"Mas, kamu ngapain?"Tak langsung menjawab pertanyaan yang diucapkan untuknya, Arka justru terus melangkah dengan pelan tanpa mengalihkan perhatiannya pada perempuan yang kini duduk di ranjang rumah sakit.Tak memakai dress, Aludra sudah memakai baju pasien yang disediakan pihak rumah sakit dan tentunya sebuah infus kini menempel di punggung tangan Aludra yang putih."Ar, kamu ngapain?"Tak hanya Aludra, Aurora yang duduk di samping kanan Aludra pun ikut menanyalan hal sama ketika Arka semakin mendekat dan berdiri di unjung ranjang.Merasa bersalah? Tentu saja. Arka merasa sangat merasa bersalah karena tak ada di samping Aludra ketika perempuan itu dibawa ke rumah sakit. Padahal, dia sudah berjanji menjadi ayah siaga."Ra, aku minta maaf," kata Arka yang akhirnya buka suara."Buat apa?" tanya Aludra."Ra, Papa udah baya-"Dewa yang baru saja kembali ke ruangan rawat menghentikan ucapannya—bersamaan dengan alisnya yang langsung bertaut."Arka," panggil Dewa. "Kamu ngapain?"Arka menole
***"Udah siap kan, yuk."Aludra yang duduk di kursi roda, mengambil napas panjang ketika perlahan Arka mendorong kursi roda yang dia duduki menuju ruangan operasi.Tak hanya Arka, ada Dewa dan Aurora juga yang ikut mengantar sang putri lalu di belakang, Damar berjalan bersama Arsya yang sudah menyelesaiman shift kerjanya."Janji ya, Mas. Jangan kabur," pinta Aludra ketika semakin lama, jarak ruang operasi semakin dekat."Sesuai janji, aku akan ada di samping kamu sampai dua baby boy kita lahir," kata Arka."Awas aja kalau kabur.""Enggak, Ra."Dua menit berlalu, Aludra dan yang lainnya sampai di depan ruang operasi dan tentu saja di sana, dia sudah disambut para petugas medis yang siap bertugas—termasuk dokter Hima, dokter kandungan yang akan melakukan operasi bersama dokter lain yang bertugas memberikan anestesi."Siap Mbak Aludra?" tanya dokter Hima ramah."Siap, dok."Sebelum Aludra masuk ke ruang operasi, tentu yang dilakukan Aurora kini adalah menghampiri sang putri. Mengecup ke
***"Alhamdulillah."Ucapan syukur itu diucapkan Arka ketika dirinya kembali berdiri tegap setelah sebelumnya mencondongkan badan agar lebih dekat dengan dua inkubator berisi bayi mungil—putranya dengan Aludra.Tak bisa mengumandanhkan adzan di ruang operasi, Arka baru bisa melakukannya ketika dua bayi kembar dia dan Aludra sudah dipindahkan ke ruang NICU untuk mendapatkan perawatan intensif sampai berat badan kedua bayi tersebut berada pada batas normal."Jagoan-jagoan, Papa. Kalian baik-baik ya, di sini. Papa mau lihat Mama kalian dulu," ucap Arka.Memandang kedua putranya untuk beberapa detik, Arka memutar tubuh lalu melangkahkan kakinya kembali menuju ruang operasi untuk melihat keadaan Aludra.Pendarahan saat persalinan cessar sering terjadi, dan sekarang semua itu menimpa Aludra. Kehilangan banyak darah, Aludra sampai membutuhkan transfusi.Beruntung, meskipun stok darah di bank darah rumah sakit habis, ada Dewa yang tentunya bisa mendonorkan darah untuk Aludra karena dari segi
***"Aish, sialan."Arka mengumpat untuk yang kesekian kalinya setelah hampir sepuluh menit dia berjongkok di depan kloset untuk memuntahkan semua isi perut.Penderitaan Aludra ketika hamil kini telah usai, mual muntah langsung berpindah pada Arka. Tak ada hubungannya dengan bayi atau apapun itu, Arka mual dan muntah karena masuk angin.Ya, tentu saja. Menempuh perjalanan dua jam penuh dari Bandung ke Jakarta dengan memakai kaos singlet dan kolor saja, tubuh Arka kacau—ditambah, setelah itu dia langsung masuk ke ruangan operasi yang memiliki suhu cukup dingin.Meskipun ketika di ruang operasi Arka memakai jaket bomber milik Dewa, tetap saja masuk angin melandanya.Perut kembung, pusing, mual dan muntah dirasakan Arka pasca pulang ke apartemen untuk mengganti baju pagi ini.Jangankan mandi, melepas pakaian kemarin pun belum sempat dilakukan Arka karena tubuhnya yang langsung tumbang."Bisa-bisanya aku masuk angin," desis Arka sambil mengelap mulutnya yang basah menggunakan lengan.Bera
***"Bosen."Bersandar pada ranjang, Aludra menghela napas sementara tangannya sibuk mengotak-atik remote televisi—mencari acara yang mungkin bisa dia tonton, tapi yang ditemukan hanya film dan untuk saat ini, Aludra sedang tak ingin menonton film."Papa ke kantor, Mas Arka belum ke sini, Mama enggak ada, Damar juga enggak ke sini," gumam Aludra—mengabsen satu-persatu orang yang harusnya ada, tapi tak ada karena sekarang, dia sendirian di ruang rawat.Bangun pukul setengah tujuh, Aludra sempat dibuat kaget karena tidak adanya Arka juga Dewa. Namun, setelah mendapatkan penjelasan dari Aurora, dia tak kaget lagi."Mas Arka lama banget ya, katanya mau ke sini jam tujuh, ini udah jam setengah delapan. Belum juga ke sini," keluh Aludra lagi. "Padahal kan aku pengen ketemu si kembar. Aku yang hamil, aku yang lahirin, tapi aku belum lihat lagi anak aku sampe sekarang.""Ish.""Ra, maaf lama."Aludra langsung menoleh ke arah pintu ketika suara sang Mama terdengar dari sana. Tak hanya membawa
***"Pelan-pelan, Mas. Sakit.""Ah, iya. Maaf, Sayang."Menyelesaikan sarapan paginya, Aludra meminta Arka untuk mengantar dia ke ruang NICU dan tentu saja karena luka jahitan di perut Aludra masih terasa sakit, dia harus menggunakan kursi roda untuk pergi ke ruangan tempat kedua bayinya berada."Gimana nyaman enggak?" tanya Arka setelah dia mendudukkan Aludra di kursi roda."Nyaman, cuman nanti pelan-pelan ya. Jahitannya bikin ngilu," pinta Aludra yang dijawab anggukkan pelan Arka."Oke, sekarang kita ke sana ya.""Sebentar," pinta Aludra."Kenapa?""Ambilin bunga mawar itu," pinta Aludra sambil mengarahkan jari telunjuknya pada tong sampah yang berada di samping meja nakas.Bukan dari Arka, Aludra membuang bunga mawar putih yang dia terima pagi ini ketika Arka tiba-tiba saja mengucap kemungkinan terburuk.Marvel. Dugaan Arka, dialah pengirim bunga tersebut karena disaat yang bersamaan, dia juga mendapat telepon misterius dari seorang pria yang tiba-tiba saja menanyakan keadaan si ke
***"Namanya bagus-bagus, kalian yang rangkai."Aludra yang sejak tadi berdiri di depan inkubator mengangguk pelan mendengar pertanyaan dari Amanda.Usai mengisi data-data kedua bayinya dan Arka, Aludra langsung melanjutkan niatnya untuk menengok si kembar dan kini—dibantu Arka, Aludra masih setia memandangi kedua putra mungilnya yang nampak nyaman."Iya, Ma. Kita yang rangkai," ucap Aludra."Hebat," puji Amanda. "Tapi Aludra, Papa kamu tahu kan, kalau nama belakang anak kalian pake nama belakang Papa Dirga sama Arka.""Tahu, Ma. Dan Papa Dewa paham kok," ucap Arka."Syukurlah."Regan Farrash Mahendra juga Raiden Farrash Mahendra, dua nama itu disematkan Aludra juga Arka untuk kedua putra tampannya.Bukan kembar indentik, kedua putra Arka dan Aludra memiliki wajah yang berbeda. Baik Arka maupun Aludra sepakat memberikan nama Regan untuk si sulung dan Raiden untuk si bungsu.Kedua nama yang mereka pilih memiliki arti yang bagus, baik Arka maupun Aludra sama-sama memiliki harapan baik u
***"Kenapa belum ke rumah sakit lagi?"Dewa yang baru saja pulang, langsung melontarkan pertanyaan tersebut pada Aurora yang kini duduk di sebuah kursi santai di kamar.Tak kerja full, Dewa sudah pulang ke rumah pukul dua siang agar bisa langsung pergi ke rumah sakit lagi untuk menjenguk kedua cucunya.Namun, tentu saja—saat sampai di rumah, Dewa dibuat heran melihat Aurora ada di rumah, sedangkan Aludra di rumah sakit pasti membutuhkan sesuatu.""Ada Bu Amanda sama Pak Dirga," ucap Aurora. "Tadi pagi mereka ke rumah sakit dan kayanya sampai sekarang mereka masih ada di sana.Selesai melepaskan dasi juga kemeja, Dewa yang terlihat tampan memakai kaos hitam, seketika berbalik badan lalu memandang sang istri."Seharusnya karena ada mereka, kamu di rumah sakit," ucap Dewa. "Temenin mereka ngobrol, kalau perlu kalian bisa bahas rencana pernikaham Aludra sama Arka nanti.""Nanti aja," ucap Aurora. "Sekarang aku lagi enggak mood."Dewa mengerutkan kening lalu berjalan mendekati Aurora. Dud
*** "Semangat, Sayang. Jangan tegang ya." Menunggu sekitar satu jam setelah sampai di rumah sakit, Aludra akhirnya siap masuk ruang operasi untuk melahirkan putri kecilnya. Tak didampingi Aurora, yang datang ke rumah sakit hanya Dewa karena memang sang istri tak bisa pergi setelah kedua cucunya sigap menghadang agar sang Oma tak bisa ke mana-mana. Namun, tentu saja Aurora berjanji akan datang setelah Regan maupun Raiden berhasil dia tidurkan. Untuk Amanda dan Dirga, kedua orang tua Arka juga sedang dalam perjalanan setelah ditelepon oleh sang putra setengah jam lalu. "Doain ya, Pa." "Pasti, Ra," kata Dewa. Seumur hidup Aludra, ini adalah kali ketiga dia masuk ruang operasi. Pertama saat melahirkan Regan dan Raiden, kedua ketika mendapatkan donor dari Alula dan ketiga, sekarang—ketika dia akan melahirkan putri ketiganya. Sensasinya masih sama. Ruang operasi di setiap rumah sakit masih terasa dingin dan mungkin sedikit menyeramkan. "Kita mulai sekarang ya, Bu." "Iya, dokter."
***"Aku takut."Aludra yang sejak tadi duduk bersandar sambil mengelus perutnya seketika menoleh ketika Arka yang sejak tadi fokus mengemudi tiba-tiba saja berucap demikian."Takut apa?" tanya Aludra.Arka menoleh sekilas. "Takut kamu lahiran di jalan," ucapnya. "Usia kehamilan kamu tuh udah tiga puluh tujuh minggu, Ra. Duh ngeri kan kalau lahiran di jalan.""Ck, lebay," celetuk Aludra. "Dokter Ellina kan bilang kalau HPL aku dua minggu lagi, Mas. Santai aja kali.""Kan bisa maju.""Ya jangan maju," kata Aludra. Dia kemudian mengusap lagi perutnya yang buncit. "Jangan lahir dulu ya, Sayang. Mama mau nengok aunty dulu.""Iya Mama," ucap Arka.Hari ini, Aludra memang mengajak Arka ke Karawang untuk mengunjungi makam Alula. Tak membawa anak-anak, seperti biasa Aludra menitipkan Regan dan Raiden bersama Aurora juga Dewa yang sudah berkunjung lebih dulu kemarin ke makam Alula.Kemarin, terhitung delapan belas bulan sudah Alula pergi menghadap Sang Pencipta dan Aludra masih merasa semuany
***"Mas Arka buruan ih! Kok lama!"Sekali lagi Aludra yang sejak tadi menunggu di sofa dekat tangga berteriak memanggil Arka yang tak kunjung turun. Padahal, sudah hampir sepuluh menit dia menunggu suaminya turun."Iya sayang, iya. Sebentar," sahut Arka. Memakai pakaian santai, pria itu turun dengan sedikit tergesa-gesa di tangga. "Enggak sabaran banget kamu tuh ya.""Bawaan bayi," celetuk Aludra sambil mengusap perutnya yang buncit. Minggu ini terhitung tiga puluh minggu sudah usia kandungan Aludra."Ck, alasan aja.""Emang kenyataannya gitu.""Regan sama Raiden mana?""Ke mall sama Papa dan Mama.""Beneran jadi anak Oma sama Opa ya mereka tuh," kata Arka."Ya begitulah."Sejak hamil, itensitas Aludra mengasuh anak-anak memang berkurang karena Raiden dan Regan lebih sering dipegang oleh Aurora.Selain sudah tak asi lagi, Aludra juga tak boleh kelelahan selama hamil, sementara Regan dan Raiden yang sudah genap berusia dua tahun semakin lama semakin aktif."Ya udah kita berangkat seka
***"Ini kamu seriusan mau lahiran enggak sih?"Melihat sang istri yang nampak begitu tenang menghadapi proses kontraksi, pertanyaan tersebut akhirnya dilontarkan Damar yang sejak tadi setia duduk di samping Arsya.Kehamilannya sudah mencapai tiga puluh delapan minggu, sore tadi Arsya mengalami sedikit pendarahan. Segera dibawa menuju rumah sakit, dokte kandungan lain yang selama ini menangani Arsya mengatakan jika perempuan itu sudah mengalami bukaan.Ketika datang, Arsya baru mengalami bukaan dua dan sekarang setelah tiga jam berlalu—tepatnya pukul delapan, bukaan tersebut baru sampai ke angka lima.Masih ada lima lagi angka yang harus dilewati Arsya sebelum bukaan lengkap dan bayi yang selama ini dia kandung bisa lahir ke dunia."Emang kenapa?" Arsya yang sejak tadi sibuk mengatur napas sambil menikmati gelombang cinta yang cukup luar biasa, lantas mendongak dan menatap suaminya itu. "Tenang banget," celetuk Damar. "Di film-film tuh yang aku lihat, cewek mau lahiran itu biasanya n
***"Ini seriusan enggak nyadar apa gimana?"Aludra dan Arka mengernyit tak paham sambil memandang Arsya setelah pertanyaan tersebut dilontarkan perempuan tersebut."Maksudnya?" tanya Aludra."Enggak sadar apa?" tanya Arka."Nih." Arsya menunjukkan testpack yang beberapa menit lalu dipakai Aludra. Bukan testpack biasa, testpack yang dipakai adalah testpack digital yang bisa langsung menunjukkan usia kehamilan seorang ibu karena memang saat ini Aludra sedang mengandung."Ten weeks pregnant," gumam Aludra-mengeja tulisan pada testpack lalu Arka yang ikut membaca, spontan menerjemahkan."Hamil sepuluh minggu," ucap Arka.Untuk beberapa detik, sepasang suami istri tersebut bisa dibilang nge-bug, karena setelah membaca testpack baik Aludra maupun Arka saling diam."Kok pada diem sih?" tanya Arsya."Jadi maksudnya aku hamil?" tanya Aludra."Yes, Ra. Kamu hamil," kata Arsya. "Udah sepuluh minggu malah kehamilan kamu tuh.""Kok bisa?" tanya Arka. "Aludra kan baru telat datang bulan dua bulan
***"Mas mandinya udah belum, aku udah siapin sarapan tuh. Katanya mau meeting sama Papa?"Masuk ke kamar, pertanyaan tersebut dilontarkan Aludra pada Arka ketika suaminya itu tak terlihat di dalam kamar."Mas!""Di wc, Ra!" teriak Arka—membuat Aludra seketika terkekeh karenanya."Oh lagi nabung, oke. Aku tunggu," kata Aludra. Melangkah masuk, dia duduk di pinggir kasur lalu merentangkan tubuhnya di sana.Tak lama berselang, Aludra menoleh ketika pintu kamar mandi terbuka—menampakkan Arka yang sudah rapi dengan pakaian kantornya seperti biasa.Hampir setahun setelah kepindahannya ke Jakarta secara resmi, Arka tak lagi memegang jabatan manajer di perusahaan Dewa karena sang mertua memercayakan posisi CEO pada menantunya itu.Dan tentu saja jabatan yang dipegang Arka sekarang membuat pekerjaannya lebih sibuk dari biasa."Sakit perut aku tuh," kata Arka sambil melangkahkan kakinya mendekati Aludra yang langsung beringsut ketika Arka duduk di sampingnya."Mas. Kok kamu bau?" tanya Aludra—
***"Diem terus daritadi. Bisu ya?"Anindira menoleh ke arah Alister ketika pertanyaan tersebut dilontarkan pria itu padanya tepat setelah mereka selesai berbelanja di salah satu super market besar di kota Bandung."Enggak penting," ketus Anindira. Mendorong troli berisi belanjaan, dia berjalan menuju bagasi mobil Alister yang terparkir di bagian depan. Tanpa meminta bantuan, Anindira dengan mudah membuka bagasi lalu memasukkan beberapa kresek ke sana.Sementara Alister justru tersenyum sambil bersandar pada bagian samping mobil dengan kedua tangan yang berada di dada."Samson banget kamu tuh ya," celetuk Alister. "Penampilan anggun, tapi tenaga kaya kuli pasar.""Pulang," kata Anindira yang langsung berjalan ke sisi kiri mobil lalu masuk dan duduk di samping kursi kemudi.Sebenarnya Anindira ingin duduk di kursi belakang. Namun, sial. Semua itu tak bisa dia lakukan karena jok belakang dipenuhi beberapa pasang pakaian juga sepatu Alister yang katanya akan dipakai syuting besok pagi d
***"Akhirnya selesai juga.""Capek ya?"Damar yang baru saja menghempaskan tubuhnya ke kasur seketika menoleh—memandang Arsya yang sudah santai dengan celana joger juga sweater rajut.Rangkaian acara pernikahan—mulai dari akad hingga resepsi yang digelar hari ini akhirnya selesai, keluarga Damar dan Arsya memang menginap di salah satu vila mewah di Bandung agar privasi mereka terjaga.Rencananya besok, Damar dan Arsya pulang dari Bandung menuju bandara Soekarno hatta untuk langsung pergi berbulan madu menuju Maldives selama seminggu."Banget," kata Damar. "Gempor rasanya kaki aku berdiri berjam-jam nyalamin tamu."Arsya tersenyum lalu duduk di samping Damar. Tanpa aba-aba, dia langsung meraih lengan suaminya itu untuk memberikan sebuah pijatan."Kamu ngapain?" tanya Damar speecles. Menikahi Arsya memang rasanya seperti mimpi bagi dirinya.Selain umur Arsya yang tiga tahun lebih tua dari Damar, selama masa pacaran keduanya pun tak jarang terlibat cekcok karena perbedaan pendapat yang
***"Kok tegang ya, Ar?"Arka yang duduk tak jauh dari Damar mengukir senyuman tipis ketika ungkapan itu kembali terlontar dari mulut sahabat istrinya tersebut.Menempuh perjalanan dua jam, rombongan keluarga mempelai pria sampai di lokasi pernikahan. Tak mau membuang-buang waktu, akad nikah akan segera dilaksanakan sebelum hari menjelang siang."Bismillah," kata Arka mengingatkan."Udah, tapi tetap aja tegang," kata Damar."Tarik napas, hembuskan napas terakhir," celetuk Arka asal."Oh ok ... eh apa barusan? Hembuskan napas terakhir? Mati dong, Ar.""Bercanda.""Lagi tegang malah dibercandain.""Ya udah sih, rileks aja.""Mempelai perempuan memasuki area akad nikah."Arka dan Damar menghentikan obrolan mereka setelah suara sang pembawa acara terdengar dari pengeras suara—disusul suara gamelan yang mengiring kedatangan Arsya bersama Aludra juga Anindira.Memakai adat sunda, perempuan berwajah blasteran itu nampak cantik dengan siger juga kebaya putih yang dia pakai.Manglingi. Begitu