#MPSPart 66 Keputusan Mas Abdullah "Mas ada rencana lain. Nanti sampai rumah Mas kasih tau," tambah mas Abdullah. Aku pun hanya bisa mengiyakan perkataan suamiku itu. Mungkin saja dugaannya memang benar karena aku juga merasa demikian. Namun, rencana yang ia maksudkan aku masih tak bisa menerkanya, lantaran keputusan mas Abdullah untuk tidak lagi ikut campur dalam urusan ini. Ah, benar-benar merumitkan. ***Baru saja memasuki rumah, mas Abdullah langsung menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tamu. Ia tampak amat sumringah. Hal ini lah yang membuatku keheranan karena sebelumnya suamiku itu terlihat penuh tekanan saat masih di rumah bu Darmi. "Kamu baik-baik aja 'kan Mas?" dengan hati-hati aku bertanya pada suamiku. Takut ia tersinggung. Mas Abdullah menoleh kearahku. Bukannya menjawab pertanyaanku ia malah memberikan isyarat kepadaku untuk duduk di sebelahnya. "Kamu kenapa sih, Mas?" tanyaku lagi setelah menuruti keinginannya. "Aku baik-baik aja, kok sayang. Kamu tenang aja," uj
#MPSPart 67 Di Rumah Umi"Mas itu sebenarnya .... "Mendengar mas Abdullah mulai berbicara aku kembali bersemangat untuk menyimaknya lagi. Mungkin suamiku itu sudah menyadari kalau istrinya ini mulai tak enak dipandang karena menunjukkan wajah cemberutnya. Duh, aku jadi semakin penasaran dengan jawaban mas Abdullah. "Lanjut, Mas!" pekikku dalam hati. Sayang belum sempat mas Abdullah melanjutkan perkataannya tiba-tiba saja ponselku berdering. Ternyata umi yang menelepon dan mengabarkan jika kami harus segera ke rumah beliau karena Alsa sudah saatnya menyusu kembali. "Yaudah, ayo!" mas Abdullah bangkit dari duduknya. Tanpa bersuara aku pun mengikuti langkah mas Abdullah yang sudah berjalan. Kalau memang sudah urusan anak, suamiku itu pasti akan bergegas lebih cepat dariku. ***Setelah aku selesai menyusui Alsa dan menidurkannya kembali aku pun bergabung dengan umi dan mas Abdullah yang berada di ruang tengah. Ternyata kedua orang yang ku sayangi ini tengah membahas tentang masalah
#MPSPart 68 Keberadaan RosiMendengar kabar ini tentu saja orang yang pertama kali ku minta pertimbangan adalah mas Abdullah. Karena dia suamiku dan berhak menentukan apakah kami akan ikut mendatangi Rosi atau tidak. Meski dalam hati aku yakin kalau suamiku itu tidak akan menyetujui permintaan keluarga bu Darmi tersebut. Mengingat belum seharian mas Abdullah menyatakan untuk tidak ikut campur dan membiarkan keluarga bu Darmi untuk berusaha sendiri. "Memangnya Rosi dimana sekarang?" tanya mas Abdullah padaku yang lalu ku sampaikan pada Rumi yang masih tersambung di seberang telepon. Mendengar mas Abdullah melontarkan pertanyaan demikian entah mengapa tiba-tiba harapanku agar suamiku itu mengubah keputusannya kembali muncul. Apalagi saat ini kami mendapatkan petunjuk baru tentang Rosi berada. "Kantor polisi, Mas," kataku setelah mendapatkan jawaban dari Rumi yang seketika membuat mas Abdullah dan umi terkejut sama hal nya dengan diriku."Sejak tiba di kantor polisi, Rosi lebih banya
#MPSPart 69 Kabar dari Rumi"Mas, bolehkah aku bertanya sesuatu?" aku meletakkan secangkir teh di atas meja yang berada diantara tempat dudukku dengan mas Abdullah. Di sore hari yang amat cerah ini aku mencoba memberanikan diri untuk bertanya lebih lanjut mengenai perubahan sikap suamiku itu terhadap keluarga bu Darmi."Tanya apa sayang?" ucap mas Abdullah setelah menyeruput tehnya. Sejujurnya aku sedikit ragu untuk menanyakan hal ini, tetapi rasa penasaranku bagitu tak tertahankan apalagi sudah lewat beberapa hari dari keberadaan Rosi ditemukan aku sama sekali belum mendapatkan kabar lagi. "Katanya mau nanya, kok, malah diem." Aku sedikit terkejut mendengar ucapan suamiku barusan. Aku tersenyum tipis dan mencoba mengatur napasku. Dengan perasaan ragu aku mencoba membuka suara. "Mas, kenapa berubah?"Mendengar pertanyaanku yang hanya dua kata itu pun seketika membuat mas Abdullah terdiam. Lalu menoleh kearahku dan membiarkan ponselnya di atas meja begitu saja. Tak hanya itu, mas
#MPSPart 70 Menemui RosiKalau sudah begini, jangankan meminta izin untuk pergi, sekedar menyapa pun rasanya aku tak berani. Dan aku semakin merasa kebingungan dengan sikap yang ditunjukkan suamiku itu. Sampai-sampai aku berpikir mungkinkah suamiku itu diganggu oleh makhluk tak kasat mata? "Mas Abdullah," lirihku. "Mas udah dengar semuanya," ucap mas Abdullah lalu berjalan mendekatiku. Entah mengapa tahu-tahu jatungku berdetak lebih cepat dari biasanya disaat wajahku berhadapan dengan suamiku sendiri. Rasa pesimis akan mendapatkan izin untuk menemui Rosi pun semakin terasa nyata karena sikap suamiku ini. "Kamu boleh pergi."Seketika senyumku mengembang saat mendengar ucapan mas Abdullah barusan. Benar-benar tak menyangka jika suamiku yang beberapa hari ke belakang terlihat menghindari keluarga bu Darmi, kini memberikanku izin untuk ke rumahnya. Tak hanya sebuah izin yang ku dapatkan, melainkan mas Abdullah juga akan ikut bersamaku pergi ke rumah bu Darmi. Aku merasa semakin sena
#MPSPart 71 Pengakuan Rosi"Merebutkan gimana maksudmu?" sela ku. Karena selama ini yang ku tahu semua anggota keluarganya itu ikut khawatir terhadap dirinya yang dikarenakan perubahan sikapnya itu. Ditambah kepergiannya yang begitu saja. Bukan merebutkan seperti yang ia katakan. "Sebenarnya mas Tama dan ibu itu .... " Aku semakin penasaran saat Rosi kembali berbicara dan menyebut nama ibu dan kakaknya sendiri. Ada apa dengan mereka berdua? "Mereka saling merebutkan aku karena aku tahu mereka punya tujuan masing-masing, Mbak," ucap Rosi lalu kembali menundukkan kepalanya. "Tujuan? Maksud kamu?" tanyaku. Rosi mengangkat kepalanya dan menatapku. Lalu menjelaskan kembali apa yang sebenarnya terjadi.Sedikit demi sedikit aku pun mulai memahami mengapa mantan ibu mertuaku itu sangat menginginkan anak bungsunya ini. Dimana hal ini ada kaitannya dengan diriku sendiri. Mengingat aku dan Rosi terbilang dekat meskipun jarang berkomunikasi. Ya, Rosi bersaksi jika ibunya mempunyai tujuan
#MPSPart 72 Pengakuan Rosi 2"Kenapa kamu gak bilang dari awal?" tanyaku. Karena menurutku jika bu Darmi memiliki tujuan demikian dan Rosi tahu itu bukankah seharusnya ia mengatakannya lebih awal? Kenapa harus berbelit-belit seperti ini. Ditambah lagi, jika bu Darmi menginginkanku mengapa setiap kali ia menemuiku untuk membicarakan masalah Rosi, Preti selalu ikut. Apa mungkin Preti tak tahu skenario yang dibuat ibu mertuanya? "Kenapa Ros?" desakku saat Rosi malah memilih membungkam mulutnya kembali. Rosi menatapku dengan raut wajah yang agak ragu. Meski begitu secara pelan-pelan ia pun mulai bercerita lagi. Rosi menjelaskan kalau sebenarnya ia ingin mengatakannya sejak awal. Tepatnya saat dimana kami bertemu di taman waktu itu. Tetapi ia ragu mengatakannya lantaran ia takut jika diriku tak mempercayai perkataannya.Apalagi hal tersebut berkaitan dengan keluarganya sendiri dimana selama ini keluarga bu Darmi dikenal sudah banyak melakukan perubahan lebih baik setelah bermasalah de
#MPSPart 73 Keputusan Mas Abdullah Karena dilain sisi Rosi sendiri tak ingin melibatkan surat perjanjian antara dirinya dan ibunya jika kejahatan ibunya diketahui semua orang. Selain itu, ia juga memintaku untuk tidak mengatakannya lebih dulu tentang perubahan sikapnya ini terhadap ibunya. Ia takut jika ibunya akan berbuat yang tidak-tidak terhadapnya. "Rosi Rosi," kataku pelan sambil menggelengkan kepala saat melangkah keluar dari kamar Rosi. ***Sesampainya di rumah, ku jelaskan semuanya pada mas Abdullah tentang pembicaraanku pada Rosi tadi. Selain itu aku juga meminta nasihat pada suamiku itu untuk bagaimana aku harus bertindak selanjutnya. Mengingat permintaan Rosi yang amat membuatku bimbang. "Susah ini, sayang. Anak orang soalnya dan kita bener-bener gak ada hak buat bawa Rosi pergi," kata mas Abdullah. Mendengar respon suamiku itu mendadak membuatku lemas dan rasa pesimis kembali menyelimuti. Memang benar apa yang dikatakan mas Abdullah, tak mungkin kami membawa pergi an
#MPSPart 80 Last ChapterKu alihkan pandanganku pada kedua orang tuaku. "Abah dan umi yang menyarankan Rosi untuk masuk pondok ya?"Mendengar pertanyaanku abah dan umi malah saling melempar senyum dengan ekspresi wajah yang aku tak bisa memahaminya. Kalau pun memang mereka yang menyarankan Rosi untuk pergi ke pondok, mengapa hal itu harus disembunyikan dariku? Sebegitu besarkah mereka menginginkanku untuk benar-benar menjauhi Rosi? Atau adakah hal lain yang disembunyikan oleh kedua orang tuaku itu?"Abah dan umi gak cuman menyarankan, Mbak. Beliau juga yang memasukanku ke sana dan membiayai kebutuhanku selama di pondok," ujar Rosi lagi. "Tepatnya abah patungan sama Tama. Jadi Tama dan istrinya juga ada andil soal biaya pondok juga kebutuhan Rosi," sela abah yang membuatku menoleh kearahnya. "Terus kenapa selama ini abah gak bilang sama aku?" tanyaku penasaran. Di titik ini aku merasa sedikit kecewa dengan keputusan abah yang tidak memberitahukanku tentang Rosi. Malah yang ada beli
#MPSPart 79 Pertemuan Setelah Satu TahunKetakutanku semakin menjadi-jadi ketika mas Abdullah sudah turun dari mobilnya dan melihat keberadaan Tama dan Rumi yang sudah berdiri di dekatku. Jatungku mendadak berdegup kencang berharap semuanya baik-baik saja dan tidak ada keributan sama sekali. Dan saat mas Abdullah sudah berhadapan dengan Tama dan Rumi, hal yang tak ku sangka-sangka pun terjadi. Ya, aku melihat mas Abdullah yang tampak ramah dan biasa saja terhadap Rumi juga suaminya. Bukan di situ saja, aku juga dikejutkan dengan kedatangan abah yang tiba-tiba pulang padahal masih di jam kerja. "Sudah datang semua?" tanya abah yang juga tampak biasa saja. Aku semakin bingung melihat sikap mas Abdullah dan abah yang seperti ini. Meskipun dilain sisi aku juga merasa senang lantaran kedua orang yang ku sayangi itu seperti sudah tak ada lagi rasa benci terhadap anak dan menantu dari bu Darmi tersebut. "Abah? Mas?" ku lihat wajah abah dan suamiku secara bergantian. Mas Abdullah dan a
#MPSPart 79 Bertemu KembaliKu lihat wajah umi yang sudah kembali normal. "Fira gak salah dengar 'kan?" tanyaku pada umi. "Selesai sarapan terus siap-siap. Ikut umi pergi," kata umi lalu melanjutkan lagi aktivitasnya. Seperti akan mendapatkan sebuah jawaban dari rasa penasaranku, aku pun dengan hati yang senang lantas mengikuti langkah umi dengan bersemangat. ***"Kenapa kita ke sini, Mi?" tanyaku keheranan. Sebab ternyata umi mengajakku ke rumah bu Darmi yang masih sepi. Entah apa alasan yang mendasari ibuku itu membawaku kembali ke tempat yang bagiku pernah memiliki kenangan pahit terhadapnya. "Sebentar, ya," kata umi. Umi pun mengetuk pintu utama rumah ini. Dan beberapa detik kemudian pintu pun terbuka. Aku cukup terkejut ketika mengetahui Rumi yang keluar dari rumah tersebut. Ia tampak masih seperti dulu dan keadaannya juga terlihat lebih baik. "Ya Allah, mbak Fira?" Rumi tampak terkejut ketika melihat diriku yang berdiri di hadapannya. "Kamu sehat, Mbak?" Rumi memelukk
#MPSPart 78 Satu Tahun BerlaluPanggilan telepon pun berakhir. Dan sayangnya sampai di detik terakhir panggilan tersebut aku belum sempat mendengar suara Rosi lantaran kata Rumi ia sudah tertidur setelah lelah menangis karena kepergianku tadi. Mendengar hal itu entah mengapa tiba-tiba kedua mataku berkaca-kaca. Sungguh, rasa bersalah mendadak menguncang batinku. "Rosi, semoga kamu selalu baik-baik saja ya," batinku dengan rasa sakit yang teramat dalam. ***Beberapa hari berlalu dan aku tak lagi mendengar kabar tentang keluarga bu Darmi termasuk bagaimana keadaan Rosi. Baik diriku ataupun Rumi pun sama sekali tak saling memberi kabar yang berkaitan dengan Rosi. Selain saran dari abah beberapa waktu yang lalu, mas Abdullah juga dengan tegas memintaku untuk benar-benar berhenti menghubungi Rosi. Bahkan sekedar bertanya pada tetangga atau mencari tahu melalui media sosial pun tak diperbolehkannya. Meski berat namun aku juga tak punya kuasa apa-apa. Aku hanya bisa menurut apa yang su
#MPSPart 76 Saran dari Abah"Kita gak perlu pengakuan, Mas!" sergah tama yang membuatku dan lainnya menoleh kearahnya. "Langsung laporkan saja!" tandasnya lagi. Mendengar hal itu spontan mataku menoleh kearah bu Darmi yang tercengang melihat sikap anaknya itu. Dalam hati aku berkata, "kalah sudah kamu, Bu!""Gak!" bu Darmi beranjak dari tempat duduknya. "Tama, jangan jadi anak durhaka kamu!" tunjuk bu Darmi pada anak keduanya itu dengan mata melotot yang amat menyeramkan. Lalu jari telunjuk bu Darmi berubah kearahku dan mas Abdullah. "Dan kalian, pergi dari rumahku sekarang! Pergi!" usir bu Darmi tanpa ampun untuk kami. Aku menoleh kearah wajah suamiku yang sepertinya memang sudah kehilangan rasa bersabarnya. "Kita pergi!" kata mas Abdullah seraya menarik tanganku lalu berjalan keluar rumah. "Mbak Saudah, tolong jangan pergi, Mbak!" teriak Rosi saat aku mulai berjalan meninggalkan ruangan. Ia hendak berlari guna mencegahku, namun dengan cepat ibunya menahan tubuhnya yang menyebab
#MPSPart 75 Kemunculan RosiDan di titik inilah aku bisa kembali tersenyum penuh bangga pada suamiku. Sebab, ku yakini sebentar lagi kebenaran antara bu Darmi atau Rosi akan terungkap. Beberapa detik setelah mas Abdullah berkata demikian, aku mendengar langkah kaki yang berjalan kearah kami. Rosi secara tiba-tiba muncul di hadapan kami semua dengan tatapan tajam yang mengarah ke ibunya sendiri. Melihat Rosi yang seperti itu sontak membuat suasana menjadi tegang kembali. Entah apa yang akan diperbuat Rosi sampai-sampai ia bisa memberanikan diri untuk keluar. Merasa suasana tidak kondusif aku pun berusaha memberikan senyuman manis kearah Rosi ketika ia melirikku. Meskipun sebenarnya dalam hati takut juga kalau anak itu tiba-tiba berbuat diluar dugaan. Namun di sisi lain aku juga berharap senyuman yang ku berikan bisa sedikit meredamkan amarahnya yang tampak sudah diujung kepala. Cukup lama Rosi membuat kami tertegung melihat kondisinya yang seperti itu. Dan benar saja, tiba-tiba ta
#MPSPart 74 Pembelaan Bu DarmiAku tahu, suamiku memang terlihat tak peduli dengan Rosi namun dibalik sikapnya itu aku yakin kalau suamiku juga memiliki rasa empati yang tinggi terhadap gadis remaja tersebut. Terbukti dengan ajakannya besok ke rumah bu Darmi pasti mas Abdullah akan membantu Rosi menemukan jalan keluarnya. ***Lagi-lagi aku dan mas Abdullah kembali ke rumah bu Darmi. Dan entah mengapa kali ini rasanya agak sesak aku menginjakan kaki di rumah ini. Mungkin karena tiba-tiba aku teringat akan masa-masa aku yang seakan dibod*hi oleh keluarga mantan suamiku waktu itu. Kedatangan kami kembali disambut dengan penuh hangat oleh bu Darmi. Mungkin memang ada benarnya perkataan Rosi kala itu tentang ibunya tersebut, yakni dari sikapnya yang sangat baik dimana aku belum pernah mendapatkannya selama aku menjadi menantunya dulu. Setelah dipersilakan, mas Abdullah pun tanpa banyak berbasa-basi lantas mengatakan tujuan kedatangan kami pada bu Darmi juga anak-anaknya yang kebetulan
#MPSPart 73 Keputusan Mas Abdullah Karena dilain sisi Rosi sendiri tak ingin melibatkan surat perjanjian antara dirinya dan ibunya jika kejahatan ibunya diketahui semua orang. Selain itu, ia juga memintaku untuk tidak mengatakannya lebih dulu tentang perubahan sikapnya ini terhadap ibunya. Ia takut jika ibunya akan berbuat yang tidak-tidak terhadapnya. "Rosi Rosi," kataku pelan sambil menggelengkan kepala saat melangkah keluar dari kamar Rosi. ***Sesampainya di rumah, ku jelaskan semuanya pada mas Abdullah tentang pembicaraanku pada Rosi tadi. Selain itu aku juga meminta nasihat pada suamiku itu untuk bagaimana aku harus bertindak selanjutnya. Mengingat permintaan Rosi yang amat membuatku bimbang. "Susah ini, sayang. Anak orang soalnya dan kita bener-bener gak ada hak buat bawa Rosi pergi," kata mas Abdullah. Mendengar respon suamiku itu mendadak membuatku lemas dan rasa pesimis kembali menyelimuti. Memang benar apa yang dikatakan mas Abdullah, tak mungkin kami membawa pergi an
#MPSPart 72 Pengakuan Rosi 2"Kenapa kamu gak bilang dari awal?" tanyaku. Karena menurutku jika bu Darmi memiliki tujuan demikian dan Rosi tahu itu bukankah seharusnya ia mengatakannya lebih awal? Kenapa harus berbelit-belit seperti ini. Ditambah lagi, jika bu Darmi menginginkanku mengapa setiap kali ia menemuiku untuk membicarakan masalah Rosi, Preti selalu ikut. Apa mungkin Preti tak tahu skenario yang dibuat ibu mertuanya? "Kenapa Ros?" desakku saat Rosi malah memilih membungkam mulutnya kembali. Rosi menatapku dengan raut wajah yang agak ragu. Meski begitu secara pelan-pelan ia pun mulai bercerita lagi. Rosi menjelaskan kalau sebenarnya ia ingin mengatakannya sejak awal. Tepatnya saat dimana kami bertemu di taman waktu itu. Tetapi ia ragu mengatakannya lantaran ia takut jika diriku tak mempercayai perkataannya.Apalagi hal tersebut berkaitan dengan keluarganya sendiri dimana selama ini keluarga bu Darmi dikenal sudah banyak melakukan perubahan lebih baik setelah bermasalah de