Malam, dingin sekali rasanya.... brrrr
Regan mengunjungi rumah baru Danny pagi itu dengan semangat. Hari ini adalah jadwal rutin Reina untuk pergi ke klinik. Ia mengetuk pintu dan disambut oleh Reina yang baru saja menikmati sarapan bersama keluarga. “Hari ini adalah jadwal pergi ke klinik,” kata Regan dengan senyum. Reina hampir saja lupa. “Oh, iya! Terima kasih sudah mengingatkan, Pak Regan. Aku akan segera bersiap-siap.” Sementara Reina bersiap-siap, Regan menghabiskan waktu di ruang tamu bersama Danny. Mereka duduk sambil menikmati teh hangat dan berbincang ringan. “Bagaimana keadaan di rumah?” tanya Danny. “Semua baik-baik saja, Ayah. Kami semua merindukan Reina,” jawab Regan. Danny tersenyum. “Aku tahu kalian akan segera bersama lagi. Ini hanya sementara.” Tak lama kemudian, Reina muncul dengan pakaian rapi dan senyum cerah. “Aku siap, Pak Regan. Ayo kita pergi.” Mereka pun menuju mobil dan melaju ke klinik. Perjalanan mereka ditemani percakapan hangat dan canda tawa. Setibanya di klinik, mereka lan
Beberapa hari telah berlalu. Reina duduk di meja ruang keluarga, matanya terpaku pada tumpukan dokumen dan foto-foto yang berserakan di depannya. Regan berdiri di sampingnya, wajahnya serius dan penuh konsentrasi. Di tangan Regan terdapat sebuah berkas penting yang baru saja mereka terima dari penyelidikan terbaru. “Reina, lihat ini,” kata Regan sambil menyerahkan berkas tersebut kepada istrinya. “Ini adalah bukti yang kita cari.” Reina mengambil berkas itu dengan tangan bergetar, membukanya dan membaca setiap kata dengan seksama. Semakin ia membaca, semakin jelas baginya bahwa selama ini mereka telah disesatkan. Semua tuduhan terhadap keluarga Admaja hanyalah rekayasa untuk memecah belah keluarganya dan keluarga Danny. “Semua dugaan benar. Alex Ricardo dalang di balik semua ini,” ucap Reina dengan suara gemetar. “Dia yang merencanakan semua ini?” Regan mengangguk. “Ya, dari bukti yang kita dapatkan, Alex Ricardo menggunakan keluarganya untuk menjalankan bisnis ilegalnya. Di
Reina dan Regan kembali ke rumah Regan dengan suasana hati yang tenang. Setibanya di sana, mereka disambut oleh Olivia dan Bi Nita yang dengan senyuman lebar. “Selamat datang kembali Reina, Sayang,” ucap Olivia. Reina tersenyum lebar. “Terima kasih, Mama. Reina juga sangat merindukan Mama. Juga Bi Nita.” Olivia melihat ke arah Bi Nita dengan pandangan penuh arti. “Oh ya, Bi Nita, bukankah kita harus pergi ke tukang jahit untuk membetulkan baju yang sedikit sobek?” Bi Nita mengangguk. “Betul sekali, Nyonya Olivia. Mari kita segera pergi.” Reina memandang mereka dengan rasa terkejut. “Tapi bukankah kalian baru saja tiba di rumah?” Olivia tertawa kecil. “Oh, ini hanya sebentar saja, Reina. Kami ingin kalian berdua memiliki waktu berdua. Anggap saja sebagai waktu istimewa.” Reina dan Regan saling berpandangan dan tersenyum, menyadari maksud Olivia dan Bi Nita. “Baiklah, Mam. Hati-hati di jalan,” kata Regan sambil melambai kepada mereka. Begitu Olivia dan Bi Nita pergi, suasana rum
Setelah makan malam yang penuh cinta, Regan dan Reina memutuskan untuk menghabiskan malam dengan cara yang lebih istimewa. Mereka berjalan ke area kolam renang yang tenang di samping rumah. Suara gemericik air menambah suasana romantis yang sudah tercipta di antara mereka. Reina memandang kolam renang yang berkilauan di bawah cahaya bintang dan lampu taman. “Memangnya hari ini Pak Regan tidak berangkat ke kantor, ya?” tanya Reina menggoda sambil tangannya bermain-main pada dada bidang milik suaminya. “Kenapa kamu baru menanyakannya sekarang, Sayang? Kamu sengaja ya?” jawab Regan merasa gemas. Reina hanya tersenyum. Ia memang sengaja melakukan hal itu. Regan tersenyum dan meraih tangan Reina, menuntunnya menuju tepi kolam. “Hari ini khusus untuk kamu, Sayang. Lagipula, tidak ada pekerjaan yang lebih penting dari bisa berduaan bersama kamu di sini.” Reina tersipu dan merasa hatinya hangat. Regan selalu tahu bagaimana membuatnya merasa istimewa. Mereka berdua berdiri di tepi
Pagi itu di rumah Regan, suasana terasa hangat dan penuh semangat. Bi Nita sedang sibuk di dapur dan menyiapkan sarapan untuk semua orang. Regan dan Reina duduk di ruang tamu, menikmati teh hangat sambil berbicara ringan. Tiba-tiba, Olivia muncul dari belakang dengan ekspresi serius di wajahnya. “Regan, Reina, mama ingin bicara sesuatu,” ucap Olivia dengan suara tegas. Regan dan Reina saling bertukar pandang sebelum mengarahkan perhatian mereka ke Olivia. “Ada apa, Ma?” tanya Regan penasaran. Olivia mengambil tempat duduk di sebelah mereka. “Mama sudah memikirkan ini sejak lama dan mama rasa ini saat yang tepat untuk membicarakannya. Mama ingin memberikan izin kepada Reina untuk menjadi sekretaris kamu lagi, Regan.” Reina terkejut mendengar pernyataan itu. “Benarkah, Ma? Mama mengizinkan Reina kembali bekerja sebagai sekretaris Pak Regan?” Olivia mengangguk. “Ya, Reina. Mama tahu betapa pentingnya pekerjaan ini bagi kamu dan mama juga tahu betapa kamu selalu bisa diandalkan ol
Di kantor suasana sibuk seperti biasa. Reina dengan penuh semangat menjalankan tugas-tugasnya. Sementara itu Regan sedang dalam pertemuan dengan beberapa klien penting di ruang rapat. Reina menyiapkan berkas-berkas yang diperlukan dan memastikan semuanya berjalan lancar. Saat pertemuan selesai, Regan keluar dari ruang rapat dengan wajah puas. “Kamu memang hebat, Reina. Semua dokumen yang kamu siapkan sangat membantu,” puji Regan sambil memberikan senyuman hangat kepada istrinya. “Tentu saja, Pak Regan. Saya akan selalu berusaha memberikan yang terbaik,” balas Reina berusaha berbicara menggunakan bahasa formal. Tiba-tiba pintu ruangan terbuka dan Clara masuk dengan langkah tegas. Ia terkejut melihat Reina yang duduk bersebelahan dengan Regan. Clara tidak menyangka jika Reina bekerja lagi di perusahaan ini, apalagi terlihat begitu mesra dengan Regan. “Pak Regan, saya ingin bicara tentang proyek kita,” ucap Clara dengan suara dingin, berusaha menutupi rasa cemburunya. Regan meno
Liburan keluarga besar ke pantai adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh seluruh anggota keluarga. Reina dan Regan memang telah merencanakan hal itu jauh-jauh hari. Hanya saja baru terealisasi saat ini. Dengan persiapan yang matang, mereka berangkat dari rumah dengan semangat tinggi. Olivia, Bi Nita, Danny, Rafa, Alya, dan Bi Siti bergabung dalam perjalanan tersebut, ikut memastikan tidak ada yang tertinggal. Mereka membawa perbekalan lengkap, termasuk makanan, minuman, mainan pantai, dan berbagai kebutuhan lainnya. Sesampainya di pantai, suasana langsung berubah menjadi ceria. Mereka menata tempat dengan menyiapkan tenda, menggelar tikar, dan menata makanan piknik. Rafa dan Alya segera berlari ke air, bermain dengan ombak dan tertawa riang. Danny dan Bi Siti membantu Olivia dan Bi Nita menyiapkan makanan. Regan dan Reina berkeliling, memastikan semuanya tertata dengan baik. “Ayah, jangan terlalu jauh, ya!” teriak Reina sambil melambai ke arah Danny yang sedang membawa ko
Linda dan Amel tampak berjalan menuju mereka. Kehadiran dua orang itu seakan membawa aura negatif. Amel, dengan tatapan jahat, mulai merencanakan sesuatu yang licik terhadap Reina. Linda dan Amel berpura-pura bergabung dengan kebersamaan keluarga Danny, tapi Amel dengan hati-hati mendekati Reina yang sedang berjalan di atas bebatuan. Amel mengatur langkahnya agar Reina terpeleset di atas batu licin. Namun, rencana jahat itu berbalik. Saat Amel mendorong Reina, dirinya sendiri yang kehilangan keseimbangan. Amel terjatuh keras di atas batu tajam. Semua orang terkejut dan bergegas menghampiri. Linda berteriak panik, “Amel! Apa yang terjadi?!” Regan, yang melihat situasi tersebut, segera memanggil bantuan. Amel tampak mengalami pendarahan hebat. Regan memeluk Reina erat-erat, memastikan dia baik-baik saja. “Kamu tidak apa-apa, Sayang?” tanyanya dengan penuh kekhawatiran. Reina mengangguk. “Aku baik-baik saja, Pak Regan. Tapi Kak Amel ... dia tampak sangat parah.” Ambulans segera