"Mau minuman mbak? Teh atau kopi?""Ah enggak kok, saya cuma sebentar disini enggak akan lama-lama." ucap Delia tersenyum, Shanum melakukan hal yang sama. Mendadak Delia menelepon Rian. Dirinya mengatakan kalau dirinya ada di kiosnya, toko beras Shanum. Tentu saja membuat Shanum cukup kaget seakan memancing Rian untuk segera kesana. Ah tapi mana mungkin dia kesana, dia kan bekerja. Seusai dirinya menelpon, Delia langsung mengajak kembali Shanum mengobrol. "Saya kebetulan kesini mau menegaskan sesuatu ke mbak. Saya rasa saya kembali menyukai mas Rian, mbak enggak keberatan kan saya dekat dengan mas Rian?" "O-oh tentu, silahkan. Enggak kok, tapi kenapa kok mbak sampai minta persetujuan saya? Emangnya saya kenapa ya? Menurut mbak saya cukup mengganggu apa ya kehadirannya?" tanya Shanum. "Ah enggak, saya hanya khawatir mbak punya perasaan khusus semenjak mas Rian sering membantu mbak disini. Padahal setahu saya mas Rian memang begitu sifatnya, suka nolongin orang." "Bukan kok, enggak
"Iya gampang lah urusannya. Intinya om enggak dipenjara aja. Udah yuk kita pulang." ucap Jaka mengajaknya pulang, Ghea mengikutinya menuju parkiran, duduk di motor kemudian motor pun jalan. Disaat yang sama Diana sedang dibonceng oleh Gavin, mereka saling berbalas kata ditengah kecepatan motor yang cukup pelan itu. "Maaf ya, gue jadi ngerepotin lu. Segala dianterin, tau aje motor gue lagi diservis.""Iya gpapa, lagian gue sekalian mau pergi ke tempat lain.""Lo mau kemana tadi?""Gue mau nyari loker.""Eh, gue ada loker.""Jadi apaan?""Tukang cuci kaki gue.""Dikira lo emak gue!""Hahaha! Tapi beneran, nanti gue gaji serebu sehari." "Gak! Masih banyak kerjaan yang lebih berfaedah." "Eh katanya tadi bapak lo mau dipenjara ya? Kok bisa sih?" tanya Diana. "Bapak gue yang jadi dalang pencurian beras di toko emak gue.""Oh gitu, tapi gila sih itu. Nekat." "Makanya." Tiba-tiba saja Gavin berpapasan langsung dengan Jaka dan Ghea. Tentu saja Diana dan Gavin langsung menoleh kembali k
Tapi kok tiba-tiba? Apa mungkin ada tanggul sungai yang jebol? Atau air dari atas gunung? Untungnya masih belum sampai ke dekat mereka saat itu. Shanum merasa sangat khawatir, apalagi ada beberapa orang yang tadi jalan didekat sana dan kini menghilang. Rian juga tampak khawatir. Ia bahkan menyuruh Shanum untuk bergegas makan. "Ayo mbak dipercepat makannya, khawatir banjirnya kesini." ucap Rian. Shanum mengiyakannya. Tapi suara teriakan beberapa orang tampak terdengar bersahut-sahutan, mewarnai adu makan diantara mereka saat itu. Rian tidak menghabiskan buburnya, lain hal dengan Shanum yang sampai habis. Ia tampaknya kelaparan sejak tadi. Shanum dan Rian mencoba melihat ke arah jalanan, berkumpul bersama banyak orang yang memilih untuk melihat kejadian "tak biasa" itu bahkan sampai merekamnya. Kejadian yang termasuk mengerikan. Terlihat beberapa orang bahkan sampai anak perempuan yang terlepas dari jangkauan ibunya, ibunya menghilang ketika sedang mengendarai motor dan kini tersis
Ghea sedang berada di perpustakaan, ia tak sengaja mendengar beberapa orang menggosip tentangnya. "Tapi serius deh, dia kok aneh banget ya malah suka sama bapaknya. Itu bapaknya loh, calon mertuanya, malah diembat juga. Hanya karena bapaknya pns dan banyak duitnya, dia malah incer yang usianya jauh dari dia, parah-parah.""Menurut gue sih bener deh, dia tuh ngincer duit bapaknya doang, matre. Ya lo tahu sendiri, biaya kuliahnya yang sering nunggak aja sekarang lunas terus. Kayaknya itu ada pengaruh dari orang tuanya Gavin deh yang cerai. Parah kan?""Cantik-cantik kok doyan bapak-bapak sih ya, matre pula." "Cantik dari hongkong, dia tuh cuma kebetulan aja disukain sama dua cowok yang sedarah, maruk! Gue heran sumpah, kenapa dua temannya itu masih aja ngebela dia, udah ketahuan dia kayak gitu orangnya. Atau mungkin mereka setipe? Sama-sama cewek matre yang suka porotin duit orang?" "Salah, tapi cewek yang suka porotin duit orang dan ngembat bapak pacarnya. Pelakor kelas atas." "Hah
Doni tampak tidak percaya setelah mendengar nama itu disebut. Jelas itu hal menarik yang sangat dirinya tunggu. "Iya benar. Tapi kok mbak bisa tahu ya?" tanya Shanum heran. Sinta dan Doni langsung kompak tertawa. Doni segera mendekati mereka. "Mbak Shanum, jadi gini. Sebenarnya kita dari perusahaan tempat dimana pak Rian bekerja, ibu pasti kenal kan?" tanya Doni tentu saja membuat Shanum tersentak. "A-apa? Jadi mas ini temannya pak Rian toh?" "Lebih tepatnya kita karyawan dibawahnya bu." ucap Doni menunjuk ke mereka berdua. "Oalah, gitu toh. Kalian juga disuruh mas Rian kesini apa gimana? Mas Rian enggak kesini?""Enggak, kebetulan pak Rian enggak mau kesini karena khawatir kalau kita ngejodohin kalian." ucap Doni nyengir dibelakang. Shanum heran. "Maksudnya gimana? Kok ngejodohin.... Maksudnya saya dan mas..." belum selesai bicara. Shanum langsung disela oleh Doni. "Bisa minta bantuannya enggak mbak?""Eh?"Disaat yang sama Rian sedang sibuk mengetik sesuatu didepan laptopnya, Rian
Ramai suasana di tenda pengungsian, bahkan terlihat Shanum yang sedang ikut permainan ular naga bersama ibu-ibu lainnya. Khusus anak-anak dan ibu-ibu dipisah. Tapi masih dalam permainan yang sama, berbeda halnya dengan Rian yang tampak heran, memandang Shanum dari kejauhan. Kok bisa sesehat itu? Bukannya tadi lagi sakit ya?" batin Rian heran. Dirinya langsung dekati Shanum saat itu juga dan colek punggungnya. "Mbak.."Tentu saja Shanum menoleh. "Eh mas Rian, dari tadi mas?" tanya Shanum. "Ini mbak udah sehat? Katanya sakit?" tanya Rian yang langsung dihampiri oleh Doni saat itu juga. "Mbak Shanum enggak jadi sakitnya pak." ucapnya seraya nyengir. Tentu saja membuat Rian langsung geram. "Oh jadi ini semua ulah kamu, kamu yang buat mbak Shanum pura-pura sakit hanya untuk membuat saya kesini?" tandas Rian. "Lebih tepatnya iya." "Benar-benar ya. Mau saya pecat kamu?" tanya Rian kesal. "Jangan atuh pak, saya masih pengen kerja. Nanti anak istri saya gimana makannya, masa disuruh makan s
Gavin baru saja selesai bekerja, ia segera pulang. Tapi ia cukup kaget saat melihat Diana masih berada di dalam restorannya dalam keadaan tertidur. Gavin segera membangunkan Diana. "Eh Di, bangunlah udah malem nih. Lo enggak pulang apa? Buset dah pules amat sih. Di, bangun!" ucap Gavin berulang kali membangunkan tapi tak kunjung bangun, hingga ia coba membisikinya dan meniupkan telinganya dengan mulut baru Diana terbangun. "Eh elo Vin, kok belum pulang?" "Elo yang belom pulang! Kenapa emang masih disini? Orang tua lo nyariin aja entar. Pulang sana." ucap Gavin. Diana menguap. "Enggak mungkin lah, kerjaan dirumah aja berantem mulu, mana ada mikirin gua." ucapnya dengan santai. "Yaudah lo mau nginep disini? Gue tinggal ya?" tanya Gavin. "Emang boleh?""Pea lo, mau ditutup ini buruan." ucapnya yang langsung mengambil kunci untuk menggembok restorannya. "Duh tunggu lah."Beberapa saat kemudian restoran pun sudah digembok, Gavin membonceng Diana dengan motornya. "Makasih ya udah nganter
"Loh kenapa memangnya bu?" "Karena saya... Merasa kalau pelaku sudah jera jadi saya merasa tidak berhak untuk menuntutnya lagi, saya ingin dirinya bebas pak." "Maaf bu, tapi tidak bisa. Karena pelaku sudah ketahuan mencuri bahkan dilengkapi juga dengan beberapa buktinya, ini adalah hukuman yang sepadan untuk perbuatannya itu. Dengan sangat berat hati, saya meminta maaf dan pelaku akan tetap dihukum sesuai pasal dan undang-undang yang berlaku." ucap polisi itu kemudian menutup teleponnya. Shanum hanya bisa menghela nafas, karena tidak mungkin dirinya meminta-minta apalagi memohon kalau dirinya ingin mencabut tuntutan itu. Jelas tidak mungkin. Shanum mau tak mau harus menceritakan ini semua pada Rian, apalagi ia merasa tidak memiliki siapapun yang cukup bisa melindunginya dari preman itu. Setelah menceritakan semua hal yang terjadi kemarin padanya, Rian pun langsung mengatakan. "Mbak tunggu sana ya, saya antar ke pasar sekarang. Pokoknya tiap hari akan selalu saya antar jemput." uca
Tapi tentunya ia tidak bisa terus mendiamkan dirinya begitu saja, ia mesti menjawabnya."Iya, ibu gue hamil." ucap Gavin. Ghea terlihat sedih saat itu. Ia kemudian berkata. "O-oh selamat ya." "Iya, makasih." ucap Gavin masih melihat bagaimana raut wajah itu terpancar. Ghea sepertinya sedang membandingkan dengan kejadiannya kemarin saat keguguran. Ia sekaligus merasa terpukul dibalik rasa senangnya itu, dan Gavin tahu itu. Ia jadi merasa tidak enak. Entah apa yang dipikirkannya sekarang, jujur Gavin tidak mau mengutarakan hal ini tapi sayangnya ia tidak bisa melewatkan perkataan Ghea begitu saja. Shanum kini sedang berdiam diri dirumahnya dan sibuk menonton televisi, belakangan setelah menerima kabar dari dokter tentang kehamilannya, ia jadi lebih sering berada didalam rumah. Tidak lagi ke pasar, dan lebih menyerahkan masalah kerjaan kepada dua karyawannya. Rian juga menjelaskan kalau dirinya tidak mengijinkan Shanum pergi kemanapun selagi dirinya sedang hamil muda, karena khawatir y
"Iya ngerti, tapi aku juga ngerti kalau mama kamu melakukan ini semua untuk kamu sendiri." ucap Shanum, membuat Rian sedikit menimbang perkataaannya. Rian diam saja saat itu. Rina entah kenapa jadi berterima kasih atas hal itu. Ia merasa sedikit tertolong atas pembelaan Shanum. Ia jadi merasa tidak enak dan berbalik respek dengannya. Setelahnya Shanum pun diajak pulang bersama Rian kembali. Namun Rina menahan Shanum mengikuti Rian ke dalam mobil, ia berbicara empat mata terlebih dulu dengannya. Memegang tangannya. "Makasih banget atas pembelaan kamu tadi, mama benar-benar menyesal sekarang udah ngelakuin hal kayak gitu ke kamu. Mama benar-benar meminta maaf ya Num, mama khilaf, mama janji enggak bakalan ngelakuin hal kayak gitu lagi, mama janji akan bersikap baik ke kamu setelah ini. Maafin kesalahan mama yang kemarin ya Num." ucap Rina penuh harap. Shanum tersenyum dan mengangguk. "Iya mah, enggak apa-apa." ucap Shanum. "Kamu memang baik Num, mama ngerasa bersalah banget sama kamu
Shanum seusai dari masjid kembali lagi ke tokonya, dirinya merasa cukup aman disana bersama dengan Reza, lelaki itu tampak gagah berdiri disampingnya bahkan selama berada diperlindungannya ia merasa cukup lega, sekalipun Shanum merasa penasaran siapa sebenarnya orang yang menulis memakai lipstik merah tadi, apakah mungkin dia adalah pria yang selama ini mengincarnya? Shanum merasa sangat ketakutan, ia akhirnya sampai ke tokonya kembali. Namun mendadak ia mendengar ponselnya berbunyi. Ternyata dari Rian. "Saya udah telepon polisi barusan, sekarang lagi dilacak nomornya antara 2 kali 24 jam, nanti bakal dikasih tahu lagi hasilnya." ucap Rian. "Oh yaudah mas semoga aja bisa langsung ada hasilnya. Supaya kita enggak repot lagi nyari. Barusan juga ada yang neror aku lagi mas." ucap Shanum seraya membeberkan penjelasan tentang teror yang terjadi tadi, tak pelak semakin membuat Rian cemas. "Kamu yang sabar ya disana, palingan cuma sampai dua hari aja, nanti bakalan ketahuan hasilnya." ucap
"Orangnya kabur mas?" Shanum mendekati Rian. Tentu Rian mengangguk. "Aku khawatir aja dia bakalan ngelakuin hal lebh dari ini." "Intinya mah yang penting hapenya itu, kita mesti dapetin informasi tentang dirinya secepat mungkin. Keburu dia kabur dari kejaran kita." "Iya, kamu udah telepon lagi tukang sentra hape itu?" "Bentar, saya telepon dulu. Mudah-mudahan aja sudah kelar." ucap Rian penuh harap, dirinya langsung menelepon sentranya dan lantas terhubung. "Hapenya sudah selesai pak, anda bisa kesini ya mengambilnya." ucap tukang hape itu, membuat Rian merasa sangat bersyukur atas hal itu. Ia benar-benar lega begitupun dengan Shanum.Ia pun memutuskan pergi dari sana. "Aku pergi ya. Kamu jaga diri disini." ucap Rian, Shanum meniyakannya seraya berkata. "Hati-hati ya." Shanum mendapatkan telepon dari Gavin, Shanum menerimanya. "Bu, katanya kemarin ibu diteror ya? Sekarang masih ada teror gak?" "Udah kamu enggak perlu khawatirin ibu, kamu jaga diri kamu aja ya disana. Banyakin bel
"Belum, tunggu besok ya. Katanya perlu diperiksa dulu dalamnya, entahlah apa yang harus diperiksa. Mudah-mudahan aja bisa selesai secepatnya. Supaya kita bisa tahu siapa pelakunya." ucap Rian."Iya mas." Esok siangnya Diana sudah berada di tempat kerjanya, ia tak sengaja berpapasan dengan Gavin yang sedang membawa beberapa berkas dan buku yang cukup banyak. Diana segera dekati Gavin dan ambil salah satu bukunya. "Kalo bebannya terlalu berat, lo bisa kasih salah satu beban itu ke teman lo." ucap Diana seakan menyindir Gavin yang saat iut memang sedang kepayahan membawanya. "Sayangnya gue terbiasa melakukan apa-apa sendiri." ucap Gavin. "Hilih terlalu mandiri lo. Hati-hati, nanti kebiasaan sampe tua. Apa-apa sendiri." ucap Diana. "Selama enggak merepotkan orang gak masalah kan?"Mereka sambil jalan saat itu membawa buku dan berkas itu, jalan berdampingan. Gavin tiba-tiba nyeletuk. "Gimana nyokap lo? Jadi cerai?" tanya Gavin menyinggung."Kayaknya masih dalam proses." "Kasian banget
Gavin semakin jengkel dengan sosok Ivan, dia memang benar-benar mesti diberi pelajaran, meski sayangnya ia langsung menahan itu semua karena dirinya tidak benar-benar ingin membuat keributan disana. Riko cukup sebal disana, dirinya segera berkata pada Nara. "Nar, lo tuh nyari ribut mulu bikin gue empet dengernya. Males banget sumpah ngedenger celotehan lo yang gak berguna itu. Cewek-cewek kok nyari ribut, sekalipun lo banyak harta dan ada Ivan di samping lo juga, enggak semestinya lo bersikap kayak gitu ke orang, emang lo sendiri enggak diajarin adab yang baik apa sama orang tua lo?" ucap Riko. "Halah pake segala ajarin gue adab lagi, orang tua gue aja gak pernah ngomongin gituan, adab segala." ucap Nara meremehkan. "Kalian sendiri emang adabnya udah baik hah?" tanya Ivan heran. "Udahlah jangan pada ribut." ucap Gavin yang kemudian angkat bicara. "Ayo dong Vin panggil ibu sama Ghea. Ayo kita tunggu kok. Ibuuuu aku mencintaimu." ucap Nara membuat beberapa dari mereka termasuk Gavi
"Tapi om Rian gimana bu? Udah tahu soal ini?" tanya Gavin cemas. "Iya udah tahu, makanya mau menyewa pengawal buat ibu." ucap Shanum. "Oh gitu, kayak waktu itu ya bu. Yaudah kalo itu yang terbaik. Mudah-mudahan aja setelah itu udah enggak ada lagi yang neror ibu." ucap Gavin. "Iya ibu juga pesen ya sama kamu supaya kamu hati-hati disana, khawatirnya yang neror ibu juga berkemungkinan neror kamu juga.""Enggak kok bu, Gavin aman disini.""Hati-hati aja ya nak." "Iya." Esok paginya Shanum sudah berada di pasarnya, ia bersama seorang pengawal yang berjaga didepan kiosnya. Ia merasa lebih lega sekarang, ia juga lebih leluasa untuk pergi kemanapun, bahkan saat ini ia memutuskan untuk pergi membeli sayuran, ia berkeinginan untuk memasak buat nanti sore, khawatirnya Rian bosan beli diluar terus. Masih didalam pasar, ia membelikannya. Ketika sedang berbelanja, tentu sang penjual sayur yang sudah kenal lama dengan Shanum lantas berbisik padanya. "Itu siapa? Suami baru yang ketiga ya?" ta
"Gak ada." "Perawakanny kayak gimana coba?" tanya Rian."Pakaian serba hitam, dia setinggi kamu mas. Dan kayaknya dia juga seumuran kamu." ucap Shanum. "Hmm siapa ya. Kamu apa mau saya laporkan polisi tentang kasus ini?" tanya Rian."Enggak mas, gak usah." "Yakin gak mau? Ini masalahnya udah menakutkan loh kayak gini, mengancam nyawa." "Iya mas." "Saya laporkan aja ya." ucap Rian. "Yaudah." "Apa perlu saya nyewa bodyguard untuk melindungi kamu?" tanya Rian. "Emang gak ngerepotin kamu mas?" tanya Shanum. "Enggak kok, usahakan dalam waktu ke depan ini kamu jangan keluar rumah dulu ya, khawatirnya orang itu muncul lagi. Atau sampai para bodyguard itu ada." ucap Rian."Iya mas, makasih ya."Beberapa jam sebelumnya.Ghea keheranan melihat Jaka tampak marah seperti itu. Bahkan sampai menaruh hape yang dipegangnya kasar. "Barusan mbak Shanum?" tanyanya. "Ini gara-gara kamu yang terlalu lama berurusan dengan mereka!"Ghea makin mengernyit heran. Kok jadi?"Kalau kamu enggak berur
Shanum kini sedang sendirian di kamarnya mengecek di komputer barang masuk dan keluar. Ibunya sedang pergi ke sawah sekarang. Sepertinya mulai dari siang ini sampai maghrib nanti dirinya akan terus sendirian, namun tiba-tiba saja muncul ketukan pintu. Shanum heran, apakah mungkin itu ibunya? Tahu saja barusan Shanum mengunci seluruh pintunya khawatir ada penyusup masuk, ia masih berpikir kalau yang mengetuk pntu saat ini adalah ibunya, ia lantas membuka kunci pintunya dan buka. Namun tiba-tiba saja tidak ada siapapun disana. Shanum mulai cemas. Kenapa bisa tidak ada orang padahal terdengar sangat nyaring suara orang yang mengetuk. Shanum lihat sekeliling namun tidak dirinya temukan siapapun disana, sepi sekali malahan, Shanum mulai curiga, apakah hanya orang iseng? Atau jangan-jangan.... Orang yang memberikan ancaman teror di whatsapp? Shanum ketakutan, ia sesegera mungkin langsung menutup pintunya dan kunci. Namun tiba-tiba saja muncul suara gebukan pintu yang sangat kencang hingga