1 bulan kemudian.
Obat kontrasepsi yang Dinara beli sudah habis dan Dinara harus mendapatkannya lagi bagaimanapun caranya. Dinara tidak ingin kebobolan kali ini dan akhirnya harus terikat kembali dengan Arka akibat kehamilannya. Dinara mengirim pesan kepada penjual obat yang sama dengan penjual obat yang waktu itu namun kali ini metode yang Dinara ingin berbeda karena Dinara takut ketahuan.Kali ini Dinara ingin agar obatnya dikirim dengan menggunakan jasa kirim dan Dinara juga meminta agar penjual obat tersebut mengirim obat dengan botol suplemen seperti yang Dinara miliki sebelumnya. Semuanya beres dan Dinara hanya perlu menunggu waktu dan mencari alasan untuk menjawab pertanyaan Arka nanti.“Sayang, hari ini kita ke rumah sakit kan?” Tanya Arka yang baru saja kembali dari olahraga pagi di hari weekendnya seperti biasa.“Gak usah Sayang, aku uda pesan ke apotek agar diantar ke rumah aja. Hari ini gak tau kenapa aku tuh males banget ngapa-ngapaSepulang dari rumah orang tuanya tadi, Dinara memilih untuk masuk ke dalam kamar lebih dulu dan segera menyembunyikan botol obatnya yang lain ke dalam tasnya. Setelah itu, Dinara memilih untuk tidur. Dinara berada di sebuah tepi pantai yang amat sepi dan juga tenang. Hanya suara desiran angin dan sahutan ombak yang terdengar menyapa telinga Dinara. Pasir putih lembut membalut kaki Dinara di sepanjang jalan Dinara. Dinara tidak tahu tempat apa ini dan kenapa dia sendirian di sana. Tak lama, suara berisik anak-anak belari, tertawa dan menangis mulai menghantui Dinara yang seketika itu segera membuat Dinara berlari mencari sumber suara itu. Entah sudah berapa lama dan berapa jauh Dinara berlari mencari-cari sumber suara itu hingga Dinara lelah, namun tidak ada yang bisa Dinara temukan. Dinara berusaha mencari seseorang yang berada di sana namun hasilnya juga sama. Dinara benar-benar sendirian. Dinara kesepian dan juga takut. Dinara butuh seseorang yang berdiri di sampingnya kini. Sia
“Untuk apa alat-alat ini?” Pikir Dinara merinding ngeri seraya meletakkan botol anggur dan juga borgol yang Dimas berikan di atas nakas. Dinara harus memberitahu Arka itu nanti. Tak lama, Arka keluar dari kamar mandi, segera Dinara memberitahu Arka tentang anggur dan juga borgol yang Dimas berikan. “Sayang, itu tadi Dimas kasih anggur sama borgol. Tapi emangnya kamu mau pergi sama Dimas? Kenapa? Kenapa pakai borgol? Bahaya loh itu,” ujar Dinara polos menunjuk ke arah botol anggur dan juga borgol yang ia letakkan tadi di atas nakas. “Aku gak akan kemana-mana dan borgol itu bukan benda tajam yang berbahaya, jadi tidak masalah. Kenapa? Bagaimana kalau kamu coba, sini.” Arka dengan senyum terpaksanya menarik Dinara hingga jatuh ke atas ranjang dan dengan cepat Arka memborgol kedua tangan Dinara sedang Dinara yang terkejut hanya bisa melongo bingung. “Kenapa aku? Lepaskan ah, aku gak suka candaan kamu begini.” Dinara panik menatap wajah menyeramkan Arka yang sudah berada di hadapannya t
Halo, semuanya. Maaf kalau beberapa hari ini author tidak bisa update seperti biasa karena author sedang sangat sibuk mengurus pekerjaan real life, namun begitu pun author akan tetap berusaha untuk update di waktu senggang author.Untuk itu, dimohonkan pada readers terlove semuanya agar bersedia menunggu dengan sabar bab selanjutnya yang pasti akan membuat kalian geregetan.Dan untuk readers setia yang selalu menanti update terbaru novel ini, author ucapan terimakasih banyak.Dan, kalian yang ikut dalam event Ramadhan Berkah Penulis Berbagi terpilih di bawah ini:1. @Indah_Carolina2. @Snjan3. @ ValleyUntuk segera membuat Vidio kalian mengenai apa yang membuat novel ini adalah novel yang wajib banget kalian baca dan kalian rekomendasikan. Ketika upload, jangan lupa tag author ya❣️Setelah misi selesai, author akan langsung DM kalian dan segera mengirimkan hadiah yang author janjikan.Itu saja pengumuman untuk hari ini, terimakasih banyak semuanya. Sampai nanti~♥️♥️♥️
Waktu menunjukkan pukul 2 dini hari dan Dinara sudah tidur dalam keadaan lelah. Arka terbangun dari istirahatnya dan segera membuka borgol serta penutup mata Dinara. Pergelangan tangan Dinara berbekas merah.Arka berlalu dengan tubuh telanjangnya untuk mengambil obat salep dan mengoleskannya pada pergelangan tangan Dinara. Arka merasa bersalah dan juga sedih. Tapi rasa takut Arka lebih besar terhadap Dinara. Arka takut kehilangan Dinara. Arka tidak pernah siap untuk itu. Diam-diam Arka menangis tanpa suara membayangkan Dinara pergi meninggalkannya lagi.Arka berusaha menenangkan diri dengan menarik nafas panjang. Kemudian Arka segera berlalu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Tak lama, Arka keluar dari kamar mandi membawa sebuah handuk basah yang sudah diperas.Perlahan Arka membersihkan tubuh Dinara dari atas hingga bawah dengan sangat detail membuat Dinara terkejut dan terbangun."Kamu ngapain?" Tanya Dinara setengah sadar dan duduk."Aku lagi bersihin badan kamu.
Malam hari.Dinara terlihat sedang asik melakukan panggilan vidio dengan orang tuanya untuk memamerkan rumah barunya. Sedang tak jauh dari posisi Dinara, Arka terlihat sedang sibuk dengan ponselnya seraya sesekali Arka melirik Dinara. Tak lama, setelah panggilan berakhir Dinara berjalan keluar dari rumahnya dan ingin melihat apakah di sekitar rumahnya ada tempat untuk belanja bahan pangan karena Dinara ingin memasak untuk makan malam mereka. Sayangnya Dinara tidak dapat melihat pedagang yang berjualan bahan pangan di sana.Untuk malam ini, terpaksa Dinara harus memesan makanan dari luar karena Dinara juga malas keluar rumah. Dengan lesuh Dinara berjalan kembali ke dalam kamar.“Untuk makan malam kita pesan aja ya, Sayang. Aku mau pesan bakso, enak tuh kayaknya dimakan malam-malam dingin begini. Oh ya, besok aku juga mau belanja perlengkapan rumah ya. Dan ngomong-ngomong soal anak... Jujur, maaf aku belum siap. Aku masih terlalu takut dan trauma. Rasa itu terlalu menyakitkan, kamu tau,
Setelah makan malam singkat Arka dan Dinara berakhir dengan keheningan, sekarang kedua orang ini sudah kembali ke dalam kamar. Sebelumnya Arka juga sudah memastikan jika semua pintu dan jendela sudah terkunci rapat dan aman. Dinara sengaja menyibukkan diri dengan ponselnya sambil menunggu Arka tertidur tapi tetap saja rencana Dinara untuk tidak melayani Arka harus gagal karena Arka memanggilnya untuk tidur. "Sayang, istirahat di sini. Kenapa kamu selalu duduk di sana?" Dinara terpaksa menurut karena tidak ingin membuat Arka marah. Arka sangat menakutkan ketika dia marah. Oleh sebab itu sebisa mungkin Dinara jangan sampai membuat Arka marah apalagi setelah perdebatan mereka tadi.Dinara dengan malas berjalan menuju ranjang dan menyimpan ponselnya ke atas nakas. Dinara mulai menaiki ranjangnya dan masuk ke dalam selimut. Dinara tidak bisa membiarkan suasana terus hening dan canggung seperti ini. Dinara mengambil remote tv dan mulai menyalakan tv seraya Din
Dinara merasa beruntung dan lega karena tadi malam Dinara tepat datang bulan. Walau biasanya mood Dinara buruk ketika sedang datang bulan, maka hari ini Dinara beruntung bisa menghindari untuk melayani Arka selama 1 minggu ke depan sedang di sisi lain, Arka terlihat kusut nan masam karena Arka harus berpuasa selama seminggu.Bukan hanya itu, Arka kesal karena Dinara belum mengalami pembuahan oleh benihnya. Setelah ini Arka harus lebih gencar lagi untuk menembakkan rahim Dinara dengan banyak benih berkualitas premiumnya. Arka dan Dinara sudah kembali ke rumah Arka tadi pagi karena Dinara niatnya akan pergi membeli perabot baru untuk rumah barunya sedang Arka tidak dapat menemani Dinara karena Arka akan kedatangan tamu penting. Terpaksa Arka membiarkan Dinara pergi tanpanya, namun tetap saja, Arka menyuruh Clarisa untuk menemani Dinara.Ini kesempatan bagus untuk Dinara bisa pergi berdua dengan Clarisa karena itu akan membuat mereka lebih bebas untuk berbicara tanpa harus takut diawasi
“Apa yang kamu butuhkan?” Tanya Dinara antara bingung, curiga dan khawatir karena Arka memberinya tatapan nakal. “Jangan aneh-aneh deh kamu, aku lagi mens loh.” Sambung Arka yang mengira kalau Arka akan mengajaknya untuk melakukan sesuatu yang tidak boleh mereka lakukan saat ini.“Kamu tuh dasar jorok otaknya. Aku kan gak ajak kamu untuk ‘itu’. Aku mau minta tolong sama kamu buat pijitin aku.” Arka tersenyum gemas dan mengejek Dinara seraya Arka menyentil pelan dahi Dinara. “Sini, ini semua badanku rasanya pegel.” Kali ini Arka berlalu naik ke atas ranjang dengan posisi terlungkup dan setelah Arka sudah dalam posisi siap, Arka segera memanggil Dinara yang terlihat bengong lagi dengan menatap tangannya.Dinara dengan senyum canggung dan langkah ragu ikut menyusul Arka untuk memijat tubuh Arka. Belum apa-apa dan Dinara baru saja memegang punggung Arka tapi Arka yang memang sangat lelah hari ini dengan segudang kesibukannya tanpa sadar segera tertidur.Dinara berhenti setelah Arka tidak
"Dinara? Ya, pasti ini." Raisa tersenyum puas merasa beruntung karena tiba-tiba Dinara mengirimkan pesan pada Hardiansyah. Raisa juga sangat yakin dengan nama Dinara di kontrak ponsel Hardiansyah. Sayangnya Raisa tidak bisa mengambil nomor ponsel Dinara karena Raisa tidak mengetahui password ponsel Hardiansyah.Isi pesan Dinara. "Hai, Har. Apa kabar? Rasanya Uda lama banget ya kita gak ngobrol bareng. Aku ada sedikit problem nih dan aku butuh banget kamu. Kira-kira kapan dan dimana ya kita bisa ketemuan?" Membaca itu, Raisa jadi memiliki ide untuk ikut dengan Hardiansyah saat Hardiansyah pergi nanti. Dengan begitu, Raisa bisa lebih dekat dengan Dinara dan Raisa juga sangat yakin, orang yang bisa membantunya adalah Dinara."Baiklah, aku harus mengenalnya dan dekat dengannya. Dengan begitu, aku akan punya alasan untuk keluar dan mendekatkan diri pada wanita itu." Raisa bermonolog seraya mengembalikan ponsel Hardiansyah.Tak lama, Hardiansyah pulang ke rumah dengan diantar oleh Sandra.
"Temui aku di kantor sekarang juga." Arka menghubungi Sandra dan memintanya segera datang."Oke." Singkat Sandra tersenyum seakan dia menang. Di kantor Arka, tepatnya di dalam ruangan Arka."Bagaimana, Sayang? Aku sudah datang," ujar Sandra mendekat ke arah Arka hendak menggodanya. Namum, bukannya tergoda oleh Sandra, Arka malah terlihat jijik dan menghindari sentuhannya."Duduk di sana." Pinta Arka menunjuk ke arah kursi yang ada di seberang mejanya.Sandra tidak menjawab dan hanya menuruti perintah Arka. Setelah Sandra mendudukkan bokongnya. Barulah obrolan berjalan."Baiklah, apa yang ingin kamu bicarakan denganku?" Sandra memulai obrolan karena Arka tak kunjung memulai obrolan."Aku ingin kamu lakukan tes ulang, bukan di rumah sakit yang sama." Pinta Arka secara blak-blakan membuat Sandra sedikit terkejut namun Sandra masih tetap memaksa senyum."Ternyata kamu masih belum percaya aku ya. Bagaimana kalau aku menolak?" Sandra memastikan apa yang saat ini muncul di otaknya.Kalau b
Setelah mandi dan berpakaian, Raisa kembali mendudukkan bokongnya ke bibir ranjang dan menggulung rambutnya tanpa menggunakan apapun. Wangi khas yang semerbak dari Raisa tercium dalam oleh Hardiansyah.Aroma tubuh Raisa bercampur dengan aroma segar dari sabun yang Raisa gunakan selalu menjadi favorit Hardiansyah.Hardiansyah membuka matanya dan bergerak mendekati Raisa, memeluknya lalu menarik tubuh Raisa hingga tubuh Raisa ambruk di atasnya."Temani aku sebentar, Sayang. Tetap dalam posisi ini, ya." Pinta Hardiansyah memejamkan matanya lagi dan mengunci posisi Raisa yang ambruk di atasnya."Tapi aku sudah tidur tadi. Aku gak pengen tidur lagi," ujar Raisa merasa tidak nyaman dengan posisinya sebab tangan Hardiansyah terlalu erat memeluknya.Merasakan ketidaknyamanan Raisa, Hardiansyah segera menaruh tubuh Raisa ke sampingnya dan memeluknya erat."Sebentar saja," ujar Hardiansyah sedikit memelas dengan suara seksinya yang Raisa pun tidak mampu menolaknya selain hanya menghela nafas pa
Di apartemen Sandra."Bagaimana cara kamu melakukannya? Dan soal tadi, terimakasih ya, kamu menyelamatkan aku." Hardiansyah duduk santai di atas sofa memperhatikan Sandra yang baru saja selesai mandi dan bergerak ke sana-kemari tanpa busana.Sandra tersenyum licik. "Kamu mau tau bagaimana caranya?" Wanita jahat itu berjalan ke arah Hardiansyah dengan wajah menggoda kemudian duduk di pangkuan Hardiansyah sedang Hardiansyah hanya diam saja."Aku tidur dengan dokter itu. Aku menjadi selingkuhannya hahaha. Bagaimana menurutmu?" Sejenak Hardiansyah panas dan jijik, tapi Hardiansyah juga harus sadar diri dengan keadaan mereka semua dan status mereka."Apa menurutmu dia merasa puas olehmu? Kamu bisa?" Hardiansyah tampak meremehkan Sandra dari raut wajahnya."Tentu saja. Malah aku yang kurang puas. Aku hanya puas denganmu saja, Sayang. Bagaimana kalau kita," goda Sandra mengajak Hardiansyah."Aku lelah. Aku tadi baru main sama Raisa." Hardiansyah membalas balik melihat reaksi Sandra yang sek
Sesampainya di rumah setelah berdiaman di dalam mobil. Dengan wajah murung Raisa masuk ke dalam rumah lalu langsung masuk ke dalam kamar dengan membantingnya.Raisa tidak ingin Hardiansyah masuk ke dalam kamar, oleh sebab itu Raisa mengunci pintu kamar. "Aku harus cari sesuatu yang bisa membantuku mengetahui siapa aku." Pikir Raisa membongkar isi kamarnya sedang Hardiansyah mencoba membuka pintu dengan membujuk Raisa. Tapi Raisa tidak mendengarnya sama sekali."Bagaimana ini bisa terjadi? Kalau begini terus, semuanya bisa berantakan." Pikir Hardiansyah menjambak rambutnya kesal."Untung aja Sandra datang di saat yang tepat. Setelah mengurus anak ini, aku akan segera menemui Sandra." Hardiansyah harus menyusun rencana ulang. "Baiklah, aku harus buat Raisa tidur dulu, aku akan kurung dia sebentar di rumah, lalu aku akan pergi menemui Sandra." Tidak ingin menggunakan cara kekerasan, Hardiansyah mencari kunci cadangan pintu kamarnya untuk membuka pintu. Hardiansyah punya beberapa, jad
"Aku seperti mengenal wanita itu. Aku merasa familiar dengannya," jawab Raisa jujur."Baiklah. Sekarang fokus sama kesehatan kamu dulu ya. Dokter dan perawat uda siap. Kamu juga bersiaplah," ujar Hardiansyah memberi arahan pada Raisa.Raisa menurut dan proses pemeriksaan segera berjalan. Hardiansyah diam berdiri memperhatikan Raisa di samping dokter yang memeriksanya menggunakan alat medis yang cukup canggih.Dari layar monitor, terlihat bentuk tengkorak kepala Raisa dan Hardiansyah yang tidak mengerti apapun hanya diam saja melihat dokter membuat catatan di bukunya sambil melihat monitor tersebut.Setelah beberapa saat, pemeriksaan selesai. Hardiansyah dan Raisa diminta menunggu di ruang tunggu sedang dokter membuat rincian dan menganalisa hasil pemeriksaan kepala Raisa."Sayang, aku pasti baik-baik aja kan?" Tanya Raisa pada Hardiansyah yang sejak tadi hanya diam saja memikirkan sesuatu."Aku berharap seperti itu, Sayang." Hardiansyah tersenyum memaksa. Waktu sudah menunjukkan puku
Drtttt... Drtttt ...Hardiansyah menyadari merasakan ponselnya bergetar dari bawah bantalnya, namun karena Hardiansyah sangat mengantuk akhirnya Hardiansyah memilih untuk mengabaikan ponselnya. Pasalnya Hardiansyah baru saja berhasil terlelap setelah mengalami beberapa drama singkat.Sedang di ujung dunia lain, Sandra terlihat sangat kesal karena panggilannya tidak dijawab oleh Hardiansyah."Kenapa dia tidak menjawab telepon ku? Biasanya dia selalu menjawab dengan cepat. Apa dia,-" Sandra mulai menduga-duga."Tidak, ini tidak bisa terjadi. Enak saja dia." Sandra mengomel seraya terus berusaha menghubungi Hardiansyah. Namun baru sekali deringan, panggilan Sandra ditolak. Membuatnya sakit hati dan bertambah kesal hingga Sandra melempar ponselnya ke atas lantai."Sialan!" Makinya tidak senang.Sedang di tempat lain, Hardiansyah merasa terganggu dengan getaran ponselnya yang juga membuat Raisa terbangun. Malas dengan drama mereka, Hardiansyah akhirnya menolak panggilan Sandra dan segera
"Iri denganku? Hah, apa yang bisa dia iri kan dari aku? Aku penyakitan gini, selalu nyusahin orang," jawab Raisa terkekeh mengasihani dirinya sendiri."Huss, Sayang.. Jangan ngomong gitu ah, aku gak suka. Kamu itu gak nyusahin aku kok." Dengan cepat Hardiansyah yang peka dengan perkataan Raisa memeluknya hangat membuat Raisa tersenyum menyeringai."Kalau gitu, aku boleh gak, minta kamu jangan terlalu dekat dengannya dan jangan sering bertemu dengannya? Jujur saja, aku cemburu." Raisa melancarkan rencananya dengan sangat baik."Aku tau, dia temanmu, mungkin kalian juga lebih dulu kenal dari kamu kenal aku. Tapi Sayang, aku kan wanita kamu." Sambungnya lagi sebelum Hardiansyah menjawab.Sedang Hardiansyah entah kenapa menjadi degdegan setelah perlakuan dan ucapan Raisa ini. Hardiansyah diam menatap Raisa seraya menelan ludah kasar. Hardiansyah sadar perasaannya kian berubah karena kehadiran Raisa. Tujuannya bisa goyah. Di sisi lain, Hardiansyah juga tidak bisa berhenti dari perjalanann
Setibanya di rumah sakit. Hardiansyah dengan cepat segera menggendong Raisa masuk ke dalam rumah sakit dan menuju ruang UGD diikuti oleh para perawat yang siap siaga ketika melihat Hardiansyah."Bapak dan ibu harap tunggu di luar saja ya. Saya akan segera memanggil dokter." Perawatan tersebut meminta agar Hardiansyah dan Sandra keluar dari ruangan ketika Raisa sudah berada di atas ranjang.Hardiansyah dan Sandra menurut. Mereka segera keluar bersama dengan perawat yang akan pergi memanggil dokter tersebut. "Hufttt, menyusahkan saja. Kenapa sih gak dari dulu aja kita lenyap kan dia? Ini juga gara-gara kamu ya." Keluh Sandra pada Hardiansyah.Sedang Hardiansyah yang lelah juga khawatir pada Raisa memilih untuk diam dari pada harus menjawab Sandra yang selalu memarahinya. Apalagi saat ini wanita gila itu sedang mengandung anaknya.Tak lama, dokter datang bersama perawat yang memanggilnya. Hardiansyah hanya bisa berdoa kali ini agar Raisa baik-baik saja.Beberapa waktu kemudian, pintu ru