Malam semakin larut dan Dinara masih belum memberikan jawabannya. Dinara tampaknya belum menyerah untuk bisa kabur dari Arka yang sejak tadi memperhatikannya. Tadi Arka sudah memesan makan malam untuk mereka dan saat ini, pintu kamar mereka terdengar diketuk oleh seseorang. Segera Dinara dengan cepat berdiri di depan pintu sedang Arka hanya tersenyum dari atas ranjang.
“Percuma saja, kamu tidak bisa kabur. Hotel ini sudah aku beli dan mereka akan memihakku untuk menangkap kamu. Jangan habiskan tenaga kamu untuk kabur.” Arka bangkit dari atas ranjang dan berjalan ke arah pintu untuk membuka pintu.Setelah pintu dibuka, seorang pelayan masuk ke dalam kamar Arka dan mengantarkan makanan pesanan Arka. Tak lama setelahnya, pelayan tersebut pergi namun Dinara tampaknya tidak berani kabur sehingga Arka menertawakan Dinara yang masih tidak percaya jika Arka sudah membeli hotel ini.“Kamu bohong kan? Mana mungkin kamu beli hotel ini,” ujar Dinara mulai merasaEntah kenapa sangat sulit bagi Hardiansyah untuk mendapat akses berangkat ke Thailand. Semua tiket mendadak habis untuk penerbangan hari ini padahal Hardiansyah harus segera sampai ke sana dan menyelamatkan Dinara dari Arka. Hardiansyah tidak hilang akal, segera Hardiansyah menghubungi temannya yang waktu itu meminjamkan pesawat pribadinya pada Hardiansyah. Namun sial seribu sial, pesawat pribadi tersebut ternyata sedang disewa oleh orang perusahaan lain untuk tour bisnis mereka. Hardiansyah harus bersabar hingga besok untuk bisa mendapat tiket penerbangan menuju Thailand. Sebenarnya bisa saja jika Hardiansyah melakukan penerbangan ke Malaysia atau Singapura lebih dulu lalu setelahnya Hardiansyah baru menuju Thailand. Tapi dalam keadaan panik seperti ini, akal Hardiansyah mendadak kering. Pagi hari. Dinara terbangun dari tidurnya dan mendapati dirinya sedang berada di dalam pelukan Arka yang terlihat masih asik tertidur. Posisi ini sangat tidak nyaman bagi Dinara karena Dinara memb
Dinara diam berpikir lama, namun tiba-tiba saja Dinara tersenyum dan mengangguk setuju. Ternyata sejak tadi Dinara memikirkan tentang rencana balas dendamnya dan ini adalah pilihan yang bagus untuk Dinara dengan menggunakan hati dan kepercayaan Arka. Nanti jika sudah saatnya, Dinara akan menunjukkan apa itu karma. Dinara tidak bisa melawan Arka dengan cara memberontak, jadi asal Dinara memiliki kepercayaan dan cinta Arka, maka ini akan lebih baik untuk Dinara melakukan balas dendam. Setidaknya keluarga Dinara akan aman dan mereka bisa pulang. Acara dilakukan sesingkat mungkin. Setelah acara tukar cincin dan berfoto sudah selesai, Dinara yang merasa tidak nyaman berada di sana sengaja mengajak Arka untuk kembali ke hotel padahal mereka belum melakukan makan siang romantis berdua. Tapi karena tidak ingin membuat Dinara jenuh, akhirnya Arka setuju untuk membawa Dinara kembali ke hotel dan menemui orang tuanya yang sudah tidak diikat lagi namun tetap dijaga oleh Di
Setelah berpikir panjang akhirnya Arka memutuskan untuk mengembalikan ponsel Dinara agar Dinara tidak merasa kalau Arka mengekangnya. Setelah Arka menyerahkan kembali ponsel Dinara pada Dinara, segera Arka berlalu masuk ke dalam kamar mandi berharap Dinara tidak akan membuat masalah. Dinara memastikan Arka masuk ke dalam kamar mandi dan dirinya mulai mengubungi orang tuanya yang kini mungkin baru saja sampai di Jakarta. Panggilan terhubung dan Dinara mulai mengobrol dengan orang yang ia hubungi tersebut sampai Arka keluar dari kamar mandi dan Dinara menutup teleponnya entah Dinara sengaja atau apakah ini hanya sebuah kebetulan saja. “Uda selesai, Sayang? Ngomong sama siapa tadi?” Arka berbasa-basi. “Mama,” jawab Dinara singkat lalu berpura-pura Dinara menyerahkan ponselnya pada Arka namun untungnya Arka menolak dan memberi Dinara kebebasannya. “Itu hak kamu dan milik kamu. Kamu simpan saja,” ujar Arka berlalu mengambil pakaiannya dan memak
“Sayang, aku takut.” Dinara berlindung di dalam pelukan Arka membuat Sandra merasa semakin diprovokasi oleh Dinara sedang Arka segera menyuruh petugas untuk menyuntikan sesuatu pada Sandra. Dinara tersenyum senang dengan jahatnya di depan kesengsaraan derita Sandra yang berteriak memberontak dan berteriak kesakitan. Ini sangat mengerikan hingga Dinara segera menutup mata dan telingannya ketika mendengar Sandra berteriak. Sedang Arka dengan cepat membawa Dinara yang terlihat ketakutan keluar dari ruangan tersebut. “Kamu baik-baik aja kan, Sayang?” Tanya Arka setelah mereka berada jauh dari ruangan isolasi Sandra. “Aku baik-baik aja, terima kasih. Tapi bagaimana dengan wanita itu? Apa yang disuntikkan padanya?” “Itu obat penenang. Kamu tenang aja. Tidak ada orang yang bisa menyakiti kamu selama aku masih hidup. Aku akan melindungi kamu dari apapun.” Arka kembali memeluk hangat Dinara seolah Arka mengatakan jika Dinara akan aman berada di dek
Pagi hari yang cerah nan indah untuk Dinara dan Arka yang masih terlelap dalam indahnya mimpi mereka setelah tadi malam mereka saling sibuk untuk berperang dan hasil perang mereka terlihat seperti ini. Spray dan pakaian mereka terlihat kacau, namun mereka malah asik tertidur berpelukan di bawah selimut. Dinara terbangun lebih awal dari Arka. Walau Arka menepati janjinya tadi malam dengan bermain lembut pada Dinara, tetap saja Dinara merasa jijik pada tubuhnya yang baru saja selesai dijamah oleh Arka hingga tubuh Dinara meninggalkan bercak merah abstrak. Kalau bukan karena rencana balas dendam, mungkin Dinara tidak akan rela melakukan semua ini dan membiarkan tubuhnya dinodai oleh Arka. Dinara menatap benci Arka yang masih memeluknya erat ini, namun setelah Arka bangun, Dinara segera mengubah raut wajahnya. “Pagi sayang,” sapa Dinara tersenyum ramah pada Arka. “Pagi, Sayangku. Kenapa bangun lebih awal? Ayo tidur lagi. Kamu pasti lelah,” gum
Untungnya selama ini Dinara memang masih mengonsumsi beberapa obat dan juga suplemen. Jadi Arka tidak akan curiga jika Dinara memiliki obat tersebut. Dengan cepat Dinara membalas pesan penjual obat online tersebut lalu kemudian Dinara menyimpan ponselnya ke dalam tas dan mulai memakai pakaiannya sebelum Arka keluar dari kamar mandi. Begitu selesai, Dinara menunggu Arka yang baru saja keluar dari kamar mandi dan baru memulai pakaiannya agar terlihat romantis hingga beberapa saat kemudian mereka berjalan menuju meja makan untuk sarapan. Tak butuh waktu lama, kemudian mereka juga segera berangkat ke kantor bersama dengan Dimas yang baru saja muncul entah dari mana itu. Di kantor. Seperti biasa Arka dan Dimas terlihat tengah sibuk dengan urusan mereka sedang Dinara yang bersantai di sofa mulai terlihat bosan dan mengantuk hingga tanpa sadar Dinara yang memang lelah karena aktifitas fisik pada malam dan pagi hari tadi ketiduran. Beberapa m
“Loh, kok kamu uda pulang aja, Sayang?” Dinara tersenyum manja ke hadapan Arka yang seketika itu berhasil membuat Arka melupakan pertanyaannya tadi. “Iya kan sudah sore, Sayang. Sudah jam 5, aku juga kangen sama kamu.” Arka memeluk pinggang Dinara dengan kedua tangannya hingga tubuh mereka saling menempel. “Aku tau itu. Baiklah, sekarang kamu harus mandi dan bersiap-siap biar bersih dan segar. Aku akan buatkan kamu teh, oke?” Bujuk Dinara tidak betah dan merasa gerah dipeluk Arka dan ditatap Arka dalam seperti itu. Arka tersenyum mengangguk lalu mengecup dahi Dinara sebelum Arka melepaskan Dinara. “Baiklah, aku akan mandi. Bawa tehnya ke kamar. Aku butuh pijatan.” Pinta Arka kemudian masuk ke dalam kamar mandi sedang Dinara segera berlalu keluar dari dalam kamar menghela nafas lega. Dinara berjalan menuju dapur untuk membuatkan Arka teh. Dinara berniat memasukkan obat tidur ke dalam teh Arka agar setelah meminum teh Arka tidur dengan cepat
1 bulan kemudian. Obat kontrasepsi yang Dinara beli sudah habis dan Dinara harus mendapatkannya lagi bagaimanapun caranya. Dinara tidak ingin kebobolan kali ini dan akhirnya harus terikat kembali dengan Arka akibat kehamilannya. Dinara mengirim pesan kepada penjual obat yang sama dengan penjual obat yang waktu itu namun kali ini metode yang Dinara ingin berbeda karena Dinara takut ketahuan. Kali ini Dinara ingin agar obatnya dikirim dengan menggunakan jasa kirim dan Dinara juga meminta agar penjual obat tersebut mengirim obat dengan botol suplemen seperti yang Dinara miliki sebelumnya. Semuanya beres dan Dinara hanya perlu menunggu waktu dan mencari alasan untuk menjawab pertanyaan Arka nanti. “Sayang, hari ini kita ke rumah sakit kan?” Tanya Arka yang baru saja kembali dari olahraga pagi di hari weekendnya seperti biasa. “Gak usah Sayang, aku uda pesan ke apotek agar diantar ke rumah aja. Hari ini gak tau kenapa aku tuh males banget ngapa-ngapa