Entah kenapa ia merasa nyaman berada di dalam pelukan Liam, rasanya seolah ia telah berada di tangan yang tepat. Ucapan Liam selanjutnya semakin membuat Elena mempercayakan hidupnya pada suaminya itu,
"Mulai sekarang kamu tidak perlu bersedih lagi, Wifey. Karena sekarang kamu telah memiliki aku, dan aku akan selalu melindungimu sebagai seorang suami sekaligus seorang ayah untukmu," bisik Liam. Meski terdengar pelan, namun jelas terdengar ketegasan di dalam suaranya.
Hati Elena terasa teduh dan terharu saat mendengarnya, tiap patah kata yang LIam ucapkan barusan seperti siraman air di hatinya yang terasa gersang, dan ia akan mengingat betul janji pertama yang Liam ucapkan untuknya itu, "Terima kasih ... " ucap Elena lirih. Ia menahan dirinya untuk tidak mengalirkan airmatanya lagi.
"Itu sudah menjadi kewajibanku sebagai suamimu, My Wifey. Dan karena kita sama-sama telah sepakat untuk terus melanjutkan pernikahan dadakan kita, maka kamu pun akan memiliki keluarga lagi, Mommy, Daddy dan juga adikku akan menjadi adikmu juga. Mulai sekarang, kamu tidak hidup sebatang kara lagi. Kamu memiliki kami, keluarga barumu."
Sepertinya Tuhan masih berbaik hati pada Elena, karena setelah terusir dari keluarganya, ia malah mendapatkan keluarga baru melalui cara yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Semua terjadi karena kuasa-Nya.
Tapi ... Bagaimana kalau keluarga Liam tidak dapat menerimanya?
Belajar dari cara orangtua Elena dalam menilai seseorang yang dianggap pantas atau tidak sebagai menantunya, Elena takut kalau keluarga Liam pun akan seperti itu. Orangtua Elena hanya menilai seseorang dari status sosialnya saja.
Kalau memang orang tua Liam sama seperti orangtuanya, seharusnya Elena tidak perlu merasa khawatir, tapi kalau ia masih menjadi anggota keluarga Foxmoore. Sedangkan saat ini, Elena tidak ubahnya seperti anak yatim piatu yang tidak memiliki arah dan juga tujuan, yang dipungut Liam di pinggir jalan untuk dijadikan istrinya. Mungkinkah keluarga Liam akan menerimanya begitu saja?
Karena lama tidak mendapatkan jawaban dari Elena, Liam yang selalu berpikir cepat itu pun menduga kalau Elena tengah khawatir pada penerimaan keluarganya. Dan Liam sangat mengerti itu,
"Dengar, keluargaku akan menerimamu dengan baik. Dan terutama Mommyku, dia sangat ingin memiliki menantu. Bukankah aku sudah pernah cerita padamu kan kalau Mommyku selalu mengejarku dengan pernikahan. Jadi ya aku yakin sekali kalau keluargaku akan menerima kamu dengan tangan terbuka. Dan adik perempuanku pun akan senang karena memiliki kakak perempuan yang bisa diajak bertukar-pikiran."
Apakah Elena baru saja menghela napas lega? Sepertinya iya, karena setelah mendengar penjelasan Liam tadi, sebagian kekhawatirannya perlahan menghilang. Kata-kata Liam seolah menjadi suntikan penyemangat untuk Elena berani menghadapi keluarga suaminya itu.
"Aku pun akan dengan senang hati menerima keluargamu. Aku ... " Air mata Elena kembali mengalir keluar. Awalnya memang Elena tidak mau terlihat cengeng lagi di depan Liam, tapi saat itu rasanya tidak dapat terlukiskan dengan kata-kata saat menghadapi kenyataan kalau ia telah terusir dari keluarganya, dan beralih ke keluarga yang lain, keluarga yang sama sekali tidak Elena kenal.
Namun apapun reaksi keluarga Liam nantinya, Elena pastinya akan menerima mereka dengan lapang dada. Ia tidak akan banyak mengeluh, ia tidak mau kehilangan sebuah keluarga lagi. Tidak setelah ia merasakan sakitnya pergi dari keluarga yang selama ini ia kenal.
Elena kembali merasakan kelembutan Liam saat jemari pria itu menghapus airmatanya. Lalu mengarahkan wajah Elena hingga menatap penuh padannya agar Elena dapat melihat keseriusan ucapannya, "Kenapa? Kamu masih ragu dengan keluargaku? Kalau memang seperti itu, kita bisa tinggal di rumah yang terpisah dengan keluargaku."
Jadi, Liam masih tinggal bersama dengan keluarganya? Hal yang tidak biasa untuk ukuran pria Barat, apalagi yang terlahir di negara Paman Sam ini. Biasanya setelah menginjak usia delapan belas tahun, kebanyakan dari mereka akan memilih tinggal di rumah yang terpisah dengan orangtuanya, demi kebebasan hidup yang akan mereka jalani nantinya.
"Tidak, aku tidak meragukannya. Melihat betapa baiknya dirimu, aku yakin kalau keluargamu pun tidak akan jauh berbeda denganmu."
Bukankah buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya?
Liam terlihat mengangguk pelan sambil menghapus air mata Elena, "Kalau memang seperti itu, lalu untuk apa air mata ini?"
"Airmata bahagia, ya airmata bahagia. Karena pada akhirnya aku memiliki keluarga lagi."
"Kalau begitu, jangan bersedih lagi, ok? Aku tidak mau melihat mata istriku sembab karena kesedihannya. Aku hanya ingin melihatmu selalu dipenuhi dengan tawa. Aku akan memastikan kamu bahagia, dan tidak akan pernah menyesal karena telah memilih melanjutkan pernikahan kita ini."
Elena kembali memeluk Liam, "Sekali lagi terima kasih, Liam," ucapnya.
"Kalau mau berterimakasih padaku, jangan hanya sekedar ucapan saja, My Wifey," goda Liam. Biasanya jika wanita sedang sedih, maka obatnya adalah memberinya kesenangan fisik. Apalagi kalau bukan penyatuan mereka.
Elena menjauhkan sedikit badannya untuk menatap wajah tampan Liam, Lalu kamu mau aku melakukan apa? Berdansa denganmu di sini? Tapi kan tidak ada musik yang akan mengiringi dansa kita."
"Oh no! Tidak lagi Liam!" tolak Elena yang meski Liam belum menyatakan keinginannya, namun Elena dapat membacanya dari tatapan nakal suaminya itu.
"Kenapa sudah menolak saja? Padahal aku belum menyebutkan keinginan aku itu," kekeh Liam. Elena menyipitkan kedua matanya saat merespon,
"Jelas terlihat di wajah kamu itu, Liam. Berapa kali semalam aku melihatnya, dan aku merasakan dampak dari tatapan mesum kamu itu," sungutnya.
"Tapi kamu senang kan? Jujur saja kalau kamu juga ingin merasakannya," goda Liam, sontak saja wajah Elena memerah karenanya. Liam tahu persis apa yang sedang Elena pikirkan. Meski mulut Elena menolak, tapi bagian pribadinya seolah berteriak penuh semangat ingin segera menyambut milik Liam lagi.
"Cih, siapa yang senang?" sanggah Elena sambil menoleh ke lautan lepas. Pekikan pelan keluar dari mulut Elena saat dengan cepat ia sudah berada di dalam bopongan Liam.
"Kamu tidak pandai berbohong, Wifey. Meski kamu tidak mau jujur padaku, aku akan tetap memberikan apa yang diam-diam kamu inginkan itu."
"Liam turunkan aku! Aku bisa jalan sendiri! Aku malu! Bagaimana kalau ada yang melihat kita?"
"Karena kamu sudah menikahi Liam Payne, maka kamu harus menanggalkan urat malumu itu, Wifey." kekeh Liam sambil terus melangkah menuju Villa mereka.
Malam harinya, Liam kembali mengajak Elena ke Kafe tempat mereka bertemu. Namun kali ini mereka tidak datang sendiri, tapi datang bersama sebagai pasangan pengantin baru. Dan tanpa Elena sangka, ternyata Liam membuat pesta kecil di Kafe itu, untuk merayakan pernikahan kilatnya dengan Elena, sekaligus memproklamirkan kepada penduduk lokal juga pelayan Kafe kalau saat ini ia tidak lagi single."Astaga, ini tidak perlu, Liam," desah Elena. Ia merasa malu karena malam itu telah menjadi pusat perhatian pengunjung lainnya.Apalagi dengan tatapan menyelidik Fynn yang terus terarah padanya, pria itu pasti menunggu penjelasan darinya, namun dengan adanya Liam, mereka tidak dapat berbincang lama tanpa membongkar identitas Elena pada pria itu.Ya, mereka sedang duduk di bar, tepat di depan Finn yang sesekali sibuk meracik minuman pengunjung lainnya."Perlu. Mereka harus mengetahui istri dari pemilik Kafe ini," kekeh Liam."Jadi, Kafe ini milik kamu?""Ya, sekarang kamu pun secara resmi menjadi p
“Aku tidak sedang cemburu, Wifey. Aku hanya tidak ingin siapapun menyentuh apa yang sudah menjadi milikku. Sekarang jawab pertanyaanku, apa hubunganmu dengan Fynn? Ada hubungan apa di antara kalian?”"Dan itu sebutannya apa yang lebih tepat kalau bukan cemburu?"Apa Liam akan mengelak lagi? Atau itu hanyalah khayalan Elena saja? Liam cemburu padanya? Suatu hal yang paling mustahil terjadi."Mengamankan apa yang sudah menjadi milikku."See? Ternyata memang Elena saja yang terlalu banyak menduga-duga. Lagipula dengan wajah dan tubuh seindah itu, mana mungkin Liam tertarik padanya, di saat pastinya banyak wanita yang bersaing memperebutkan perhatiannya."Oh ya ya ... Mengelaklah sesukamu, Liam. Lagipula tadi aku hanya becanda saja, bagaimana pria sepertimu yang aku yakin sekali tidak akan pernah kekurangan wanita cantik bisa cemburu padaku yang tak terlihat ini."Gerakan dansa Liam terhenti dan Elena nyaris tersandung kaki pria itu,"Kamu bukan hantu, Wifey.""Yang bilang aku hantu siapa
"Kita akan bercinta di sana, karena aku sudah tidak dapat menahannya lagi.""Astaga Liam, bagaimana kalau ada yang melihat?""Sebaiknya kamu lihat ke sekelilingmu, apa yang sedang mereka lakukan?"Dan Elena pun terdiam. Karena beberapa pasangan lainnya tengah memadu kasih di tempat yang mereka rasa cukup aman. Yang pastinya akan menjadi sebuah skandal yang sangat memalukan jika Elena yang melakukannya."Tidak, aku tidak mau di sini! Lebih baik kita kembali ke Villa saja," pintanya dengan panik."Tidak akan ada yang mengganggu kita, Wifey." bujuk Liam yang tidak paham sama sekali apa yang sedang menjadi dilema untuk Elena.Elena menghentak kasar tangannya hingga terlepas dari genggaman tangan Liam, bersamaan dengan langkah kakinya yang terhenti, "Aku tidak mau! Melakukan hubungan itu di tempat umum seperti ini, di mana siapapun dapat melihat kita? Aku tidak dapat melakukannya, Liam!"Bahkan saat tengah luar biasa marah atas ide gila Liam itu, suara Elena masih terdengar sangat lembut
Sebenarnya ia tidak sedang mengelak, karena malam itu ia memang sedikit mabuk, dan setengah akal sehatnya sudah pasti akan terlelap, dan setengahnya lagi tidak bekerja dengan baik.Ya, pasti karena itu."Kalau tahu akan seperti ini, seharusnya aku membiarkan kamu setengah mabuk sebelum kita melakukan perjalanan panjang ini.""Jadi, kita non stop ke Miami?""Kenapa pertanyaanmu itu terdengar seperti sebuah keluhan? Kamu tidak kuat melalui perjalanan panjang selama delapan jam?" tanya Liam."Sejujurnya ya. Umm, bisakah kita berhenti di suatu tempat, aku butuh merenggangkan kakiku agar tidak bengkak," pinta Elena."Sudah pasti kita akan berhenti nantinya, Wifey. Kita akan bermalam di salah satu hotel nanti."Saat itu Elena pun bernapas dengan lega. Ia selalu merasa tidak nyaman jika hanya berdiam di satu tempat saja dalam waktu yang lama."Syukurlah. Tapi kenapa harus bermalam? Istirahat satu atau dua jam saja sudah cukup kok untukku.""Aku ingin kita sampai di rumahku tepat sebelum maka
Miami, salah satu kota yang menawarkan penduduknya limpahan sinar matahari. Kota yang kaya akan budaya, bisnis yang berkembang pesat, makanan kelas dunia, dan lebih banyak lagi pesona yang kota ini tawarkan, termasuk juga pantai indahnya, serta kehidupan malamnya yang semarak.Rumah keluarga Liam sendiri terletak di barat daya downtown Miami, Coral Gobles. Salah satu kota tertua di South Florida. Rumah yang terlihat begitu mewah dan Artsy. Jelas sekali Arsitek dan Interior Decorator rumah itu begitu menguasai arsitektur yang berseni tinggi. Rumah dengan desain Mid-Century Modern itu menggunakan material beton, kayu eboni, dan kaca di hampir di seluruh bagian rumah. Sehingga terkesan modern, maskulin dan sophisticated.“Sudah siap bertemu dengan keluargaku?” tanya Liam sebelum menggandeng lengan Elena yang tengah mengagumi rumah mewahnya itu.Elena membetulkan letak kacamatanya sebelum mendesah pelan dan menjawab, “Siap tidak siap, aku harus siap.”Liam pun tergelak,. “Astaga, aku sep
Selesai membersihkan dirinya, Elena tidak menemukan Liam di balkon, tempat terakhir Liam terlihat. Bahkan di ruang santai kamar mereka pun suaminya itu tak terlihat juga.Mengira Liam telah lebih dulu turun untuk makan, Elena pun keluar dari kamarnya menuju dapur, aroma makanan seketika menyeruak masuk ke dalam lubang hidung Elena, membuat perutnya terasa bergolak bersamaan dengan rasa lapar yang tiba-tiba saja ia rasakan."Kenapa kamu menikah dengan wanita asing? Wanita yang bahkan asal-usulnya kamu sendiri pun tidak mengetahuinya! kenapa kamu bisa seceroboh itu, Liam? Bagaimana kalau ternyata wanita seorang buronan? Seorang penjahat? Atau bagaimana kalau dia seorang pelacur? Astaga Liam, apa kamu sudah kehilangan akal sehatmu?"Terdengar cecaran pertanyaan seorang wanita yang membuat langkah kaki Elena terhenti. Mungkinkah wanita itu adalah mommynya Liam?Buronan? Penjahat? Pelacur? Ya Tuhan ... Elena sungguh tidak menyangka keluarga Liam mengira ia serendah itu."Siapa dirinya, dan
"Wanita itu bukanlah seorang wanita penghibur. Karena aku yang pertama dengannya! Jangan bilang aku bodoh karena tidak bisa membedakan mana wanita yang masih suci dan mana yang tidak!""Apa kamu yakin?" Tetap saja mommy Yvette meragukannya."Aku bukan anak kecil lagi Mom yang tidak bisa membedakan wanita yang masih virgin dan yang sudah tidak virgin lagi. Apa selama ini Mommy tidak pernah mendengar reputasiku sejauh menyangkut wanita?""Tentu saja Mommy pernah mendengarnya. Reputasi sialan yang membuat Mielda ragu untuk melanjutkan hubungan kalian ke jenjang yang lebih serius lagi!""Apa Mommy yakin reputasi itu yang membuat Mielda pergi dariku?" Elena dapat menangkap nada sinis di dalam pertanyaan Liam pada mommynya itu."Ya, memangnya alasan apa lagi? Kamu tidak hanya tampan, tapi juga salah satu billionaire paling berpengaruh di negara ini. Wanita mana yang tidak akan tergoda padamu, Liam? Tapi Mielda sepertinya berbeda dengan para wanita yang mengejarmu itu, atau barisan mantan ke
Sebelum mendatangi restoran mewah yang Liam maksud, pria itu mengajak Elena memasuki salah satu butik yang hanya orang tertentu saja yang dapat memasukinya, saking eksklusifnya butik tersebut. “Apa kamu yakin? Harganya pasti mahal sekali, Liam.” Bukan asal tebak, beberapa pakaian Elena di London juga keluaran brand tersebut. Jadi Elena tahu betul berapa jumlah uang yang harus mereka rogoh untuk salah satu koleksi terbaik brand ternama itu.“Harga bukan masalah untukku. Lagipula, aku tidak mau ada yang merendahkan istriku lagi. Dan terutama, untuk memasuki restoran itu kita harus menggunakan pakaian resmi.”Elena melihat pantulan dirinya di cermin yang terdekat dengannya. Saat ini ia hanya mengenakan pakaian santai saja, celana jeans belel yang dipadukan dengan kaos yang terlihat kebesaran di tubuhnya.“Aku pasti akan langsung diusir jika tetap mengenakan pakaian ini,” gumamnya.Ia tahu memang ada beberapa restoran yang menuntut kesempurnaan bukan hanya dari segi makanan yang mereka
Pernikahan Liam dan Elena dilangsungkan di salah satu hotel mewah di London. Sesuai dengan keinginan Liam, acara sakral itu diadakan secara tertutup. Tidak ada satu pun awak media yang diundang, bahkan tamu undangan tidak diperkenankan mengeluarkan ponsel mereka untuk mengabadikan acara itu, atau mereka akan berurusan tidak hanya dengan para bodyguard Foxmoore tapi juga pengawal kerajaan, karena Sang Ratu hadir juga di acara itu.Liam tidak pernah melepaskan rangkulan tangannya di pinggang Elena saat mereka menyapa tamu penting yang hadir, ia tidak peduli jika terlihat terlalu posesif, semua demi wanita yang ia cintai juga calon anak mereka yang tengah berkembang di dalam rahim istrinya."Bagaimana rasanya menikah untuk yang kedua kalinya dengan pria yang sama, El?" tanya Belinda dengan tatapan menggodanya."Rasanya jauh lebih indah yang kedua ini, Belle. Karena kami sudah sama-sama saling mencintai, tidak seperti pernikahan pertama kami yang terjalin karena keputusan impulsif kami sa
Awalnya Liam mau mengadakan press conference seorang diri, tapi Elena memaksakan dirinya untuk ikut juga dalam press conference itu. Karena ia pun akan menjelaskan juga berita yang tengah panas di berbagai media mengenai dirinya dan Liam.Mereka duduk berdampingan, sementara cahaya kamera berkali-kali menerangi wajah mereka, hingga akhirnya press conference itu dimulai. Liam yang lebih dulu memberikan penjelasannya."Seperti yang sudah kalian ketahui mengenai kejadian tidak menyenangkan di acara After Party, keberadaan saya di sana adalah untuk melindung tunangan saya, Lady Elena, wanita yang sangat saya cintai. Seseorang berniat jahat padanya, yang untungnya saya datang tepat waktu untuk menyelamatkannya," mulai Liam.Elena sungguh terharu, karena Liam mau mengakui perasaannya pada Elena di hadapan banyak wartawan. Mereka pasti akan kembali menjadi trending topik, dan menjadi tajuk utama di berbagai media, baik lokal maupun internasional."Tunangan? Kapan tepatnya kalian bertunangan
"Aku hamil?""Ya, Wifey. Gayle sedang membeli alat tes kehamilan untuk lebih memastikannya diagnosa Gemma. Karena tidak mungkin kamu membawamu ke rumah sakit sekarang tanpa menimbulkan skandal baru lagi.""Gemma di sini?""Kamu juga mengenalnya?""Sehari setelah aku kembali ke London, Henry langsung membawaku ke rumah Gemma untuk memastikan aku hamil atau tidak. Tapi saat itu semua alat tes kehamilan menunjukkan kalau aku negatif, pun dengan USG, tidak terdapat kantong kehamilan. Tapi, kenapa sekarang tiba-tiba aku hamil? Apa karena kita melakukannya lagi semalam? Tapi tidak mungkin juga kalau aku langsung hamil kan?" Elena mencecar Liam dengan pertanyaan.Liam merapikan selimut Elena saat menjawab, "Mungkin saja saat itu terjadi kesalahan. Nanti kita tanyakan lagi pada Gemma. Sekarang kamu mau apa? Ada sesuatu yang kamu idamkan?"Elena menggeleng pelan. Ia sedang tidak mengidamkan apapun, ia hanya merasa tersiksa dengan rasa mualnya saja. Lalu tiba-tiba saja Elena duduk saat tering
"Sejujurnya, saya lah pria yang El cium di pesta keluarga anda, My Lord. Skandal yang membuat anda mengusir El keluar dari Mansion anda, yang akhirnya El bertemu dengan saya dan menerima begitu saja tawaran pernikahan dari saya.""Kau! Jadi kau lah biang masalah dari semua ini! Kau yang membawa keburukan untuk El kami!" raung daddy Simon, pada akhirnya amarahnya terlepas juga setelah susah payah ia menahannya demi persahabatannya dengan ayah dari pria yang menghamili putrinya itu."Sebelumnya, saya sudah datang ke London untuk bertemu dengan El, juga memberikan penjelasan pada orang tua El mengenai hubungan kami di Miami. Tapi Henry langsung mendeportasi saya saat itu, jadi kesempatan saya untuk berterus-terang pada kalian hilang begitu saja, karena nama saya telah di blacklist di negara kalian.""Saya pun akan melakukan hal yang sama seandainya saya mengetahui masalahnya lebih dulu. Kau tidak tahu jadi semurung apa El saat kembali ke rumah kami. Tiap hari kami harus melihat raut kese
"Sebaiknya kita membawa El ke rumah sakit untuk memastikan diagnosa saya.""Kenapa? Apa ada masalah serius dengan El?" desak mommy Marie."Katakan saja, Gem. Apa diagnosamu itu?" Henry turut serta mendesaknya.Tatapan Gemma kini tertuju pada pria itu, “Henry aku sendiri pun tidak mempercayainya, tapi aku yakin sekali kalau saat ini El sedang hamil.”"Hamil?" tanya semua yang ada di sana, termasuk juga Lord dan Lady Foxmoore."Ya Tuhan, El!" pekik mommy Marie."Bagaimana bisa? El belum menikah dan terlebih lagi tidak memiliki kekasih! Pasti ada yang salah dengan diagnosamu," sangkal daddy Simon."Maka dari itu saya sarankan untuk mendapatkan hasil yang akurat, lebih baik kita membawa El ke rumah sakit. Atau adakah di antara kalian yang bisa pergi keluar untuk membeli alat tes kehamilan?""Tunggu dulu, kalau memang benar El hamil, lalu siapa ayah dari janin di dalam kandungannya itu? Selama ini El tidak dekat dengan pria manapun kecuali ... "Mommy Marie tidak berani melanjutkan, terl
"Aku pun demikian, Dad. Jadi tenang saja, aku sudah menyiapkan hukuman yang teramat pedih untuk pria itu di selnya nanti," jelas Henry. Ia telah membayar seseorang untuk memastikan pria itu hanya tinggal nama dalam beberapa hari ini."Bagus! Itu baru calon Duke of Foxmoore!" puji daddy Simon."Tapi bagaimana kita akan menjelaskan pada masyarakat yang sudah kadung melihat foto-foto El di pesta itu yang sudah disebar berbagai media? Juga foto saat seorang pria membawa El masuk ke dalam mobilnya?""Untuk pria yang membawa El masuk ke dalam mobilnya, anda tidak perlu mencemaskannya, My Lady. Karena pria itu adalah aku. Dan aku sudah menyiapkan konferensi pers untuk memberikan penjelasan atas kejadian itu. Aku akan memulihkan kembali nama baik Elena," jelas Liam, ia menahan dirinya untuk tidak meraih tangan Elena untuk meremasnya, atau menarik tubuh Elena agar bersandar padanya.Dari yang Liam lihat, orang tua Elena belum mengetahui hubungan mereka. Jadi Liam tidak bisa begitu saja memprok
Sesampainya di lobby hotel, mereka dikejutkan dengan kehadiran Lord dan Lady Foxmoore di sana. Kedua orang tua Elena itu langsung berderap mendekati mereka, tatapannya hanya tertuju pada sosok Elena saja, membuat jantung Elena berdegup dengan kencangnya,'Apa Mommy dan Daddy sudah mengetahui pernikahan rahasiaku dengan Liam? Apa sudah saatnya aku mengakui semuanya pada Mommy dan Daddy?' batinnya bertanya-tanya."El, putriku! Apa kamu baik-baik saja? Siapa pria kurang ajar yang berniat jahat padamu?" cecar mommy Marie sebelum memeluk Elena."Mom, aku baik-baik saja. Liam datang di saat yang tepat, dia sudah menolongku," jawab Elena sambil membalas pelukan mommy Marie."Liam? Siapa Liam, Sayang?"Elena melepaskan dirinya dari pelukan mommy Marie untuk menarik Liam mendekat ke arahnya,"Kenalkan Mom, Dad, ini Liam. Aku tidak dapat membayangkan akan sehancur apa hidupku jika Liam tidak datang tepat waktu dan membawaku keluar dari pesta itu."Liam mengulurkan tangannya bergantian untuk men
"Rumah tangga? Astaga El. apa kamu sudah kehilangan ingatan? Kalian sudah bukan lagi suami istri sekarang!" ralat Henry yang menyadarkan Elena pada kenyataan yang harus ia terima itu. Wajahnya seketika menunduk.Bagaimana bisa ia berkata seperti itu, sementara belum tentu juga Liam menganggap Elena sebagai istrinya. Elena telah mempermalukan dirinya sendiri, rasanya ia ingin membenamkan wajahnya dalam-dalam."El masih istriku, Henry! Sampai kapanpun hanya El yang akan menjadi istriku. Tidak akan ada wanita lain yang menggantikan posisinya sebagai Mrs. Payne!" sanggah Liam sambil mengarahkan wajah lembut Elena padanya,"Aku mencintaimu, El. Aku tidak mau kehilangan kamu lagi," ucap Liam dengan tulus. Ia dapat melihat mata Elena yang mulai berkaca-kaca, mata yang seolah mengatakan banyak hal yang tidak dapat terucap oleh mulutnya, dan saat bibir yang bergetar itu terbuka, rentetan kata-katanya menyirami hati Liam dengan pengakuannya,"Aku juga mencintaimu, Liam. Entah sejak kapan aku mu
Meski mulutnya menolak mengantar Liam ke rumah sakit dan lebih memilih Liam mati kehabisan darah, tapi pada akhirnya Henry tetap membantu Liam meski amarahnya pada sahabat baiknya itu belum memudar sedikit pun. Henry hanya tidak ingin membuat Elena semakin marah padanya. Mendengar keluhan Elena tadi sedikit banyaknya mempengaruhi suasana hati Henry, ia jadi merasa besalah pada Elena karena telah bertindak diluar sepengetahuan Elena.Saat ini mereka berada di ruang tunggu saat petugas medis melakukan CT scan pada Liam. Dan sudah berkali-kali juga Henry meminta Elena untuk duduk, alih-alih berjalan hilir-mudik menunjukkan kekhawatirannya pada Liam,"El, duduklah. Liam akan baik-baik saja. Sekedar patah hidung tidak akan membuat seseorang kehilangan nyawanya.""Hanya sekedar patah hidung? Bagaimana kalau ternyata hidung Liam yang bengkak itu menutup jalur pernapasannya? Liam akan kesulitan bernapas, Henry!""Kita sedang berada du rumah sakit sekarang, dokter pasti akan langsung mengambil