Tidak ada jeritan, pandangan atau apa pun yang mengisyaratkan perasaan simpatik pada Cleon. Semua orang kembali pada aktivitasnya masing-masing. Paman dan bibinya dengan ponsel mereka, ibunya dengan teh bunga mawar, juga Cesar yang menyempatkan diri mengambil buku ke meja sang ayah, lalu membuka dan membacanya. Semuanya tenang, tidak ada pembicaraan apa pun. Tepat, seperti inilah pertemuan keluarga Hakim Tertinggi Pengadilan Alastor.
Cleon jatuh dengan posisi telungkup ke bawah. Beberapa kali ia terbatuk. Cleon mencoba kembali untuk bernapas dengan normal. Namun, belum sempat ia bangkit untuk duduk, ayahnya menarik kerah kemejanya yang basah dan ternoda, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi.
Cleon tidak berkutik. Kakinya meronta-ronta mencari pijakan. Lehernya terasa tercekik, dadanya sesak. Keringat bercucuran mengguyur waj
Halo, semuanya Terima kasih atas dukungan kalian untuk Secret of Five Gods 🥰 Ikuti terus perjalanan Anastazja dan kawan-kawannya, setiap hari jam 10 pagi Jangan lupa dukung cerita ini dengan rate dan komen. Saya akan sangat menghargainya, terima kasih 😊
Anastazja tidak peduli ke arah mana kakinya melangkah, ia mempercayakan semua padanya. ‘Gila! Orang-orang itu sudah gila!’ Napasnya pendek-pendek, ditambah udara malam yang dingin membuat dada Anastazja terasa sedikit nyeri. Anastazja menahan sakit di dadanya sampai melihat sebuah halte bus tua yang sepertinya sudah tidak terpakai. Anastazja berbelok, lalu merangkak. Beruntung tubuh sang tuan penasihat terbilang cukup kecil. Karena itu, ia bisa dengan mudah menyembunyikan diri meski di bawah bangku tunggu halte. Ia tahu hal itu akan sia-sia, karena itu bangku panjang itu terbuka lebar sehingga bisa dilihat oleh siapa pun. Karenanya, ia menggunakan sihir untuk menyembunyikan keberadaannya. Mulutnya merapal mantra, menyalurkan energi mistis ke telapak tangan kanan.
Anastazja tidak mengerti bagaimana caranya pedagang itu menghilang begitu saja di hadapannya? Ia bertanya-tanya dalam hati, apakah ini seperti adegan-adegan dalam televisi yang selalu dilihatnya? Ia mengembuskan napas keras. Perjalanan yang aneh dengan kondisi yang aneh. Anastazja tidak pernah berpikir kalau dirinya akan terjebak seperti saat ini. Di dalam memori buku yang tidak ada habisnya. Anastazja sudah beberapa kali memikirkan jalan untuk kembali ke dunianya, tetapi sepertinya tidak bisa begitu saja dia kembali. Tidak seperti saat ia memutuskan untuk memasuki memori di buku itu. Anastazja menjerit frustasi. Ia mengacak-acak rambutnya. Sedikit aneh rasanya karena potongan rambut yang pendek layaknya potongan rambut seorang pria. Anastazja merasa bahwa Tuan Penasihat ini memiliki rambut yang ikal setelah mengacaknya
Udara dingin malam hari Tanah Alastor memang sangat menyiksa bagi siapa pun yang tidak terbiasa. Seolah Dewa ingin menunjukkan perbedaan itu pada dunia bahwa Tanah Alastor menyimpan kekuatan magis yang hanya dimiliki oleh setiap anggota klan-nya. Anastazja, masih setia dengan badan milik si Tuan Penasihat, sedang asyik melakukan percobaan pembobolan terhadap kediaman yang diduga sebagai kediaman salah satu petinggi di Tanah Alastor. Mengingat pada waktu nyata, kediaman itu adalah kediaman yang digunakan secara turun temurun oleh para Hakim tertinggi sejak dulu kala. Anastazja tidak peduli dengan bunyi bising yang ditimbulkan oleh pagar, dia terus saja menyangkutkan kakinya agar bisa melewati gerbang dengan mulus tanpa hambatan—yah, meski gerbang itu sendiri adalah sebuah hambatan yang harus dilewatinya untuk maju satu la
Anastazja membuka mata, menatap langit-langit kamar yang begitu tinggi. Langit-langit yang mewah dengan ukiran sulur pohon di setiap sisi plafonnya. Anastazja berpikir, andai saja dia bisa membawa Aldephie dan Agacia untuk ke sana bersama pasti akan sangat menyenangkan. Kamar yang sangat luas. Bahkan melebihi luas rumahnya saat ini. Fasilitas yang sangat memadai, kasur yang empuk dan nyaman, juga bantal yang lembut. Anastazja menebak bantal itu berisikan bulu angsa yang dibungkus menggunakan kain sutera.
Anastazja melangkah gontai keluar ruang makan. Apa kau berpikir bahwa sarapan bersama seseorang yang dianggap Dewa akan menyenangkan? Nyatanya tidak sama sekali! Anastazja terus menerus berusaha untuk tetap terlihat keren. Agar tidak ada seorang pun yang tahu bagaimana sulitnya ia mengendalikan jantungnya yang terus menerus melorot dari tempat semula. Ketegasan dan ketangkasan milik Cerberus memang bukanlah isapan jempol belaka. Namun, sepertinya pemerintah banyak menyembunyikan kekejaman yang sebenarnya. Cerberus terlalu percaya diri, sayang, dia sebodoh yang dituliskan dalam buku bersampul hijau itu. Tidak ada orang pintar yang akan membeberkan begitu saja rencananya saat sarapan pagi. Termasuk Anastazja. ‘Benar! Buku sampul hijau itu seharusnya berada di sini. Aku harus mencari ruang kerja milik Tuan Penasihat untuk m
Tanah Alastor. Sebutan yang sangat sesuai untuk tempat yang terkenal akan kutukannya. Sebuah daratan indah yang penuh akan hal-hal asing. Hal-hal yang kemudian melahirkan rasa egois dan tamak secara bersamaan. Dua dasar sifat manusia yang mengantarkan hidup pada kehancuran. Dari sekelompok orang yang tersisih, terciptalah sebuah anekdot mengenai darah yang sudah tidak murni. Darah yang tercampur kutukan itu akan menghitam sehingga terpancar melalui bola matanya. Kemudian, black blood menjadi panggilan yang selalu tersemat dari lidahnya saat memanggil orang-orang sepertiku. *** Anastazja menatap keluar jendela. Hamparan pertanian yang luas, sangat hijau memanjakan mata. Tikar bumi, begitulah Aldephie menyebutnya dulu. Tikar yang sangat indah dan menyejukkan.
“Tuan Cleon? Tuan Cleon sudah sadar! Cepat, panggil Vahmir, cepat!” Jerit perasaan lega sekaligus bahagia menyambut Cleon yang baru saja mampu membuka matanya. Entah sudah berapa lama ia tertidur, ia hanya merasa tubuhnya sangat sakit dan pegal di saat yang sama. Biasanya, ketika ada bagian tubuhnya yang sakit, Cleon akan memijat bagian yang terasa pegal menggunakan kedua tangannya sendiri. Namun, hari itu ia sama sekali tidak bisa bergerak! Hampir seluruh tubuhnya dipenuhi oleh perban-perban yang menutupi dirinya. Matanya terasa sangat lengket, tetapi ia masih bisa mengenali pelayan yang ada di hadapannya. Mulutnya ingin sekali bergerak meminta segelas air untuk tenggorokannya yang kering. Rasanya tenggorokannya baru saja memuntahkan seluruh isi perutnya keluar. Segelas air mungkin bisa meredakan mual juga membasahi bib
Cleon paham bahwa hal itu sangat mengganggu Vahmir, tetapi pria paruh baya yang sudah menghabiskan hampir dari setengah umurnya untuk merawat Cleon ini memilih untuk tetap diam dan tidak menanggapi apa pun. Ia ingin memastikan segalanya sampai selesai, baru memberi tanggapan. Bukan mengambil keputusan dari sesuatu yang hanya didengarnya secara sepotong-sepotong. “Salah satu alasan mereka dikucilkan adalah ketakutan pemerintah akan pemberontakan yang terulang. Pemerintah mengerti bahwa black blood mampu membunuh tanpa menyentuh. Sesuatu yang bahkan pedang pun tidak dapat menebas dan mengalahkannya.” Lagi-lagi Vahmir terdiam. Ia masih belum menangkap alasan Cleon bertahan di sisi Anastazja. “Kudengar, pemberontakan hampir terjadi saat kakek tua baru dilantik sebaga