Selamat sore....
Bi Siti mencoba mengingat-ingat detailnya. “Dia bilang sesuatu tentang 'menghancurkan hubungan mereka' dan 'mengambil alih bisnis'. Tapi Bibi tidak begitu paham saat itu.” Regan berpikir keras, menyusun potongan-potongan informasi tersebut. “Ini masuk akal. Jika Alex Ricardo melihat kita sebagai ancaman terhadap bisnisnya, dia mungkin mencoba memecah belah keluarga kita.” “Jadi, keluarga Admaja benar-benar tidak bersalah 'kan?” tanya Reina dengan suara penuh harap. Regan mengangguk pelan. “Sepertinya begitu. Mungkin kita hanya dijadikan kambing hitam untuk rencana jahat Ricardo.” Saat mereka terus berdiskusi, ponsel Reina berbunyi. Ternyata telepon dari Evan. “Evan? Ada apa dia menghubungiku?” lirih Reina. Regan yang mendengar nama Evan disebut, langsung mengambil alih handphone milik istrinya. “Biar aku saja yang mengangkat teleponnya.” Regan menjawab panggilan itu, suaranya tenang tapi tegas. “Halo, Evan?” Di ujung sana, Evan terdengar sedikit terkejut mendengar suara Regan.
Regan pulang ke rumah dengan tubuh lemas tak bertenaga. Setiap langkahnya terasa berat, seolah-olah seluruh dunia menimpanya. Ketika ia membuka pintu, rumah yang biasanya menyambutnya dengan kehangatan kini terasa dingin dan sunyi. Ia berharap bisa membawa Reina pulang bersamanya, menenangkan hatinya dan memberikan dukungan yang ia butuhkan. Namun kenyataannya berbeda. Berita tidak benar yang telah tersebar tentang keluarganya membuat situasi semakin rumit. Reina harus tetap di rumah baru Danny sampai terbukti bahwa keluarga Admaja tidak bersalah. Regan berjalan dengan langkah berat. Pikirannya penuh dengan apa yang akan ia ceritakan kepada Olivia. Ia tahu ini akan menjadi pembicaraan yang sulit, tetapi ia tidak punya pilihan lain. Semua hal yang telah terjadi harus diungkapkan. Saat ia memasuki rumah, Olivia sudah menunggunya di ruang tamu. Wajah wanita paruh baya itu tampak cemas, seolah-olah ia bisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres. “Regan, ada apa? Kenapa kamu terliha
Regan mengunjungi rumah baru Danny pagi itu dengan semangat. Hari ini adalah jadwal rutin Reina untuk pergi ke klinik. Ia mengetuk pintu dan disambut oleh Reina yang baru saja menikmati sarapan bersama keluarga. “Hari ini adalah jadwal pergi ke klinik,” kata Regan dengan senyum. Reina hampir saja lupa. “Oh, iya! Terima kasih sudah mengingatkan, Pak Regan. Aku akan segera bersiap-siap.” Sementara Reina bersiap-siap, Regan menghabiskan waktu di ruang tamu bersama Danny. Mereka duduk sambil menikmati teh hangat dan berbincang ringan. “Bagaimana keadaan di rumah?” tanya Danny. “Semua baik-baik saja, Ayah. Kami semua merindukan Reina,” jawab Regan. Danny tersenyum. “Aku tahu kalian akan segera bersama lagi. Ini hanya sementara.” Tak lama kemudian, Reina muncul dengan pakaian rapi dan senyum cerah. “Aku siap, Pak Regan. Ayo kita pergi.” Mereka pun menuju mobil dan melaju ke klinik. Perjalanan mereka ditemani percakapan hangat dan canda tawa. Setibanya di klinik, mereka lan
Beberapa hari telah berlalu. Reina duduk di meja ruang keluarga, matanya terpaku pada tumpukan dokumen dan foto-foto yang berserakan di depannya. Regan berdiri di sampingnya, wajahnya serius dan penuh konsentrasi. Di tangan Regan terdapat sebuah berkas penting yang baru saja mereka terima dari penyelidikan terbaru. “Reina, lihat ini,” kata Regan sambil menyerahkan berkas tersebut kepada istrinya. “Ini adalah bukti yang kita cari.” Reina mengambil berkas itu dengan tangan bergetar, membukanya dan membaca setiap kata dengan seksama. Semakin ia membaca, semakin jelas baginya bahwa selama ini mereka telah disesatkan. Semua tuduhan terhadap keluarga Admaja hanyalah rekayasa untuk memecah belah keluarganya dan keluarga Danny. “Semua dugaan benar. Alex Ricardo dalang di balik semua ini,” ucap Reina dengan suara gemetar. “Dia yang merencanakan semua ini?” Regan mengangguk. “Ya, dari bukti yang kita dapatkan, Alex Ricardo menggunakan keluarganya untuk menjalankan bisnis ilegalnya. Di
Reina dan Regan kembali ke rumah Regan dengan suasana hati yang tenang. Setibanya di sana, mereka disambut oleh Olivia dan Bi Nita yang dengan senyuman lebar. “Selamat datang kembali Reina, Sayang,” ucap Olivia. Reina tersenyum lebar. “Terima kasih, Mama. Reina juga sangat merindukan Mama. Juga Bi Nita.” Olivia melihat ke arah Bi Nita dengan pandangan penuh arti. “Oh ya, Bi Nita, bukankah kita harus pergi ke tukang jahit untuk membetulkan baju yang sedikit sobek?” Bi Nita mengangguk. “Betul sekali, Nyonya Olivia. Mari kita segera pergi.” Reina memandang mereka dengan rasa terkejut. “Tapi bukankah kalian baru saja tiba di rumah?” Olivia tertawa kecil. “Oh, ini hanya sebentar saja, Reina. Kami ingin kalian berdua memiliki waktu berdua. Anggap saja sebagai waktu istimewa.” Reina dan Regan saling berpandangan dan tersenyum, menyadari maksud Olivia dan Bi Nita. “Baiklah, Mam. Hati-hati di jalan,” kata Regan sambil melambai kepada mereka. Begitu Olivia dan Bi Nita pergi, suasana rum
Setelah makan malam yang penuh cinta, Regan dan Reina memutuskan untuk menghabiskan malam dengan cara yang lebih istimewa. Mereka berjalan ke area kolam renang yang tenang di samping rumah. Suara gemericik air menambah suasana romantis yang sudah tercipta di antara mereka. Reina memandang kolam renang yang berkilauan di bawah cahaya bintang dan lampu taman. “Memangnya hari ini Pak Regan tidak berangkat ke kantor, ya?” tanya Reina menggoda sambil tangannya bermain-main pada dada bidang milik suaminya. “Kenapa kamu baru menanyakannya sekarang, Sayang? Kamu sengaja ya?” jawab Regan merasa gemas. Reina hanya tersenyum. Ia memang sengaja melakukan hal itu. Regan tersenyum dan meraih tangan Reina, menuntunnya menuju tepi kolam. “Hari ini khusus untuk kamu, Sayang. Lagipula, tidak ada pekerjaan yang lebih penting dari bisa berduaan bersama kamu di sini.” Reina tersipu dan merasa hatinya hangat. Regan selalu tahu bagaimana membuatnya merasa istimewa. Mereka berdua berdiri di tepi
Pagi itu di rumah Regan, suasana terasa hangat dan penuh semangat. Bi Nita sedang sibuk di dapur dan menyiapkan sarapan untuk semua orang. Regan dan Reina duduk di ruang tamu, menikmati teh hangat sambil berbicara ringan. Tiba-tiba, Olivia muncul dari belakang dengan ekspresi serius di wajahnya. “Regan, Reina, mama ingin bicara sesuatu,” ucap Olivia dengan suara tegas. Regan dan Reina saling bertukar pandang sebelum mengarahkan perhatian mereka ke Olivia. “Ada apa, Ma?” tanya Regan penasaran. Olivia mengambil tempat duduk di sebelah mereka. “Mama sudah memikirkan ini sejak lama dan mama rasa ini saat yang tepat untuk membicarakannya. Mama ingin memberikan izin kepada Reina untuk menjadi sekretaris kamu lagi, Regan.” Reina terkejut mendengar pernyataan itu. “Benarkah, Ma? Mama mengizinkan Reina kembali bekerja sebagai sekretaris Pak Regan?” Olivia mengangguk. “Ya, Reina. Mama tahu betapa pentingnya pekerjaan ini bagi kamu dan mama juga tahu betapa kamu selalu bisa diandalkan ol
Di kantor suasana sibuk seperti biasa. Reina dengan penuh semangat menjalankan tugas-tugasnya. Sementara itu Regan sedang dalam pertemuan dengan beberapa klien penting di ruang rapat. Reina menyiapkan berkas-berkas yang diperlukan dan memastikan semuanya berjalan lancar. Saat pertemuan selesai, Regan keluar dari ruang rapat dengan wajah puas. “Kamu memang hebat, Reina. Semua dokumen yang kamu siapkan sangat membantu,” puji Regan sambil memberikan senyuman hangat kepada istrinya. “Tentu saja, Pak Regan. Saya akan selalu berusaha memberikan yang terbaik,” balas Reina berusaha berbicara menggunakan bahasa formal. Tiba-tiba pintu ruangan terbuka dan Clara masuk dengan langkah tegas. Ia terkejut melihat Reina yang duduk bersebelahan dengan Regan. Clara tidak menyangka jika Reina bekerja lagi di perusahaan ini, apalagi terlihat begitu mesra dengan Regan. “Pak Regan, saya ingin bicara tentang proyek kita,” ucap Clara dengan suara dingin, berusaha menutupi rasa cemburunya. Regan meno