BAB 4
Naura terbangun. Dia mendapati wajahnya sedikit basah dan melihat ada Laila di hadapannya, bukan Ferdi."Laila? Kamu ngapain di sini? Mana Tuan Ferdi?" tanya Naura heran."Maaf, Nona, tadi saya menyiram sedikit air ke wajah Nona. Karena Nona Naura sulit dibangunkan," ucap Laila dengan wajah merasa bersalah. "Ini, Tuan Ferdi mencari Nona!"Laila memberikan ponsel miliknya kepada Naura. Kemudian dia meninggalkan majikannya itu agar bebas berbicara dengan suaminya."Assalamu'alaikum, Tuan," ucap Naura yang hingga kini masih memanggil suaminya dengan panggilan itu."Saya akan liburan dengan istri dan anak-anak ke luar negeri selama 2 minggu," ucap Tuan Ferdi, tanpa menjawab salam."Ba–."Tut... Tut...Panggilan dimatikan sepihak."Kalau cuma mau ngomong gitu, kenapa gak nitip ke Laila aja? Gangguin orang tidur aja," gerutu Naura.Dia meletakkan ponsel Naura. Lalu senyumnya mengembang. Dia yakin jika di kamar tidak ada cctv.Naura mengunci pintu kamarnya agar Laila tidak bisa masuk untuk mengambil ponselnya.Dia pun menghubungi nomor ayahnya yang dia hafal di luar kepala.Hingga lima kali memanggil, tidak ada jawaban."Pasti Ayah gak berani angkat jika ada nomor baru," gumam Naura. Dia menghembuskan napas kasar. Ayahnya memang selalu melakukan apa yang selalu dikatakan kepadanya. Seperti Naura yang melarang ayahnya untuk menerima panggilan dari nomor baru. Karena khawatir jika itu adalah penipuan.Ayahnya sudah tua jadi pasti akan mudah terperangkap oleh drama yang diciptakan oleh penipu yang kini semakin marak terjadi.Naura ingin mengirim pesan, tapi ayahnya belum bisa utak atik ponsel. Dia belum mengajari ayahnya untuk membuka pesan masuk.Pintu kamar Naura diketuk. Dengan malas, dia membuka pintu itu dan menyerahkan ponsel Laila."Sudah, Nona?" tanyanya.Naura mengangguk. "Bisakah kamu mengirim pesan kepada Tuan Ferdi, jika selama dia di luar negeri, aku akan di rumah orang tuaku!" pinta Naura."Akan saya sampaikan kepada asisten pribadi beliau, Nona. Saya gak berani jika mengirim pesan langsung, khawatir jika Nyonya Zia yang membukanya," balas Laila."Terserah saja. Asal pesannya bisa sampai kepada pria arogan itu," sahut Naura.Laila mengangguk. Dia menulis pesan dan dia kirim kepada Kevin, asisten Ferdi.Keduanya keluar kamar dan duduk di sofa sembari menyalakan televisi. Tidak lama, ponsel Laila berkedip, ada pesan masuk."Kevin sudah membalas pesannya?" tanya Naura."Iya, Nona. Akan saya bacakan pesannya untuk anda. 'Besok ada ahli gizi yang datang juga koki yang akan membuat makanan khusus untuk Nona Naura' begitu pesannya, Non," ucap Laila. "Ah, ini ada pesan lagi, 'lusa ada orang dari klinik kecantikan yang datang untuk Nona Naura. Jadi Nona dilarang untuk meninggalkan apartemen' sudah, Non, begitu.""Sejelek itu wajahku sampai dia manggil orang dari klinik kecantikan?"Naura menghembuskan napas berat. "Buat apa juga ada ahli gizi? Lalu koki juga? Padahal masakan kamu sudah enak dan cocok di lidahku," ucap Naura."Begini, mungkin saja Tuan ingin agar Nona menjaga pola makan sehat, sehingga bisa lebih cepat untuk hamil," balas Laila."Lalu untuk perawatan, tentu saja Tuan Ferdi ingin Nona tampil semakin cantik. Sebenarnya nona sudah cantik, hanya saja ada sedikit flek hitam mungkin nona terpapar sinar matahari dan melupakan menggunakan sunscreen."Naura melebarkan matanya. "Kenapa sampai segitunya," ucapnya lirih.Laila hanya mengangkat bahunya saja."Kamu mengenal istri Tuan Ferdi, La?" tanya Naura penasaran."Maaf, Non, saya dilarang membahas Nyonya. Di sini saja ditugaskan untuk menemeni Nona saja. Bukan membahas kehidupan Tuan Ferdi maupun istri dan anaknya," ucap Laila yang patuh kepada tuannya untuk menjaga rahasia."Jadi kamu sudah tahu jika aku dinikahi karena...." Naura menggantung ucapannya.Laila mengangguk. "Iya, Nona," balasnya sambil tersenyum.Di sisi lain, Ferdi sedang bersiap untuk liburan bersama istri dan kedua putrinya. Nayla 7 tahun dan Naya 4 tahun. Mereka menyewa pesawat khusus menuju negara tujuan. Dengan ditemani dua pengasuh, dua asisten dan lima pengawal.Ferdi duduk berdampingan dengan istrinya yang sangat cantik. Zia adalah wanita yang mempesona dengan parasnya yang sangat cantik. Wajahnya bak bidadari dengan mata yang besar dan berbinar, hidung yang mancung, serta bibir yang merah alami. Setiap orang yang melihatnya akan terpikat oleh kecantikan yang dimilikinya.Rambut panjang Zia yang hitam legam, seolah menambah pesona dan keanggunan yang dimilikinya. Ditambah lagi kulitnya yang putih mulus, membuatnya tampak begitu sempurna dan anggun. Postur tubuhnya yang langsing dan proporsional membuatnya semakin menarik perhatian.Di sisi lain, Zia juga memiliki kepribadian yang sangat ramah dan baik hati. Ia selalu tersenyum pada siapa saja yang berbicara dengannya, membuat mereka merasa nyaman dan diterima. Meski cantik, Zia tidak sombong dan selalu bersikap sopan.Dia menghargai hubungan yang ia miliki dengan suaminya.Dalam kehidupan sehari-hari, Zia tetap menjaga penampilannya agar tetap terlihat cantik dan menarik. Ia selalu rajin menggunakan skincare dan melakukan perawatan di klinik kecantikan. Dia juga selalu berpakaian rapi, dengan gaya yang simpel namun tetap menawan. Meski begitu, Zia tidak pernah terlihat berlebihan dan selalu menyesuaikan penampilannya dengan situasi dan kondisi yang ada.Sangat jauh berbeda dengan Naura. Gadis itu pendek dan sedikit berisi. Meski kulitnya bersih, hanya saja wajahnya tidak terawat.Ferdi tampak memandangi istrinya dengan penuh kekaguman. Lalu tiba-tiba saja wajah Zia berubah menjadi wajah Naura."Naura!" seru Tuan Ferdi kaget."Papa!" seru Zia. Dia mengerutkan kening. "Siapa Naura?" tanyanya dengan nada sedikit meninggi. Selama 8 tahun pernikahan mereka, suaminya itu jarang menyebut nama wanita. Biasanya ada embel-embel 'Ibu' atau 'Nyonya' untuk menyebut kliennya. Asisten serta sekretaris di kantor rata-rata adalah pria. Bahkan semua direktur dan kepala bagian yang berinteraksi dengannya adalah pria. Semua itu dia lakukan agar istrinya tidak cemburu."Naura? Ah… Bukan siapa-siapa, mungkin kamu hanya salah dengar saja, Ma," balas Ferdi sedikit gugup.Zia mengangguk. Dia tidak curiga kepada suaminya. Dia berpamitan untuk melihat putrinya yang masih butuh balita.Setelah kepergian Zia, Kevin mendekati Ferdi."Nona Naura memaksa untuk pulang. Atau jika tidak diizinkan, maka nona minta izin untuk menghubungi orang tuanya," ucap Kevin pelan, khawatir Zia mendengar ucapannya."Ya sudah, tapi katakan dia hanya boleh berbicara yang baik saja kepada orang tuanya!" sahut Ferdi."Baik, Tuan, akan saya sampaikan kepada Nona," balas Kevin. Dia kemudian undur diri dan kembali ke tempat duduknya.'Siapa nona yang dimaksud Kevin?' batin Zia.Bab 5 "Sayang!" seru Ferdi saat ia melihat Zia yang baru saja tiba. Wajahnya terlihat kaget mengetahui kehadiran istrinya itu."Ngapain tadi Kevin ke sini?" tanya Zia dengan nada ketus, kedua alisnya mengerut menunjukkan rasa curiga."Oh, itu, ada sedikit masalah di kantor. Tapi sudah diatasi, tenang saja!" balas Ferdi sambil tersenyum mencoba meredakan kecurigaan Zia. Ia meraih tangan istrinya dan mengelusnya lembut."Duduklah! Sebentar lagi kita terbang," ujar Ferdi sambil menunjukkan kursi di sampingnya.Zia mengangguk, wajahnya masih menampakkan kebingungan. Namun, ia memutuskan untuk duduk di samping suaminya, menaruh tas kecilnya di pangkuannya. Keduanya kemudian bersiap untuk penerbangan yang akan segera dimulai, meskipun Zia masih merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh suaminya.Zia merasa jika suaminya lebih banyak melamun selama perjalanan. Diajak bicara pun sering tidak fokus."Papa!" seru Zia kesal, menghentakkan kakinya di lantai. Ia merasa frustrasi karena untuk kes
Bab 6Naura terbangun mendadak, sebuah tamparan keras mendarat di pipinya. Tubuhnya lemas dan terasa sakit di mana-mana. Ia menyadari bahwa dirinya terikat erat di kedua tangan dan kaki. Ruangan sempit dan gelap membuatnya merasa sesak. Sudah beberapa hari ia berada di sini, menjadi tawanan Ferdi dan anak buahnya yang kejam."Tu-tuan..." rintih Naura kesakitan. Wajahnya tampak pucat dan lesu."Berani kamu melanggar larangan yang saya berikan?" hardik Ferdi dengan tatapan yang menyeramkan."Maaf Tuan, saya hanya..." ucap Naura dengan suara lirih dan ketakutan."Hanya apa?" potong Ferdi dengan nada sinis.Naura menunduk, tak berani menatap wajah Ferdi yang penuh kemarahan. Hatinya bergetar kencang, takut akan ancaman yang akan dihadapinya."Apa perlu saya bunuh orang tua kamu, agar kamu tidak kabur dari apartemen?" tanya Ferdi dengan nada dingin dan mengancam.Mendengar ancaman itu, Naura merasa nafasnya tercekat. Airmatanya mengalir deras, memohon agar orang tuanya tidak menjadi korban
Naura terpojok di sudut kamar dengan wajah pucat ketakutan, kedua tangannya berusaha menutupi tubuh mungilnya yang merasa rentan. Ferdi memandangnya dengan tatapan sinis, membuat Naura semakin merasa ketakutan."Ampun, Tuan," ucap Naura dengan suara yang bergetar. "Maafkan saya. Saya gak akan nolak lagi."Mendengar ucapan istrinya, Ferdi kembali tertawa dengan nada mengejek. Dia menatap Naura seolah mempermainkan perasaan istrinya yang ketakutan itu. Hatinya bahkan seakan menikmati pemandangan tersebut.Ferdi mengepalkan tangan yang memegang ikat pinggang dan kemudian mengangkatnya. Namun, melihat ekspresi ketakutan yang begitu jelas pada wajah Naura, ia akhirnya mengurungkan niatnya untuk mencambuk istrinya. Ferdi tersenyum sinis sambil meletakkan ikat pinggang itu kembali di tempat semula.Seakan mengetahui bahwa bahayanya telah berlalu, Naura mencoba mengatur napasnya yang terengah-engah. Air mata yang sempat menumpuk di sudut matanya perlahan menetes, menggambarkan perasaan terluk
Air mata mulai menggenang di sudut matanya, sementara hatinya merasa retak. Zia mencoba menahan tangisnya, berusaha keras untuk tidak menangis di telepon. Pikirannya langsung terbawa pada kemungkinan buruk yang sedang terjadi pada suaminya.Dengan tangan gemetar, Zia akhirnya memutuskan sambungan telepon itu. Dia menundukkan kepalanya, meneteskan air mata yang tak mampu ditahan lagi. Hatinya terasa begitu sakit, seolah teriris oleh pisau tajam yang mencoba membelah dadanya. Rasa tidak pasti itu melukai hatinya lebih dalam, membuatnya merasa hampa dan kehilangan arah.Zia menarik nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Dia tidak tahu apakah suaminya, Ferdi, telah berselingkuh di belakangnya atau mungkin dia hanya menjadi korban suatu keadaan yang tidak menguntungkan. Namun, kebenaran harus segera terungkap agar dia bisa menemukan ketenangan dalam kehidupan rumah tangga mereka.Tak tahan dengan rasa penasarannya, Zia memutuskan untuk mencari jawaban langsung dari orang yang paling
Tak disangka, ketika Laila baru saja membuka pintu apartemen yang ditempati oleh istri muda Ferdi, tiba-tiba Zia, istri Ferdi yang sah, muncul dengan wajah marah."Nyonya!" pekik Laila kaget, matanya membulat sempurna, detak jantungnya berpacu cepat. Ia merasa seakan dunia runtuh karena ketahuan oleh majikannya sendiri."Laila!" sahut Zia balik, tak kalah terkejut melihat pelayannya itu berada di apartemen suaminya. Keduanya saling menatap dengan penuh emosi, berkecamuk dalam diri masing-masing."Jadi, kamu selingkuhan suamiku? Aku gak nyangka. Dasar wanita murahan!" bentak Zia, kemarahan memuncak. Dengan gerakan cepat, dia menarik rambut Laila dan menyeretnya masuk ke dalam apartemen, pintu ditutup keras di belakang mereka."Nyonya salah paham!" rintih Laila sambil menahan rambutnya, mencoba mengurangi rasa sakit yang menyergap akibat ditarik dengan kasar oleh Zia. Wajahnya memerah, matanya berkaca-kaca karena takut.Namun, Zia tak mendengarkan penjelasan Laila. Dia terus menyeret La
Naura merasa bingung dan ketakutan ketika tiba-tiba Ratih menarik rambutnya dengan keras hingga beberapa helai terlepas. Rasa sakit yang luar biasa membuat air matanya menetes. "Mbak Ratih?" teriak Naura dengan suara parau."Aku salah apa, Mbak?" tanya Naura di sela rasa sakit yang menghinggapinya, mencoba untuk tetap tenang meski takut akan sikap Ratih yang tiba-tiba berubah.Ratih hanya menatap Naura dengan tatapan tajam yang membuat Naura semakin merasa takut. "Kau pikir kau bisa mendapatkan simpati Ferdi hanya dengan berpura-pura lemah seperti ini?" ucap Ratih dengan nada sinis dan penuh kebencian.Naura terkejut dengan ucapan Ratih. Ia tidak mengerti mengapa Ratih tiba-tiba berbicara seperti itu. Padahal sebelumnya, pelayannya itu bersikap baik dan ramah kepadanya, terutama ketika Ferdi ada di rumah ini. Namun begitu Ferdi pergi, Ratih berubah menjadi kasar dan penuh kebencian.Merasa takut dan bingung, Naura berusaha untuk berbicara dengan lembut. "Mbak, aku tidak mengerti kenap
Kedua tangan Ferdi mengepal erat saat ia mendengar suara yang terdengar samar dari teleponnya. Dia sangat hafal suara itu, suara istrinya, Zia, yang sedang berbicara dengan nada manja. Kecurigaan akan adanya perselingkuhan antara Zia dan sopirnya membuat wajah Ferdi tampak menyeramkan, penuh kemarahan dan kekecewaan.Ferdi berusaha menahan amarahnya, namun ia tak bisa menutupi rasa sakit yang mulai menghantui hatinya. Dalam kesedihan dan kemarahan, ia berteriak, "Kirimi nomor Brian, saya akan mengecek keberadaannya!"Selama ini memang Ferdi tidak mempunyai kontak para pekerjanya, kecuali Kevin dan Surti yang merupakan asisten rumah tangganya. Namun, kali ini ia merasa perlu untuk mengetahui kebenaran tentang hubungan antara istrinya dan sopir pribadinya.Tak lama kemudian, Ferdi menerima pesan dengan nomor telepon Brian, sopir yang menjadi sumber kecurigaannya. Tanpa ragu, ia langsung menelusuri nomor tersebut untuk mengetahui keberadaan Brian dan Zia, berharap ia akan menemukan kebena
"Aman Nyonya," ucap Hasna ketus sambil menatap tajam ke arah Zia. Wajahnya terlihat jelas menunjukkan ketidaksukaannya terhadap rencana yang tengah dijalankan. Namun, pikirannya segera teralihkan ketika ia teringat bayaran yang dijanjikan sepupunya itu. Bayaran yang cukup untuk membiayai kuliahnya dan perawatan di klinik kecantikan membuatnya enggan untuk menolak tawaran tersebut. Dengan berat hati, Hasna menyetujui untuk menjadi kekasih pura-pura Brian saat Ferdi ada di sekitar mereka.Sementara itu, Zia segera keluar dari tempat persembunyiannya yang terletak di apartemen sebelah milik Hasna. Ada pintu rahasia yang menghubungkan kedua ruangan tersebut, memudahkan Zia untuk mengawasi dan memastikan rencana tersebut berjalan lancar.Tadi, Brian baru menyadari bahwa yang menghubunginya adalah Surti. Brian menghentikan aktifitasnya bersama Zia dan memanggil Hasna untuk datang. Lalu menyembunyikan Zia di kamar Hasna. Karena Brian yakin jika Ferdi pasti akan mencarinya."Hasna, apakah kam
Fira berdiri dengan gemetar di depan Ratih dan Ferdi. Tubuhnya lemah, namun ia tahu harus berani mengungkapkan apa yang telah terjadi."Mbak Ratih yang–," ucap Fira dengan suara lirih dan gugup."Fira!" Ratih membentak, wajahnya memerah karena marah. "Jangan banyak membual kamu!"Fira merasa tubuhnya semakin gemetar. Ia menggenggam tangan temannya di sampingnya, mencari dukungan untuk menghadapi situasi yang sangat menegangkan ini."Diam, Ratih!" Ferdi tak bisa menahan emosinya, kesal melihat Ratih memotong ucapan Fira. Matanya menatap tajam ke arah Ratih, yang tampak terkejut dengan reaksi Ferdi."Fira, katakan! Jangan takut kepada orang lain. Saya akan melindungi kamu, jika yang kamu katakan adalah sebuah kebenaran. Tapi, jika kamu berbohong, ruang bawah tanah menantimu," ucap Ferdi dengan nada ancaman yang membuat Fira semakin ketakutan.Fira menelan ludah, mengumpulkan keberanian yang tersisa. Ia berbicara dengan suara lirih namun jelas, mengungkapkan rahasia yang selama ini disem
Kevin melamun, teringat pembicaraannya dengan Ferdi tadi. Ancaman yang menakutkan tapi dia tidak akan mengatakan kejujurannya karena itu sama saja dengan dia bunuh diri.Ferdi menatap tajam ke arah Kevin, mencoba membaca ekspresi wajahnya. "Kamu tidak bocor kan? Karena hanya kamu yang mengetahui tentang semua rahasia saya." Ia menatap mata Kevin, mencari tanda-tanda pengkhianatan. Kevin menggenggam tangannya dengan kuat, merasakan jantungnya berdebar kencang. "Iya, Tuan. Rahasia Tuan aman," sahut Kevin dengan kecemasan yang luar biasa, berusaha meyakinkan bosnya bahwa dirinya tidak akan berkhianat. Bosnya menghela napas, masih belum sepenuhnya yakin dengan jawaban Kevin. "Jika kamu berkhianat, kamu sudah pasti akan tahu apa konsekuensinya,"ucapnya dengan suara yang dingin dan mengancam. Kevin menelan ludah, merasa tekanan yang begitu besar dari tatapan sang bos. "Saya tidak akan berkhianat, Tuan. Saya akan melindungi rahasia Anda sampai akhir," ucapnya dengan penuh keteguhan, berhara
Ferdi terduduk lemas di sofa ruang tamu, menghela nafas panjang sambil menatap layar ponsel yang terus menunjukkan lokasi istrinya yang sama. Rasa cemas dan frustasi bergulir di dadanya, membuat jantungnya berdebar kencang. Berkali-kali dia mengecek ponsel istrinya, berharap ada perubahan posisi atau setidaknya sebuah pesan singkat dari Zia. Namun, hasilnya tetap nihil.Kevin berdiri di dekat pintu dengan wajah cemas. Dia melihat keadaan tuannya yang benar-benar terpuruk. Dengan ragu, Kevin mencoba memberi nasihat, "Mungkin Nyonya butuh waktu untuk sendiri, Tuan."Ferdi mengangkat pandangan dari ponsel, menatap Kevin dengan mata berkaca-kaca. Kepalanya mengangguk perlahan, mencoba meyakinkan diri bahwa apa yang dikatakan Kevin mungkin benar. "Nanti jika sudah merasa lebih baik, pasti Nyonya Zia akan kembali," lanjut Kevin, berusaha memberi semangat pada tuannya.Ferdi menutup matanya sejenak, menghembuskan napas perlahan. Di dalam hatinya, dia berharap semoga Zia segera kembali dan me
"Aman Nyonya," ucap Hasna ketus sambil menatap tajam ke arah Zia. Wajahnya terlihat jelas menunjukkan ketidaksukaannya terhadap rencana yang tengah dijalankan. Namun, pikirannya segera teralihkan ketika ia teringat bayaran yang dijanjikan sepupunya itu. Bayaran yang cukup untuk membiayai kuliahnya dan perawatan di klinik kecantikan membuatnya enggan untuk menolak tawaran tersebut. Dengan berat hati, Hasna menyetujui untuk menjadi kekasih pura-pura Brian saat Ferdi ada di sekitar mereka.Sementara itu, Zia segera keluar dari tempat persembunyiannya yang terletak di apartemen sebelah milik Hasna. Ada pintu rahasia yang menghubungkan kedua ruangan tersebut, memudahkan Zia untuk mengawasi dan memastikan rencana tersebut berjalan lancar.Tadi, Brian baru menyadari bahwa yang menghubunginya adalah Surti. Brian menghentikan aktifitasnya bersama Zia dan memanggil Hasna untuk datang. Lalu menyembunyikan Zia di kamar Hasna. Karena Brian yakin jika Ferdi pasti akan mencarinya."Hasna, apakah kam
Kedua tangan Ferdi mengepal erat saat ia mendengar suara yang terdengar samar dari teleponnya. Dia sangat hafal suara itu, suara istrinya, Zia, yang sedang berbicara dengan nada manja. Kecurigaan akan adanya perselingkuhan antara Zia dan sopirnya membuat wajah Ferdi tampak menyeramkan, penuh kemarahan dan kekecewaan.Ferdi berusaha menahan amarahnya, namun ia tak bisa menutupi rasa sakit yang mulai menghantui hatinya. Dalam kesedihan dan kemarahan, ia berteriak, "Kirimi nomor Brian, saya akan mengecek keberadaannya!"Selama ini memang Ferdi tidak mempunyai kontak para pekerjanya, kecuali Kevin dan Surti yang merupakan asisten rumah tangganya. Namun, kali ini ia merasa perlu untuk mengetahui kebenaran tentang hubungan antara istrinya dan sopir pribadinya.Tak lama kemudian, Ferdi menerima pesan dengan nomor telepon Brian, sopir yang menjadi sumber kecurigaannya. Tanpa ragu, ia langsung menelusuri nomor tersebut untuk mengetahui keberadaan Brian dan Zia, berharap ia akan menemukan kebena
Naura merasa bingung dan ketakutan ketika tiba-tiba Ratih menarik rambutnya dengan keras hingga beberapa helai terlepas. Rasa sakit yang luar biasa membuat air matanya menetes. "Mbak Ratih?" teriak Naura dengan suara parau."Aku salah apa, Mbak?" tanya Naura di sela rasa sakit yang menghinggapinya, mencoba untuk tetap tenang meski takut akan sikap Ratih yang tiba-tiba berubah.Ratih hanya menatap Naura dengan tatapan tajam yang membuat Naura semakin merasa takut. "Kau pikir kau bisa mendapatkan simpati Ferdi hanya dengan berpura-pura lemah seperti ini?" ucap Ratih dengan nada sinis dan penuh kebencian.Naura terkejut dengan ucapan Ratih. Ia tidak mengerti mengapa Ratih tiba-tiba berbicara seperti itu. Padahal sebelumnya, pelayannya itu bersikap baik dan ramah kepadanya, terutama ketika Ferdi ada di rumah ini. Namun begitu Ferdi pergi, Ratih berubah menjadi kasar dan penuh kebencian.Merasa takut dan bingung, Naura berusaha untuk berbicara dengan lembut. "Mbak, aku tidak mengerti kenap
Tak disangka, ketika Laila baru saja membuka pintu apartemen yang ditempati oleh istri muda Ferdi, tiba-tiba Zia, istri Ferdi yang sah, muncul dengan wajah marah."Nyonya!" pekik Laila kaget, matanya membulat sempurna, detak jantungnya berpacu cepat. Ia merasa seakan dunia runtuh karena ketahuan oleh majikannya sendiri."Laila!" sahut Zia balik, tak kalah terkejut melihat pelayannya itu berada di apartemen suaminya. Keduanya saling menatap dengan penuh emosi, berkecamuk dalam diri masing-masing."Jadi, kamu selingkuhan suamiku? Aku gak nyangka. Dasar wanita murahan!" bentak Zia, kemarahan memuncak. Dengan gerakan cepat, dia menarik rambut Laila dan menyeretnya masuk ke dalam apartemen, pintu ditutup keras di belakang mereka."Nyonya salah paham!" rintih Laila sambil menahan rambutnya, mencoba mengurangi rasa sakit yang menyergap akibat ditarik dengan kasar oleh Zia. Wajahnya memerah, matanya berkaca-kaca karena takut.Namun, Zia tak mendengarkan penjelasan Laila. Dia terus menyeret La
Air mata mulai menggenang di sudut matanya, sementara hatinya merasa retak. Zia mencoba menahan tangisnya, berusaha keras untuk tidak menangis di telepon. Pikirannya langsung terbawa pada kemungkinan buruk yang sedang terjadi pada suaminya.Dengan tangan gemetar, Zia akhirnya memutuskan sambungan telepon itu. Dia menundukkan kepalanya, meneteskan air mata yang tak mampu ditahan lagi. Hatinya terasa begitu sakit, seolah teriris oleh pisau tajam yang mencoba membelah dadanya. Rasa tidak pasti itu melukai hatinya lebih dalam, membuatnya merasa hampa dan kehilangan arah.Zia menarik nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Dia tidak tahu apakah suaminya, Ferdi, telah berselingkuh di belakangnya atau mungkin dia hanya menjadi korban suatu keadaan yang tidak menguntungkan. Namun, kebenaran harus segera terungkap agar dia bisa menemukan ketenangan dalam kehidupan rumah tangga mereka.Tak tahan dengan rasa penasarannya, Zia memutuskan untuk mencari jawaban langsung dari orang yang paling
Naura terpojok di sudut kamar dengan wajah pucat ketakutan, kedua tangannya berusaha menutupi tubuh mungilnya yang merasa rentan. Ferdi memandangnya dengan tatapan sinis, membuat Naura semakin merasa ketakutan."Ampun, Tuan," ucap Naura dengan suara yang bergetar. "Maafkan saya. Saya gak akan nolak lagi."Mendengar ucapan istrinya, Ferdi kembali tertawa dengan nada mengejek. Dia menatap Naura seolah mempermainkan perasaan istrinya yang ketakutan itu. Hatinya bahkan seakan menikmati pemandangan tersebut.Ferdi mengepalkan tangan yang memegang ikat pinggang dan kemudian mengangkatnya. Namun, melihat ekspresi ketakutan yang begitu jelas pada wajah Naura, ia akhirnya mengurungkan niatnya untuk mencambuk istrinya. Ferdi tersenyum sinis sambil meletakkan ikat pinggang itu kembali di tempat semula.Seakan mengetahui bahwa bahayanya telah berlalu, Naura mencoba mengatur napasnya yang terengah-engah. Air mata yang sempat menumpuk di sudut matanya perlahan menetes, menggambarkan perasaan terluk