Ray masuk, menggendong putranya dengan tangan yang kuat dan berkata dengan hangat, "Maaf Sam, aku terlambat.""Kukira kamu tidak akan datang." Sam sedikit kesal, tapi suasana hatinya terlihat berubah, senyuman muncul di wajah kecilnya.Siska memandangnya dan melihat bahwa Sam bahagia.Siska melihat ke arah Ray, apakah benar-benar bahagia ada dia di sini?Ray menjelaskan, "Aku pasti akan melakukan apa yang aku janjikan kepadamu. Aku terkena macet dalam perjalanan ke sini, jadi aku datang terlambat."Dia menjelaskan dengan sabar kepada Sam.Sam juga senang, menatap Willona dan berkata, "Willona, ayahku sudah ada di sini.""Yey!" Willona berkata, "Kalau begitu ayo kita tiup lilinnya bersama-sama.""Oke."Maka kedua pria itu, masing-masing menggendong anak mereka sendiri, berdiri di depan kue yang indah. Sam dan Willona meniup lilin dengan sekuat tenaga.Semua orang di ruang tamu bertepuk tangan.Nelson bersiul dan bersorak keras.Terlihat kalau dia adalah orang yang ceria.Kegiatan selanj
"Nelson datang merayakan ulang tahun Willona adalah hal baik. Semua orang senang. Mengapa mukamu sangat buruk?" Ray menjawab dengan sinis.Wajah Welly semakin busuk, "Apa hubungannya denganmu?""Lalu apa hubungannya kecemburuanku denganmu?" Ray bertanya balik, wajah tampannya tenang.Kebetulan, saat ini kue dibagikan kepada mereka. Willona menyerahkan sepotong kue kepada Welly, "Ayah, makan kue."Nelson membawakan kue dan menyerahkannya sendiri ke tangan Welly.Ray tersenyum lagi, "Lihat, pekerjaan seorang ayah dikerjakan oleh pria lain."Welly berkata, "Aku yang tidak ingin melakukannya.""Kamu yang tidak ingin melakukannya? Atau kamu tidak mendapat kesempatan melakukannya?" Ray menyindirnya dan tertawa penuh arti.Wajah Welly sangat muram.Ray berkata, "Jangan salahkan aku tidak mengingatkanmu. Sebagai seorang pria, jangan menunggu wanita datang merayumu duluan."Welly mengejek, "Ciuh, kamu bangga menjadi penjilat?""Kamu meremehkan penjilat? Pernahkah kamu mendengar bahwa penjilat p
Siska mengerutkan kening, merasa bahwa Ray menyesatkan putranya. Dia memelototinya dan berkata kepada Sam, "Tidak, ibu dan ayah hanya membicarakan sesuatu.""Apa yang kalian bicarakan? Apakah kalian berbicara tentang menikah lagi?""Menikah lagi?" Ray bertanya kepadanya, "Bagaimana kamu tahu? Siapa yang mengajarimu?""Willona memberitahuku. Dia berkata bahwa jika suami dan istri bertengkar, mereka akan bercerai. Jika mereka berdamai, mereka akan menikah lagi."Siska hendak memberitahunya tentang perceraian, tapi Ray menjawab kata-kata Sam terlebih dahulu, "Apakah kamu benar-benar berharap kami menikah lagi?""Tentu saja." Sam berkata dengan serius, "Kalau tidak, ayah akan menikah dengan istri baru dan ibu menikah dengan suami baru, lalu kalian tidak menginginkanku lagi."Begitu kata-kata ini keluar, keduanya tercengang.Baru pada saat itulah Siska mengerti mengapa Sam selalu ingin mereka berdamai. Dia takut orang tuanya tidak menginginkannya lagi jika mereka menikah dengan orang lain.
Sam tertegun. Dia menoleh ke arahnya sambil duduk di dalam air, "Bu, bukankah tadi ayah mengatakan bahwa kalian tidak akan bercerai?""Aku belum setuju." Siska menjawab dengan serius.Wajah Sam menunduk, "Jadi, kamu masih ingin menikah dengan paman lain, lalu kamu tidak menginginkan Sam lagi?"Siska tertegun sejenak, menyentuh kepalanya dan menjawab, "Mengapa kamu berpikir demikian? Kamu adalah anakku. Aku akan selalu mencintaimu. Bagaimana mungkin aku tidak menginginkanmu?""Kata orang, kalau punya ibu tiri, pasti punya ayah tiri. Begitu juga sebaliknya. Kalau punya ayah tiri, pasti punya ibu tiri. Lebih baik suami istri yang asli."Siska merasa Sam penuh dengan pemikiran yang tidak benar."Jadi bu, lebih baik bersama pasangan asli." Sam mendekatinya dan menambahkan kalimat lain, seolah dia ingin ibunya setuju dengannya.Siska tidak bisa berkata-kata, "Perkataanmu tidak masuk akal. Sudah jangan bicara lagi, cepat mandi!""Bu, bagaimana jika kamu memberi kesempatan ayah lagi?"Sam masi
Setelah kemeja hitamnya dilepas, benar saja, ada beberapa tanda merah muncul di punggungnya.Siska sedikit kesal, "Kamu seharusnya tidak menarikku.""Siapa suruh kamu tidak mendengarkanku?""Aku pikir kita sudah selesai membahas masalah ini." Siska menghela nafas.Ray menatapnya dengan mata yang dalam, "Sudah selesai? Kita belum membahas masalah anak."Siska tertegun dan memandang Ray, "Masalah anak? Ada apa? Apakah kamu ingin merebut Sam dariku?"Emosi Siska terpancing lagi.Ray takut emosi Siska hilang kendali, jadi dia memegang tangannya dan berkata, "Aku tidak bermaksud begitu. Maksudku, aku ingin berbicara denganmu tentang Sam.""Apa yang ingin kamu bicarakan?" Siska tidak menatap matanya dan menundukkan kepalanya.Ray berkata, "Apakah kamu mendengar apa yang tadi dikatakan Sam? Dia ingin kita bersama. Sebenarnya dia takut kehilangan orang tua."Siska tahu dan mengangguk."Jadi demi kesehatan mental Sam, menurutku kita jangan berpisah.""Jadi, ini yang ingin kamu katakan?" Siska m
Siska menggigit lidahnya?Siska terkejut dan ingin duduk untuk melihat, tetapi Ray menahan bibirnya lagi di mulutnya.Di malam yang gelap, ciumannya terasa panas dan bertahan lama, penuh bau darah.Siska tidak bisa melarikan diri.Udara di dadanya berangsur-angsur terkuras, dia merasa tidak bisa bernapas.Ray tertegun sejenak, napasnya menjadi lebih berat, seolah ingin menelan seluruh tubuh Siska."Ray ..." Siska merasakan sesuatu dan sedikit takut. Dia mengulurkan tangan untuk mendorongnya.Ray menarik napas berat dan berkata dengan suara serak, "Siska, panggil aku suamimu ...""Tidak." Siska menolak dan mencoba melepaskan diri.Tapi semakin dia mencoba, Ray semakin menjadi-jadi. Siska memutar tubuhnya, bagaimana Ray bisa menahannya? Ray mengangkat tangannya dan menyentuh tubuhnya.Siska ketakutan.Saat ini, terdengar suara dari pintu, "Bu ..."Siska sangat ketakutan, matanya bergetar dan dia menatap Ray, "Sam bangun.""Jangan panik." Ray juga mendengar suara Sam. Mendengar langkah ka
Sam berkata, "Aku ingin buang air kecil.""Kalau begitu cepat pergi." Siska mendesaknya untuk pergi sehingga dia bisa mengusir Ray pulang.Sam tidak terlalu banyak berpikir dan pergi ke toilet.Siska menoleh ke Ray dan berkata, "Kamu pulang dulu.""Siska."Ray berdiri dan ingin memegang tangannya. Siska menolak dan berkata dengan suara pelan, "Aku tidak ingin berbicara denganmu, pulanglah."Ray mengerucutkan bibir tipisnya dan berkata, "Baiklah, aku akan mencari kalian lagi besok."Siska tertegun sejenak. Apakah dia akan datang lagi besok?Tepat ketika Siska hendak menyuruhnya untuk tidak datang, Ray berbalik dan berjalan keluar. Siska merasa kesal, menghela nafas dan berjalan ke kamar mandi.Sam sudah selesai buang air kecil. Dia menarik celananya dan berkata, "Bu, sekarang sudah sangat malam, mengapa ibu tidak membiarkan ayah tidur di sini?"Siska bisa menebak pikiran Sam. Siska berkata dengan tegas, "Dia sudah pulang.""Hah? Ayah sudah pergi?"Sam tidak percaya, dia berlari ke ruang
Dalam beberapa tahun terakhir, karena keberadaan Sam, Siska menjadi jauh lebih ceria, lebih jarang terjebak dalam emosi buruk ...*Keesokan harinya.Siska bangun pagi-pagi dan menatap putranya di sebelahnya yang masih tertidur.Siska tersenyum, menutupinya dengan selimut dan turun dari kasur.Ketika dia turun, dia mendengar seseorang berbicara dengan Fani."Mengapa kamu datang sepagi ini?" Fani bertanya."Aku sudah berjanji pada Sam akan datang menemuinya hari ini." Ray menjawab dengan sopan.Siska melirik arlojinya. Saat itu baru hampir pukul delapan."Kamu datang terlalu pagi." Fani tersenyum dengan anggun, "Kamu membawa begitu banyak barang ke sini.""Ini adalah sarapan khas Kota Kintani. Aku membawakannya untuk kamu coba." Ray berbicara dengan lembut."Makanan Kota Kintani?" Fani langsung mengerti dan tersenyum, "Siska menyukainya, kan?""Iya." Ray tidak menyembunyikan apa pun, "Koki tiba di Brunei sekitar jam sepuluh kemarin malam.""Kamu membawa kokinya ke sini?" Fani terkejut.