Ekhem
Duke Cristin gelagapan, ia langsung berdiri seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ekor matanya melirik sedikit, mengatur nafasnya untuk berbicara.
"Duchess, kamu datang kesini untuk bertemu dengan Vio, ah iya aku lupa. Aku membantu Vio karena Vio sakit, jadi ya aku ..."
"Tidak perlu Duke, kamu sudah merawatnya sesuatu yang membuat ku senang. Aku senang, Duke mau berbaikan dengan Viola. Seperti ini, jaga hubungan Duke dengan Viola. Agar usaha ku tidak sia-sia." Duchess Lilliana memotong perkataan Duke Cristin. Ia tahu, Duke Cristin pasti akan menjelaskannya, tapi percuma saja, hatinya sudah cemburu, perubahan yang Duke Cristin berikan, menohok hatinya yang peling dalam.
Duke Cristin menunduk, samar-samar dia tersenyum tipis dan tentunya tanpa semua orang sadari. "Aku akan mengusahakannya."
"Maksud Duke,"
Duke Cristin menggigit bibir bawahnya, mulutnya tidak bisa di ajak komViola mengkerutkan dahinya, matanya menangkap sosok aura yang berbeda dari Duchess Lillian, seperti ada sebuah ketidakrelaan di matanya."Sebaiknya Duke menemani, Duchess. Tidak baik, jika Duchess sendirian. Aku takut ada musuh Duke yang mengincar Duchess." Viola menyanggah seraya menatap Duke Cristin."Tapi kamu membutuhkan aku, Vio." Sarkas Duke Cristin. Sudah berbagai macam rayuan dari Viola, tapi kali ada rasa khawatir di hatinya. Bagaimana jika ada musuhnya yang mengincar Duchess? Setelah memikirkan matang-matang, Duke Cristin menentukan keputusannya."Aku akan mengantarkan Duchess, tapi setelah Duchess sampai aku akan pulang."Viola malah melongo dengan mulut lebarnya.Duchess Lilliana begitu senang, ia langsung merangkul lengan Duke Cristin. "Terima kasih Duke,"Duchess Lilliana melangkah bersamaan dengan kaki Duke Cristin, namun sampai di ambang pintu dia menoleh. "Terima kasih Vio,"Viola tak menjawab atau pun mengangguk,
"Lama tidak berjumpa, Duchess." Duke Arland tersenyum menyeringai. Mata Duke Aland melihat dari bawah kakinya sampai ke atas, Duchess Lilliana sama seperti dulu, wanita itu masih cantik, dan sekarang lebih cantik. "Bagaimana kabar mu, Duchess?""Sebaiknya kita menuju Restaurant depan, kita berbicara di sana. Tidak enak di sini," ujarnya.Duke Aland mengikuti langkah kaki wanita di depannya. Setiap melihat punggung rampingnya, ia teringat masa lalunya. Dulu, ia sering memeluk pinggang ramping itu.Bayangan di mana mereka saling kejar-kejaran, bermain bersama dan tertawa bersama, tapi sayang tidak ada cinta sebagai laki-laki di hatinya, melainkan cinta sebagai kakak laki-laki. Miris sekali hidupnya."Silahkan duduk, Duke Arland."Duke Arland menatap sekelilingnya, tanpa ia sadari langkahnya sudah sampai ke dalam Restaurant,ia duduk di hadapan Duchess Lilliana, sesuai dengan permintaannya.Seorang pelayan pun datang membawakan teh dan kue sesuai
Duke Cristin menghentikan langkahnya, baru saja ia memasuki kediamannya, hatinya berniat ingin melihat Viola, namun ada seorang pelayan yang mengatakan ada yang mengirim bunga untuk Viola, dan setelah melihatnya. Banyaknya bunga mawar."Siapa yang mengirimnya?" Rahang Duke Cristin mengeras, ia tidak akan menerima laki-laki lain mengagumi istrinya, Viola hanya miliknya."Buang bunga itu, jangan sampai Viola mengetahuinya," ujar Duke Cristin meremas tangkai bunga mawar berdiri itu, hingga darah segar itu keluar dari telapak tangannya."Tuan, Duke." Pekik salah satu pelayan."Aku tidak apa-apa, lanjutkan saja membuang bunga di kereta itu," ujar Duke Cristin dengan nada dingin.Sedangkan di ambang pintu, tak jauh dari sana. Pelayan Milea mendengarkan dan melihat semuanya. "Aku harus melaporkan pada nona."Pelayan Milea langsung berlari menuju paviliun seraya membawa semua bahan untuk di makan nanti malam."Nona,"
Angin menyelunup memasuki jendela kaca di samping ranjang yang tak jauh itu, membuat seseorang di atas ranjang itu membuka kedua matanya, merasakan semilir angin menerpa wajahnya.Mata hitam elangnya menatap langit-langit asing, ia pun memutar ingatannya, hingga sebuah senyum terbit di kedua bibirnya. Hatinya berbunga-bunga, ia tidak pernah sesenang saat ini, merasa terpuaskan dan kehangatan. Ternyata, bercinta dengan orang yang di cintai lebih berwarna.GlekDuke Cristin menelan ludahnya, bagian dimana ia menjamah tubuh Viola berputar-putar bagaikan roda kereta yang kembali membuatnya bergairah.Duke Cristin melirik ke bawah selimut, sesuatu kini menjulang tinggi di bawah selimut itu.EmmViola menggesekkan kepalanya di bawah ketek Duke Cristin, tanpa ia sadari, lenguhan dan gesekan itu membuat Duke Cristin tidak tahan. Tadi siang, ia sudah menggempur tiga ronde, rasanya belum terpuaskan.Matanya menatap ke arah Viola yan
Sedangkan di lantai bawah, Duchess Lilliana berjalan mondar-mandir dengan wajah panik, perasaannya takut, perasaanya bimbang, benarkah langkah ini adalah jalan yang terbaik untuk dirinya dan suaminya, benarkah semua ini permintaan hatinya.Mendengarkan Duke Cristin dan Viola berada di dalam satu kamar sampai jam makan malam, jantungnya seakan berhenti berdetak. Seandainya mereka melakukannya, haruskah ia senang atau sedih."Nyonya," seru sang pelayan. Dia pusing melihat majikannya berjalan mondar-mandir di depannya. Ia paham apa yang di khawatirkan, tapi Viola juga berhak. Ia merasa kasihan pada Viola, sekian lama gadis itu tidak mendapatkan haknya."Kemana mereka?" Tanya Duchess Lilliana seraya melihat ke arah tangga, sejak sore tadi ia sudah menunggu keduanya sampai ia merasa bosan dan kembali ke kediaman utama. Karena sudah jam makan malam, ia bermaksud ingin menjemput Duke Cristin sekaligus mengajak Viola."Pelaya
Duchess Lilliana yang mendengarkan teriakan Duke Cristin, membuatnya langsung berdiri dan memeriksa kaki Duke Cristin yang di pegang."Sebaiknya kita panggil Dokter saja.""Aku tidak apa-apa," sahutnya tersenyum. "Kita lanjutkan saja, aku sudah lapar."Duchess Lilliana kembali duduk, Duke Cristin memulai memakan makan malamnya."O iya mulai malam ini aku akan tidur di paviliun, setelah satu minggu aku akan tidur di kediaman utama."UhukUhukViola langsung meraih segelas air di depannya, ia meneguk air itu setengahnya saja.Duke Cristin beranjak, dia menepuk punggung Viola dengan pelan. "Vio sayang, kamu tidak apa-apa?" Tanya Duke Cristin. Dia meraih segelas air di hadapannya. "Kamu kalau makan hati-hati."NyesHatinya langsung tergores, mengeluarkan darah dan perih. Pemandangan di depannya membuatnya tak mampu berkata-kata. Duke
EmmmmzViola menggeliat, dadanya terasa geli. Seketika mata itu terbuka, matanya melirik ke bawah, melototi sesuatu di sana. "Duke!"Laki-laki yang menghisap benda kenyal itu langsung menghentikannya, lalu mengangkat wajahnya. "Emm, Vio." Duke Cristin menjauh, ia membuang muka. Malu, itu lah yang ia rasakan. Ia memejamkan matanya, sudah pasti dia habis kali ini.Viola membereskan gaunnya yang terbuka, ia malu, tubuhnya selalu saja di jajah oleh Duke Cristin, tapi sebetulnya dia juga mau. Argh! Hidupnya serba salah. Setiap manusia pasti memiliki nafsu."Sudahlah, aku mau tidur.""Vio, itu," Duke Cristin menggenggam kedua tangannya. "Aku minta maaf, sebenarnya aku menginginkan itu.."PlakTanpa sadar Viola memukul kepala Duke Cristin, hingga sang empu mengerang. "Vio," ringisnya sembari mengusap kepalanya yang tak sakit."Sakit, Vio."
Viola membuka kedua matanya, lalu merenggangkan kedua otot tangannya itu. Ia beranjak duduk dan menoleh ke arah jendela. Matanya tertuju pada seseorang di sampingnya. Kosong, ia yakin Duke Cristin sudah pergi menemui Duchess."Ck, cinta mati."Viola melangkah ke arah balkom, merenggangkan kedua tangannya, merasakan semilir angin pagi yang masih dingin di iringi sebulir salju yang turun."Musim dingin, aku merindukan kehidupan ku sebelumnya. Di sini aku tidak bisa apa-apa? Tidak bisa bebas, ini dan itu, menjadi nona bangsawan atau menikah dengan bangsawan tidak mengenakkan. Kenapa aku tidak pergi berlibur saja!"Viola berdecak, sepertinya idenya tidak buruk. "Aku akan membicarakannya dengan Milea, dia pasti setuju kan.""Nona," sapa seseorang dari arah belakang. "Nona sudah bangun, o iya, air hangatnya sudah siap." Viola menatap Milea, ia pun langsung menuju kamar mandinya.Tiga pelayan itu pun membantu Viola membersihkan tubuhnya, memberikan
Seusai makan malam, Duke Cristin mengantarkan Viola ke kamarnya. Kedua berjalan dengan rasa canggung tanpa menimbulkan suara."Selamat malam Vio.."Duke Cristin tersenyum dan hendak pergi. Namun sebuah tangan menghentikannya. "Apa Duke tidak tidur di kamar ini? Maksudnya kita tidur bersama."Seulas senyum muncul di kedua sudut bibir Duke Cristin. Ia lalu menoleh dan mengelus tangan Viola yang sedang memegangnya. Duke Cristin memeluk Viola, mendekapnya dengan erat. Menumpahkan tangisannya ke bahunya. Tubuhnya bergetar di irikan isakannya."Aku mencintai mu, Viola. Sangat! Sangat mencintai mu. Demi apapun, akan aku lakukan."Dalam sekali kedipan, buliran bening itu mengalir deras. "Viola." Hatinya sangat sakit mengingat semua perlakuannya.Demi membentengi hatinya, ia menyakiti wanita yang rela untuk Duchess dan dirinya, tapi ia tidak pernah tahu, bahagiakan dia? Seharusnya ia menanyakannya. "Viola."Viola melerai pelukannya, meng
Viola menatap ke arah langit, buliran salju turun mengenai wajahnya.Duke Cristin yang melihatnya dari jauh pun menghampirinya, tangannya bergerak membuang buliran salju yang mengenai pipi kanannya."Duke."Duke Cristin menahan air matanya, wanita yang berdiri di hadapannya, wanita yang dulunya ia abaikan demi Duchess, mencoba membencinya karena takut akan ada hati yang terluka. Namun perasaan itu tumbuh dan semakin tumbuh, sehingga ia tidak bisa mengabaikannya dan malah ingin menggenggamnya.Diam-diam ia mencintai wanita itu, mengorbankan perasaannya demi seorang wanita, tapi sekarang ia bahagia sangat bahagia. Meskipun ia tidak ingin Duchess pergi, karena bagaimana pun juga. Wanita itulah yang hadir untuk pertama kalinya dalam hidupnya."Terima kasih telah bersedia kembali."Viola diam, ia masih belum memberitahukan. Bahwa hatinya telah menerima Duke. Ia ingin tahu, seberapa besar cinta sang Tuan Duke padanya."Ya,
Viola mengetuk pintu Javier, ia mengetuk dengan hati-hati. "Sayang."Tidak ada sahutan, Viola memberanikan diri memasuki ruangan itu.Diedarkannya pandangannya itu ke seluruh ruangan, namun tidak menemukan sosok yang ia cari. Hingga pandangannya melihat gorden yang terombang-ambing terbawa angin."Sayang...""Jangan memohon, Bu. Ibu tahu, aku tidak bisa melihat air mata Ibu. Aku tidak bisa.... "Viola berusaha menahan air matanya. "Apa yang harus ibu lakukan, Sayang?""Apa Ibu masih mencintai Ayah?""Ibu tidak tahu, yang ibu tahu. Ibu masih kecewa. Bisakah kami egois menginginkan orang tua bersama. Bisakah kami egois menginginkan Ibu dan Ayah bersama, kita lalui bersama."DegViola tersenyum, berusaha meyakinkan hatinya. "Ibu akan menuruti mu, ibu akan berusaha menerima Ayah mu."Javier seketika memutar tu
Duke Cristin semakin terpukul, sangat jelas Viola menolaknya dan hal itu membuat Duke Aland tertawa sinis."Viola apa maksud mu? Kita belum bercerai dan tidak ada kata cerai di antara kita." Duke Cristin mengalihkan pandangannya. "Lebih baik kalian pergi, kalian tidak di undang di sini.""Aku memiliki urusan, aku tidak bisa menemani kalian," ujar Viola dengan halus. Ia tidak mau menyinggunga keduanya.Lagi-lagi Viola membuatnya cemburu, perkataan Viola yang halus membuat cemburu. "Viola."Viola berdiri, ia memilih pergi dari pada harus mendengarkan perkataan Duke."Tunggu Duke!" Cegah Duke Aland. "Sebaiknya Duke menjauh dari Nyonya Viola.""Apa maksud mu?" Duke Cristin menarik kerah baju Duke Aland, kemudian melepaskannya dengan kasar. "Dan kamu, kamu hanyalah masa lalu atau mantan kekasih Viola. Dia sekarang adalah istri ku, jadi jangan mengganggunya lagi." Duke Cristin menatap laki-laki di samping Duke Aland. Peringatan tegasnya membuat la
Sepanjang malam Viola memikirkan perkataan Eryk, sebuah surat yang berada di tangannya. Memikirkan nama Jasper dan Javier."Apa aku kembali saja?""Tapi rasanya."Tak terasa sinar matahari mulai memasuki kaca jendela, Viola masih tak bergeming di kursinya, lelah berdiri. Ia memilih untuk duduk.TokTokTok"Nyonya sarapan sudah siap," ujar Milea.Viola pun mendekati pintu, ia keluar dengan hati tak karuan. Duduk di tengah-tengah kedua putranya, di raihnya susu di sampingnya itu, dalam sekali teguk, susu itu pun tandas tanpa tersisa."Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiran Ibu?" Tanya Javier. Mungkin karena sosok ayahnya yang datang dan mengganggu pikiran ibu. Ia sudah tahu semuanya, Duke Cristin adalah Ayahnya dan Eryk adalah kakak angkatnya.Sejujurnya ia sangat ingin memiliki keluarga lengkap, tapi mau bagaimana lagi? Ia tidak akan memaksa keinginan sang ibu. Kebahagiaan ibunya adalah kebahagiaannya.E
Duke Cristin memegang pergelangan tangan laki-laki di sampingnya, kedua ekor matanya pun melirik laki-laki itu.Ia ingat betul, sebelum menikahi Viola. Ia sudah menyelidiki semua identitas Viola termasuk kekasihnya."Lepaskan tangan anda dari istri ku."Laki-laki itu langsung melepaskan tangannya. Namun sorot matanya mengisyaratkan permusuhan yang mendalam."Vio, bisakah kita bicara." Pinta laki-laki itu memohon."Apa maksud anda?" Duke Cristin berpindah tempat. Dia menjajarkan tubuhnya dengan tubuh Viola. Kemudian merangkul pinggangnya. "Viola adalah istri ku, jadi anda harus meminta ijin pada ku, tapi aku tidak mengijinkannya."Duke!"Viola menggoyangkan bahu kanannya agar Duke Cristin memundurkan tubuhnya. Ia merasa risih dengan lirikan orang."Sayang, apa kamu merasa malu? Emm baiklah, aku akan meminta jatah pada mu nanti malam. Kamu ingat kan, nanti malam janji mu.""Duke!""Ah, iya. Aku tahu, jangan ma
Sinar matahari mulai menembus kaca. Menerpa wajah seorang wanita yang tengah berdiri di depan kaca jendela itu, matanya lurus melihat ke halaman depan seolah pikirannya terbang entah kemana.TokTokTok"Nyonya."Panggilan itu belum membuyarkan lamunannya. Ia tetap melihat ke depan. Hingga ketukan entah berapa kalinya. Kedua matanya langsung berkedip.Ah"Iya Milea."Langkah kakinya bergegas menuju ke arah pintu. "Ada apa?" Ia melihat seorang wanita yang turut membohonginya tengah berdiri dan tampak ragu mengucapkan sesuatu."Katakan saja, aku tidak marah pada mu, walaupun aku cukup kecewa pada mu.""It-""Itu....""Di luar ada Tuan Duke, Nyonya."Viola menatap ke atas, kemudian menghembuskan nafas dari mulutnya. "Baiklah, aku akan menemuinya," ujarnya bergegas pergi. Semal
Viola diam seribu bahasa, Duke Cristin pun berharap Viola mau menerimanya kembali."Tolong pikirkan Viola, ini permintaan dari Duchess."Otak Viola tak bisa berfikir, kejadian ini sangat mengejutkan baginya. Ia pun langsung pergi dengan membawa surat itu, melipatnya kembali, lalu Memasuki Restaurant tadi, terlihat kedua putranya berbincang dengan laki-laki yang tadi bersama Duke Cristin."Nyonya Viola."Viola menatap ringan, ia pun langsung melihat ke arah kedua putranya. "Ayo pulang!""Kakak aku pulang."Aronz tersenyum, ia mengelus kepala Jasper. "Lain waktu kita akan bertemu kembali.""Iya kak." Tangan kanannya beralih mengelus kepala Javier.Viola meraih kedua tangan putranya. Sampai di ambang pintu Restaurant. Mereka kembali berpapasan dengan Duke Cristin."Aku harap kamu jangan memarahinya."Viola kembali melanjutkan langkah kedua kakinya.Sesampainya di kediamannya. Ia melihat Milea dan E
Sebelumnya alurnya memang author pengen gak balikin, tapi melihat karya orang lain banyak yang balik ada juga yang enggak jadi author putuskan milih yang balik saja.Lima Tahun Kemudian...Duke Cristin tak pernah lelah melihat sebuah lukisan yang terpanjang indah di ruangannya, salah satunya wanita pertama dan kedua. Salah satunya memiliki peran di hati Duke Cristin.Selama Lima Tahun ini, ia hanya bisa menatap dalam-dalam kedua lukisan itu. Duchess Lilliana yang pada akhirnya meninggal sebelum ia membawa Viola kembali dan ini janji terakhirnya."Maafkan aku Duchess, tapi aku berjanji akan membawa Viola kembali."Sebelum Duchess pergi, ia sudah memberi tahukan, bahwa ia dan Viola sudah memiliki anak. Duchess sangat bahagia dan saat itu, Eryk pun juga tahu.Laki-laki yang sudah berumur 10 tahun itu juga berjanji pada Duchess, akan membawa nyonya Viola dan kedua putranya.