Belajar dari pengalamannya, untuk hari ini, Anita sudah membuat 50 gelas kopi sekaligus. Ia mengantar kopi sebanyak itu menggunakan meja troli seperti yang ada di restoran-restoran.
Awalnya ia merasa kesulitan saat membawa kopi sebanyak itu. Namun Anita tetap melakukan hal berlebihan tersebut sebagai bentuk protesnya atas sikap Sagara yang kian menjadi.
“Hoi! Kau mau membunuhku? Untuk apa kau membawa kopi sebanyak ini? Apa kau lupa kalau aku punya mag? Aku bisa mati karena kopi sebanyak ini!” protes Sagara saat mejanya sudah dipenuhi 20 gelas kopi, sisanya masih ada di meja troli.
“Memang lebih baik Bapak mati saja! Aku sudah lelah membuatkan kopi untuk Bapak. Sudah hampir 500 gelas kopi dalam 2 minggu ini, dan Bapak masih t
Di dalam sebuah mall. Dua wanita berparas cantik sedang berjalan sambil membawa barang belanjaan yang jumlahnya cukup banyak dan menyusahkan. Mereka adalah Anita dan Cecilia.“Hei, apa sebanyak ini barang yang mesti dibeli?” tanya Cecilia cemberut sambil membawa berkantung-kantung belanjaan di kedua tangannya.“Ya,,, begitu lah. Pokoknya kita harus membeli semua yang ada di catatan itu. Tidak kurang tidak lebih,” jawab Anita sambil tersenyum senang.Cecilia mengernyitkan kening. Dia merasa ada yang tak beres pada Anita. Dugaannya bukan dilandasi akan jumlah belanjaan yang cukup banyak. Namun, pada ekspresi Anita yang sudah begitu bahagia sejak berangkat dari rumah. Dan ekspresi itu tetap bertahan sampai detik ini juga.
Suara dengkuran lirih terdengar dari bibir tipis tanpa lapisan lipstik, yang di mana di ujung bibir itu terdapat genangan air yang membasahi batal bersarung putih dengan motif bunga di pinggirannya.“Cih, dasar wanita. Di luar selalu tampak rapi dan anggun. Tapi jika sudah di tempat tidur seperti ini, penampilannya menjadi sangat mengerikan!” gerutu Sagara yang sudah berpakaian santai namun tetap menampilkan sosok cool serta tampannya. Ia kini berdiri tepat di samping Anita sambil terus memandangi wajah tidurnya.“Hoi, bangun! Mau sampai kapan kamu tidur? Ini sudah siang, bukankah seharusnya kamu membangunkan aku jam 7?” seru Sagara dengan kesal.Kemarin malam Sagara sudah berpesan pada Anita untuk membangunkan dirinya
Wajah lesu tergambar jelas di wajah Sagara sepanjang mobil membawanya bersama Anita menuju sebuah mall terdekat di kota itu.“Apa ada masalah, Pak?” tanya Anita merasa tak tahan melihat wajah Sagara yang tercetak cukup jelas di kaca mobil.“Tidak ada,” jawab Sagara singkat. Pandangannya masih menatap luar jendela.Anita menghela nafas. “Apa karena wanita itu?” tebak Anita.Sebelumnya Anita sempat melihat Antonio dan Anindita yang duduk santai bersama Sagara sebelum akhirnya pergi terlebih dahulu sebelum ia datang.“Tidak.”
Dalam kamar hotelnya, Anita sedang asyik berbaring di atas kasur sambil pandangannya tertuju pada sebuah lampu gantung yang terlihat begitu klasik dan indah. Mata bening dengan kornea berwarna coklat gelap itu menatap lampu gantung itu, dalam. Semakin lama matanya menatap semakin larut dirinya dalam pikirannya. Mendadak seraut wajah menyergap masuk dalam pikirannya. Wajah tegas dan terlihat begitu menawan itu membuatnya dirinya tanpa sadar menyunggingkan senyuman tipis.“Ah,,, seandainya saja kamu normal sedikit saja.”Entah sosok siapa yang sedang Anita bayangkan. Namun yang pasti sosok itu sudah mulai merasuk dalam pikiran dan siap mengetuk pintu hatinya yang tidak terkunci.Entah itu di dunianya, atau pun dalam hatinya, Anita s
Anita tampak lesu dan suram semenjak Anniversary hotel Cempaka Indah malam itu. Dirinya menjadi tak bersemangat seperti biasanya. Ia bahkan tak banyak protes saat Sagara memintanya untuk membuatkan kopi lagi, lagi dan lagi.Ocehan dan gerutuan yang biasanya keluar dari mulutnya saat Sagara meminta kopi berulang kali, tak terdengar sama sekali. Anita hanya menanggapi setiap perintah Sagara dengan anggukan dan ucapan iya tanpa ada tambahan kata lain di belakangnya.Hal itu membuat Sagara menjadi ke pikiran dan membuatnya tak bisa bekerja dengan tenang. Ia merasa ruangannya jadi terasa sepi, hampa dan tak nyaman.“Kamu sakit?” tanya Sagara saat Anita meletakkan kopi ke-15. Ia sudah tak tahan untuk tidak bertanya soal perubahan sikap
3 hari sejak Anita keluar dari perusahaan besar DA.crop.Dalam kontrakannya yang hanya sebesar 3x5m², Anita terlihat sedang menghitung persediaan mie instan di dapur mininya.“Ini cukup buat sebulan sih. Tapi kalau setiap hari makan mie,,,” wajah Anita mengerut cemas. Ia tentu tahu resiko bagi orang yang makan mie setiap hari. Resikonya cukup besar. Dan dirinya tak ingin sampai mendapatkan masalah perut karena setiap hari harus makan mie instan.Di tengah kegalauannya melihat isi dapurnya yang hanya berisi 2 dus mie instan yang ia beli 5 bulan lalu, tiba-tiba suara ketukan terdengar dari arah pintu kontrakannya.Anita menoleh ke arah pintunya, i
Sagara duduk termenung di sebuah kafe sambil membaca selembar puisi di tangannya.Bait demi bait, ia baca. Puisi karya Pena Langit ini sebenarnya tidak terlalu buruk jika diperhatikan baik-baik. Meski pemilihan kata-katanya kaku. Namun apa yang ingin disampaikan dalam puisi ini cukup menarik. Tidak terlalu muluk-muluk. Namun sayangnya apa yang tertulis indah dalam puisi ini belum bisa tersampai ke telinga Anita karena ia buru-buru mengusirnya.“Gagal juga. Sepertinya, dia benar-benar membenciku. Tapi kenapa?” gumam Sagara dalam kesendirian.Sagara mulai memikirkan kembali soal alasan Anita keluar dari pekerjaan yang tak beralasan dan mengapa ia begitu membencinya. Namun, karena mendapatkan penolakan yang cukup keras tadi, membuat Sagara tak mampu berpikir terlalu keras.Penolaka
Sehari sebelum Sagara datang membawa tumpukan lowongan pekerjaan untuk Anita. Cecilia sudah terlebih dahulu mengajaknya ke sebuah kafe yang berada di jalan Anggrek seusai ia pulang kerja.Sepanjang perjalanan menuju kafe yang akan mereka tuju. Cecilia menerangkan beberapa hal. Hal pertama yang ia jelaskan adalah, bahwa kafe yang akan mereka tuju merupakan kafe milik saudara kekasihnya, Abyas. Hal yang kedua adalah kafe itu hari ini sedang melaksanakan pesta pembukaan yang dihadiri oleh beberapa teman, kerabat dan karyawan yang besok mulai bekerja. Dan hal ketiga yang Cecilia beritahukan adalah.....“Kau bisa bekerja di sana besok,” kata Cecilia dengan gaya seorang HRD.Untuk beberapa detik Anita tak mampu berkata. Ia hanya membeku
Perlombaan berpasangan, akhirnya berakhir. Semua pasang telinga mendengar dengan saksama hasil akhir yang sudah 10 grup atau pasangan itu kumpulkan dari 4 perlombaan.Pada posisi pertama, masih di kuasai oleh Rahma dan Putra. Mereka memimpin dengan 8 poin. Posisi ke dua di isi oleh Sagara dan Anita dengan 6 poin. Dan di posisi ketiga di tempati oleh pasangan Kena dan Toni dengan 5 poin.7 pasangan yang berada di bawah 3 besar harus bersiap menerima hukuman. Astrid yang paling sebal dengan hukuman. Karena pada pertandingan meniru gerakan estafet, dia sudah mendapatkannya. Jadi mendapatkan hukuman kedua, ia rasa itu sangat menyebalkan.Matahari sudah semakin turun bersiap meninggalkan takhtanya yang ia pertahankan seharian penuh. Rembulan di ufuk timur sedikit condong ke selatan sudah terlihat walau masih samar-samar.Di atas panggung Soni mengumumkan beberapa hal. Pertama, tak ada hukuman dalam perlom
Perlombaan kedua langsung di mulai usai penilaian potret foto mesra selesai. Untuk perlombaan selanjutnya adalah tebak kata.Dalam perlombaan ini pria akan bertugas menebak apa yang pasangan wanitanya peragakan. Ada 3 kata yang harus mereka tebak dengan benar. Dan waktu perlombaan berlangsung selama 1 menit.“Kita harus menang. Aku yakin kamu pasti bisa,” ucap Sagara menyemangati Anita.“Tentu saja aku bisa. Tinggal Bapak sendiri, apa bisa menebaknya dengan benar atau tidak,” balas Anita.Perlombaan di mulai secara bergantian. Karena nomor pendaftaran Sagara dan Anita berada di akhir, jadi mereka akan kebagian nomor urut belakangan.Perlombaan tebak kata berlangsung dengan meriah. Gerakan meragakan kata yang di lakukan
Di bawah pohon kelapa yang menyerong ke arah pantai, Anita dan Cecilia duduk manis sambil memandang jauh ke arah panggung. Di atas panggung sana, beberapa peserta sedang mendaftar.“Yang ikut enggak terlalu banyak. Seharusnya enggak perlu limit peserta. Jadi biar rame,” kata Cecilia.“Di beri batas 10 grup sudah cukup banyak sih menurutku. Biar enggak lama-lama juga.”Soni kembali memegang mikrofonnya usai menerima daftar peserta yang akan ikut lomba.“Oke sebelum kita mulai perlombaannya, saya akan menjelaskan kembali jenis-jenis perlombaan yang akan di gelar. Pertama, lomba foto mesra. Kedua lomba lari gendong. Tiga lomba merias wajah pasangan. Dan empat lomba tebak kata. Untuk lomba kelima, yang pecah semangka enggak jadi ya. Semangkanya belum musim soalnya,” terang Soni.“Dan untuk peserta yang ikut serta, akan saya absen. Nanti waktu
Lomba masak berlangsung sengit. Semua peserta berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikan masakan mereka dengan baik. Bahkan grup dua yang di ketuai oleh Alexa sudah mulai bisa mengejar ketertinggalan.Priittt priittt priiiitttt!!!!Waktu memasak telah usai. Semua peserta di minta untuk menyajikan masakan mereka ke depan dan di letakkan pada sebuah meja yang telah disiapkan. Anita dan Cecilia bertugas membawa masakan mereka sebagai perwakilan grup.Pada grup 1 di wakilkan oleh Astrid dan Desi. Pada grup 3 di wakilkan oleh Dewi dan Susi. Mereka semua membawa makanan yang mereka masak dengan sangat hati-hati. Sangat tidak lucu jika sampai makanan yang mereka bawa jatuh sebelum di cicipi.Di meja juri sudah ada Soni, Agus dan Agra. Ini lah salah satu alasan mengapa Agra tidak ikut pertandingan sesi kedua ini. Lantaran dirinya di minta Soni untuk menjadi juri.
Perlombaan grup campuran dimulai. 5 pria dari tiap grup sudah siap dengan jaring dan alat pancing sederhana mereka.“3, 2, 1 mulai!!”Para pria langsung berlari mencari posisi yang memungkinkan ada banyak ikan di sana. Ada yang dalam satu grup berpencar di beberapa titik. Ada juga yang bergerombol pada satu tempat. Mereka semua punya cara masing-masing.Di bagian meja masak. Para wanita menunggu dengan cemas. Jantung mereka berdebar kencang menanti para pria di grupnya datang dengan tangkapan ikan yang bagus.“Semoga saja bukan belut, semoga saja bukan belut,,,” Jena berdo’a sambil mengepalkan tangannya. Ia berjongkok di sudut meja masak, terpisah dari 4 anggotanya yang sedang berdiskusi soal masakan apa yang harus mereka buat.“Tenang saja Jen, enggak akan ada belut di tepi pantai. Belut itu hidupnya di terumbu karang atau di bebatuan bawah la
Angin pantai masih terasa sama. Dingin, namun tetap terasa nyaman di pori-pori kulit. Entah ada apa dengan angin itu. Padahal, seharusnya dingin yang dibawanya bisa sampai menembus tulang. Memaksa orang yang merasakannya untuk meringkuk menggigil. Namun angin ini, malah terasa nyaman. Seperti hembusan angin sejuk di bawah kalpataru tua yang rindang.“Aku kenal dengannya saat kami sama-sama di OSIS,” Agra mulai bercerita setelah termenung meraih puing-puing kenangan yang berantakan di makan waktu.“Organisasi sekolah untuk siswa teladan dan pintar itu?” tanya Sagara.“Bukan, OSIS bukan untuk siswa seperti itu. Meski memang benar, banyak siswa yang pintar dan teladan masuk dalam organisasi itu. Tapi sejatinya, OSIS itu diperuntukkan untuk siswa yang ingin berbuat lebih, baik itu untuk sekolah atau pun untuk diri mereka masing-masing. Karena, OSIS itu dipenuhi banyak tanggung jawab yan
Pukul 6:30, Anita sudah bersiap dengan gaun dress sederhana dengan warna putih bersih. Sepatu hight-hill berwarna merah sudah menghiasi kaki indahnya. Rambutnya yang panjang, digulungnya dan di kucir dengan kucir cantik. Di depan cermin, usai ia menghias indah bibirnya dengan lipstik merah muda, Anita berkata. Aku siap.Dengan penuh rasa percaya diri dan gugup, ia merenggang menuju pintu. Bersiap keluar kamar dan menjemput Sagara.Di depan pintu milik orang paling berkuasa di DA.crop, Anita mengetuk pintu sebanyak 3 kali. Berharap, orang paling menyusahkan dalam hidupnya itu segera keluar karena acara temu kangen sudah mulai dari 30 menit lalu.Anita telat berangkat lantaran harus membeli baju dulu untuk acara ini. Karena dia tak membawa persiapan untuk menghadiri acara reuni.5 detik berla
Anita sudah bisa menghirup nafas lega usai keluar dari restoran hotel. Tadi hampir saja ia ketahuan oleh teman-teman SMA nya.Angin pantai berembus kuat menerpa tubuh ramping Anita. Menyibakkan rambutnya yang hitam legam dengan kuat. Membuat tatanan rambutnya yang rapi jadi sedikit terurai berantakan. Anita memegangi rambut kepalanya agar saat angin kembali berembus kencang, rambutnya tidak bertambah berantakan. Ia tak ingin penampilannya yang elegan jadi berkurang karena rambutnya berantakan.Sagara yang berjalan di samping Anita dengan memasang jarak 50 cm, memberikan topi yang ia pantai pada Anita.“Nih, biar rambut indahmu tetap terjaga cantik.” Kata Sagara.Anita hanya diam. Dirinya tidak menolak topi yang di berikan Sagara. Dia malah merapikan topi itu agar pas di kepalanya yang ukurannya lebih kecil dari ukuran topi Sagara.Mereka berdua berjalan-jalan di tepi
Anita sudah bisa menghirup nafas lega usai keluar dari restoran hotel. Tadi hampir saja ia ketahuan oleh teman-teman SMA nya.Angin pantai berembus kuat menerpa tubuh ramping Anita. Menyibakkan rambutnya yang hitam legam dengan kuat. Membuat tatanan rambutnya yang rapi jadi sedikit terurai berantakan. Anita memegangi rambut kepalanya agar saat angin kembali berembus kencang, rambutnya tidak bertambah berantakan. Ia tak ingin penampilannya yang elegan jadi berkurang karena rambutnya berantakan.Sagara yang berjalan di samping Anita dengan memasang jarak 50 cm, memberikan topi yang ia pantai pada Anita.“Nih, biar rambut indahmu tetap terjaga cantik.” Kata Sagara.Anita hanya diam. Dirinya tidak menolak topi yang di berikan Sagara. Dia malah merapikan topi itu agar pas di kepalany