Bab 6
Naura terbangun mendadak, sebuah tamparan keras mendarat di pipinya. Tubuhnya lemas dan terasa sakit di mana-mana. Ia menyadari bahwa dirinya terikat erat di kedua tangan dan kaki. Ruangan sempit dan gelap membuatnya merasa sesak. Sudah beberapa hari ia berada di sini, menjadi tawanan Ferdi dan anak buahnya yang kejam."Tu-tuan..." rintih Naura kesakitan. Wajahnya tampak pucat dan lesu."Berani kamu melanggar larangan yang saya berikan?" hardik Ferdi dengan tatapan yang menyeramkan."Maaf Tuan, saya hanya..." ucap Naura dengan suara lirih dan ketakutan."Hanya apa?" potong Ferdi dengan nada sinis.Naura menunduk, tak berani menatap wajah Ferdi yang penuh kemarahan. Hatinya bergetar kencang, takut akan ancaman yang akan dihadapinya."Apa perlu saya bunuh orang tua kamu, agar kamu tidak kabur dari apartemen?" tanya Ferdi dengan nada dingin dan mengancam.Mendengar ancaman itu, Naura merasa nafasnya tercekat. Airmatanya mengalir deras, memohon agar orang tuanya tidak menjadi korban dari kekejaman Ferdi. Dia berusaha menahan tangis, namun tak mampu menutupi rasa takut dan kehilangan harapan yang memenuhi hatinya.Naura memberanikan diri menatap Ferdi, matanya berkaca-kaca, namun ia berusaha tetap tegar. "Jangan Tuan. Saya mohon jangan ganggu mereka! Biarkan orang tua saya menikmati masa tuanya dengan bahagia!" seru Naura dengan suara yang lirih namun penuh harapan.Prok prok prok...Ferdi tertawa sinis sambil bertepuk tangan. "Manis sekali. Rela berkorban demi orang tua," ucap Ferdi dengan nada mencemooh. Dia mendekatkan wajahnya kepada Naura, membuat jarak di antara mereka semakin dekat.Naura merasa jantungnya berdebar kencang. Dia memejamkan matanya, merasa jika suaminya itu akan menciumnya. Namun, yang terjadi selanjutnya benar-benar di luar dugaannya."Cuih...." Ferdi justru meludah ke wajah istri sirinya, membuat Naura merasa terhina dan hancur. Air mata yang selama ini ia tahan akhirnya jatuh membasahi pipinya yang penuh ludah Ferdi. Meski demikian, Naura masih berusaha untuk tetap tegar dan melindungi orang tuanya, meski hatinya meronta ingin segera meninggalkan kehidupan yang menyakitkan ini.Ferdi menutup hidungnya, seolah bau tubuh Naura sangat menyengat."Bau sekali kamu! Ingin muntah saya rasanya," ucapnya dengan nada jijik. Naura yang sudah lemah dan terluka, hanya bisa menundukkan kepalanya merasa malu dan tak berdaya."Lepaskan ikatannya dan bawa ke kamar!" seru Ferdi sambil menoleh ke arah anak buahnya. Anak buahnya segera mengangguk patuh. "Baik, Boss." Dua orang maju dan melepaskan ikatan tangan serta kaki Naura dengan hati-hati. Naura merasa sedikit lega, tapi rasa takut masih menyelimuti hatinya. Mereka kemudian menggenggam lengan Naura, membantunya berdiri dan membawanya ke sebuah kamar mewah di lantai atas. Ketika pintu kamar dibuka, Naura terkejut melihat perbedaan yang sangat jauh dengan ruangan yang tadi digunakan untuk menyekapnya. Kamar ini luas dengan tempat tidur king-size yang empuk, sofa panjang, dan hiasan dinding yang mewah. Meski begitu, Naura tahu bahwa di balik kemewahan ini, masih ada ancaman yang mengintai."Jangan coba-coba untuk kabur, Nona! Karena Tuan Ferdi bisa melakukan hal yang lebih kejam dari ini," bisik salah seorang yang mengantar Naura ke kamar. Sementara temannya hanya menunggu di pintu saja."Heh! Cepat kita keluar!" seru temannya.Dua orang itu meninggalkan Naura dan menutup pintu kembali.Naura masuk ke kamar mandi dan membersihkan dirinya. Dia sengaja ingin berendam lama di bath up, saat pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka. Dia lupa jika tadi tidak menutup pintu.Dua orang wanita masuk."Siapa kalian?" Naura terlonjak kaget. Dia membenamkan tubuhnya lebih dalam agar tubuh telanjangnya tidak terlihat oleh kedua orang itu."Maaf, Nona. Saya Ratih dan ini Fira. Kami disuruh Tuan Ferdi untuk membantu Nona untuk mandi," ucap Ratih. Usianya sekitar 30 tahunan dan masih sangat cantik."Aku bisa mandi sendiri. Keluar kalian!" bentak Naura."Maaf, Nona. Kami hanya menjalankan perintah Tuan. Jika Nona menolak, maka kami bisa dipecat oleh Tuan," ucap Fira. Fira terlihat lebih muda dan ramah.Naura menghembuskan napas kasar."Baiklah," ucapnya lirih. "Kalian balik badan dulu, aku akan mengenakan underwear dulu."Ratih dan Fira berbalik badan. Naura bergegas mengenakan underwear. Dia risih jika tubuhnya dilihat oleh orang lain. Meski pun itu adalah sesama wanita.Mereka berada di kamar mandi yang luas dan bersih, di mana mereka berdua dengan hati-hati membantu Naura untuk mandi dan membersihkan tubuhnya. Air hangat yang mengalir dari pancuran besar di atas mereka, menciptakan uap lembut yang memenuhi ruangan, membuatnya terasa lebih hangat dan nyaman.Dinding kamar mandi berwarna putih bersih, diterangi oleh lampu yang lembut, menciptakan suasana tenang dan menenangkan. Di salah satu sudut kamar mandi, terdapat rak kayu yang berisi berbagai botol sabun, sampo, dan perawatan tubuh lainnya, yang aroma lembutnya memenuhi udara, menciptakan sensasi yang menyegarkan.Ratih dan Fira mengenakan sarung tangan plastik dan kain lap, keduanya bekerja sama dengan hati-hati untuk membersihkan tubuh Naura. Mereka menggunakan spons lembut dan sabun yang lembut untuk menggosok kulitnya, menghilangkan kotoran dan debu yang menempel, sementara Naura duduk di kursi mandi yang dirancang khusus untuk kenyamanannya.Proses pembersihan ini dilakukan dengan penuh kesabaran dan kelembutan, untuk memastikan bahwa Naura merasa aman dan nyaman sepanjang proses tersebut. Suara air yang mengalir dan gemericik menambah suasana menenangkan dalam kamar mandi, membuat mereka merasa lebih rileks meskipun dalam situasi yang penuh tanggung jawab.Selesai mandi, Naura keluar dan melihat di ranjang sudah ada lingerie yang harus dia kenakan."Apa gak ada pakaian lain? Aku kedinginan," celetuk Naura."Tidak ada, Nona. Tuan yang meminta nona untuk mengenakan lingerie ini," balas Ratih.Naura kembali menarik napas dalam."Tapi aku gak mau!" teriak Naura. Tubuhnya terasa sakit dan pegal karena beberapa hari dalam kondisi terikat.Ikatannya hanya dibuka jika dia akan buang air. Bahkan dia tidak diberi kesempatan untuk sholat."Kalian keluar!" seru Ferdi yang tiba-tiba masuk kamar.Mengetahui kedatangan Ferdi, tubuh Naura kembali bergetar, dia ketakutan. Keringat dingin membasahi tubuhnya yang baru saja dikeringkan dengan handuk.Perlahan Ferdi mendekati Naura dan menatap tajam ke arahnya. Dengan kasar, dia tarik kimono handuk yang dikenakan Naura. Lalu dia dorong Naura ke ranjang."Tuan... Tubuh saya sakit semua," ucap Naura lirih. Berharap Ferdi menghentikan aksinya.Mendapat penolakan dari Naura membuat amarahnya semakin memuncak. Ferdi melepaskan ikat pinggangnya."Tuan... Jangan...!" teriak Naura. Dia menggelengkan kepalanya, saat Ferdi bersiap untuk mendaratkan ikat pinggang itu di tubuh Naura.Naura terpojok di sudut kamar dengan wajah pucat ketakutan, kedua tangannya berusaha menutupi tubuh mungilnya yang merasa rentan. Ferdi memandangnya dengan tatapan sinis, membuat Naura semakin merasa ketakutan."Ampun, Tuan," ucap Naura dengan suara yang bergetar. "Maafkan saya. Saya gak akan nolak lagi."Mendengar ucapan istrinya, Ferdi kembali tertawa dengan nada mengejek. Dia menatap Naura seolah mempermainkan perasaan istrinya yang ketakutan itu. Hatinya bahkan seakan menikmati pemandangan tersebut.Ferdi mengepalkan tangan yang memegang ikat pinggang dan kemudian mengangkatnya. Namun, melihat ekspresi ketakutan yang begitu jelas pada wajah Naura, ia akhirnya mengurungkan niatnya untuk mencambuk istrinya. Ferdi tersenyum sinis sambil meletakkan ikat pinggang itu kembali di tempat semula.Seakan mengetahui bahwa bahayanya telah berlalu, Naura mencoba mengatur napasnya yang terengah-engah. Air mata yang sempat menumpuk di sudut matanya perlahan menetes, menggambarkan perasaan terluk
Air mata mulai menggenang di sudut matanya, sementara hatinya merasa retak. Zia mencoba menahan tangisnya, berusaha keras untuk tidak menangis di telepon. Pikirannya langsung terbawa pada kemungkinan buruk yang sedang terjadi pada suaminya.Dengan tangan gemetar, Zia akhirnya memutuskan sambungan telepon itu. Dia menundukkan kepalanya, meneteskan air mata yang tak mampu ditahan lagi. Hatinya terasa begitu sakit, seolah teriris oleh pisau tajam yang mencoba membelah dadanya. Rasa tidak pasti itu melukai hatinya lebih dalam, membuatnya merasa hampa dan kehilangan arah.Zia menarik nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Dia tidak tahu apakah suaminya, Ferdi, telah berselingkuh di belakangnya atau mungkin dia hanya menjadi korban suatu keadaan yang tidak menguntungkan. Namun, kebenaran harus segera terungkap agar dia bisa menemukan ketenangan dalam kehidupan rumah tangga mereka.Tak tahan dengan rasa penasarannya, Zia memutuskan untuk mencari jawaban langsung dari orang yang paling
Tak disangka, ketika Laila baru saja membuka pintu apartemen yang ditempati oleh istri muda Ferdi, tiba-tiba Zia, istri Ferdi yang sah, muncul dengan wajah marah."Nyonya!" pekik Laila kaget, matanya membulat sempurna, detak jantungnya berpacu cepat. Ia merasa seakan dunia runtuh karena ketahuan oleh majikannya sendiri."Laila!" sahut Zia balik, tak kalah terkejut melihat pelayannya itu berada di apartemen suaminya. Keduanya saling menatap dengan penuh emosi, berkecamuk dalam diri masing-masing."Jadi, kamu selingkuhan suamiku? Aku gak nyangka. Dasar wanita murahan!" bentak Zia, kemarahan memuncak. Dengan gerakan cepat, dia menarik rambut Laila dan menyeretnya masuk ke dalam apartemen, pintu ditutup keras di belakang mereka."Nyonya salah paham!" rintih Laila sambil menahan rambutnya, mencoba mengurangi rasa sakit yang menyergap akibat ditarik dengan kasar oleh Zia. Wajahnya memerah, matanya berkaca-kaca karena takut.Namun, Zia tak mendengarkan penjelasan Laila. Dia terus menyeret La
Naura merasa bingung dan ketakutan ketika tiba-tiba Ratih menarik rambutnya dengan keras hingga beberapa helai terlepas. Rasa sakit yang luar biasa membuat air matanya menetes. "Mbak Ratih?" teriak Naura dengan suara parau."Aku salah apa, Mbak?" tanya Naura di sela rasa sakit yang menghinggapinya, mencoba untuk tetap tenang meski takut akan sikap Ratih yang tiba-tiba berubah.Ratih hanya menatap Naura dengan tatapan tajam yang membuat Naura semakin merasa takut. "Kau pikir kau bisa mendapatkan simpati Ferdi hanya dengan berpura-pura lemah seperti ini?" ucap Ratih dengan nada sinis dan penuh kebencian.Naura terkejut dengan ucapan Ratih. Ia tidak mengerti mengapa Ratih tiba-tiba berbicara seperti itu. Padahal sebelumnya, pelayannya itu bersikap baik dan ramah kepadanya, terutama ketika Ferdi ada di rumah ini. Namun begitu Ferdi pergi, Ratih berubah menjadi kasar dan penuh kebencian.Merasa takut dan bingung, Naura berusaha untuk berbicara dengan lembut. "Mbak, aku tidak mengerti kenap
Kedua tangan Ferdi mengepal erat saat ia mendengar suara yang terdengar samar dari teleponnya. Dia sangat hafal suara itu, suara istrinya, Zia, yang sedang berbicara dengan nada manja. Kecurigaan akan adanya perselingkuhan antara Zia dan sopirnya membuat wajah Ferdi tampak menyeramkan, penuh kemarahan dan kekecewaan.Ferdi berusaha menahan amarahnya, namun ia tak bisa menutupi rasa sakit yang mulai menghantui hatinya. Dalam kesedihan dan kemarahan, ia berteriak, "Kirimi nomor Brian, saya akan mengecek keberadaannya!"Selama ini memang Ferdi tidak mempunyai kontak para pekerjanya, kecuali Kevin dan Surti yang merupakan asisten rumah tangganya. Namun, kali ini ia merasa perlu untuk mengetahui kebenaran tentang hubungan antara istrinya dan sopir pribadinya.Tak lama kemudian, Ferdi menerima pesan dengan nomor telepon Brian, sopir yang menjadi sumber kecurigaannya. Tanpa ragu, ia langsung menelusuri nomor tersebut untuk mengetahui keberadaan Brian dan Zia, berharap ia akan menemukan kebena
"Aman Nyonya," ucap Hasna ketus sambil menatap tajam ke arah Zia. Wajahnya terlihat jelas menunjukkan ketidaksukaannya terhadap rencana yang tengah dijalankan. Namun, pikirannya segera teralihkan ketika ia teringat bayaran yang dijanjikan sepupunya itu. Bayaran yang cukup untuk membiayai kuliahnya dan perawatan di klinik kecantikan membuatnya enggan untuk menolak tawaran tersebut. Dengan berat hati, Hasna menyetujui untuk menjadi kekasih pura-pura Brian saat Ferdi ada di sekitar mereka.Sementara itu, Zia segera keluar dari tempat persembunyiannya yang terletak di apartemen sebelah milik Hasna. Ada pintu rahasia yang menghubungkan kedua ruangan tersebut, memudahkan Zia untuk mengawasi dan memastikan rencana tersebut berjalan lancar.Tadi, Brian baru menyadari bahwa yang menghubunginya adalah Surti. Brian menghentikan aktifitasnya bersama Zia dan memanggil Hasna untuk datang. Lalu menyembunyikan Zia di kamar Hasna. Karena Brian yakin jika Ferdi pasti akan mencarinya."Hasna, apakah kam
Ferdi terduduk lemas di sofa ruang tamu, menghela nafas panjang sambil menatap layar ponsel yang terus menunjukkan lokasi istrinya yang sama. Rasa cemas dan frustasi bergulir di dadanya, membuat jantungnya berdebar kencang. Berkali-kali dia mengecek ponsel istrinya, berharap ada perubahan posisi atau setidaknya sebuah pesan singkat dari Zia. Namun, hasilnya tetap nihil.Kevin berdiri di dekat pintu dengan wajah cemas. Dia melihat keadaan tuannya yang benar-benar terpuruk. Dengan ragu, Kevin mencoba memberi nasihat, "Mungkin Nyonya butuh waktu untuk sendiri, Tuan."Ferdi mengangkat pandangan dari ponsel, menatap Kevin dengan mata berkaca-kaca. Kepalanya mengangguk perlahan, mencoba meyakinkan diri bahwa apa yang dikatakan Kevin mungkin benar. "Nanti jika sudah merasa lebih baik, pasti Nyonya Zia akan kembali," lanjut Kevin, berusaha memberi semangat pada tuannya.Ferdi menutup matanya sejenak, menghembuskan napas perlahan. Di dalam hatinya, dia berharap semoga Zia segera kembali dan me
Kevin melamun, teringat pembicaraannya dengan Ferdi tadi. Ancaman yang menakutkan tapi dia tidak akan mengatakan kejujurannya karena itu sama saja dengan dia bunuh diri.Ferdi menatap tajam ke arah Kevin, mencoba membaca ekspresi wajahnya. "Kamu tidak bocor kan? Karena hanya kamu yang mengetahui tentang semua rahasia saya." Ia menatap mata Kevin, mencari tanda-tanda pengkhianatan. Kevin menggenggam tangannya dengan kuat, merasakan jantungnya berdebar kencang. "Iya, Tuan. Rahasia Tuan aman," sahut Kevin dengan kecemasan yang luar biasa, berusaha meyakinkan bosnya bahwa dirinya tidak akan berkhianat. Bosnya menghela napas, masih belum sepenuhnya yakin dengan jawaban Kevin. "Jika kamu berkhianat, kamu sudah pasti akan tahu apa konsekuensinya,"ucapnya dengan suara yang dingin dan mengancam. Kevin menelan ludah, merasa tekanan yang begitu besar dari tatapan sang bos. "Saya tidak akan berkhianat, Tuan. Saya akan melindungi rahasia Anda sampai akhir," ucapnya dengan penuh keteguhan, berhara
Fira berdiri dengan gemetar di depan Ratih dan Ferdi. Tubuhnya lemah, namun ia tahu harus berani mengungkapkan apa yang telah terjadi."Mbak Ratih yang–," ucap Fira dengan suara lirih dan gugup."Fira!" Ratih membentak, wajahnya memerah karena marah. "Jangan banyak membual kamu!"Fira merasa tubuhnya semakin gemetar. Ia menggenggam tangan temannya di sampingnya, mencari dukungan untuk menghadapi situasi yang sangat menegangkan ini."Diam, Ratih!" Ferdi tak bisa menahan emosinya, kesal melihat Ratih memotong ucapan Fira. Matanya menatap tajam ke arah Ratih, yang tampak terkejut dengan reaksi Ferdi."Fira, katakan! Jangan takut kepada orang lain. Saya akan melindungi kamu, jika yang kamu katakan adalah sebuah kebenaran. Tapi, jika kamu berbohong, ruang bawah tanah menantimu," ucap Ferdi dengan nada ancaman yang membuat Fira semakin ketakutan.Fira menelan ludah, mengumpulkan keberanian yang tersisa. Ia berbicara dengan suara lirih namun jelas, mengungkapkan rahasia yang selama ini disem
Kevin melamun, teringat pembicaraannya dengan Ferdi tadi. Ancaman yang menakutkan tapi dia tidak akan mengatakan kejujurannya karena itu sama saja dengan dia bunuh diri.Ferdi menatap tajam ke arah Kevin, mencoba membaca ekspresi wajahnya. "Kamu tidak bocor kan? Karena hanya kamu yang mengetahui tentang semua rahasia saya." Ia menatap mata Kevin, mencari tanda-tanda pengkhianatan. Kevin menggenggam tangannya dengan kuat, merasakan jantungnya berdebar kencang. "Iya, Tuan. Rahasia Tuan aman," sahut Kevin dengan kecemasan yang luar biasa, berusaha meyakinkan bosnya bahwa dirinya tidak akan berkhianat. Bosnya menghela napas, masih belum sepenuhnya yakin dengan jawaban Kevin. "Jika kamu berkhianat, kamu sudah pasti akan tahu apa konsekuensinya,"ucapnya dengan suara yang dingin dan mengancam. Kevin menelan ludah, merasa tekanan yang begitu besar dari tatapan sang bos. "Saya tidak akan berkhianat, Tuan. Saya akan melindungi rahasia Anda sampai akhir," ucapnya dengan penuh keteguhan, berhara
Ferdi terduduk lemas di sofa ruang tamu, menghela nafas panjang sambil menatap layar ponsel yang terus menunjukkan lokasi istrinya yang sama. Rasa cemas dan frustasi bergulir di dadanya, membuat jantungnya berdebar kencang. Berkali-kali dia mengecek ponsel istrinya, berharap ada perubahan posisi atau setidaknya sebuah pesan singkat dari Zia. Namun, hasilnya tetap nihil.Kevin berdiri di dekat pintu dengan wajah cemas. Dia melihat keadaan tuannya yang benar-benar terpuruk. Dengan ragu, Kevin mencoba memberi nasihat, "Mungkin Nyonya butuh waktu untuk sendiri, Tuan."Ferdi mengangkat pandangan dari ponsel, menatap Kevin dengan mata berkaca-kaca. Kepalanya mengangguk perlahan, mencoba meyakinkan diri bahwa apa yang dikatakan Kevin mungkin benar. "Nanti jika sudah merasa lebih baik, pasti Nyonya Zia akan kembali," lanjut Kevin, berusaha memberi semangat pada tuannya.Ferdi menutup matanya sejenak, menghembuskan napas perlahan. Di dalam hatinya, dia berharap semoga Zia segera kembali dan me
"Aman Nyonya," ucap Hasna ketus sambil menatap tajam ke arah Zia. Wajahnya terlihat jelas menunjukkan ketidaksukaannya terhadap rencana yang tengah dijalankan. Namun, pikirannya segera teralihkan ketika ia teringat bayaran yang dijanjikan sepupunya itu. Bayaran yang cukup untuk membiayai kuliahnya dan perawatan di klinik kecantikan membuatnya enggan untuk menolak tawaran tersebut. Dengan berat hati, Hasna menyetujui untuk menjadi kekasih pura-pura Brian saat Ferdi ada di sekitar mereka.Sementara itu, Zia segera keluar dari tempat persembunyiannya yang terletak di apartemen sebelah milik Hasna. Ada pintu rahasia yang menghubungkan kedua ruangan tersebut, memudahkan Zia untuk mengawasi dan memastikan rencana tersebut berjalan lancar.Tadi, Brian baru menyadari bahwa yang menghubunginya adalah Surti. Brian menghentikan aktifitasnya bersama Zia dan memanggil Hasna untuk datang. Lalu menyembunyikan Zia di kamar Hasna. Karena Brian yakin jika Ferdi pasti akan mencarinya."Hasna, apakah kam
Kedua tangan Ferdi mengepal erat saat ia mendengar suara yang terdengar samar dari teleponnya. Dia sangat hafal suara itu, suara istrinya, Zia, yang sedang berbicara dengan nada manja. Kecurigaan akan adanya perselingkuhan antara Zia dan sopirnya membuat wajah Ferdi tampak menyeramkan, penuh kemarahan dan kekecewaan.Ferdi berusaha menahan amarahnya, namun ia tak bisa menutupi rasa sakit yang mulai menghantui hatinya. Dalam kesedihan dan kemarahan, ia berteriak, "Kirimi nomor Brian, saya akan mengecek keberadaannya!"Selama ini memang Ferdi tidak mempunyai kontak para pekerjanya, kecuali Kevin dan Surti yang merupakan asisten rumah tangganya. Namun, kali ini ia merasa perlu untuk mengetahui kebenaran tentang hubungan antara istrinya dan sopir pribadinya.Tak lama kemudian, Ferdi menerima pesan dengan nomor telepon Brian, sopir yang menjadi sumber kecurigaannya. Tanpa ragu, ia langsung menelusuri nomor tersebut untuk mengetahui keberadaan Brian dan Zia, berharap ia akan menemukan kebena
Naura merasa bingung dan ketakutan ketika tiba-tiba Ratih menarik rambutnya dengan keras hingga beberapa helai terlepas. Rasa sakit yang luar biasa membuat air matanya menetes. "Mbak Ratih?" teriak Naura dengan suara parau."Aku salah apa, Mbak?" tanya Naura di sela rasa sakit yang menghinggapinya, mencoba untuk tetap tenang meski takut akan sikap Ratih yang tiba-tiba berubah.Ratih hanya menatap Naura dengan tatapan tajam yang membuat Naura semakin merasa takut. "Kau pikir kau bisa mendapatkan simpati Ferdi hanya dengan berpura-pura lemah seperti ini?" ucap Ratih dengan nada sinis dan penuh kebencian.Naura terkejut dengan ucapan Ratih. Ia tidak mengerti mengapa Ratih tiba-tiba berbicara seperti itu. Padahal sebelumnya, pelayannya itu bersikap baik dan ramah kepadanya, terutama ketika Ferdi ada di rumah ini. Namun begitu Ferdi pergi, Ratih berubah menjadi kasar dan penuh kebencian.Merasa takut dan bingung, Naura berusaha untuk berbicara dengan lembut. "Mbak, aku tidak mengerti kenap
Tak disangka, ketika Laila baru saja membuka pintu apartemen yang ditempati oleh istri muda Ferdi, tiba-tiba Zia, istri Ferdi yang sah, muncul dengan wajah marah."Nyonya!" pekik Laila kaget, matanya membulat sempurna, detak jantungnya berpacu cepat. Ia merasa seakan dunia runtuh karena ketahuan oleh majikannya sendiri."Laila!" sahut Zia balik, tak kalah terkejut melihat pelayannya itu berada di apartemen suaminya. Keduanya saling menatap dengan penuh emosi, berkecamuk dalam diri masing-masing."Jadi, kamu selingkuhan suamiku? Aku gak nyangka. Dasar wanita murahan!" bentak Zia, kemarahan memuncak. Dengan gerakan cepat, dia menarik rambut Laila dan menyeretnya masuk ke dalam apartemen, pintu ditutup keras di belakang mereka."Nyonya salah paham!" rintih Laila sambil menahan rambutnya, mencoba mengurangi rasa sakit yang menyergap akibat ditarik dengan kasar oleh Zia. Wajahnya memerah, matanya berkaca-kaca karena takut.Namun, Zia tak mendengarkan penjelasan Laila. Dia terus menyeret La
Air mata mulai menggenang di sudut matanya, sementara hatinya merasa retak. Zia mencoba menahan tangisnya, berusaha keras untuk tidak menangis di telepon. Pikirannya langsung terbawa pada kemungkinan buruk yang sedang terjadi pada suaminya.Dengan tangan gemetar, Zia akhirnya memutuskan sambungan telepon itu. Dia menundukkan kepalanya, meneteskan air mata yang tak mampu ditahan lagi. Hatinya terasa begitu sakit, seolah teriris oleh pisau tajam yang mencoba membelah dadanya. Rasa tidak pasti itu melukai hatinya lebih dalam, membuatnya merasa hampa dan kehilangan arah.Zia menarik nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Dia tidak tahu apakah suaminya, Ferdi, telah berselingkuh di belakangnya atau mungkin dia hanya menjadi korban suatu keadaan yang tidak menguntungkan. Namun, kebenaran harus segera terungkap agar dia bisa menemukan ketenangan dalam kehidupan rumah tangga mereka.Tak tahan dengan rasa penasarannya, Zia memutuskan untuk mencari jawaban langsung dari orang yang paling
Naura terpojok di sudut kamar dengan wajah pucat ketakutan, kedua tangannya berusaha menutupi tubuh mungilnya yang merasa rentan. Ferdi memandangnya dengan tatapan sinis, membuat Naura semakin merasa ketakutan."Ampun, Tuan," ucap Naura dengan suara yang bergetar. "Maafkan saya. Saya gak akan nolak lagi."Mendengar ucapan istrinya, Ferdi kembali tertawa dengan nada mengejek. Dia menatap Naura seolah mempermainkan perasaan istrinya yang ketakutan itu. Hatinya bahkan seakan menikmati pemandangan tersebut.Ferdi mengepalkan tangan yang memegang ikat pinggang dan kemudian mengangkatnya. Namun, melihat ekspresi ketakutan yang begitu jelas pada wajah Naura, ia akhirnya mengurungkan niatnya untuk mencambuk istrinya. Ferdi tersenyum sinis sambil meletakkan ikat pinggang itu kembali di tempat semula.Seakan mengetahui bahwa bahayanya telah berlalu, Naura mencoba mengatur napasnya yang terengah-engah. Air mata yang sempat menumpuk di sudut matanya perlahan menetes, menggambarkan perasaan terluk