Pagi ini cukup menjengkelkan untuk Arka karena harus melihat Dinara berinteraksi dan didekati oleh pria lain padahal Dinara adalah istrinya.
Apalagi Arka tau betul bahwa Hardiansyah menyimpan perasaan istimewa untuk istrinya itu sejak lama dalam status persahabatan mereka walau Dinara tidak mengetahui hal itu. Karena sedang bersama dengan Sandra, Arka tidak bisa berbuat apa-apa dan akhirnya memutuskan untuk membawa Sandra pergi ke ruangannya meninggalkan Dinara bersama dengan Hardiansyah.Arka tidak bisa berbuat banyak karena Arka harus menjaga sikapnya agar tidak ada orang yang curiga terutama Sandra yang saat ini sudah berada di rumah orang tua Arka untuk melaporkan sikap aneh Arka terhadap Dinara yang membuatnya curiga. Bahkan Sandra meminta agar orang tua Arka membantunya untuk menyelidiki Dinara dan Arka.Sekarang di ruangan Arka hanya ada Arka dan Dimas saja sedang di depan ruangan Arka ada Dinara yang terlihat sedang menikmati tehnya buatan Hardiansyah. Arka diam-diam memantau Dinara dari kursinya dan setiap melihat Dinara menyesap tehnya, entah kenapa Arka merasa tidak terima dan juga jengkel.Arka berjalan mendekati meja Dinara dan menarik gelas teh milik Dinara yang hal itu membuat Dinara bingung. “Jangan minum teh ini lagi. Aku akan suruh orang buatkan teh yang baru untukmu. Jangan terlalu dekat dengan pria itu juga. Paham?” Arka memberi Dinara peringatan sedang Dinara hanya mengangguk.“Iya, Pak. Maaf,” jawabnya pasrah ketika gelasnya dibawa pergi oleh OB suruhan Arka sedang Arka memperhatikan wajah Dinara yang menatap OB tersebut yang membawa tehnya.Sambil menunggu OB datang membawakan teh baru untuk Dinara, Arka menatap dalam wajah Dinara tanpa berkedip sedang Dinara yang gugup dan bingung hanya bisa diam dan bicara dalam hati. “Padahal kami hanya teman. Tapi kenapa dia melarang aku dekat dengannya?” Pikir Dinara bingung. “Lagi pula aku juga gak pernah ikut campur dalam masalah atau urusan pribadinya,” sambung Dinara lagi yang kali ini pikirannya terbaca oleh Arka yang langsung menatapnya kesal.“Itu karena aku bosnya, Dinara.” Sahut Arka yang kemudian memilih untuk masuk ke dalam ruangannya.Sore hari.Sudah waktunya untuk mereka pulang dan pada saat yang sama, Sandra baru muncul ke kantor Arka. Begitu datang, Sandra langsung saja menempel pada Arka seperti prangko sedang Dinara terlihat tidak perduli.Sesampainya di rumah. Dinara langsung masuk ke dalam kamarnya namun Sandra mengikuti Dinara dan memanggil Dinara setelah Sandra memastikan jika Arka sudah masuk ke dalam kamarnya.“Hei, Nara. Kamu kan sekretaris tunangan saya, kalau saya mau minta tolong sama kamu boleh?” Tampaknya Sandra punya rencana licik.“Iya, Bu. Tentu. Apa yang perlu saya bantu, bu?” Dinara bersikap sangat formal pada Sandra.“Saya ingin Arka tidur di kamar saya. Kamu bisa bantu kasih Arka obat gak biar dia datang ke kamar saya?” Sandra sedikit berbisik pada Dinara sedang Dinara yang kaget langsung menolaknya.“Maaf, Bu. Kalau soal itu saya tidak berani. Saya permisi.” Tegas Dinara yang kemudian segera masuk ke dalam kamarnya dan meninggalkan Sandra di sana.Malam hari tiba. Semua orang sudah berada di meja makan kecuali Dinara. Makan malam tidak bisa dimulai tanpa Dinara, oleh sebab itu Arka berniat ingin memanggil Dinara namun Sandra yang melihat itu segera menahan Arka dan menyuruh pelayan untuk memanggil Dinara.“Biar aku sekalian cek apakah dia sakit atau bagaimana.” Arka bersikeras dan segera pergi menaiki anak tangga menuju kamar Dinara tanpa Arka sadari jika Sandra menyelidikinya.Di depan kamar Dinara, Arka bisa mendengar jika Dinara sedang mengobrol dengan seseorang melalui sambungan telepon. Mungkin itu yang membuat Dinara memilih untuk tidak ikut makan malam bersama dengan Arka dan yang lain. Sayup-sayup Arka mendengar Dinara menyebut nama Hardiansyah. Tangan Arka mengepal dan kehilangan kesabarannya.“Berani-beraninya dia teleponan dengan pria lain di rumahku. Apa dia tidak mendengar apa yang aku katakan?” Kesal Arka yang kemudian langsung masuk ke dalam kamar Dinara dan merebut ponsel Dinara lalu membantingnya ke lantai.Prangg!Ponsel Dinara terpecah namun Dinara yang terkejut segera bangkit dari bibir ranjangnya dan menatap tidak percaya Arka. Dengan tubuh gemetaran Dinara mencoba meraih ponselnya namun Arka langsung menarik tangan Dinara dan menjatuhkannya di atas ranjang.“Apa yang kamu lakukan hah? Kamu gak tau kalau sekarang sudah waktunya makan malam? Kenapa kamu malah teleponan dengan pria lain? Kamu tidak memiliki hak untuk itu. Kamu adalah istriku. Paham?” Arka menatap dingin Dinara yang tidak bisa menahan tangisnya karena kaget dan juga takut.“Tapi itu orang tua saya, Pak. Mereke cuman menanyakan kabar anak teman mereka saja. Apa saya juga tidak boleh bicara dengan orang tua saya?” Dinara tidak mengerti dengan sikap Arka yang seolah berkuasa atas dirinya karena sebuah kontrak rahasia yang didasari oleh kehamilannya itu.“Apa? Maaf... “ Arka merasa terkejut dan merasa bersalah terhadap Dinara. Segera saja Arka melepaskan tangan Dinara dan bangkit dari ranjang Dinara sedang Dinara yang sedih dan marah hanya bisa berlari masuk ke dalam kamar mandi.Arka mengusap kasar wajahnya dan menghela nafas panjang. Arka tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Kenapa Arka bisa bersikap seperti ini. Apakah Arka cemburu?Dari dalam kamar mandi Arka bisa mendengar dengan jelas kalau Dinara sedang menangis. Hati Arka terasa sakit mendengar tangisan Dinara yang disebabkan oleh dirinya. Arka mendekati pintu kamar mandi dan mengetuknya.Tokkk ... Tokkk ... Tokkk ...“Dinara, buka pintunya. Keluar dari sana. Ingat, kamu sedang mengandung anakku. Jika sesuatu terjadi pada calon anakku, aku tidak akan memaafkan kamu. Kalau kamu gak buka pintunya, aku akan dobrak pintu ini.” Ancam Arka yang sebenarnya khawatir pada Dinara tanpa Arka tahu bahwa Sandra mendengar semua yang Arka katakan di depan pintu masuk kamar Dinara.Sandra terkejut tak menyangka dengan apa yang ia dengar ini. Sandra kecewa, sedih dan juga marah.“Jadi, selama ini Arka bersikap baik pada wanita itu karena wanita itu hamil anaknya? Bagaimana bisa ini terjadi? Apa mereka juga menikah? Apa aku perlu melabrak mereka? Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku akan laporin ini ke Tante Dena.”Klak!Dinara membuka pintu kamar mandi dan segera keluar dari kamar mandi dengan wajah sedih dan murung. “Maaf, Pak. Saya lupa bahwa seharusnya saya tidak pantas untuk melakukan ini dan seharusnya saya menjaga calon anak bapak ini.” Dinara kemudian berlalu mengambil pecahan ponselnya dan memisahkan kartu ponselnya. Dinara juga berjalan keluar dari kamar menuju entah kemana sedang Arka menatap Dinara pergi dengan tatapan bersalah dan juga sedih.“Ini gak benar. Aku harus minta maaf. Aku gak boleh membuat Dinara sedih atau merasa buruk. Itu akan mempengaruhi calon anakku. Bagaimana jika nanti anakku jadi anak yang cengeng?” Arka segera keluar dari kamar Dinara dan berjalan menuruni anak tangga rumahnya namun ternyata Dinara dan yang lain berada di meja makan.“Sayang, kenapa lama sekali? Kami jadi makan duluan tanpa kamu.” Sandra menatap Arka tersenyum namun matanya menunjukkan sebaliknya.“Maa
“Hmm,” gumam Dinara bergerak memunggungi Arka namun Dinara tidak bangun sama sekali. Arka melepaskan nafasnya yang sempat ia tahan tadi seraya kembali memeluk pinggang Dinara.Pagi hari.Arka bangun lebih awal dan segera keluar dari kamar Dinara sebelum Dinara bangun. Arka juga segera meminta pelayan untuk menyiapkan makanan dan susu untuk Dinara, baru setelahnya Arka masuk ke dalam kamarnya untuk bersiap-siap. Saat semua orang berada di meja makan, tiba-tiba saja Arka kedatangan tamu tak terduga. Yaitu orang tua Arka bersama dengan Sandra.“Arka, mama mau bicara. Bisa kita bicara di depan?” Tegas Dena, mama Arka seraya melirik Dinara.“Iya, Ma.” Arka bangkit dari kursinya dan segera berjalan menuju ruang tamu meninggalkan Dinara dengan Dimas yang menatapnya penasaran di meja makan.Dena memanggil Arka ke meja makan sendirian sedang papa Arka dan Sandra duduk menunggu Arka di ruang tamu.“Ada apa, Ma?” Arka mendudukkan boko
“Sepertinya Dinara tidak sedang baik-baik saja. Dinara sedang dalam tekanan. Aku harus menolong Dinara.” Pikir Hardiansyah seraya berlalu ke ruangan kerjanya.Di depan ruangan Arka, Dinara duduk membereskan barang-barangnya seperti biasa dan menyusunnya ke atas mejanya sedang Arka masih berdiri di samping Dinara dan menatap Dinara seraya berpikir. Arka harus memberitahu Dinara kalau Arka akan menikahi Sandra secara langsung.“3 hari lagi saya akan menikahi Sandra.” Arka ingin melihat reaksi Dinara, jadi Arka menahan kalimatnya.“Ohh, kalau gitu, apa yang perlu saya siapkan untuk bapak?” Dinara bersikap layaknya sekretaris profesional mengesampingkan status dan perasaannya sebagai istri dan ibu dari anak Arka dan Arka tidak suka itu. Begitupun Arka tidak bisa berbuat banyak karena Arka tidak ingin membuat siapapun curiga pada status hubungannya dengan Dinara. “Tidak perlu, saya cuman mau kasih tau kamu saja. Dan setelah kami menikah, Sandra jug
Malam hari.Seperti pasangan normal lainnya ketika malam pengantin. Arka membawa Sandra masuk ke dalam kamar hotel mereka sedang Dinara dan Dimas juga masuk ke dalam kamar mereka masing-masing. Entah apa yang Arka dan Sandra lakukan di kamar mereka sebagai pengantin baru, di sisi lain, Dinara merasa tidak nyaman berada di kamarnya dan memikirkan sesuatu yang tidak sepantasnya ia pikirkan. Dinara berniat untuk pulang namun sepertinya ini tidak akan mudah karena Dimas pasti mengawasinya.Perlahan Dinara membuka pintu kamarnya dan menoleh ke sebelah kanan dan kirinya untuk memastikan kalau Dinara dalam kondisi aman untuk kabur. Kebetulan saat itu Dimas sedang mandi dan Arka serta Sandra sedang dalam ritual mereka. Segera Dinara melangkahkan kakinya keluar dari hotel tersebut tanpa sadar jika seseorang mengawasinya.Di kamar Arka, ponsel Arka berdering ketika Arka sedang bermesraan dengan Sandra, terpaksa Arka menjawab telepon tersebut lebih dulu sedang Sandra
Semua orang sudah berkumpul di meja makan dan sarapan siap dimulai dengan Sandra yang selalu menempeli Arka seperti lem. Pagi ini, Dinara harus melihat apa yang tidak ingin ia lihat. Terpaksa Dinara hanya duduk diam dan menunduk seraya menunggu makanannya disajikan.“Terima kasih, Mbak.” Dinara bersikap ramah bahkan pada pelayan yang hal itu membuat Sandra menatap Dinara yang sudah seperti orang yang suka cari perhatian dengan tatapan tak suka. Namun Sandra menyadari makanan yang pelayan sajikan pada Dinara selalu berbeda dengan mereka. Apakah Dinara sespesial itu untuk Arka?“Dinara, kenapa kamu setiap hari minum susu? Kamu suka susu? Lalu kenapa bisa makanan kamu selalu berbeda dengan kami?” Sandra sengaja langsung bertanya pada Dinara untuk melihat reaksi Dinara dan juga Arka.“Iya, Bu. Saya suka susu. Saya ada alergi pada beberapa jenis makanan, Bu. Jadi saya terpaksa harus memilih sendiri makanan saya,” jawab Dinara gugup dengan senyum canggung.
“Sayang, lidahku sangat perih seperti terbakar. Sepertinya sekretarismu tidak menyukai aku,” ujar Sandra mengadu sedang Dinara menahan tangisnya membersihkan pecahan gelas.“Dinara, hentikan. Kamu keluar dari ruangan saya dan jangan buat masalah apapun lagi.” Bentak Arka membuat Dinara benar-benar menangis dan pergi seraya Arka menenangkan Sandra.“Maaf Pak, Bu, saya tidak sengaja.” Dinara berlalu keluar dari ruangan Arka menuju toilet.“Dimas, panggil orang suruh bersihkan pecahan gelas ini. Katakan pada Nara jangan buat minuman apapun lagi atau dia akan membuat lidah semua orang terbakar.” Pinta Arka pada Dimas berikutnya setelah Dinara keluar dari ruangan Arka. Arka sengaja melakukan ini sebenarnya untuk menghukum Dinara sekaligus melindungi Dinara dari Sandra.Sandra merasa menang dan yakin kalau Arka lebih memilihnya dari pada Dinara. Sedang Arka hatinya merasa tidak tenang setelah membentak Dinara dan membuat Dinara menangis. Jujur s
“Kalau kamu sudah bisa kasih mama cucu, mama dan papa akan bantu kamu menyingkirkan wanita itu dan bayinya. Kalau sekarang, mama gak bisa bantu kamu untuk menyingkirkan mereka. Kamu tenang saja, Arka milikmu. Semua orang tau itu. Mama punya cara agar sekretaris itu tidak mengganggu kamu dan Arka. Mama akan suruh wanita itu tinggal di sini. Bagaimana?” Rupanya orang tua Arka ingin melindungi cucu mereka dari Sandra walau mereka mendukung Sandra untuk menjadi istri tunggal nan utama Danel.Sandra mengerti jika orang tua Arka memang sangat menginginkan cucu, tidak heran jika mereka ingin melindungi Dinara. Yang harus Sandra lakukan untuk menyingkirkan Dinara adalah dengan cara Sandra harus hamil dan membunuh Dinara dengan cara yang bersih atau yang berkesan bahwa itu terjadi karena sebuah kecelakaan. Yang lebih baik lagi adalah, jika Sandra ingin membuat semua orang membenci Dinara, maka Sandra harus membuat Dinara menjadi pelaku.“Haruskah aku berpura-pura hamil
Setelah berbincang dengan Sandra maka akhirnya Arka setuju untuk membawa Dinara kembali ke rumahnya. Arka sangat senang dengar respon Sandra yang sangat pengertian dan juga dewasa. Arka bersyukur bisa menikahi Sandra, wanita yang terlihat baik di matanya. Apalagi tadi kata Sandra, Sandra ingin mencoba akrab dengan Dinara.Sore hari.Arka dan yang lain sedang bersiap-siap untuk pulang. Arka menghampiri Dinara untuk memberitahu Dinara bahwa Dinara akan tetap tinggal di rumahnya. Dinara tak tahu apakah dirinya harus senang ataukah sedih karena Dinara akan selalu diperhatikan oleh Arka namun Dinara akan sedih dan cemburu jika harus melihat Arka dan Sandra bermesraan. Apalagi semenjak Arka menikahi Sandra, Arka selalu tidur di kamar Sandra. Padahal sebelumnya Arka tidur di kamar Dinara.Sesampainya di rumah, seperti biasa semua orang akan masuk ke dalam kamar mereka masing-masing, namun entah kenapa Sandra terlihat aneh sore ini karena Sandra ingin mengantarkan
"Dinara? Ya, pasti ini." Raisa tersenyum puas merasa beruntung karena tiba-tiba Dinara mengirimkan pesan pada Hardiansyah. Raisa juga sangat yakin dengan nama Dinara di kontrak ponsel Hardiansyah. Sayangnya Raisa tidak bisa mengambil nomor ponsel Dinara karena Raisa tidak mengetahui password ponsel Hardiansyah.Isi pesan Dinara. "Hai, Har. Apa kabar? Rasanya Uda lama banget ya kita gak ngobrol bareng. Aku ada sedikit problem nih dan aku butuh banget kamu. Kira-kira kapan dan dimana ya kita bisa ketemuan?" Membaca itu, Raisa jadi memiliki ide untuk ikut dengan Hardiansyah saat Hardiansyah pergi nanti. Dengan begitu, Raisa bisa lebih dekat dengan Dinara dan Raisa juga sangat yakin, orang yang bisa membantunya adalah Dinara."Baiklah, aku harus mengenalnya dan dekat dengannya. Dengan begitu, aku akan punya alasan untuk keluar dan mendekatkan diri pada wanita itu." Raisa bermonolog seraya mengembalikan ponsel Hardiansyah.Tak lama, Hardiansyah pulang ke rumah dengan diantar oleh Sandra.
"Temui aku di kantor sekarang juga." Arka menghubungi Sandra dan memintanya segera datang."Oke." Singkat Sandra tersenyum seakan dia menang. Di kantor Arka, tepatnya di dalam ruangan Arka."Bagaimana, Sayang? Aku sudah datang," ujar Sandra mendekat ke arah Arka hendak menggodanya. Namum, bukannya tergoda oleh Sandra, Arka malah terlihat jijik dan menghindari sentuhannya."Duduk di sana." Pinta Arka menunjuk ke arah kursi yang ada di seberang mejanya.Sandra tidak menjawab dan hanya menuruti perintah Arka. Setelah Sandra mendudukkan bokongnya. Barulah obrolan berjalan."Baiklah, apa yang ingin kamu bicarakan denganku?" Sandra memulai obrolan karena Arka tak kunjung memulai obrolan."Aku ingin kamu lakukan tes ulang, bukan di rumah sakit yang sama." Pinta Arka secara blak-blakan membuat Sandra sedikit terkejut namun Sandra masih tetap memaksa senyum."Ternyata kamu masih belum percaya aku ya. Bagaimana kalau aku menolak?" Sandra memastikan apa yang saat ini muncul di otaknya.Kalau b
Setelah mandi dan berpakaian, Raisa kembali mendudukkan bokongnya ke bibir ranjang dan menggulung rambutnya tanpa menggunakan apapun. Wangi khas yang semerbak dari Raisa tercium dalam oleh Hardiansyah.Aroma tubuh Raisa bercampur dengan aroma segar dari sabun yang Raisa gunakan selalu menjadi favorit Hardiansyah.Hardiansyah membuka matanya dan bergerak mendekati Raisa, memeluknya lalu menarik tubuh Raisa hingga tubuh Raisa ambruk di atasnya."Temani aku sebentar, Sayang. Tetap dalam posisi ini, ya." Pinta Hardiansyah memejamkan matanya lagi dan mengunci posisi Raisa yang ambruk di atasnya."Tapi aku sudah tidur tadi. Aku gak pengen tidur lagi," ujar Raisa merasa tidak nyaman dengan posisinya sebab tangan Hardiansyah terlalu erat memeluknya.Merasakan ketidaknyamanan Raisa, Hardiansyah segera menaruh tubuh Raisa ke sampingnya dan memeluknya erat."Sebentar saja," ujar Hardiansyah sedikit memelas dengan suara seksinya yang Raisa pun tidak mampu menolaknya selain hanya menghela nafas pa
Di apartemen Sandra."Bagaimana cara kamu melakukannya? Dan soal tadi, terimakasih ya, kamu menyelamatkan aku." Hardiansyah duduk santai di atas sofa memperhatikan Sandra yang baru saja selesai mandi dan bergerak ke sana-kemari tanpa busana.Sandra tersenyum licik. "Kamu mau tau bagaimana caranya?" Wanita jahat itu berjalan ke arah Hardiansyah dengan wajah menggoda kemudian duduk di pangkuan Hardiansyah sedang Hardiansyah hanya diam saja."Aku tidur dengan dokter itu. Aku menjadi selingkuhannya hahaha. Bagaimana menurutmu?" Sejenak Hardiansyah panas dan jijik, tapi Hardiansyah juga harus sadar diri dengan keadaan mereka semua dan status mereka."Apa menurutmu dia merasa puas olehmu? Kamu bisa?" Hardiansyah tampak meremehkan Sandra dari raut wajahnya."Tentu saja. Malah aku yang kurang puas. Aku hanya puas denganmu saja, Sayang. Bagaimana kalau kita," goda Sandra mengajak Hardiansyah."Aku lelah. Aku tadi baru main sama Raisa." Hardiansyah membalas balik melihat reaksi Sandra yang sek
Sesampainya di rumah setelah berdiaman di dalam mobil. Dengan wajah murung Raisa masuk ke dalam rumah lalu langsung masuk ke dalam kamar dengan membantingnya.Raisa tidak ingin Hardiansyah masuk ke dalam kamar, oleh sebab itu Raisa mengunci pintu kamar. "Aku harus cari sesuatu yang bisa membantuku mengetahui siapa aku." Pikir Raisa membongkar isi kamarnya sedang Hardiansyah mencoba membuka pintu dengan membujuk Raisa. Tapi Raisa tidak mendengarnya sama sekali."Bagaimana ini bisa terjadi? Kalau begini terus, semuanya bisa berantakan." Pikir Hardiansyah menjambak rambutnya kesal."Untung aja Sandra datang di saat yang tepat. Setelah mengurus anak ini, aku akan segera menemui Sandra." Hardiansyah harus menyusun rencana ulang. "Baiklah, aku harus buat Raisa tidur dulu, aku akan kurung dia sebentar di rumah, lalu aku akan pergi menemui Sandra." Tidak ingin menggunakan cara kekerasan, Hardiansyah mencari kunci cadangan pintu kamarnya untuk membuka pintu. Hardiansyah punya beberapa, jad
"Aku seperti mengenal wanita itu. Aku merasa familiar dengannya," jawab Raisa jujur."Baiklah. Sekarang fokus sama kesehatan kamu dulu ya. Dokter dan perawat uda siap. Kamu juga bersiaplah," ujar Hardiansyah memberi arahan pada Raisa.Raisa menurut dan proses pemeriksaan segera berjalan. Hardiansyah diam berdiri memperhatikan Raisa di samping dokter yang memeriksanya menggunakan alat medis yang cukup canggih.Dari layar monitor, terlihat bentuk tengkorak kepala Raisa dan Hardiansyah yang tidak mengerti apapun hanya diam saja melihat dokter membuat catatan di bukunya sambil melihat monitor tersebut.Setelah beberapa saat, pemeriksaan selesai. Hardiansyah dan Raisa diminta menunggu di ruang tunggu sedang dokter membuat rincian dan menganalisa hasil pemeriksaan kepala Raisa."Sayang, aku pasti baik-baik aja kan?" Tanya Raisa pada Hardiansyah yang sejak tadi hanya diam saja memikirkan sesuatu."Aku berharap seperti itu, Sayang." Hardiansyah tersenyum memaksa. Waktu sudah menunjukkan puku
Drtttt... Drtttt ...Hardiansyah menyadari merasakan ponselnya bergetar dari bawah bantalnya, namun karena Hardiansyah sangat mengantuk akhirnya Hardiansyah memilih untuk mengabaikan ponselnya. Pasalnya Hardiansyah baru saja berhasil terlelap setelah mengalami beberapa drama singkat.Sedang di ujung dunia lain, Sandra terlihat sangat kesal karena panggilannya tidak dijawab oleh Hardiansyah."Kenapa dia tidak menjawab telepon ku? Biasanya dia selalu menjawab dengan cepat. Apa dia,-" Sandra mulai menduga-duga."Tidak, ini tidak bisa terjadi. Enak saja dia." Sandra mengomel seraya terus berusaha menghubungi Hardiansyah. Namun baru sekali deringan, panggilan Sandra ditolak. Membuatnya sakit hati dan bertambah kesal hingga Sandra melempar ponselnya ke atas lantai."Sialan!" Makinya tidak senang.Sedang di tempat lain, Hardiansyah merasa terganggu dengan getaran ponselnya yang juga membuat Raisa terbangun. Malas dengan drama mereka, Hardiansyah akhirnya menolak panggilan Sandra dan segera
"Iri denganku? Hah, apa yang bisa dia iri kan dari aku? Aku penyakitan gini, selalu nyusahin orang," jawab Raisa terkekeh mengasihani dirinya sendiri."Huss, Sayang.. Jangan ngomong gitu ah, aku gak suka. Kamu itu gak nyusahin aku kok." Dengan cepat Hardiansyah yang peka dengan perkataan Raisa memeluknya hangat membuat Raisa tersenyum menyeringai."Kalau gitu, aku boleh gak, minta kamu jangan terlalu dekat dengannya dan jangan sering bertemu dengannya? Jujur saja, aku cemburu." Raisa melancarkan rencananya dengan sangat baik."Aku tau, dia temanmu, mungkin kalian juga lebih dulu kenal dari kamu kenal aku. Tapi Sayang, aku kan wanita kamu." Sambungnya lagi sebelum Hardiansyah menjawab.Sedang Hardiansyah entah kenapa menjadi degdegan setelah perlakuan dan ucapan Raisa ini. Hardiansyah diam menatap Raisa seraya menelan ludah kasar. Hardiansyah sadar perasaannya kian berubah karena kehadiran Raisa. Tujuannya bisa goyah. Di sisi lain, Hardiansyah juga tidak bisa berhenti dari perjalanann
Setibanya di rumah sakit. Hardiansyah dengan cepat segera menggendong Raisa masuk ke dalam rumah sakit dan menuju ruang UGD diikuti oleh para perawat yang siap siaga ketika melihat Hardiansyah."Bapak dan ibu harap tunggu di luar saja ya. Saya akan segera memanggil dokter." Perawatan tersebut meminta agar Hardiansyah dan Sandra keluar dari ruangan ketika Raisa sudah berada di atas ranjang.Hardiansyah dan Sandra menurut. Mereka segera keluar bersama dengan perawat yang akan pergi memanggil dokter tersebut. "Hufttt, menyusahkan saja. Kenapa sih gak dari dulu aja kita lenyap kan dia? Ini juga gara-gara kamu ya." Keluh Sandra pada Hardiansyah.Sedang Hardiansyah yang lelah juga khawatir pada Raisa memilih untuk diam dari pada harus menjawab Sandra yang selalu memarahinya. Apalagi saat ini wanita gila itu sedang mengandung anaknya.Tak lama, dokter datang bersama perawat yang memanggilnya. Hardiansyah hanya bisa berdoa kali ini agar Raisa baik-baik saja.Beberapa waktu kemudian, pintu ru