แชร์

Secangkir Kopi Untuk CEO
Secangkir Kopi Untuk CEO
ผู้แต่ง: Pena Langit

Coklat

ผู้เขียน: Pena Langit
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2021-10-31 17:43:51

Angin malam berembus menerbangkan helai-helai rambut panjang Anita. Wanita cantik berusia 24 tahun yang memiliki rambut panjang dan sehitam malam. Suara langkah kaki bersepatu pantofel yang ia gunakan. Mengeluarkan bunyi khas setiap kakinya melangkah.

“Hah... hari ini aku capek sekali. Tanganku terasa mau patah dan kepala ku seperti mau pecah. Tiga minggu ini, benar-benar dua minggu yang sangat berat. Entah sampai kapan ini akan berakhir. Aku ingin liburan!” rengek Anita.

Wajah bening di setiap masuk ke kantor itu kini tampak lesu dan berantakan. Bahkan rambutnya yang selalu lembut dan lurus, kini sedikit kusut dan di abaikannya.

Handphone Anita tiba-tiba berdering dalam tas kantornya. Segera ia meraih handphone itu dan melihat siapa yang sedang menelepon. 

Wajah kesal Anita terlihat tatkala ia mengetahui siapa yang menelepon.

Tut! Anita menekan icon telepon berwarna hijau untuk menerima panggilan.

“Belum pulang lo?! Buruan kesini, aku sudah lapar nih,,,” tanya penelepon yang merupakan sahabatnya, bernama Cecilia.

Anita mendesis pelan. “Iya sabar, ini aku sudah mau sampek. Kamu pesan saja dulu. Biar pas aku datang, aku bisa langsung makan. Aku juga lapar banget soalnya. Sudah pingin makan orang!” seru Anita.

“Serem amat Bu! Ya sudah. Kalau gitu mau pesan apa?”

“Seperti biasanya saja,” jawab Anita agak sewot.

Orang lapar memang serem kalau lagi di tanya-tanya.

“Oke. Kamu cepat datang.”

“Iya-iya....” sahut Anita lalu mengakhiri panggilan.

Anita kembali menyimpan handphone-nya dalam tas kemudian melanjutkan langkahnya lebih cepat lagi. Perutnya sudah benar-benar minta di isi. Jika saja suara mobil yang sedang berlalu lalang tidak ada, mungkin perutnya yang berbunyi akan sering terdengar.

Kurang 50 meter lagi Anita sudah sampai di kafe tempat dirinya dan Cecilia janjian. Tapi saat hendak menyeberang jalan. Lampu rambu lalu lintas menunjukkan warna merah. Anita mau tak mau harus bersabar beberapa detik sampai warna lampu itu berubah hijau.

Sambil menunggu, Anita memasukkan dua tangannya di saku jaket. Hawa malam yang sedang dingin membuatnya mencari kehangatan. Dan saat tangannya masuk dalam saku. Ia merasakan ada sesuatu dalam saku jaketnya.

Anita mengeluarkan apa yang ada dalam kantong. Dan itu ternyata sebuah coklat yang di bungkus seperti permen.

Kening Anita mengerut. Ia lupa, bagaimana ada coklat dalam saku jaketnya. Dan beberapa saat mengingat, ia akhirnya dapat mengingatnya.

Ini coklat! Biar semangatmu meledak dan rasa capekmu hilang!” kata Pak Braham. Orang yang telah memberinya coklat saat melewati meja kerjanya. Dan beliau, merupakan Manajer di perusahaan tempatnya bekerja. Atau bisa di katakan atasannya. Karena posisi Anita saat ini adalah asisten manajer.

“Aku hampir lupa. Hari ini memang sibuk sekali sih. Jadi wajar,” kata Anita sambil memperhatikan coklat berbentuk bulat itu.

Mumpung ada coklat di saat perutnya kelaparan. Anita pun memutuskan untuk memakan coklat tersebut. Pikirnya, lumayan, bisa buat ganjal perut. Tapi Anita tidak tahu, jika coklat itu mengandung alkohol sebanyak 3 persen.

Anita lalu membuang bungkus coklat itu sembarangan. Kemudian kembali berjalan saat lampu rambu lalu lintas berubah warna menjadi hijau.

***

Wajah lesu Anita sedikit lebih cerah saat melihat Cecilia. Sudah lama mereka tak berkumpul. Makanya Anita cukup senang saat melihat Cecilia. Begitu pun sebaliknya.

Dua wanita yang belum juga menikah itu berpelukan lalu duduk dengan tenang.

Anita menarik nafasnya dalam-dalam saat melihat sepiring mie seafood porsi double di meja. Aroma mie goreng seafood yang lezat langsung menggetarkan perutnya.

“Wah.... kamu pesan ektra topeng ya?” todong Anita tak mampu menyembunyikan kebahagiaannya.

“Iya dong.... mumpung ada duit. Sudah ayo makan. Sudah enggak kuat nih perut!” kata Cecilia kemudian mengambil sejumput mie dengan garpu.

Anita yang juga sudah tak tahan dengan lambungnya yang berdemo, ikutan mengambil garpu dan makan. 

“Mie goreng seafood memang the best lah!” kata Anita usai menelan suapan pertamanya.

“Iya lah. Apalagi ekstra toping. Eh iya, kamu masih lembur hari ini? Apa tendernya belum selesai?” tanya Cecilia sambil tetap makan.

“Iya. Dan tendernya belum juga selesai. Masih ada beberapa hal yang harus dilakukan. Menyebalkan banget tahu enggak?! Lama-lama badanku remuk karena kerja 12 jam penuh,” jawab Anita.

Wajah Anita yang sudah tampak lebih cerah, kini kembali terlihat cemberut.

“Kau lihat, jari-jariku ini, bisa jadi jempol semua ini, tahu enggak? Banyak sekali dokumen yang harus aku ketik dan diisi. Bahkan tender ini lebih parah dari dua bulan yang lalu! Terlalu rumit! Harus nyiapin ini lah, itu lah. Pokoknya banyak kerjaan dan ribet!” lanjut Anita mengeluh dengan gusar.

Cecilia mendengarkan sahabatnya berkomat-kamit dengan tenang.

“Ya yang sabar lah Ant. Namanya juga kerja, kantoran lagi,” tandas Cecilia. “Apalagi posisimu kan asisten manajer. Pasti banyak banget yang harus di urus.”

Anita berdecak. Apa yang Cecilia katakan benar. TTugas seorang sisten manajer memang berat. Tapi apa iya harus seberat ini. Meski tak sering-sering dirinya bekerja sangat keras dan berat seperti ini. Tapi tetap saja,  saat ada tender besar masuk, kerjaannya jadi 5 kali lebih berat.

Anita yang merasa harus menumpahkan rasa kesalnya, terus berceloteh tentang pekerjaannya pada Cecilia. Ocehannya yang semakin tak karuan seiring wajahnya memerah dan cegukan, membuat 3 pria berjas yang duduk di meja di belakang mereka jadi terganggu dengan ocehan Anita yang seperti tak ada ujungnya.

“Sepertinya, kafe bukan tempat yang cocok untuk membicarakan bisnis dengan tenang,” kata salah satu pria berjas yang tampak berumur dengan kaca mata bulat yang melekat di matanya.

“Anda benar. Ini tempat yang ramai,” sahut salah satu dari mereka yang lebih tua. Bahkan sudah ada banyak uban di rambutnya.

Satu pria lagi bermata tajam dan berwajah dingin namun juga terlihat penuh karisma juga angkat bicara.

“Saya rasa tidak juga. Kita membicarakan proyek ini di sini, karena kemungkinan kita bisa menjalin hubungan lebih dekat sebagai perusahaan besar. Dan kafe ini, sebenarnya cukup tenang. Hanya saja,” pria berwajah dingin itu lalu melirik ke arah meja Anita. “Wanita itu terlalu berisik!”  lanjutnya.

Pria dengan wajah dingin itu lalu memanggil Anita. “Hei kamu?”

Anita yang merasa terpanggil menoleh. Matanya kini tampak sayup. 

“Apa? Siapa kau?” sahut Anita.

Pria itu tampak kesal dengan nada bicara Anita. Dua pria berjas yang lebih tua darinya memperhatikan tanpa berkomentar.

“Bisakah kau kecilkan suara sumbangmu itu?” kata pria berwajah dingin dengan nada yang tenang namun menjengkelkan.

Anita mengerutkan kening. Ia merasa terhina akan perkataannya.

Anita bangkit dari duduknya. Cecilia yang khawatir berusaha menghentikan Anita yang mulai terlihat aneh.

“Hei, Anita. Mau apa kau? Jangan buat masalah, kita memang terdengar paling berisik disini. Cepat minta maaf!” bisik Cecilia, lalu meminta maaf pada 3 pria itu untuk mewakili Anita.

Tapi Anita yang mulai mabuk, langsung bertingkah frontal.

“Kamu diam saja. Dia sudah mengatakan kalau suaraku sumbang. Enak saja, begini-begini waktu SD aku juara 1 menyanyi di acara lomba Agustusan. Jangan bilang seenaknya ya!” kata Anita sambil menuding.

Cecilia gerak cepat, ia menarik tangan Anita. Tapi lagi-lagi Anita menepis tangan Cecilia. Anita lalu berdiri di samping pria berwajah dingin itu. Tatapan keduanya bertemu.

Anita tersenyum setengah bibir lalu berkata. “Wajahmu, menyebalkan!”

Cecilia yang tak bisa berbuat banyak, berkomat-kamit cemas. Ia mengira sahabatnya ini jadi begini karena terlalu lelah bekerja.

“Hei, Ant. Kenapa kamu mengatakan itu! Kamu ini kenapa sih? Tiba-tiba bersikap aneh seperti orang teler saja! Ayo kita pulang saja. Kamu butuh istirahat lebih.” kata Cecilia cemas. Ia kemudian mengucapkan maaf untuk kedua kalinya. Dan berharap masalah ini tidak berbuntut panjang.

Tapi lagi-lagi Anita kembali menepis tangan Cecilia. Lalu memandang wajah pria dingin itu lebih dekat.

“Aku seperti pernah melihat wajahmu. Tapi di mana ya?” tanya Anita dengan kening mengerut tajam.

Untuk ke sekian kalinya, Cecilia menarik Anita agar kembali. Namun Anita lagi-lagi menepis tangan Cecilia. Beberapa pegawai kafe yang melihat dari kejauhan memperhatikan secara saksama. Mereka belum bisa bertindak karena Anita yang belum terlihat membuat kekacauan di mata mereka.

Ekor mata Anita melirik dua pria di samping. Kemudian bibirnya tersenyum penuh makna.

“Kalian pekerja kantoran juga ya ternyata. Apa kalian baru pulang bekerja dan berkumpul di sini untuk melepas stres setelah bekerja sangat keras seperti aku?”

Tiga pria itu hanya diam dan saling pandang. Sedang Cecilia panas dingin mendengar ucapan Anita yang tidak sopan. Di lihat secara sekilas. Cecilia seperti merasa kalau 3 pria berjas itu bukan orang sembarangan.

“Wah... kalian bekerja keras juga ya ternyata. Hahaha, apa bos kalian orangnya diktator?” Anita menggeleng dan berdecak beberapa kali.

“Kasihan sekali kalian. Tapi kita senasib! Di kantorku juga sama. CEO di tempatku bekerja, sangat gila kerja! Ia mencambuk pegawainya seperti mencambuk kuda pacuan! Bekerja seharian tak akan membuatnya merasa puas!”

“Tiga minggu ini, dia sudah menyuruh aku bekerja dengan sangat keras. Sampai aku sulit beranjak dari meja kerjaku. Bahkan untuk mengangkat bokongku untuk kentut saja sulit! Ini sangat menyebalkan! Hari minggu kemarin pun aku juga masih diminta bekerja. Dasar CEO itu! Aku sampai tidak habis pikir kenapa bisa perusahaan tempatku bekerja memperkerjakannya. Sudah tidak pernah menyapa karyawannya. Selalu bersikap dingin dan cuek! Apa orang seperti mayat hidup itu pantas menjadi CEO?”

“Huh! Sayangnya aku jarang bertemu dengannya. Kalian tahu kenapa?”

Tiga pria berjas itu tetap diam sambil menatap Anita. Bedanya, pria berwajah dingin, menatap Anita agak kesal karena kata-kata Anita seperti menyinggung dirinya. Sedang dua pria berjas lainnya mendengarkan dengan tenang. Malah keduanya merasa kasihan sekaligus agak terhibur dengan kejujuran Anita.

Sambil tertawa kecil Anita menjelaskan. “Karena dia gila kerja. Dia sangat cinta pada pekerjaannya. Sampai-sampai datang ke kantor pagi buta. Dia memang gila. Kalau saja aku bertemu dengannya, aku ingin sekali memakinya sampai telinganya berdarah,” tandas Anita.

Dua pria berjas itu sampai melebarkan matanya karena terlalu kagum akan pemilihan kata umpatan Anita yang luar biasa.

“Wah, kamu pasti mengalami hari-hari yang menyebalkan di kantormu. Kalau boleh tahu, kamu bekerja di perusahaan apa?” tanya pria berjas yang paling tua dengan penuh penasaran.

“DA.crop!” jawab Anita singkat.

Mata pria berwajah dingin itu menajam dan langsung menatap Anita. Tatapannya seperti ingin menerkam Anita saat ini juga. Sedang dua pria berjas lain juga terkejut. Tapi keduanya lalu tertawa kecil. Mereka berdua kini tahu siapa yang di bicarakan Anita.

“Lalu siapa nama CEO perusahaanmu itu?” tanya pria berkaca mata untuk memastikan dugaan mereka yang sebenarnya tidak perlu lagi di tanyakan. Karena CEO dari perusahaan yang disebut Anita, sudah ada di sini.

“Namanya Sagara. Nama yang jelek bukan? Aku harap kalian tidak muntah atau tertawa setelah mendengar nama itu. Karena aku sendiri begitu muak untuk menyebut namanya itu!”

Pria berwajah dingin itu lalu berdiri dan mengancingkan kembali kancing jasnya.

“Untuk pertemuan kali ini. Sampai di sini saja dulu. Besok siang, saya akan menghubungi kalian untuk melanjutkan pembicaraan kita. Permisi,” pria berwajah dingin itu lalu berlalu terlebih dahulu tanpa berkata apa-apa lagi.

“Wah, si wajah menyebalkan itu kenapa pergi dengan kesal. Apa dia kena marah bosnya?” tanya Anita.

“Tidak. Tapi sepertinya, besok kamu akan mendapatkan masalah yang cukup besar,” jawab pria berkaca mata lalu ikut beranjak juga bersama pria yang paling tua.

Anita memiringkan kepalanya, tidak mengerti maksud perkataan pria berjas itu. Tapi Anita masa bodoh dan kembali ke mejanya.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Secangkir Kopi Untuk CEO    Nasib Anita (bagian 1)

    Anita ke kantor seperti biasanya. Ia pergi naik bus kota. Sarapan dengan 3 lapis roti tawar campur susu putih seperti biasa. Dan berdandan ala kadarnya seperti biasa. Yang membedakan hanya satu, dia bangun dari tidur dengan kepala yang agak pening. Dan sulit mengingat kejadian di kafe. Yang ia ingat terakhir, hanya curhatannya pada sahabatnya, Cecilia.“Pagi, Pak?” sapa Anita pada pak Budi saat memasuki lobi.“Pagi juga, Bu,” sahut pak Budi. Satpam yang bertugas di lobi.Anita berjalan dengan elegan. Langkahnya yang bersepatu pantofel menarik banyak mata. Dan saat mereka yang melihat tahu kalau itu Anita. Banyak yang memberi jalan agar Anita bisa berjalan dan masuk ke dalam lift terlebih dahulu. Mereka juga menyapa Ani

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-10-31
  • Secangkir Kopi Untuk CEO    Nasib Anita (bagian 2)

    Anita memesan nasi campur dan es jeruk untuk menu makan siangnya di kantin kantor.“Ini, Bu. Silakan,” ucap seorang pramusaji wanita yang usianya hampir sepantaran dengan Anita.Anita yang tampak muram jadi kian muram karena panggilan pramusaji kantin itu padanya.“Ina, bukannya sudah aku kasih tahu untuk tak memanggilku seperti itu? Aku belum cukup tua untuk kau panggil seperti itu!” protes Anita.“Maaf kak,,, tapi jabatan kakak yang tinggi itu membuatku harus memanggil seperti itu,” kilah Ina sambil tersenyum lebar.“Jabatan itu hanya di saat jam kerja, se

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-10-31
  • Secangkir Kopi Untuk CEO    Hari Pertama Menjadi OB (bagian 1)

    “A-apa?! Jadi dia CEO di perusahaan tempatmu bekerja?” pekik Cecilia begitu terkejut saat mendengar cerita Anita. Wanita cantik dengan tubuh ideal dan rambut panjang sepinggang yang selalu memakai sebuah bando berwarna merah itu sudah merasakan firasat buruk saat Anita mengoceh di depan 3 pria berjas kemarin. Apalagi saat melihat wajah kesal pria berwajah dingin yang sekarang ia ketahui bernama Sagara itu.Anita tersenyum kecut melihat reaksi Cecilia setelah dirinya bercerita mengenai dirinya yang dipindah tugaskan dari asisten manajer menjadi OB pribadi.“Sungguh sial nasibku, bukan? Tapi mau bagaimana lagi. Nasi sudah terlanjur menjadi bubur. Ya, walaupun mungkin besok menjadi hari yang berat, tapi paling tidak aku masih ada pekerjaan untuk memenuhi kehidupanku,” ujar Anita menghibur diri

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-10-31
  • Secangkir Kopi Untuk CEO    Hari Pertama Menjadi OB (bagian 2)

    Pukul 7:55 pagi. Dari arah pintu masuk kantor, Anita berlari sambil memeluk sebuah tas seharga ninja 250cc. Beberapa orang yang juga hendak masuk ke kantor, di serobotnya.“Maaf,,, permisi, permisi,,,” ucapnya saat menyerobot beberapa karyawan yang berjalan santai di depannya.Beberapa pegawai yang di serobot secara tidak sopan menjadi geram. Namun saat mereka tahu orang yang menyerobot adalah Anita, mereka malah cepat-cepat memberi jalan sekaligus memberi salam.“Pagi, Bu,,,” ucap beberapa dari mereka dengan penuh hormat.Tak ada yang tidak menyapa Anita. Satpam yang berjaga pun juga melepas senyumnya untuk Anita.

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-10-31
  • Secangkir Kopi Untuk CEO    Aneka Kopi Untuk Sagara (bagian 1)

    Anita sedang berdiri di depan meja pantri sambil melihat satu persatu jenis kopi hitam yang di belinya kemarin sepulang kerja. Ada sekitar 7 merek kopi yang ia beli. Ia melihat kopi-kopi itu dengan saksama, sambil memikirkan kopi mana yang akan ia buat terlebih dahulu.“Waduh mau jualan nih Bu ceritanya?” sapa Jaka menghampiri Anita sambil cengengesan.Jaka baru saja menyelesaikan tugasnya mengisi galon air di lantai 25 sampai 29. Dan kini sedang istirahat sejenak untuk mengatur kembali nafasnya.“Bisa di bilang seperti itu,” jawab Anita tanpa melirik Jaka yang berdiri disampingnya.Jaka beranjak menjauh dan duduk kembali di kursi sofa yang

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-11-15
  • Secangkir Kopi Untuk CEO    Aneka Kopi Untuk Sagara (bagian 2)

    Anita mulai menyajikan satu demi satu kopi yang iya beli. Mulai dari Moccacino,“Silakan Pak,,,” dengan senyum lebar.Lalu Cappuccino,“Selamat menikmati, Pak,,,” senyum merekah.Lanjut ke kopi hitam dengan kombinasi gula aren,“Semoga Bapak suka,” masih dengan senyum.Lalu kopi Gajah,“,,,,” hanya senyumDan yang terakhir kopi Ekspresso.“Se-la-mat me-nik-ma-ti Pak,” dengan senyum lebar yang di kombinasikan dengan wajah mengerut menahan amarah.Dan dari semua jenis kopi yang menghabiskan gaji hariannya menjadi OB. Tak ada satu kopi pun yang di teguk habis oleh Sagara. Semua cuma di minum seteguk-seteguk.Jaka, Bu Ida dan Lendra yang sedang di pantri merasakan aura mematikan dari arah Anita

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-11-15
  • Secangkir Kopi Untuk CEO    Si Menjengkelkan (bagian 1)

    Dalam kamar yang sepi dan sendiri, Anita duduk bersandar pada tembok kamarnya. Laptop yang baru ia beli 3 bulan lalu, yang tergeletak di antara rak buku dan gelas pensil, dipandangnya muram.“Haahh.... Padahal baru saja kau aku beli dengan susah payah. Sampai-sampai aku tidak beli stok jajan bulanan hanya agar aku bisa segera membelimu. Tapi kini kau malah hanya tergeletak di sana tanpa melakukan apa-apa,” kata Anita merasa kecewa.Masih dalam ketermenungan, Anita kembali berpikir tentang semua usaha dan pencapaian yang ia lalui selama bekerja di DA.crop. Semua jerih payah dan pengorbanan yang ia lakukan, kini terasa bagai mimpi yang hanya lewat dalam pikirannya. Semua kenyataan yang beberapa waktu lalu ia rasakan begitu nyata. Kini terasa begitu semu dan menyedihkan.&

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-11-15
  • Secangkir Kopi Untuk CEO    Si Menjengkelkan (bagian 2)

    Pagi hari, di kantor. Sagara sedang memeriksa beberapa dokumen penting di atas mejanya yang kemarin sempat tertunda. Ia membaca dokumen-dokumen itu dengan teliti dan penuh konsentrasi. Namun konsentrasinya menjadi pecah saat ia mulai menyadari bahwa sudah lebih dari 10 menit Anita berdiri sambil memandanginya.“Ada apa kau melihatku seperti itu terus? Aku tahu aku sangat tampan. Tapi bukan berarti kamu boleh melihatku selama hampir 15 menit tanpa berpaling,” seloroh Sagara yang seketika membuyarkan tatapan kasihan Anita padanya.Sejak pagi Anita tak henti memikirkan kondisi hati Sagara. Anita yang pernah merasakan putus cinta tentu merasa prihatin dengan Sagara. Namun rasa prihatinnya seketika melebur saat Sagara melontarkan kata-kata yang mampu membuat urat kesal Anita muncul ke permukaan kulit kepala

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-11-15

บทล่าสุด

  • Secangkir Kopi Untuk CEO    Salam Perpisahan

    Perlombaan berpasangan, akhirnya berakhir. Semua pasang telinga mendengar dengan saksama hasil akhir yang sudah 10 grup atau pasangan itu kumpulkan dari 4 perlombaan.Pada posisi pertama, masih di kuasai oleh Rahma dan Putra. Mereka memimpin dengan 8 poin. Posisi ke dua di isi oleh Sagara dan Anita dengan 6 poin. Dan di posisi ketiga di tempati oleh pasangan Kena dan Toni dengan 5 poin.7 pasangan yang berada di bawah 3 besar harus bersiap menerima hukuman. Astrid yang paling sebal dengan hukuman. Karena pada pertandingan meniru gerakan estafet, dia sudah mendapatkannya. Jadi mendapatkan hukuman kedua, ia rasa itu sangat menyebalkan.Matahari sudah semakin turun bersiap meninggalkan takhtanya yang ia pertahankan seharian penuh. Rembulan di ufuk timur sedikit condong ke selatan sudah terlihat walau masih samar-samar.Di atas panggung Soni mengumumkan beberapa hal. Pertama, tak ada hukuman dalam perlom

  • Secangkir Kopi Untuk CEO    Pasangan Terbaik (bagian 3)

    Perlombaan kedua langsung di mulai usai penilaian potret foto mesra selesai. Untuk perlombaan selanjutnya adalah tebak kata.Dalam perlombaan ini pria akan bertugas menebak apa yang pasangan wanitanya peragakan. Ada 3 kata yang harus mereka tebak dengan benar. Dan waktu perlombaan berlangsung selama 1 menit.“Kita harus menang. Aku yakin kamu pasti bisa,” ucap Sagara menyemangati Anita.“Tentu saja aku bisa. Tinggal Bapak sendiri, apa bisa menebaknya dengan benar atau tidak,” balas Anita.Perlombaan di mulai secara bergantian. Karena nomor pendaftaran Sagara dan Anita berada di akhir, jadi mereka akan kebagian nomor urut belakangan.Perlombaan tebak kata berlangsung dengan meriah. Gerakan meragakan kata yang di lakukan

  • Secangkir Kopi Untuk CEO    Pasangan Terbaik (bagian 2)

    Di bawah pohon kelapa yang menyerong ke arah pantai, Anita dan Cecilia duduk manis sambil memandang jauh ke arah panggung. Di atas panggung sana, beberapa peserta sedang mendaftar.“Yang ikut enggak terlalu banyak. Seharusnya enggak perlu limit peserta. Jadi biar rame,” kata Cecilia.“Di beri batas 10 grup sudah cukup banyak sih menurutku. Biar enggak lama-lama juga.”Soni kembali memegang mikrofonnya usai menerima daftar peserta yang akan ikut lomba.“Oke sebelum kita mulai perlombaannya, saya akan menjelaskan kembali jenis-jenis perlombaan yang akan di gelar. Pertama, lomba foto mesra. Kedua lomba lari gendong. Tiga lomba merias wajah pasangan. Dan empat lomba tebak kata. Untuk lomba kelima, yang pecah semangka enggak jadi ya. Semangkanya belum musim soalnya,” terang Soni.“Dan untuk peserta yang ikut serta, akan saya absen. Nanti waktu

  • Secangkir Kopi Untuk CEO    Pasangan Terbaik (bagian 1)

    Lomba masak berlangsung sengit. Semua peserta berusaha sebaik mungkin untuk menyelesaikan masakan mereka dengan baik. Bahkan grup dua yang di ketuai oleh Alexa sudah mulai bisa mengejar ketertinggalan.Priittt priittt priiiitttt!!!!Waktu memasak telah usai. Semua peserta di minta untuk menyajikan masakan mereka ke depan dan di letakkan pada sebuah meja yang telah disiapkan. Anita dan Cecilia bertugas membawa masakan mereka sebagai perwakilan grup.Pada grup 1 di wakilkan oleh Astrid dan Desi. Pada grup 3 di wakilkan oleh Dewi dan Susi. Mereka semua membawa makanan yang mereka masak dengan sangat hati-hati. Sangat tidak lucu jika sampai makanan yang mereka bawa jatuh sebelum di cicipi.Di meja juri sudah ada Soni, Agus dan Agra. Ini lah salah satu alasan mengapa Agra tidak ikut pertandingan sesi kedua ini. Lantaran dirinya di minta Soni untuk menjadi juri.

  • Secangkir Kopi Untuk CEO    Kisah Agra Dan Anita (bagian 4)

    Perlombaan grup campuran dimulai. 5 pria dari tiap grup sudah siap dengan jaring dan alat pancing sederhana mereka.“3, 2, 1 mulai!!”Para pria langsung berlari mencari posisi yang memungkinkan ada banyak ikan di sana. Ada yang dalam satu grup berpencar di beberapa titik. Ada juga yang bergerombol pada satu tempat. Mereka semua punya cara masing-masing.Di bagian meja masak. Para wanita menunggu dengan cemas. Jantung mereka berdebar kencang menanti para pria di grupnya datang dengan tangkapan ikan yang bagus.“Semoga saja bukan belut, semoga saja bukan belut,,,” Jena berdo’a sambil mengepalkan tangannya. Ia berjongkok di sudut meja masak, terpisah dari 4 anggotanya yang sedang berdiskusi soal masakan apa yang harus mereka buat.“Tenang saja Jen, enggak akan ada belut di tepi pantai. Belut itu hidupnya di terumbu karang atau di bebatuan bawah la

  • Secangkir Kopi Untuk CEO    Kisah Agra Dan Anita (bagian 3)

    Angin pantai masih terasa sama. Dingin, namun tetap terasa nyaman di pori-pori kulit. Entah ada apa dengan angin itu. Padahal, seharusnya dingin yang dibawanya bisa sampai menembus tulang. Memaksa orang yang merasakannya untuk meringkuk menggigil. Namun angin ini, malah terasa nyaman. Seperti hembusan angin sejuk di bawah kalpataru tua yang rindang.“Aku kenal dengannya saat kami sama-sama di OSIS,” Agra mulai bercerita setelah termenung meraih puing-puing kenangan yang berantakan di makan waktu.“Organisasi sekolah untuk siswa teladan dan pintar itu?” tanya Sagara.“Bukan, OSIS bukan untuk siswa seperti itu. Meski memang benar, banyak siswa yang pintar dan teladan masuk dalam organisasi itu. Tapi sejatinya, OSIS itu diperuntukkan untuk siswa yang ingin berbuat lebih, baik itu untuk sekolah atau pun untuk diri mereka masing-masing. Karena, OSIS itu dipenuhi banyak tanggung jawab yan

  • Secangkir Kopi Untuk CEO    Kisah Agra Dan Anita (bagian 2)

    Pukul 6:30, Anita sudah bersiap dengan gaun dress sederhana dengan warna putih bersih. Sepatu hight-hill berwarna merah sudah menghiasi kaki indahnya. Rambutnya yang panjang, digulungnya dan di kucir dengan kucir cantik. Di depan cermin, usai ia menghias indah bibirnya dengan lipstik merah muda, Anita berkata. Aku siap.Dengan penuh rasa percaya diri dan gugup, ia merenggang menuju pintu. Bersiap keluar kamar dan menjemput Sagara.Di depan pintu milik orang paling berkuasa di DA.crop, Anita mengetuk pintu sebanyak 3 kali. Berharap, orang paling menyusahkan dalam hidupnya itu segera keluar karena acara temu kangen sudah mulai dari 30 menit lalu.Anita telat berangkat lantaran harus membeli baju dulu untuk acara ini. Karena dia tak membawa persiapan untuk menghadiri acara reuni.5 detik berla

  • Secangkir Kopi Untuk CEO    Kisah Agra Dan Anita

    Anita sudah bisa menghirup nafas lega usai keluar dari restoran hotel. Tadi hampir saja ia ketahuan oleh teman-teman SMA nya.Angin pantai berembus kuat menerpa tubuh ramping Anita. Menyibakkan rambutnya yang hitam legam dengan kuat. Membuat tatanan rambutnya yang rapi jadi sedikit terurai berantakan. Anita memegangi rambut kepalanya agar saat angin kembali berembus kencang, rambutnya tidak bertambah berantakan. Ia tak ingin penampilannya yang elegan jadi berkurang karena rambutnya berantakan.Sagara yang berjalan di samping Anita dengan memasang jarak 50 cm, memberikan topi yang ia pantai pada Anita.“Nih, biar rambut indahmu tetap terjaga cantik.” Kata Sagara.Anita hanya diam. Dirinya tidak menolak topi yang di berikan Sagara. Dia malah merapikan topi itu agar pas di kepalanya yang ukurannya lebih kecil dari ukuran topi Sagara.Mereka berdua berjalan-jalan di tepi

  • Secangkir Kopi Untuk CEO    Hotel Sanur (bagian 3)

    Anita sudah bisa menghirup nafas lega usai keluar dari restoran hotel. Tadi hampir saja ia ketahuan oleh teman-teman SMA nya.Angin pantai berembus kuat menerpa tubuh ramping Anita. Menyibakkan rambutnya yang hitam legam dengan kuat. Membuat tatanan rambutnya yang rapi jadi sedikit terurai berantakan. Anita memegangi rambut kepalanya agar saat angin kembali berembus kencang, rambutnya tidak bertambah berantakan. Ia tak ingin penampilannya yang elegan jadi berkurang karena rambutnya berantakan.Sagara yang berjalan di samping Anita dengan memasang jarak 50 cm, memberikan topi yang ia pantai pada Anita.“Nih, biar rambut indahmu tetap terjaga cantik.” Kata Sagara.Anita hanya diam. Dirinya tidak menolak topi yang di berikan Sagara. Dia malah merapikan topi itu agar pas di kepalany

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status