“Apa yang harus aku lakukan?” sebuah kata tanya tanpa sebuah jawaban yang pasti. Vira pun hanya menatap sebuah mendung. Hingga air matanya jatuh lalu terurai begitu saja. “Sungguh kenyataan ini betapa pedihnya. Secarik kertas dalam sebuah perasaan. Aku mencintaimu tapi kamu tidak bisa mencintaiku. Apa dia yang kamu cinta?”
Vira melihat semua itu dari jauh. Ia merasakan sebuah luka yang begitu sangat dalam. Ingin rasanya ia berlari dari sebuah kenyataan yang ada. Air matanya terjatuh begitu saja. Ia mulai menarik napas perlahan-lahan. “Sungguh berat hubungan yang berstatus, namun terasa tanpa sebuah status. Aku adalah istrinya namun berasa sebagai orang asing dalam sebuah ikatan pernikahan.”
Vira pun berlari dengan berurai air mata di kedua pelupuk matanya.
&
Hai pembaca setiaku. Mohon maaf baru up ceritanya yaa. Jangan lupa ya ditambahkan ke rak biar nggak ketinggalan updatenya. Update tiap Selasa dan Sabtu yaa. Selamat membaca.
Semua secara drastis berubah dengan cepat. Sebuah pandangan menelusuri sudut ruangan yang awalnya terisi kini hanya sebuah kehampaan. Menginggat sebuah bayangan yang kini telah pergi begitu cepat. Sesekali kenangan itu semakin membekas dalam sebuah ingatan. Berubah? Semuanya sangat berubah hingga ingatan itu masih ada sebuah lintasan senyuman yang kini mengitari. Helaan napas begitu sangat berat hingga tidak sanggup lagi bila dituliskan dalam sebuah lembaran buku yang harus ditutup secara paksa. “Bagaimana kabar dia sekarang?” Kiano hanya mampu mengenangnya dalam sebuah ingatan. Waktu memang bergulir dengan cepat namun masih mengisahkan sebuah kisah yang harus diakhiri di dalamnya. “Sebuah ketidakmungkinan untuk menghapuskan segala rasa yang ada hingga melepaskan semua perasaan yang ada.”  
Brak! Kedua mata Danilla terbelalak. Pertemuannya kembali dengan dia yang pernah ada dalam kehidupannya. Aroma papermint begitu sangat menyengat di kedua rongga hidungnya. Kedua mata Danilla Anatasya dengan pria itu saling bertemu satu sama lain. Mereka terdiam dalam beberapa detik lamanya. Danilla mulai mengumam dalam hati, "Kenapa aku bertemu dia kembali?" Rasa sesak itu terasa di dadanya ketika mengingat sebuah masa lalu. Dia cukup sadar diri dengan siapa dia. Dia telah pergi tanpa pamit sama sekali. Ehem! Deheman itu membuat Danilla tersadar dari lamunannya. Laki-laki itu mengulurkan sebuah tangan ke dia, namun telah ditepiskan olehnya. "Aku nggak butuh bantuanmu!" Tolaknya dengan menekan setiap kalimat dalam kata-katanya. Danilla berusaha bangkit, ia merasakan pantatnya sangat sakit sekali setelah menyentuh aspal. Ia berusaha menahan sakitnya. Laki-laki itu mencoba menolong Danilla yang jatuh tersungkur di atas jalanan aspal. Namun
Pukul 07.00 pagi Danilla segera menuju ke sebuah terminal bus. Dia akan kembali menuju kota metropolitan."Hati-hati, Nak," kata ibunya. Terlihat wajah sedih wanita tua itu ketika putrinya telah meninggalkan rumah. Padahal Ia masih ingin bersama dengan putrinya. Namun ia tidak dapat mencegahnya sama sekali apalagi biaya untuk suaminya terlalu tinggi.Danilla sebenarnya merasa begitu sangat berat sekali. Namun dia berusaha agar bisa melawan hatinya. Kepergian dia hanya untuk bekerja mencari biaya operasi ayahnya. Dia bahkan tidak menggunakan uang pemberian dari Kiano, mantan suami kontraknya.Pelukan hangat seorang ibu akan selalu Danilla rindukan. Ia berjanji akan berjuang untuk keluarganya. "Apapun itu aku akan melakukannya," gumamnya dalam hati kecil.Danilla pun segera pergi, ia akan memulai sebuah kehidupan barunya. Kedua kakinya mulai melangkah keluar dari pintu rumahnya. Embusan napas terasa sangat berat. Jauh dari sebuah rumah sungguh b
Kehidupanku sudah kembali normal namun ada sebuah kerinduan yang sedikit aneh tentang semua masa laluku bersama dengan pria dingin yang membuat aku terjebak dalam suasana hati. Sudah hampir beberapa tahun aku meninggalkan kota Jakarta. Harapanku untuk bisa memulai kehidupanku kembali. Namun dalam benak pikiranku Ada sejuta kata tanda tanya.Aku berusaha untuk mengontrol perasaanku untuk saat ini karena aku tidak ingin terjatuh lebih dalam. Walaupun hari itu sudah berakhir.Aku berusaha untuk mengontrol pernafasan ketika aku benar-benar mengingat kejadian kemarin. Bisa dibilang kejadian itu sangat konyol sekali."Apa kabar dengan dia? Apakah dia baik-baik saja?" Aku mulai bertanya tentang kabar bayi laki-laki yang terpisah dari aku.Kejadian itu dikarenakan proses bayi tabung yang sengaja lakukan pria itu di dalam rahim. Seharusnya itu tidak pernah terjadi tapi semuanya penuh dengan kehendak Yang Maha Kuasa. Aku melahirkan seorang bayi laki-laki namun di saat itu
Menikah? Hal yang membuat aku sedikit merasa tidak mampu untuk menjelaskan tentang pernikahan itu yang sebenarnya. Dia tidak pernah peduli terhadap diriku sama sekali. Bahkan aku tidak akan pernah ada di kedua matanya.Status pernikahan ku dengan dia benar-benar hanyalah sebatas kata saja yang tidak akan pernah bisa untuk berubah menjadi dua insan yang disatukan dalam sebuah janji. Hal ini benar-benar menyakitkan bagi aku. Bodohnya diriku mencintai dia Walaupun dia sering mengabaikanku. Sikapnya begitu dingin. Bahkan aku tidak pernah bisa untuk meraih hatinya saat itu juga. Dia hanya sibuk dengan dunianya.Malam itu aku melihat dia sedang pulang sambil membawa tasnya.“Mas, biar aku bantu bawa tasnya. " Aku menawarkan jasa untuk menawarkan bantuan bagi suamiku." Aku bisa sendiri dan aku tidak pernah membutuhkan bantuan kamu Vira. Ingatlah posisimu itu siapa?” Sikap Kiano benar-benar kete
Sore ini benar-benar sama sekali kedai kopi tempat Danilla bekerja. Dia sampai tidak ada waktu untuk beristirahat. Kebetulan salah satu temannya sedang berhalangan untuk masuk kerja. Dari pagi mulai malam dia berjaga di kedai kopi Zona Nyaman. Sejenak Danilla duduk. "Sebaiknya kamu istirahat dulu. Lagian kamu tadi sudah dari tadi pagi. Jadi lebih baik kamu istirahat saja dulu dan makan jangan lupa." “ Iya, Farid.” Hari ini cukup melelahkan bagi Danilla. “ Enggak nyangka kalau hari ini adalah hari ini penuh dengan kepadatan yang merayap. Banyak sekali pengunjung yang datang sehingga membuat aku lupa untuk beristirahat. " Danilla akhirnya beristirahat di pantry belakang. Dia mencari makanan untuk makan malam. Perutnya sudah mulai lapar. Danilla merasa punggung belakang nya benar-benar terasa
Danilla melangkahkan kedua kakinya lalu dia segera menuju ke rumah kontrakan yang cukup kecil sekali. Dia mulai berdiri di depan pintu kontrakannya lalu segera masuk ke dalamnya. Dia sangat takut sekali jika Kiano mengikutinya kembali karena dia tidak ingin berurusan dengan pria itu." Untung saja aku bisa kabur dari dia!” Danilla berusaha untuk mengontrol pernafasannya lalu dia segera untuk duduk di ruang tamu kontrakannya. Dia tidak menyangka sama sekali Jika dia harus bertemu dengan pria di masa lalunya.*Seharian ini Kahfi menangis karena ia merindukan ayahnya yang sampai sekarang belum juga datang. Bahkan Kahfi tidak mau bila diajak oleh Vira.Kemudian Joanna yang mengambil ahli untuk menggendong Kahfi yang sedang menangis tersedu-sedu. Dia juga mencoba untuk menghubungi Kiano yang sangat sulit sekali.“PAPA! Aku mau papa! " rengek Kahfi sambil menangis dalam dekapan Joanna.Joanna berusaha u
Vira merasa resah sekali karena suaminya belum juga datang ke rumah. Dia menatap jam di dinding kamarnya sudah menunjukkan pukul 12 malam. Dia terlihat sedang mondar-mandir tidak jelas sama sekali. " Kamu di mana sih, Kiano?” pertanyaan itu terus berulang-ulang kali dalam pikirannya. Dia berharap kalau suaminya segera pulang ke rumah. Dia bahkan sudah berusaha untuk menelepon suaminya tapi tidak pernah dijawab malah diabaikan ataupun ditolak. Pernikahan selama 10 tahun tapi tidak pernah ada cinta satupun yang dirasakan oleh Vira berulang kali dia melakukan cara untuk bisa mendapatkan perhatian dari suami nya. Dia selalu mendapatkan penolakan bahkan ketika suaminya tahu dirinya tidak bisa memberikan keturunan walaupun dengan program bayi tabung sekalipun. Vira akan tetap mempertahankan pernikahan itu walaupun dia tidak pernah dianggap sekalipun oleh suaminya. Bahkan dia tidak pernah disentuh sekalipun oleh suaminya. Tat
Tubuh Vira mulai kejang-kejang. Seorang perawat pun langsung berlari meminta bantuan. Dokter pun datang langsung melakukan tindakan terhadap Vira.Detak jantung Vira berhenti seketika. Tekanan darahnya pun sudah menurun. Terlihat beberapa kali dokter melakukan tindakan untuk menstabilkan kondisi Vira."Pukul 05.00 sore. Tolong dicatat suster!” Ucap seorang dokter itu yang hanya bisa menghela nafas begitu berat. Bahkan dia berulang kali melakukan tindakan terhadap Vira.Perawat pun segera menutup dari kepala hingga ujung kaki menggunakan kain putih. Salah satu perawat pun keluar dari ruang ICU.“Bagaimana kondisi pasien?”Beberapa saat kemudian dokter pun datang. Wajahnya yang tampak begitu sangat kusam. Dokter itu mulai melepas kacamatanya sejenak. Dokter hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan tatapan yang begitu nanar.“Dok, apa yang terjadi dengan Vira?” Reihan menatap kedua sorot mata dokter yang menangani Vira.Dokter pun langsung memegang p
Pelukan hangat dari Kiano membuat Danilla semakin tenang. Dia merasakan kenyamanan dari sosok pria seperti Kiano.“Ya Allah. Kenapa hatiku terasa begitu sangat tenang ketika di dekatnya? Tapi aku tidak akan pernah mungkin untuk menyakiti wanita lain demi egoku kali ini. Ya Allah aku harus bagaimana? Apakah aku harus kembali pergi meninggalkan sosok pria seperti dia?” Danilla menggumam dalam hatinya."Aku tidak akan pernah bisa untuk melepaskan kamu kembali dalam kehidupanku. Bagiku kamu adalah bagian dari hidupku yang tidak akan pernah bisa mampu tergantikan oleh waktu.” Kiano menelan salivanya sendiri. Dia menggumam dalam hatinya sambil menepuk-nepuk punggung belakang Danilla. Dia juga sudah tidak mendengar isak tangis dari wanita itu.Danilla tertidur dalam pelukan kiano. Lalu Kiano membawa Danilla keranjang tempat tidur.Kiano langsung mengecup kening Danilla.“Selamat tidur bidadari hatiku. Aku akan terus mencintaimu setiap detik dan embusan nafasku. Bahkan aku tidak akan pernah m
Unit apartemen Kalibata pukul 05.00 sore, Kiano datang dengan wajah yang cukup lelah. Dia seharian mencari lowongan pekerjaan. Bahkan dia meminjam ke beberapa temannya sebagai modal membangun usaha.Kiano masuk ke dalam unit apartemennya. Lalu dia segera duduk di sofa ruang tamu. Dia menyandarkan punggungnya yang sedikit lelah. Kedua matanya yang terlihat begitu sangat redup. Dia mulai mengerutkan dahinya. Wajahnya yang terlihat begitu sangat masam.“Ternyata benar apa kata orang. Kalau lagi kere kayak gini, nggak ada temen pun yang mau minjemin duit sekalipun. Mereka bahkan pura-pura budek sekalipun!” Kesal Kiano dalam hati.Suara isak tangis yang terdengar samar-samar di telinga Kiano. Lalu dia segera untuk mencari sumber suara itu. Dia melangkahkan kedua kakinya ke ruang kamar. Dia melihat Danilla yang sedang menangis tersedu-sedu di balik pintu kamarnya.“Danilla?!”Kiano begitu sangat sigap sekali langsung memeluk Danilla begitu sangat erat. Lalu dia berusaha untuk menenangk
Mobil melesat begitu sangat cepat sekali menyapu jalanan Kota Jakarta. Wanita paruh baya itu yang terlihat begitu sangat bengis. Wajahnya yang terlihat penuh dengan amarah dan dendam.“Aku tidak akan pernah membiarkan cucuku jatuh ke tangan wanita murahan itu! Walaupun dia terlahir dari wanita murahan itu, tapi aku tidak akan pernah rela jika cucuku harus dididik dengan wanita seperti dia!”Di samping wanita itu terlihat bocah laki-laki yang sedang tertidur pulas. Semuanya itu berkat efek dari obat bius yang diberikan oleh beberapa bodyguard-nya.“Kamu tidak akan pernah bisa masuk ke keluargaku! Sampai kapanpun! Kamu bukan level dari keluarga Rayn!”Suasana yang terlihat begitu sangat tegang sekali. Wajah simetris dan tegang terlihat di wajah wanita itu. Dia mulai mengepalkan kedua tangannya. Kedua matanya mulai merah menyala.*Di unit apartemen, Danilla yang merasa sangat bersalah sekali. Dia tidak bisa mencegah kepergian dari putranya sendiri. Dia hanya bisa meratapi nasibnya
Danilla pun berjalan menuju ke ruang tamu. Lalu dia mulai menghampiri Kiano.“Mas, Aku mau ngobrol sama kamu.”“Soal?”“Mas, aku cuma mau ponselku kembali. Karena sudah dua hari ini aku tidak pulang ke apartemen Karen. Dia pasti khawatir dengan keadaanku. Aku janji nggak akan pergi lagi dari kamu.”Kedua mata Kiano membenci ke Danilla."Aku janji nggak bakalan pergi. Aku cuman ingin memberikan kabar kepada sahabatku. Mau bagaimanapun juga aku harus kasih tahu tentang keberadaanku. Aku mohon kali ini aja,” lanjut Danilla.Wajah datar Kiano. Lalu dia segera untuk menyodorkan ponsel milik Danilla. Dia mengambilnya dari laci dekat ruang tamu.“Makasih,” ucap Danilla.Danilla pun langsung pergi menuju ke kamarnya. Dia langsung segera menghubungi Karen.*Di unit apartemen, Karen yang merasa cemas dan sangat gelisah sekali. Dia bahkan belum mendapatkan balasan pesan dari Danilla.Drrrt...Ponsel Karen pun mulai berdering. Dia segera bergegas untuk mengambil ponselnya di atas mej
Vira tumbuhnya mulai kejang-kejang di rumah sakit. Dokter mulai melakukan pertolongan. Dibantu oleh tim medis lainnya.Di ruang tunggu terlihat Reihan yang cukup gelisah melihat kondisi Vira.“Kamu harus bertahan, Vir,” ucap Reihan.“Kamu harus bisa bertahan Vira. Karena aku yakin kamu bisa." Reihan mengucap kalimat itu sekali lagi. Dia berulang kali meyakinkan dirinya bahwa Vira akan baik-baik saja.Dokter di ruang ICU mulai melakukan tindakan terhadap Vira. Bahkan kedua mata Vira yang terlihat melotot ke atas. Tubuhnya yang masih kejang-kejang. Bahkan suhu tubuhnya demam tinggi. Detak jantungnya semakin melemah. Tekanan darahnya semakin menurun.Kegelisahan menyelimuti hati Reihan di luar. "Aku tidak akan pernah bisa diam saja begini. Dan aku akan membuat kalian membayarnya dengan tuntas!”*BRAK!Rayn terlihat begitu sangat marah sekali. Kedua matanya melotot ketika mengetahui nilai sahamnya merosot turun. Bahkan beberapa proyek-proyek dibatalkan oleh klien.“Dasar anak du
Danilla hanya bisa menatap cahaya senja di sore hari. Dia masih teringat tentang kisah masa lalunya. Senyuman itu masih membekas Di hatinya. Namun seberkas cahaya itu menjadi luka. Terdengar suara pintu yang terbuka. Kemudian Danilla memalingkan pandangannya ke arah pintu. Dia melihat dua orang pria yang berbeda generasi. “Apa itu mama?” Senyuman bocah laki-laki itu terlihat begitu sangat jelas. Bagaikan bunga kuncup yang mekar. Bahkan Danilla fokus ke arah bocah laki-laki itu. “Apakah dia anakku?” Gumam Danilla. Kedua mata Kiano berkaca-kaca, ketika menatap bocah laki-laki itu. Dia hanya mengagukan kepalanya. Kemudian bocah laki-laki itu pun bergegas berlari menghampiri Danilla. “Mama aku merindukanmu!” Seru bocah laki-laki itu sambil memeluk kaki kanan Danilla. Danilla hanya dia mematung. Bibirnya seakan bergetar. Kedua matanya berkaca-kaca. Lalu dia pun menekuk kedua lututnya agar tingginya sejajar. Dia memeluk bocah laki-laki itu dengan perasaan kerinduan yang mendalam berta
PLAK! Sebuah tamparan itu pun melesat begitu sangat kencang sekali hingga membuat pipi kanan Kiano merah dan panas. “Mama nggak nyangka kalau kamu bisa berbuat seperti ini kepada istrimu sendiri! Mama sudah peringatkan ke kamu, jauhi wanita jalang itu! Karena Mama nggak mau harga diri dari keluarga ini hancur gara-gara sikap kamu!” “Ma, tapi aku sangat mencintainya. Aku nggak bisa hidup tanpa dia. Karena dia juga Ibu dari anakku!” Joanna tersenyum kecut. “Mama nggak pernah peduli sama sekali, walaupun dia adalah ibu dari anakmu. Karena Mama tidak akan pernah sudi memiliki menantu wanita murahan seperti dia!” Joanna menekankan setiap kalimat yang keluar dari mulutnya. “Mama benar-benar sangat egois! Kenapa Mama ngebelain Vira terus dibandingkan dengan aku yang merupakan anak kandung mama?” Kiano tersenyum miris. "Kurang ajar kamu! Apa ini cara kamu berbicara dengan orang tua? Aku adalah ibumu yang mengandung selama 9 bulan dan melahirkanmu! Tapi kamu bersikap seolah-olah tidak me
Perasaan gelisah yang telah dihadapi oleh Danilla selama berada di Unit apartemen Kiano. Mendadak perutnya terasa begitu sangat lapar. Seketika Danilla pun pergi ke dapur. Dia mencari beberapa bahan-bahan yang bisa diolah menjadi makanan. Dia membuka lemari es. Dia langsung mengambil daging yang disimpan di freezer dan beberapa bahan bumbu sebagai pelengkap lainnya. “Nasib!” Gumam Danilla. Danilla segera untuk memotong daging tipis-tipis. Dia membuat olahan serundeng daging. Dia ingat masakan buatan dari ibunya di kampung halaman. Kerinduan itu terasa begitu sangat dalam. “Kangen ibu,” kedua mata Danilla mulai berkaca-kaca, ketika dia mengiris tipis-tipis daging itu. Seketika air mata itu pun berlinang jatuh membasahi kedua pipinya. Setelah selesai membuat serundeng daging. Dia segera untuk menanak nasi di Magic Jar. Setelah semuanya matang, lalu Danilla menyajikannya di atas meja makan. Danilla langsung menikmati masakannya sendiri. Dia menghabiskan hampir dua piring karena dia