Sebuah perasaan kagum yang terlihat di kedua mata Reihan tentang perempuan pemilik hati bagaikan bidadari tak bersayap. Cinta yang semurni berlian terlihat begitu pekat bahkan sinarnya begitu sangat terang sekali. Pesonanya membuat hati Reihan dimabuk panah asmara.
“Seandainya saja aku bisa memiliki perempuan seperti dia. Mungkin aku akan setia seutuhnya demi dia.” Reihan begitu berdebar-debar jantungnya. Ketika menatap perempuan seperti Vira. Perempuan yang hampir punah di dunia ini. Bagaimana bisa dia melakukan semua itu dengan kata ikhlas. Ia juga sabar menghadapi pria sedingin Kiano yang selalu mengaggapnya tidak ada sama sekali. Dia memang perempuan yang sangat berbeda. “Dulu aku mengira kamu menerima lamaran dari keluarga Rayn untuk menikah dengan Kiano untuk bisa menjadi pewaris tunggal di keluarga Rayn. Karena kekayaan keluarga Rayn tidak akan pernah habis hinga tujuh turunan sekalipun. Tapi sayan
Mungkinkah benih-benih cinta mereka akan tumbuh? jawaban di next episode.
Kesunyian malam yang begitu panjang. Aroma cinta itu mulai menyerua ke udara hingga membuat perasaan tercampur aduk. Sebuah kata tanya itu mulai hadir menyapa dalam jiwa yang sepi. “Mungkinkah aku jatuh cinta kedua kalinya?” pikir Kiano yang sedang setia menunggu Danilla yang tertidur lelap dalam sebuah ranjang. Ia pun menatap wajah ayu nan cantik perempuan yang dia nikahi secara sembunyi-sembunyi. Dia pun mulai membelai rambut lembut hitam pekat milik Danilla. Perempuan itu sama sekali tidak terganggu. Efek kelelahan membuatnya tertidur pulas di atas ranjang tanpa menghiraukan Kiano sama sekali yang mengusap-usap perut buncit Danilla yang kehamilannya sudah menginjak minggu ke - 28. Kiano merasakan sebuah tendangan kecil di perut Danilla. Ia merasakan kalau bayi dalam kandungannya tahu dia adalah calon ayahnya kelak. Ia pun mengecup kening Danilla, “Aku ber
Tidur di siang bolong memang paling enak. Apalagi sambil dengerin musik lagu-lagu klasik yang membuat makin mengantuk. Danilla seharian ini menghabiskan waktu untuk tidur dan ngemil. Ia tidak peduli dengan hal apapun. TOK! TOK! TOK! “Astaga, jam segini kenapa masih ada yang mengetuk pintu rumah keras sekali!” gumam Danilla sambil menguap berulang kali. “Ke mana semua pelayan yang biasanya sudah siap membukakan pintu?” Danilla pun terpaksa turun dari sofa ruang tamu. Ia pun mulai menampakkan kedua kakinya di atas lantai marmer. Kedua kakinya mulai berdiri dengan berjalan tertatih-tatih. Ia merasakan tubuhnya sangat berat sekali. “Aduh, ternyata jadi orang hamil i
Danilla masih belum sadarkan diri. Dia segera dilarikan ke rumah sakit. Pelayan sudah memanggilkan mobil ambulan untuknya. “Tuan, mobil ambulannya sudah datang,” ujar salah satu pelayan. Kiano pun segera mengendong Danilla ala bridal style. Ia terlihat sangat mencemaskan kondisi Danilla. Ia berharap kalau Danilla dan bayinya akan baik-baik saja. “Semoga kamu baik-baik saja, La. Aku nggak ingin kamu kenapa-kenapa,” batin Kiano sambil membawa Danilla menuju ke mobil ambulan. Danilla pun di masukkan ke dalamnya. Beberapa perawat mulai menanganinya. Kondisi Danilla terlihat sangat lemah sekali hingga harus terus dipantau dengan beberapa tim medis di dalam
“Apa yang harus aku lakukan?” sebuah kata tanya tanpa sebuah jawaban yang pasti. Vira pun hanya menatap sebuah mendung. Hingga air matanya jatuh lalu terurai begitu saja. “Sungguh kenyataan ini betapa pedihnya. Secarik kertas dalam sebuah perasaan. Aku mencintaimu tapi kamu tidak bisa mencintaiku. Apa dia yang kamu cinta?” Vira melihat semua itu dari jauh. Ia merasakan sebuah luka yang begitu sangat dalam. Ingin rasanya ia berlari dari sebuah kenyataan yang ada. Air matanya terjatuh begitu saja. Ia mulai menarik napas perlahan-lahan. “Sungguh berat hubungan yang berstatus, namun terasa tanpa sebuah status. Aku adalah istrinya namun berasa sebagai orang asing dalam sebuah ikatan pernikahan.” Vira pun berlari dengan berurai air mata di kedua pelupuk matanya.&
Semua secara drastis berubah dengan cepat. Sebuah pandangan menelusuri sudut ruangan yang awalnya terisi kini hanya sebuah kehampaan. Menginggat sebuah bayangan yang kini telah pergi begitu cepat. Sesekali kenangan itu semakin membekas dalam sebuah ingatan. Berubah? Semuanya sangat berubah hingga ingatan itu masih ada sebuah lintasan senyuman yang kini mengitari. Helaan napas begitu sangat berat hingga tidak sanggup lagi bila dituliskan dalam sebuah lembaran buku yang harus ditutup secara paksa. “Bagaimana kabar dia sekarang?” Kiano hanya mampu mengenangnya dalam sebuah ingatan. Waktu memang bergulir dengan cepat namun masih mengisahkan sebuah kisah yang harus diakhiri di dalamnya. “Sebuah ketidakmungkinan untuk menghapuskan segala rasa yang ada hingga melepaskan semua perasaan yang ada.”  
Brak! Kedua mata Danilla terbelalak. Pertemuannya kembali dengan dia yang pernah ada dalam kehidupannya. Aroma papermint begitu sangat menyengat di kedua rongga hidungnya. Kedua mata Danilla Anatasya dengan pria itu saling bertemu satu sama lain. Mereka terdiam dalam beberapa detik lamanya. Danilla mulai mengumam dalam hati, "Kenapa aku bertemu dia kembali?" Rasa sesak itu terasa di dadanya ketika mengingat sebuah masa lalu. Dia cukup sadar diri dengan siapa dia. Dia telah pergi tanpa pamit sama sekali. Ehem! Deheman itu membuat Danilla tersadar dari lamunannya. Laki-laki itu mengulurkan sebuah tangan ke dia, namun telah ditepiskan olehnya. "Aku nggak butuh bantuanmu!" Tolaknya dengan menekan setiap kalimat dalam kata-katanya. Danilla berusaha bangkit, ia merasakan pantatnya sangat sakit sekali setelah menyentuh aspal. Ia berusaha menahan sakitnya. Laki-laki itu mencoba menolong Danilla yang jatuh tersungkur di atas jalanan aspal. Namun
Pukul 07.00 pagi Danilla segera menuju ke sebuah terminal bus. Dia akan kembali menuju kota metropolitan."Hati-hati, Nak," kata ibunya. Terlihat wajah sedih wanita tua itu ketika putrinya telah meninggalkan rumah. Padahal Ia masih ingin bersama dengan putrinya. Namun ia tidak dapat mencegahnya sama sekali apalagi biaya untuk suaminya terlalu tinggi.Danilla sebenarnya merasa begitu sangat berat sekali. Namun dia berusaha agar bisa melawan hatinya. Kepergian dia hanya untuk bekerja mencari biaya operasi ayahnya. Dia bahkan tidak menggunakan uang pemberian dari Kiano, mantan suami kontraknya.Pelukan hangat seorang ibu akan selalu Danilla rindukan. Ia berjanji akan berjuang untuk keluarganya. "Apapun itu aku akan melakukannya," gumamnya dalam hati kecil.Danilla pun segera pergi, ia akan memulai sebuah kehidupan barunya. Kedua kakinya mulai melangkah keluar dari pintu rumahnya. Embusan napas terasa sangat berat. Jauh dari sebuah rumah sungguh b
Kehidupanku sudah kembali normal namun ada sebuah kerinduan yang sedikit aneh tentang semua masa laluku bersama dengan pria dingin yang membuat aku terjebak dalam suasana hati. Sudah hampir beberapa tahun aku meninggalkan kota Jakarta. Harapanku untuk bisa memulai kehidupanku kembali. Namun dalam benak pikiranku Ada sejuta kata tanda tanya.Aku berusaha untuk mengontrol perasaanku untuk saat ini karena aku tidak ingin terjatuh lebih dalam. Walaupun hari itu sudah berakhir.Aku berusaha untuk mengontrol pernafasan ketika aku benar-benar mengingat kejadian kemarin. Bisa dibilang kejadian itu sangat konyol sekali."Apa kabar dengan dia? Apakah dia baik-baik saja?" Aku mulai bertanya tentang kabar bayi laki-laki yang terpisah dari aku.Kejadian itu dikarenakan proses bayi tabung yang sengaja lakukan pria itu di dalam rahim. Seharusnya itu tidak pernah terjadi tapi semuanya penuh dengan kehendak Yang Maha Kuasa. Aku melahirkan seorang bayi laki-laki namun di saat itu
Tubuh Vira mulai kejang-kejang. Seorang perawat pun langsung berlari meminta bantuan. Dokter pun datang langsung melakukan tindakan terhadap Vira.Detak jantung Vira berhenti seketika. Tekanan darahnya pun sudah menurun. Terlihat beberapa kali dokter melakukan tindakan untuk menstabilkan kondisi Vira."Pukul 05.00 sore. Tolong dicatat suster!” Ucap seorang dokter itu yang hanya bisa menghela nafas begitu berat. Bahkan dia berulang kali melakukan tindakan terhadap Vira.Perawat pun segera menutup dari kepala hingga ujung kaki menggunakan kain putih. Salah satu perawat pun keluar dari ruang ICU.“Bagaimana kondisi pasien?”Beberapa saat kemudian dokter pun datang. Wajahnya yang tampak begitu sangat kusam. Dokter itu mulai melepas kacamatanya sejenak. Dokter hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan tatapan yang begitu nanar.“Dok, apa yang terjadi dengan Vira?” Reihan menatap kedua sorot mata dokter yang menangani Vira.Dokter pun langsung memegang p
Pelukan hangat dari Kiano membuat Danilla semakin tenang. Dia merasakan kenyamanan dari sosok pria seperti Kiano.“Ya Allah. Kenapa hatiku terasa begitu sangat tenang ketika di dekatnya? Tapi aku tidak akan pernah mungkin untuk menyakiti wanita lain demi egoku kali ini. Ya Allah aku harus bagaimana? Apakah aku harus kembali pergi meninggalkan sosok pria seperti dia?” Danilla menggumam dalam hatinya."Aku tidak akan pernah bisa untuk melepaskan kamu kembali dalam kehidupanku. Bagiku kamu adalah bagian dari hidupku yang tidak akan pernah bisa mampu tergantikan oleh waktu.” Kiano menelan salivanya sendiri. Dia menggumam dalam hatinya sambil menepuk-nepuk punggung belakang Danilla. Dia juga sudah tidak mendengar isak tangis dari wanita itu.Danilla tertidur dalam pelukan kiano. Lalu Kiano membawa Danilla keranjang tempat tidur.Kiano langsung mengecup kening Danilla.“Selamat tidur bidadari hatiku. Aku akan terus mencintaimu setiap detik dan embusan nafasku. Bahkan aku tidak akan pernah m
Unit apartemen Kalibata pukul 05.00 sore, Kiano datang dengan wajah yang cukup lelah. Dia seharian mencari lowongan pekerjaan. Bahkan dia meminjam ke beberapa temannya sebagai modal membangun usaha.Kiano masuk ke dalam unit apartemennya. Lalu dia segera duduk di sofa ruang tamu. Dia menyandarkan punggungnya yang sedikit lelah. Kedua matanya yang terlihat begitu sangat redup. Dia mulai mengerutkan dahinya. Wajahnya yang terlihat begitu sangat masam.“Ternyata benar apa kata orang. Kalau lagi kere kayak gini, nggak ada temen pun yang mau minjemin duit sekalipun. Mereka bahkan pura-pura budek sekalipun!” Kesal Kiano dalam hati.Suara isak tangis yang terdengar samar-samar di telinga Kiano. Lalu dia segera untuk mencari sumber suara itu. Dia melangkahkan kedua kakinya ke ruang kamar. Dia melihat Danilla yang sedang menangis tersedu-sedu di balik pintu kamarnya.“Danilla?!”Kiano begitu sangat sigap sekali langsung memeluk Danilla begitu sangat erat. Lalu dia berusaha untuk menenangk
Mobil melesat begitu sangat cepat sekali menyapu jalanan Kota Jakarta. Wanita paruh baya itu yang terlihat begitu sangat bengis. Wajahnya yang terlihat penuh dengan amarah dan dendam.“Aku tidak akan pernah membiarkan cucuku jatuh ke tangan wanita murahan itu! Walaupun dia terlahir dari wanita murahan itu, tapi aku tidak akan pernah rela jika cucuku harus dididik dengan wanita seperti dia!”Di samping wanita itu terlihat bocah laki-laki yang sedang tertidur pulas. Semuanya itu berkat efek dari obat bius yang diberikan oleh beberapa bodyguard-nya.“Kamu tidak akan pernah bisa masuk ke keluargaku! Sampai kapanpun! Kamu bukan level dari keluarga Rayn!”Suasana yang terlihat begitu sangat tegang sekali. Wajah simetris dan tegang terlihat di wajah wanita itu. Dia mulai mengepalkan kedua tangannya. Kedua matanya mulai merah menyala.*Di unit apartemen, Danilla yang merasa sangat bersalah sekali. Dia tidak bisa mencegah kepergian dari putranya sendiri. Dia hanya bisa meratapi nasibnya
Danilla pun berjalan menuju ke ruang tamu. Lalu dia mulai menghampiri Kiano.“Mas, Aku mau ngobrol sama kamu.”“Soal?”“Mas, aku cuma mau ponselku kembali. Karena sudah dua hari ini aku tidak pulang ke apartemen Karen. Dia pasti khawatir dengan keadaanku. Aku janji nggak akan pergi lagi dari kamu.”Kedua mata Kiano membenci ke Danilla."Aku janji nggak bakalan pergi. Aku cuman ingin memberikan kabar kepada sahabatku. Mau bagaimanapun juga aku harus kasih tahu tentang keberadaanku. Aku mohon kali ini aja,” lanjut Danilla.Wajah datar Kiano. Lalu dia segera untuk menyodorkan ponsel milik Danilla. Dia mengambilnya dari laci dekat ruang tamu.“Makasih,” ucap Danilla.Danilla pun langsung pergi menuju ke kamarnya. Dia langsung segera menghubungi Karen.*Di unit apartemen, Karen yang merasa cemas dan sangat gelisah sekali. Dia bahkan belum mendapatkan balasan pesan dari Danilla.Drrrt...Ponsel Karen pun mulai berdering. Dia segera bergegas untuk mengambil ponselnya di atas mej
Vira tumbuhnya mulai kejang-kejang di rumah sakit. Dokter mulai melakukan pertolongan. Dibantu oleh tim medis lainnya.Di ruang tunggu terlihat Reihan yang cukup gelisah melihat kondisi Vira.“Kamu harus bertahan, Vir,” ucap Reihan.“Kamu harus bisa bertahan Vira. Karena aku yakin kamu bisa." Reihan mengucap kalimat itu sekali lagi. Dia berulang kali meyakinkan dirinya bahwa Vira akan baik-baik saja.Dokter di ruang ICU mulai melakukan tindakan terhadap Vira. Bahkan kedua mata Vira yang terlihat melotot ke atas. Tubuhnya yang masih kejang-kejang. Bahkan suhu tubuhnya demam tinggi. Detak jantungnya semakin melemah. Tekanan darahnya semakin menurun.Kegelisahan menyelimuti hati Reihan di luar. "Aku tidak akan pernah bisa diam saja begini. Dan aku akan membuat kalian membayarnya dengan tuntas!”*BRAK!Rayn terlihat begitu sangat marah sekali. Kedua matanya melotot ketika mengetahui nilai sahamnya merosot turun. Bahkan beberapa proyek-proyek dibatalkan oleh klien.“Dasar anak du
Danilla hanya bisa menatap cahaya senja di sore hari. Dia masih teringat tentang kisah masa lalunya. Senyuman itu masih membekas Di hatinya. Namun seberkas cahaya itu menjadi luka. Terdengar suara pintu yang terbuka. Kemudian Danilla memalingkan pandangannya ke arah pintu. Dia melihat dua orang pria yang berbeda generasi. “Apa itu mama?” Senyuman bocah laki-laki itu terlihat begitu sangat jelas. Bagaikan bunga kuncup yang mekar. Bahkan Danilla fokus ke arah bocah laki-laki itu. “Apakah dia anakku?” Gumam Danilla. Kedua mata Kiano berkaca-kaca, ketika menatap bocah laki-laki itu. Dia hanya mengagukan kepalanya. Kemudian bocah laki-laki itu pun bergegas berlari menghampiri Danilla. “Mama aku merindukanmu!” Seru bocah laki-laki itu sambil memeluk kaki kanan Danilla. Danilla hanya dia mematung. Bibirnya seakan bergetar. Kedua matanya berkaca-kaca. Lalu dia pun menekuk kedua lututnya agar tingginya sejajar. Dia memeluk bocah laki-laki itu dengan perasaan kerinduan yang mendalam berta
PLAK! Sebuah tamparan itu pun melesat begitu sangat kencang sekali hingga membuat pipi kanan Kiano merah dan panas. “Mama nggak nyangka kalau kamu bisa berbuat seperti ini kepada istrimu sendiri! Mama sudah peringatkan ke kamu, jauhi wanita jalang itu! Karena Mama nggak mau harga diri dari keluarga ini hancur gara-gara sikap kamu!” “Ma, tapi aku sangat mencintainya. Aku nggak bisa hidup tanpa dia. Karena dia juga Ibu dari anakku!” Joanna tersenyum kecut. “Mama nggak pernah peduli sama sekali, walaupun dia adalah ibu dari anakmu. Karena Mama tidak akan pernah sudi memiliki menantu wanita murahan seperti dia!” Joanna menekankan setiap kalimat yang keluar dari mulutnya. “Mama benar-benar sangat egois! Kenapa Mama ngebelain Vira terus dibandingkan dengan aku yang merupakan anak kandung mama?” Kiano tersenyum miris. "Kurang ajar kamu! Apa ini cara kamu berbicara dengan orang tua? Aku adalah ibumu yang mengandung selama 9 bulan dan melahirkanmu! Tapi kamu bersikap seolah-olah tidak me
Perasaan gelisah yang telah dihadapi oleh Danilla selama berada di Unit apartemen Kiano. Mendadak perutnya terasa begitu sangat lapar. Seketika Danilla pun pergi ke dapur. Dia mencari beberapa bahan-bahan yang bisa diolah menjadi makanan. Dia membuka lemari es. Dia langsung mengambil daging yang disimpan di freezer dan beberapa bahan bumbu sebagai pelengkap lainnya. “Nasib!” Gumam Danilla. Danilla segera untuk memotong daging tipis-tipis. Dia membuat olahan serundeng daging. Dia ingat masakan buatan dari ibunya di kampung halaman. Kerinduan itu terasa begitu sangat dalam. “Kangen ibu,” kedua mata Danilla mulai berkaca-kaca, ketika dia mengiris tipis-tipis daging itu. Seketika air mata itu pun berlinang jatuh membasahi kedua pipinya. Setelah selesai membuat serundeng daging. Dia segera untuk menanak nasi di Magic Jar. Setelah semuanya matang, lalu Danilla menyajikannya di atas meja makan. Danilla langsung menikmati masakannya sendiri. Dia menghabiskan hampir dua piring karena dia