kau masih akan hidup? Justru aku yang menyelamatkan istana ini dan akhirnya menjadi lebih kuat. Sudahlah, kesempatanmu sampai gerhana bulan datang. Jika kau masih keras kepala, aku akan memikirkan hukuman apa yang cocok b
Pertarungan kedua mata penguasa masih saja terjadi. Mereka saling membalas tatapan tajam satu sama lain, seakan pertarungan sudah dimulai antara keduanya. Obsesi dengan pengakuan kehebatan, sudah membuat mereka menjadi musuh. Sifat asli dari keduanya yang mulai terbukti.Ayu mengambil ramuan, dan akhirnya meminumnya sendiri karena pelayan yang tidak akan kunjung datang. Dia meneguk hingga habis mencampurnya dengan air segar yang sudah tersedia di dalam kamar. Sementara, kedua penguasa masih saja tidak berbicara. Ayu perlahan melangkah mendekati mereka.“Apa yang kalian masalahkan. Anak dalam kandunganku?” tanya Ayu sambil menatap santai keduanya.“Kalian adalah kedua penguasa terhebat, buktikan jika salah satu kalian memang tidak terkalahkan. Itu adalah pembuktian yang jelas. Hadiahnya adalah satu, terhebat,” kata Ayu membuat keduanya melihat dirinya yang masih diam di antara mereka.Ayu berjalan meninggalkan mereka yang akhirnya b
Di dalam kamarnya, Adipati mulai mendekati Ayu yang merentangkan tubuhnya di ranjang. Dia menelusuri tubuh Ayu dari bawah hingga daerah rawan yang sudah lama tidak dia sentuh. Kedua matanya memejam menikmati kulit yang selalu diimpikannya setiap malam.“Kau sangat nikmat …”Ayu mengeliat mencengkeram kain ranjang berwarna merah jingga mengatasi hasratnya yang juga muncul. Titik tengah daerah sensitivnya yang sudah dinikmati Adipati, membuatnya terus berhembus. “Hah!” teriaknya membuat Adipati tersenyum.“Aku akan membuktikan jika aku yang bisa memuaskanmu, bukan Jenderal keparat itu!” teriak Adipati terus memainkan dengan ujung lidahnya hingga Ayu semakin mendesah.“Ah!”“Teriaklah! Aku semakin menyukainya!” balas Adipati kini memainkan jarinya di daerah itu dengan gerakan berirama, membuat Ayu semakin tidak kuasa menahannya.“Ah, ah!”Adipati semakin terse
“Tang!”Wanita perampok melompat tinggi, sekuat tenaga mengangkat tangannya mengarahkan pedang dengan cepat dari arah samping. Namun pengawal hebat Adipati menangkisnya hingga pedang itu bersentuhan mengakibatkan suara nyaring terdengar jelas. Sinar matahari yang sangat gagah menyinari bumi tepat di ubun-ubun, membuat mereka semakin bersemangat walaupun buliran keringat bercucuran deras menyelimuti tubuh mereka.“Hah!”“Tang!”Pengawal yang terus menyerang, dengan mudah wanita perampok kalahkan. Keahlian menggunakan pedang dari kecil yang sudah dilatih ayahnya mantan kepala perampok, bisa dengan mudah dia lakukan.“Rasakan ini!”Pedang di tangan kanan wanita itu terus dengan lihai dia hentakkan membuat pengawal kwalahan tidak bisa menandingi kecepatannya.“Aku tidak akan membiarkanmu menang!” teriaknya membuat pengawal melotot melihatnya. Ditambah gerakan serangnya yang super