#MPSPart 65 Mundur? "Kalau gitu hubungi suamimu," kataku pada Rumi. "Gak bisa, Mbak. Sejak tadi aku coba telepon mas Tama tapi gak aktif ponselnya. Aku telepon ke temen-temennya juga gak ada lembur katanya. Malah ada yang melihat mas Tama kalau dia pulang duluan," ujar Rumi yang jelas membuatku semakin curiga pada Tama. Situasi semakin rumit. Rosi yang pergi entah kemana dan sekarang ditambah Tama yang tak ada kabar. Aku sendiri merasa semakin terjebak lebih dalam di keluarga ini. Ingin kembali mundur rasanya berat karena aku juga begitu penasaran dengan keadaan yang dialami Rosi. Terus melangkah maju aku juga harus dipaksa untuk mengorbankan banyak hal. Salah satunya waktuku bersama Alsa. "Gak ada pilihan lain. Kita lapor polisi!" ucap mas Abdullah yang seketika membuat kami yang ada menoleh kearahnya. "Tapi Mas." Aku menyentuh lengan suamiku. "Haruskah kita melibatkan pihak kepolisian?" tanyaku. Sekilas pun aku juga melihat wajah-wajah anggota keluarga bu Darmi yang tampak t
#MPSPart 66 Keputusan Mas Abdullah "Mas ada rencana lain. Nanti sampai rumah Mas kasih tau," tambah mas Abdullah. Aku pun hanya bisa mengiyakan perkataan suamiku itu. Mungkin saja dugaannya memang benar karena aku juga merasa demikian. Namun, rencana yang ia maksudkan aku masih tak bisa menerkanya, lantaran keputusan mas Abdullah untuk tidak lagi ikut campur dalam urusan ini. Ah, benar-benar merumitkan. ***Baru saja memasuki rumah, mas Abdullah langsung menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tamu. Ia tampak amat sumringah. Hal ini lah yang membuatku keheranan karena sebelumnya suamiku itu terlihat penuh tekanan saat masih di rumah bu Darmi. "Kamu baik-baik aja 'kan Mas?" dengan hati-hati aku bertanya pada suamiku. Takut ia tersinggung. Mas Abdullah menoleh kearahku. Bukannya menjawab pertanyaanku ia malah memberikan isyarat kepadaku untuk duduk di sebelahnya. "Kamu kenapa sih, Mas?" tanyaku lagi setelah menuruti keinginannya. "Aku baik-baik aja, kok sayang. Kamu tenang aja," uj
#MPSPart 67 Di Rumah Umi"Mas itu sebenarnya .... "Mendengar mas Abdullah mulai berbicara aku kembali bersemangat untuk menyimaknya lagi. Mungkin suamiku itu sudah menyadari kalau istrinya ini mulai tak enak dipandang karena menunjukkan wajah cemberutnya. Duh, aku jadi semakin penasaran dengan jawaban mas Abdullah. "Lanjut, Mas!" pekikku dalam hati. Sayang belum sempat mas Abdullah melanjutkan perkataannya tiba-tiba saja ponselku berdering. Ternyata umi yang menelepon dan mengabarkan jika kami harus segera ke rumah beliau karena Alsa sudah saatnya menyusu kembali. "Yaudah, ayo!" mas Abdullah bangkit dari duduknya. Tanpa bersuara aku pun mengikuti langkah mas Abdullah yang sudah berjalan. Kalau memang sudah urusan anak, suamiku itu pasti akan bergegas lebih cepat dariku. ***Setelah aku selesai menyusui Alsa dan menidurkannya kembali aku pun bergabung dengan umi dan mas Abdullah yang berada di ruang tengah. Ternyata kedua orang yang ku sayangi ini tengah membahas tentang masalah
#MPSPart 68 Keberadaan RosiMendengar kabar ini tentu saja orang yang pertama kali ku minta pertimbangan adalah mas Abdullah. Karena dia suamiku dan berhak menentukan apakah kami akan ikut mendatangi Rosi atau tidak. Meski dalam hati aku yakin kalau suamiku itu tidak akan menyetujui permintaan keluarga bu Darmi tersebut. Mengingat belum seharian mas Abdullah menyatakan untuk tidak ikut campur dan membiarkan keluarga bu Darmi untuk berusaha sendiri. "Memangnya Rosi dimana sekarang?" tanya mas Abdullah padaku yang lalu ku sampaikan pada Rumi yang masih tersambung di seberang telepon. Mendengar mas Abdullah melontarkan pertanyaan demikian entah mengapa tiba-tiba harapanku agar suamiku itu mengubah keputusannya kembali muncul. Apalagi saat ini kami mendapatkan petunjuk baru tentang Rosi berada. "Kantor polisi, Mas," kataku setelah mendapatkan jawaban dari Rumi yang seketika membuat mas Abdullah dan umi terkejut sama hal nya dengan diriku."Sejak tiba di kantor polisi, Rosi lebih banya
#MPSPart 69 Kabar dari Rumi"Mas, bolehkah aku bertanya sesuatu?" aku meletakkan secangkir teh di atas meja yang berada diantara tempat dudukku dengan mas Abdullah. Di sore hari yang amat cerah ini aku mencoba memberanikan diri untuk bertanya lebih lanjut mengenai perubahan sikap suamiku itu terhadap keluarga bu Darmi."Tanya apa sayang?" ucap mas Abdullah setelah menyeruput tehnya. Sejujurnya aku sedikit ragu untuk menanyakan hal ini, tetapi rasa penasaranku bagitu tak tertahankan apalagi sudah lewat beberapa hari dari keberadaan Rosi ditemukan aku sama sekali belum mendapatkan kabar lagi. "Katanya mau nanya, kok, malah diem." Aku sedikit terkejut mendengar ucapan suamiku barusan. Aku tersenyum tipis dan mencoba mengatur napasku. Dengan perasaan ragu aku mencoba membuka suara. "Mas, kenapa berubah?"Mendengar pertanyaanku yang hanya dua kata itu pun seketika membuat mas Abdullah terdiam. Lalu menoleh kearahku dan membiarkan ponselnya di atas meja begitu saja. Tak hanya itu, mas
#MPSPart 70 Menemui RosiKalau sudah begini, jangankan meminta izin untuk pergi, sekedar menyapa pun rasanya aku tak berani. Dan aku semakin merasa kebingungan dengan sikap yang ditunjukkan suamiku itu. Sampai-sampai aku berpikir mungkinkah suamiku itu diganggu oleh makhluk tak kasat mata? "Mas Abdullah," lirihku. "Mas udah dengar semuanya," ucap mas Abdullah lalu berjalan mendekatiku. Entah mengapa tahu-tahu jatungku berdetak lebih cepat dari biasanya disaat wajahku berhadapan dengan suamiku sendiri. Rasa pesimis akan mendapatkan izin untuk menemui Rosi pun semakin terasa nyata karena sikap suamiku ini. "Kamu boleh pergi."Seketika senyumku mengembang saat mendengar ucapan mas Abdullah barusan. Benar-benar tak menyangka jika suamiku yang beberapa hari ke belakang terlihat menghindari keluarga bu Darmi, kini memberikanku izin untuk ke rumahnya. Tak hanya sebuah izin yang ku dapatkan, melainkan mas Abdullah juga akan ikut bersamaku pergi ke rumah bu Darmi. Aku merasa semakin sena
#MPSPart 71 Pengakuan Rosi"Merebutkan gimana maksudmu?" sela ku. Karena selama ini yang ku tahu semua anggota keluarganya itu ikut khawatir terhadap dirinya yang dikarenakan perubahan sikapnya itu. Ditambah kepergiannya yang begitu saja. Bukan merebutkan seperti yang ia katakan. "Sebenarnya mas Tama dan ibu itu .... " Aku semakin penasaran saat Rosi kembali berbicara dan menyebut nama ibu dan kakaknya sendiri. Ada apa dengan mereka berdua? "Mereka saling merebutkan aku karena aku tahu mereka punya tujuan masing-masing, Mbak," ucap Rosi lalu kembali menundukkan kepalanya. "Tujuan? Maksud kamu?" tanyaku. Rosi mengangkat kepalanya dan menatapku. Lalu menjelaskan kembali apa yang sebenarnya terjadi.Sedikit demi sedikit aku pun mulai memahami mengapa mantan ibu mertuaku itu sangat menginginkan anak bungsunya ini. Dimana hal ini ada kaitannya dengan diriku sendiri. Mengingat aku dan Rosi terbilang dekat meskipun jarang berkomunikasi. Ya, Rosi bersaksi jika ibunya mempunyai tujuan
#MPSPart 72 Pengakuan Rosi 2"Kenapa kamu gak bilang dari awal?" tanyaku. Karena menurutku jika bu Darmi memiliki tujuan demikian dan Rosi tahu itu bukankah seharusnya ia mengatakannya lebih awal? Kenapa harus berbelit-belit seperti ini. Ditambah lagi, jika bu Darmi menginginkanku mengapa setiap kali ia menemuiku untuk membicarakan masalah Rosi, Preti selalu ikut. Apa mungkin Preti tak tahu skenario yang dibuat ibu mertuanya? "Kenapa Ros?" desakku saat Rosi malah memilih membungkam mulutnya kembali. Rosi menatapku dengan raut wajah yang agak ragu. Meski begitu secara pelan-pelan ia pun mulai bercerita lagi. Rosi menjelaskan kalau sebenarnya ia ingin mengatakannya sejak awal. Tepatnya saat dimana kami bertemu di taman waktu itu. Tetapi ia ragu mengatakannya lantaran ia takut jika diriku tak mempercayai perkataannya.Apalagi hal tersebut berkaitan dengan keluarganya sendiri dimana selama ini keluarga bu Darmi dikenal sudah banyak melakukan perubahan lebih baik setelah bermasalah de