Vira terlihat sedang merasa Kalau hatinya begitu perih apalagi suaminya tidak pernah menyentuhnya. Dia merasa hanyalah sebatas istri yang tidak pernah diharapkan sama sekali. Vira sedang melamun di taman belakang rumah kediaman keluarga Kiano. Dia duduk di sebuah bangku sambil menatap langit yang hanya ada sinar rembulan malam. “ Sudah aku bilang, sebaiknya kamu tinggalkan dia dan pergi bersamaku. " Vira langsung menoleh kebelakang ketika dia melihat sosok Reihan. "Aku tidak bisa untuk menghianati sebuah pernikahan. Karena aku hanya ingin menikah sekali seumur hidupku walaupun dia tidak pernah menginginkan ku sama sekali. " “ Bukankah sebuah pernikahan menyatukan dua insan menjadi satu. Tapi kenapa kamu malah hanya menjalani hubungan sebatas selembar surat saja. Kamu memang sudah menikah dengan Kiano tapi tidak terjadi penyatuan dalam dua hati.” Suasana mendadak menjadi
“Aku merasa dia ada di sekitar sini,” Kiano mengumam dalam hatinya. Kedua matanya mulai mengedar ke seluruh jalanan Malioboro. Suasana tampak ramai. Beberapa orang bekerumun menyaksikan pertunjukkan musik jalanan. “Kalau aku bisa menemukanmu, takkan ku lepas lagi, La.” Kiano merasa hatinya yakin kalau selama ini Danilla bersembunyi di kota Jogja. Dia mencium aromanya. “La, aku ingin kamu bisa berkumpul dengan putra kita, apa kamu tak pernah sedikitpun merindukan putramu?” Kedua kaki Kiano masih menyusuri jalanan Malioboro. Dia penuh keyakinan ada Danilla di sana. Dia merasa kacau sejak Danilla benar-benar pergi darinya. * Danilla menikmati suasana kota Jogja, dia menatap sekelilingnya. Dia keluar dari kerumunan penonton musik jalanan. “Kenapa aku....” Pikir Danilla, dia sejenak menoleh ke belakang, dia merasakan ada sesuatu yang menyelinap di hatinya. Sekilas dia menatap punggung belakang pria dari jauh, dia merasa tidak asing dengan pria itu. “Ah...sepertinya bukan. Gak mungk
Semalaman Kiano tidak bisa tertidur pulas. Dia terpikirkan tentang wanita yang mirip dengan Danilla. Dia juga mencium aroma yang tidak asing di kedua rongga hidungnya.“La, Aku sangat merindukanmu. Bahkan aku tidak akan pernah menyerah untuk mencarimu hingga ke ujung dunia sekalipun.”Rasa rindu itu mulai meronta dalam hati Kiano. Dia merasa begitu sangat sesak sekali, ketika mengingat aroma terakhir yang telah ditinggalkan oleh Danilla saat itu.“Sampai kapan kamu bersembunyi dariku, La? Bagaimana hidupku tanpamu?”Kiano langsung membuka ponselnya. Dia mencoba mencari beberapa kenangan terakhirnya dalam album galeri fotonya bersama dengan Danilla.Kiano memandang foto Danilla, ketika masih hamil. Dia tersenyum-senyum sendiri sambil hanyut dalam sebuah kenangan masa lalunya.Tujuh tahun yang lalu, Kiano dan Danilla hidup bersama di sebuah villa di Puncak. Mereka berdua memiliki sebuah kesepakatan pernikahan kontrak.“La....”“Hmmm....”Kiano dan Danilla sedang memandang rembulan yang s
Pukul 10.00 malam, Vira masih menunggu kedatangan dari suaminya. Namun dia masih mengingat tentang gadis kecil itu yang memeluknya secara tiba-tiba di Panti Asuhan. Dia merasa detak jantungnya bergetar begitu sangat kencang sekali. Dia merasakan ada sesuatu chemistry antara dirinya dengan gadis kecil itu. "Apakah mungkin Mas Kiano akan mengijinkan aku mengadopsi gadis kecil itu di rumah ini?” Vira mulai tersenyum-senyum melihat tingkah manis dari gadis kecil itu. Dia ingin sekali Jika gadis kecil itu menjadi putrinya di rumah tempat tinggalnya bersama dengan Kiano. “Ya Allah, aku ingin sekali dipanggil seorang ibu dari anakku. Tapi kenapa engkau tidak akan pernah mengizinkan aku memiliki seorang anak sekalipun?” Vira masih mengingat kejadian saat di dokter kandungan. Dia masih merasa terpukul dengan ucapan yang telah dilontarkan oleh dokter itu. Bahkan dia selalu saja gagal untuk melakukan proses bayi tabung. Vira yang merasa begitu sangat sesak sekali. Dia didiagnosa menderita pe
Kiano mulai melilitkan handuk dari pinggang hingga ke lutut. Lalu dia segera menuju ke lemari pakaian. Dia mengambil setelan piyama berwarna biru. Dia menghela nafas begitu sangat berat sekali. Dia masih teringat bayang-bayang tentang wanita masa lalunya. Kiano mulai mengerutkan dahinya. Lalu dia segera duduk di tepi ranjang, setelah memakai setelan piyama berwarna biru. "Kenapa sih harus kamu yang ada di pikiranku saat ini? Kenapa kamu harus pergi meninggalkan aku begitu saja?” Kiano langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang kamarnya. Dia merasa punggungnya sedikit pegal-pegal akibat perjalanan panjang. Ketika dia menutup kedua kelopak matanya, seakan dia melihat bayangan senyuman dari Danilla. "Kenapa kamu terus saja menghantui pikiranku selama ini? Danilla, Kenapa kamu pergi? Padahal aku mencintaimu sepenuh hati.” Kemudian terdengar suara ketukan pintu dari luar kamarnya. Hingga membuat Kiano beranjak dari tempat tidurnya. Dia baru saja ingin pergi tidur. “Pa, Buka pintunya
Mendadak hujan pun turun, Danilla segera berlari mencari tempat berteduh. Dia menunggu di sebuah supermarket. Dia melihat jam yang ada di tangannya sudah menunjukkan pukul 03.00 sore. Hujan yang semakin deras membasahi Kota Jakarta. Cuaca yang cukup begitu sangat dingin. Bahkan terdengar suara petir yang saling menyambar satu sama lain. "Ternyata cuaca nggak pernah ketebak sama sekali!” Danilla menggumam dalam hatinya. Sebuah mobil sedan berwarna hitam melintas di depan Danilla. Tanpa sengaja di dalam mobil itu ada Kiano. Namun Kiano tidak menyadari bahwa dia telah berpapasan dengan Danilla yang berdiri di depan supermarket. Terdengar suara musik di dalam mobil sedan. Musik favorit dari Kiano. Dia seperti ditarik mundur oleh sebuah mesin waktu kala itu. "Ya Tuhan, kenapa aku sangat merindukan dia begitu sangat dalam? Dan aku berharap dia kembali dalam kehidupanku lagi. Karena aku hanya jatuh cinta kepada dia. Bahkan aku tidak bisa untuk mencintai yang lain hingga detik ini. Cuman
Danilla mulai merupakan tubuhnya diatas ranjang kamarnya. Dia merasakan begitu sangat lelah sekali, setelah melakukan perjalanan yang begitu sangat jauh dari kota Jogja menuju kota Jakarta. Dia menghirup udara Jakarta yang sudah lama dia tinggalkan. Namun sebuah luka itu kembali menganga. Senyuman itu begitu sangat hilang. Ketika mengingat sebuah masa lalu yang menyayat hatinya. Bahkan tuduhan-tuduhan itu selalu melekat dalam dirinya. “Apa kabar dirimu? Apakah kamu baik-baik saja? Apakah kamu juga merindukan aku?” Air mata itu pun segera turun membasahi kedua pipi Danilla. Selama tujuh bulan bersama dengan Kiano, membuat dirinya merasakan arti dicintai. Bahkan dia sudah bisa melupakan sosok lelaki yang meninggalkan dia tanpa alasan. Kenangan dan beberapa perjalanan selama 7 bulan bersama dalam status pernikahan kontrak saat itu. Dia juga merasakan bahwa Kiano adalah lelaki terbaik. Meskipun dia tidak ingin menyalahi sebuah takdir dalam kehidupannya. Dia memilih untuk pergi meningga
Di ruang tunggu, Kiano dan Vira yang terlihat begitu sangat frustasi. Mereka berdua memikirkan kondisi dari Kahfi. “Kamu harus tenang, Mas, kalau Kahfi itu pasti akan baik-baik saja. Dia anak yang kuat.” Kiano yang terlihat begitu sangat frustasi. Dia tidak bisa melihat kondisi dari putranya yang harus terbaring lemah di ruang UGD. Bahkan dokter belum memberikan kabar mengenai kondisi putranya. “Bagaimana aku bisa tenang, sementara kondisinya yang terlihat begitu sangat buruk. Aku tidak bisa untuk melihat anakku dalam kondisi seperti itu.” "Semoga aja tidak terjadi sesuatu yang buruk terhadap anakmu. Dia akan baik-baik saja. Dokter pasti akan melakukan yang terbaik untuk anakmu.” Vira pun menggenggam erat tangan Kiano. Dia berusaha untuk menenangkan pria itu. * Pikiran Danilla yang tidak tenang sama sekali. Dia mengalami kegelisahan. Mendadak dia pun teringat sosok putranya. Dia seperti merasa ada sesuatu yang buruk menimpa putranya selama ini. "Apakah ini ada hubungannya dengan
Tubuh Vira mulai kejang-kejang. Seorang perawat pun langsung berlari meminta bantuan. Dokter pun datang langsung melakukan tindakan terhadap Vira.Detak jantung Vira berhenti seketika. Tekanan darahnya pun sudah menurun. Terlihat beberapa kali dokter melakukan tindakan untuk menstabilkan kondisi Vira."Pukul 05.00 sore. Tolong dicatat suster!” Ucap seorang dokter itu yang hanya bisa menghela nafas begitu berat. Bahkan dia berulang kali melakukan tindakan terhadap Vira.Perawat pun segera menutup dari kepala hingga ujung kaki menggunakan kain putih. Salah satu perawat pun keluar dari ruang ICU.“Bagaimana kondisi pasien?”Beberapa saat kemudian dokter pun datang. Wajahnya yang tampak begitu sangat kusam. Dokter itu mulai melepas kacamatanya sejenak. Dokter hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan tatapan yang begitu nanar.“Dok, apa yang terjadi dengan Vira?” Reihan menatap kedua sorot mata dokter yang menangani Vira.Dokter pun langsung memegang p
Pelukan hangat dari Kiano membuat Danilla semakin tenang. Dia merasakan kenyamanan dari sosok pria seperti Kiano.“Ya Allah. Kenapa hatiku terasa begitu sangat tenang ketika di dekatnya? Tapi aku tidak akan pernah mungkin untuk menyakiti wanita lain demi egoku kali ini. Ya Allah aku harus bagaimana? Apakah aku harus kembali pergi meninggalkan sosok pria seperti dia?” Danilla menggumam dalam hatinya."Aku tidak akan pernah bisa untuk melepaskan kamu kembali dalam kehidupanku. Bagiku kamu adalah bagian dari hidupku yang tidak akan pernah bisa mampu tergantikan oleh waktu.” Kiano menelan salivanya sendiri. Dia menggumam dalam hatinya sambil menepuk-nepuk punggung belakang Danilla. Dia juga sudah tidak mendengar isak tangis dari wanita itu.Danilla tertidur dalam pelukan kiano. Lalu Kiano membawa Danilla keranjang tempat tidur.Kiano langsung mengecup kening Danilla.“Selamat tidur bidadari hatiku. Aku akan terus mencintaimu setiap detik dan embusan nafasku. Bahkan aku tidak akan pernah m
Unit apartemen Kalibata pukul 05.00 sore, Kiano datang dengan wajah yang cukup lelah. Dia seharian mencari lowongan pekerjaan. Bahkan dia meminjam ke beberapa temannya sebagai modal membangun usaha.Kiano masuk ke dalam unit apartemennya. Lalu dia segera duduk di sofa ruang tamu. Dia menyandarkan punggungnya yang sedikit lelah. Kedua matanya yang terlihat begitu sangat redup. Dia mulai mengerutkan dahinya. Wajahnya yang terlihat begitu sangat masam.“Ternyata benar apa kata orang. Kalau lagi kere kayak gini, nggak ada temen pun yang mau minjemin duit sekalipun. Mereka bahkan pura-pura budek sekalipun!” Kesal Kiano dalam hati.Suara isak tangis yang terdengar samar-samar di telinga Kiano. Lalu dia segera untuk mencari sumber suara itu. Dia melangkahkan kedua kakinya ke ruang kamar. Dia melihat Danilla yang sedang menangis tersedu-sedu di balik pintu kamarnya.“Danilla?!”Kiano begitu sangat sigap sekali langsung memeluk Danilla begitu sangat erat. Lalu dia berusaha untuk menenangk
Mobil melesat begitu sangat cepat sekali menyapu jalanan Kota Jakarta. Wanita paruh baya itu yang terlihat begitu sangat bengis. Wajahnya yang terlihat penuh dengan amarah dan dendam.“Aku tidak akan pernah membiarkan cucuku jatuh ke tangan wanita murahan itu! Walaupun dia terlahir dari wanita murahan itu, tapi aku tidak akan pernah rela jika cucuku harus dididik dengan wanita seperti dia!”Di samping wanita itu terlihat bocah laki-laki yang sedang tertidur pulas. Semuanya itu berkat efek dari obat bius yang diberikan oleh beberapa bodyguard-nya.“Kamu tidak akan pernah bisa masuk ke keluargaku! Sampai kapanpun! Kamu bukan level dari keluarga Rayn!”Suasana yang terlihat begitu sangat tegang sekali. Wajah simetris dan tegang terlihat di wajah wanita itu. Dia mulai mengepalkan kedua tangannya. Kedua matanya mulai merah menyala.*Di unit apartemen, Danilla yang merasa sangat bersalah sekali. Dia tidak bisa mencegah kepergian dari putranya sendiri. Dia hanya bisa meratapi nasibnya
Danilla pun berjalan menuju ke ruang tamu. Lalu dia mulai menghampiri Kiano.“Mas, Aku mau ngobrol sama kamu.”“Soal?”“Mas, aku cuma mau ponselku kembali. Karena sudah dua hari ini aku tidak pulang ke apartemen Karen. Dia pasti khawatir dengan keadaanku. Aku janji nggak akan pergi lagi dari kamu.”Kedua mata Kiano membenci ke Danilla."Aku janji nggak bakalan pergi. Aku cuman ingin memberikan kabar kepada sahabatku. Mau bagaimanapun juga aku harus kasih tahu tentang keberadaanku. Aku mohon kali ini aja,” lanjut Danilla.Wajah datar Kiano. Lalu dia segera untuk menyodorkan ponsel milik Danilla. Dia mengambilnya dari laci dekat ruang tamu.“Makasih,” ucap Danilla.Danilla pun langsung pergi menuju ke kamarnya. Dia langsung segera menghubungi Karen.*Di unit apartemen, Karen yang merasa cemas dan sangat gelisah sekali. Dia bahkan belum mendapatkan balasan pesan dari Danilla.Drrrt...Ponsel Karen pun mulai berdering. Dia segera bergegas untuk mengambil ponselnya di atas mej
Vira tumbuhnya mulai kejang-kejang di rumah sakit. Dokter mulai melakukan pertolongan. Dibantu oleh tim medis lainnya.Di ruang tunggu terlihat Reihan yang cukup gelisah melihat kondisi Vira.“Kamu harus bertahan, Vir,” ucap Reihan.“Kamu harus bisa bertahan Vira. Karena aku yakin kamu bisa." Reihan mengucap kalimat itu sekali lagi. Dia berulang kali meyakinkan dirinya bahwa Vira akan baik-baik saja.Dokter di ruang ICU mulai melakukan tindakan terhadap Vira. Bahkan kedua mata Vira yang terlihat melotot ke atas. Tubuhnya yang masih kejang-kejang. Bahkan suhu tubuhnya demam tinggi. Detak jantungnya semakin melemah. Tekanan darahnya semakin menurun.Kegelisahan menyelimuti hati Reihan di luar. "Aku tidak akan pernah bisa diam saja begini. Dan aku akan membuat kalian membayarnya dengan tuntas!”*BRAK!Rayn terlihat begitu sangat marah sekali. Kedua matanya melotot ketika mengetahui nilai sahamnya merosot turun. Bahkan beberapa proyek-proyek dibatalkan oleh klien.“Dasar anak du
Danilla hanya bisa menatap cahaya senja di sore hari. Dia masih teringat tentang kisah masa lalunya. Senyuman itu masih membekas Di hatinya. Namun seberkas cahaya itu menjadi luka. Terdengar suara pintu yang terbuka. Kemudian Danilla memalingkan pandangannya ke arah pintu. Dia melihat dua orang pria yang berbeda generasi. “Apa itu mama?” Senyuman bocah laki-laki itu terlihat begitu sangat jelas. Bagaikan bunga kuncup yang mekar. Bahkan Danilla fokus ke arah bocah laki-laki itu. “Apakah dia anakku?” Gumam Danilla. Kedua mata Kiano berkaca-kaca, ketika menatap bocah laki-laki itu. Dia hanya mengagukan kepalanya. Kemudian bocah laki-laki itu pun bergegas berlari menghampiri Danilla. “Mama aku merindukanmu!” Seru bocah laki-laki itu sambil memeluk kaki kanan Danilla. Danilla hanya dia mematung. Bibirnya seakan bergetar. Kedua matanya berkaca-kaca. Lalu dia pun menekuk kedua lututnya agar tingginya sejajar. Dia memeluk bocah laki-laki itu dengan perasaan kerinduan yang mendalam berta
PLAK! Sebuah tamparan itu pun melesat begitu sangat kencang sekali hingga membuat pipi kanan Kiano merah dan panas. “Mama nggak nyangka kalau kamu bisa berbuat seperti ini kepada istrimu sendiri! Mama sudah peringatkan ke kamu, jauhi wanita jalang itu! Karena Mama nggak mau harga diri dari keluarga ini hancur gara-gara sikap kamu!” “Ma, tapi aku sangat mencintainya. Aku nggak bisa hidup tanpa dia. Karena dia juga Ibu dari anakku!” Joanna tersenyum kecut. “Mama nggak pernah peduli sama sekali, walaupun dia adalah ibu dari anakmu. Karena Mama tidak akan pernah sudi memiliki menantu wanita murahan seperti dia!” Joanna menekankan setiap kalimat yang keluar dari mulutnya. “Mama benar-benar sangat egois! Kenapa Mama ngebelain Vira terus dibandingkan dengan aku yang merupakan anak kandung mama?” Kiano tersenyum miris. "Kurang ajar kamu! Apa ini cara kamu berbicara dengan orang tua? Aku adalah ibumu yang mengandung selama 9 bulan dan melahirkanmu! Tapi kamu bersikap seolah-olah tidak me
Perasaan gelisah yang telah dihadapi oleh Danilla selama berada di Unit apartemen Kiano. Mendadak perutnya terasa begitu sangat lapar. Seketika Danilla pun pergi ke dapur. Dia mencari beberapa bahan-bahan yang bisa diolah menjadi makanan. Dia membuka lemari es. Dia langsung mengambil daging yang disimpan di freezer dan beberapa bahan bumbu sebagai pelengkap lainnya. “Nasib!” Gumam Danilla. Danilla segera untuk memotong daging tipis-tipis. Dia membuat olahan serundeng daging. Dia ingat masakan buatan dari ibunya di kampung halaman. Kerinduan itu terasa begitu sangat dalam. “Kangen ibu,” kedua mata Danilla mulai berkaca-kaca, ketika dia mengiris tipis-tipis daging itu. Seketika air mata itu pun berlinang jatuh membasahi kedua pipinya. Setelah selesai membuat serundeng daging. Dia segera untuk menanak nasi di Magic Jar. Setelah semuanya matang, lalu Danilla menyajikannya di atas meja makan. Danilla langsung menikmati masakannya sendiri. Dia menghabiskan hampir dua piring karena dia