Musim panas belum berakhir hingga membuat langit kota London begitu cerah. Biasanya orang-orang memanfaatkan musim panas untuk berjalan-jalan. Selain waktu yang terasa lama. Perjalanan tidak akan terganggu dengan turunnya salju atau hujan.
Secerah cuaca kota London, pagi ini wajah Regan juga begitu cerah. Dia begitu bersemangat untuk mengajak Selly pergi. Regan akan mengajak Selly untuk pergi ke satu tempat.Menggunakan bus, mereka sampai di tempat tujuan. ZSL London Zoo-kebun binatang yang menjadi tempat yang mereka kunjungi.Perjalanan dari rumah Selly di Princess Street, memakan waktu tiga puluh menit dengan menggunakan bus. Namun, terbayar saat sampai di sana. Karena wajah Selly begitu bahagia.Saat baru saja tiba di kebun binatang, ponsel Regan berbunyi. Merogoh kantung celananya, dia melihat siapa yang mengirimnya pesan.[Pergi jalan-jalan ke mana?] Pesan dari Bryan yang masuk ke ponsel Regan.[ZSL London Zoo]Waktu istirahat karyawan tiba. Selly ikut teman-temannya dan atasannya untuk makan bersama. Sebenarnya hatinya cemas memikirkan Regan yang entah sudah makan atau belum. Namun, dia tak punya pilihan, karena ini pertama kalinya dia diajak makan siang bersama. Sebagai karyawan lepas yang memang hanya datang saat dibutuhkan, membuatnya merasa tidak enak menolak. “Sepertinya kamu sedang cemas,” ucap Ryan ketika melihat Selly.“Em ... tidak,” jawab Selly seraya menggeleng kepalanya. “Dia sudah tua, pasti dia akan baik-baik saja.” Ryan tersenyum meledek Selly. Selly tahu siapa yang dimaksud oleh Ryan. Sudah pasti Ryan tahu jika Selly memikirkan Regan. Ikut larut dalam makan siang bersama, membuat Selly melupakan sejenak Regan yang mungkin sedang panik dan kelaparan di rumah. Tak mau merusak suasana makan siang, dengan tiba-tiba pergi demi Regan. Membenarkan ucapan Ryan, jika suaminya sudah pasti bisa mengurus dirinya sendiri. Sebel
Selly membuka pintu. Matanya yang sipit karena sehabis menangis, langsung membulat sempurna ketika melihat siapa yang ada di depan pintu. “Hai,” sapa Regan dengan polos. Selly melihat Regan dari atas sampai bawah. Koper besar milik pria itu diletakkan tepat di sampingnya. Seolah dia datang kembali. Tepat saat melihat wajah Regan, pria itu tersenyum polos. Membuat Selly melipat tangan di dada. Gemas sekali melihat wajah polos yang sudah membuatnya menangis. Regan menelan salivanya. Takut sekali dengan tatapan Selly. “Apa aku boleh masuk?” tanyanya dengan bodoh. Tanpa menjawab ucapan Regan, Selly melebarkan pintu. Mempersilakan Regan untuk masuk ke dalam. Manik birunya masih terus menatap Regan dengan tajam. Pertanyaan di otaknya mulai banyak dan itu hanya bisa dijawab oleh Regan sendiri. Regan menarik kopernya, masuk ke rumah. Melewati Selly yang masih berdiri di depan pintu. Dia bingung sekali harus menjelaskan apa ked
Daun-daun mulai menguning-memberi warna yang begitu indah. Warna orange dari daun-daun di pohon menghiasi sepanjang jalan. Membuat mata dimanjakan dengan pemandangan yang ada. “Sudah akan memasuki musim gugur,” ucap Selly ketika berjalan beriringan dengan Regan. Matanya menatap dedaunan yang sudah mulai menguning. Setelah drama tangisan, kekesalan dan kemarahan, akhirnya mereka memulai untuk memahami satu dengan yang lain dari awal. Menggunakan waktu untuk berdua. Satu hal yang mereka lakukan adalah pergi untuk jalan-jalan.“Iya, aku tidak sabar untuk menikmati musim gugur di sini,” ucap Regan seraya menarik tubuh Selly mendekat. Selly sedikit terkejut. “Apa kita akan menikmati musim gugur di sini?” tanya Selly menengadah menatap Regan. “Iya,” jawab Regan pasti. “Apa kamu tidak apa meninggalkan pekerjaanmu?” “Lebih baik aku meninggalkan pekerjaan dari pada meninggalkanmu.” Bagi Regan kini Selly lebih dari segalanya
Bryan dan Felix sampai di Bandara. Mereka menunggu Selly dan Regan yang sedang dalam perjalanan ke Indonesia. Mereka menunggu di tempat parkir. Tempat yang pas untuk mereka menikmati sebatang rokok.“Sepertinya Kak Selly sudah luluh,” ucap Felix seraya mengembuskan asap rokok ke udara. Tubuhnya bersandar di mobil. “Kalau dia belum luluh, mana mungkin dia pulang,” cibir Bryan. Tangannya mengarahkan rokok yang berada di sela-sela jarinya. Mengisapnya, kemudian mengembuskannya. “Benar juga,” jawab Felix tertawa. Baru saja Bryan dan Felix membicarakan Regan dan Selly, tiba-tiba suara ponsel Bryan berdering. Ternyata itu adalah Selly. Dia mencari adiknya yang tak terlihat saat dia keluar dari Bandara. Tak butuh waktu lama, Bryan dan Felix menjemput mereka. Turun dari mobil dua pria itu membantu memasukkan koper ke bagasi.“Kalian itu ke mana saja. Aku sudah menunggu sedari tadi.” Setelah sekian lama tidak mendengarkan suara c
Selly yang sedang tertidur merasakan perutnya sakit. Hingga membuatnya yang tertidur, meringis kesakitan. Karena terasa sakit, dia membuka matanya. “Sayang,” panggil Selly menggoyang-goyangkan tangan suaminya yang melingkar di tubuhnya. “Em ... kenapa?” Regan yang mendengar suara istrinya, terbangun.“Perutku sakit.” Mata Regan seketika membuka sempurna. Tangannya menyibak selimut dan langsung bangkit dari tempat tidur. “Kenapa?” tanyanya khawatir. “Aku ke kamar mandi dulu, aku mau mengecek dulu.” Selly bangun dan berlalu ke kamar mandi. “Mengecek?” gumam Regan bingung. Masih dengan kebingungannya dia mengekor di belakang Selly dan berhenti di depan kamar mandi. Di depan kamar mandi, Regan menunggu istrinya yang sedang di kamar mandi. Beberapa saat kemudian Selly keluar. Wajahnya terlihat muram ketika keluar. Regan yang melihat hal itu merasa panik. “Kenapa?” tanya Regan memegangi bahu Selly. “
Selly dan Clarisa menghampiri Regan yang sedang berbincang dengan rekan kerjanya. Ketika melihat istrinya dan Clarisa, dia beralih pada dua wanita itu. Selly langsung berdiri di samping Regan dan melingkarkan tangannya di lengan Regan. Mendapati tangan Selly di lengannya, Regan tersenyum menatap istrinya. Pemandangan itu tak luput dari penglihatan Clarisa. Ini untuk pertama kali dia melihat senyum Regan. Sejak berkenalan dengan Regan, tak pernah dia melihat senyuman Regan. Sebesar itu cintanya pada istrinya. “Hai, Re,” sapa Clarisa mengulurkan tangannya, mengalihkan pandangan Regan yang sedari tadi tertuju pada istrinya. “Hai, Cla,” sapa balik Regan seraya menerima uluran tangan Clarisa. “Apa kamu datang sendiri?” Regan mencari Papa Clarisa. “Papaku sedang mengobrol dengan papamu.” Regan mengangguk mengerti.Acara pesta dimulai. Semua tamu dipersilakan duduk di tempat yang sudah disediakan. Selly duduk bersama keluarga
“Sayang, pulanglah sekarang. Hari ini jadwal kita.” Regan membulatkan matanya sempurna ketika istrinya menghubunginya hanya untuk memintanya pulang. Padahal niatnya hari ini dia akan pulang terlambat untuk mengurus acara peresmian apartemen yang akan diadakan seminggu lagi.Jika hari-hari biasa dan tidak sibuk mungkin dia akan segera pulang. Namun, kini dia tidak bisa, mengingat kali ini sangat penting. “Sayang, aku akan pulang terlambat. Jadi kita tunda dulu besok.” “Tidak bisa, Sayang, seminggu ini kamu sibuk dan aku sudah mengerti, dan tinggal sehari ini saja.” Regan mengembuskan napasnya. Pasrah ketika harus menuruti keinginan istrinya. “Baiklah, aku akan pulang.” “Ada masalah dengan Selly?” tanya Clarisa.Hari ini mereka akan menghadiri pertemuan untuk persiapan peresmian apartemen. Clarisa sengaja datang ke kantor Regan untuk pergi bersama. Tidak terasa sudah dua tahun pembangunan apartemen dilaksanakan. Perj
Pagi-pagi sekali Selly meminta dan Regan pergi ke apartemen Felix. Dia ingin mengecek keadaan adiknya yang tidak pulang dua hari ini. Merasa sangat khawatir karena tidak seperti biasanya adiknya seperti itu. Menekan bel di apartemen Felix, Selly dan Regan menunggu pintu dibuka. Sesaat kemudian Felix membuka pintu. Tampak pria tampan itu baru saja mandi. Terlihat rambutnya terlihat basah. “Mana Bryan?” tanya Selly. “Dia belum bangun?” “Dia mabuk apa mati, sampai hari ini belum bangun?” Tanpa dipersilakan masuk Selly langsung masuk ke dalam apartemen Felix. Diikuti Regan di belakangnya. Selly berhenti dan berbalik menatap Felix. Tanda menanyakan di mana Bryan berada. Felix yang mengerti maksud Selly langsung menunjuk kamar yang berada di sudut kiri. Membuat Selly langsung melangkah ke sana. Meninggalkan Regan yang berada di ruang tamu Felix. “Mau minum, Kak?” tanya Felix.“Asal bukan minuman beralkohol boleh.” Felix memutar bola matanya mala
Tiga bulan sudah Regan dan Selly menjalani program kehamilan. Hal yang mendebarkan adalah menunggu hasilnya. Jika biasanya Regan dan Selly selalu antusias ke dokter untuk memeriksakan hasilnya, kali ini mereka tampak biasa saja. Bukan tidak berharap memiliki anak, tetapi mereka memilih untuk tidak kecewa lebih cepat. Sudah hampir beberapa hari ini Selly merasakan kepalanya pusing. Padahal dia makan dengan teratur seperti biasanya. Karena tidak berani minum obat dia memilih mengistirahatkan tubuhnya. Seperti beberapa hari yang lalu, Selly merasakan pusing juga. Namun, kali ini pusingnya bertambah dengan rasa mual. Hingga membuatnya memuntahkan isi perutnya. Padahal, dia baru saja sarapan dengan Regan dan mengisi perutnya dengan sandwich. Setelah memuntahkan isi perutnya, Selly merebahkan tubuhnya. Rasanya dia tidak kuat dengan tubuhnya yang lemas. Sambil memikirkan apa yang terjadi padanya, Selly teringat jika dia belum memeriksakan hasil program kehamilan yang se
“Apa sekretarismu jadi mengundurkan diri?” tanya Selly. Tangannya bergerak memakaikan dasi di kerah kemeja Regan. “Jadi, pihak HRD sedang mencari penggantinya. Aku dengar hari ini dia akan datang untuk menemui aku.”“Apa sekretarismu akan cantik dan seksi?” tanya Selly menggoda.“Apa ada wanita yang lebih cantik dan lebih seksi dari istriku?” tanya Regan seraya merengkuh pinggang Selly.” Manik mata birunya menatap wanita yang menurutnya paling cantik di antara wanita-wanita lainnya, dengan penuh cinta. Seolah mengatakan tidak ada wanita lain yang akan dipandangnya seperti itu. “Apa kamu sedang merayuku?” tanya Selly penuh curiga. “Apa itu bagian dari merayu? Jika iya, aku akan asah lebih lagi ilmu itu.”Selly yang gemas menepuk lengan Regan. “Apa ini masih malam? Aku serasa melayang tinggi di udara,” ucap Selly tertawa. Garis senyumnya selalu membuat Regan terpesona. Mengatakan jika istrinya paling cantik bukanlah ke
“Saya tadi memesan meja untuk dua orang,” ucap Selly pada pramuniaga. Senyum manisnya tertarik di bibirnya ketika bertanya. “Atas nama siapa?” tanya pramuniaga ramah. “Atas nama Selena Selly.” Pramuniaga mengecek pesanan atas nama Selly. Ketika mendapati ada nama Selly, dia meminta pramuniaga lain untuk menujukan meja yang dipesan oleh Selly.“Terima kasih,” ucap Selly dengan ramah. Selly duduk di sudut restoran. Sengaja dia memilih meja di dekat kaca yang memberikan pemandangan ibu kota. Dari balik kaca, lampu dari bangunan dan kendaraan tampak berkelip di malam hari. Memberikan warna di gelapnya malam. Malam ini, Selly sengaja memberikan kejutan untuk Regan. Menikmati makan malam bersama. Bagi Selly, waktu berdua sangat penting, mengingat mereka sudah menikah hampir empat tahun. Pastinya akan ada fase di mana mereka saling jenuh dengan hubungan. Selly memandangi langit kota Jakarta. Hari ini malam begitu cerah. Bulan
Selly keluar dari kamar mandi. Dari wajah istrinya, Regan bisa menebak jika hasil dari tes kehamilan yang dijalani Selly hasilnya adalah negatif. Namun, tetap saja, Regan ingin melihat hasilnya. Satu garis yang tercetak di alat tes kehamilan, membuat Regan terpaku. Netranya menatap lekat garis itu. Kemudian melihat wajah istrinya yang tampak biasa saja. Tidak ada ekspresi sedih, kecewa ataupun marah. Menujukan jika dia sudah siap dengan hasilnya. Dua tahun berlalu dengan cepatnya. Segala metode sudah dijalani Regan dan Selly untuk mendapatkan buah hati. Namun, semuanya tidak ada yang berhasil. Dulu saat awal-awal, Selly sangat antusias mengecek hasil ke dokter, tetapi lambat laun, dia malas untuk mengecek ke dokter dan memilih mengecek sendiri di rumah. Karena hasilnya selalu mengecewakan. Jika dua tahun yang lalu, Selly selalu sedih melihat hasilnya. Kini dia sudah seperti terbiasa mendapati jika dia tidak hamil. Tak terlalu menumpukan harapan jika dia
Akhirnya waktu yang ditunggu tiba. Selly dan Regan pergi ke Rumah sakit. Mengecek apakah embrio yang ditanam tumbuh di rahim Selly. Hati mereka benar-benar berdebar-debar. “Tenanglah,” ucap Regan menenangkan istrinya. Tangan Selly yang dingin sedari tadi menandakan jika istrinya ketakutan. “Jika aku tidak hamil, apa kamu akan kecewa?” Manik mata biru milik Selly menatap Regan. “Yang terpenting adalah kita sudah berusaha.” Senyum tipis di wajah Regan begitu meneduhkan hati. Membuat Selly lebih tenang. Walaupun sebenarnya dia sangat berharap jika akan ada janin yang tumbuh di rahimnya. Setelah melakukan pemeriksaan dokter memberitahukan hasilnya. Regan dan Selly saling menggenggam, menguatkan satu dengan yang lain.“Alat kesehatan adalah perantara, tetapi tetap Tuhanlah yang berkehendak.” Mendengar kalimat itu membuat Selly dan Regan tahu jika jawaban atas keberhasilan dari proses bayi tabung tidak berhasil.
“Apa proyeknya akan segera dijalankan?” Selly yang sedang membersihkan wajahnya menatap Regan. Tepat jam sebelas tadi mereka barus sampai rumah setelah makan malam dengan klien. “Iya, mungkin bulan depan mulai dikerjakan.”Suara ponsel Regan terdengar. Membuat Selly dan Regan saling pandang. Merasa heran siapa malam-malam yang menghubungi mereka. Regan mengambil ponselnya. Dahinya berkerut dalam melihat nomor asing yang masuk ke dalam ponselnya. Karena penasaran, dia mengangkat sambungan telepon. “Halo, dengan Bapak Regan Alvaro?” Suara terdengar dari sambungan telepon. “Iya, saya Regan Alvaro.”“Kami dari Polantas Jakarta selatan ingin mengabarkan jika mobil milik Anda mengalami kecelakaan. Mobil dikemudiankan oleh Saudara Bryan Adion menabrak mobil dan menyebabkan korban meninggal dunia.” Regan membulatkan matanya. Terkejut dengan apa yang didengarnya. Selly yang melihat wajah suaminya yang terkejut dan ikut panik.
Suasana kantor begitu sibuk. Pagi ini Maxton Company akan mengadakan meeting untuk mengumumkan pengangkatan Regan sebagai CEO Maxton. Semua karyawan bersiap untuk hari spesial itu. Selly yang menemani suaminya, menyiapkan penampilan suaminya. Tak mau penampilan suaminya buruk. Sebagai calon CEO-suaminya harus tampil sempurna. Selly menunggu Regan di ruang kerjanya. Meeting dihadir oleh para petinggi perusahaan dan Andrew Maxton selaku pemilik Maxton Company. Menunggu Regan di ruangannya, Selly menghubungi Bryan. Dia ingin memastikan jika adiknya itu datang ke acara makan malam nanti malam di rumahnya. Karena papanya akan hadir juga. Namun, berkali-kali dia menghubungi tidak ada jawaban sama sekali. Akhirnya, Selly meminta Felix untuk mengecek Bryan di apartemennya. Memastikan jika adiknya akan datang nanti malam. 🌺🌺🌺Felix yang mendapat telepon dari Selly langsung meluncur ke apartemen Bryan. Semalam dia
Pagi-pagi sekali Selly meminta dan Regan pergi ke apartemen Felix. Dia ingin mengecek keadaan adiknya yang tidak pulang dua hari ini. Merasa sangat khawatir karena tidak seperti biasanya adiknya seperti itu. Menekan bel di apartemen Felix, Selly dan Regan menunggu pintu dibuka. Sesaat kemudian Felix membuka pintu. Tampak pria tampan itu baru saja mandi. Terlihat rambutnya terlihat basah. “Mana Bryan?” tanya Selly. “Dia belum bangun?” “Dia mabuk apa mati, sampai hari ini belum bangun?” Tanpa dipersilakan masuk Selly langsung masuk ke dalam apartemen Felix. Diikuti Regan di belakangnya. Selly berhenti dan berbalik menatap Felix. Tanda menanyakan di mana Bryan berada. Felix yang mengerti maksud Selly langsung menunjuk kamar yang berada di sudut kiri. Membuat Selly langsung melangkah ke sana. Meninggalkan Regan yang berada di ruang tamu Felix. “Mau minum, Kak?” tanya Felix.“Asal bukan minuman beralkohol boleh.” Felix memutar bola matanya mala
“Sayang, pulanglah sekarang. Hari ini jadwal kita.” Regan membulatkan matanya sempurna ketika istrinya menghubunginya hanya untuk memintanya pulang. Padahal niatnya hari ini dia akan pulang terlambat untuk mengurus acara peresmian apartemen yang akan diadakan seminggu lagi.Jika hari-hari biasa dan tidak sibuk mungkin dia akan segera pulang. Namun, kini dia tidak bisa, mengingat kali ini sangat penting. “Sayang, aku akan pulang terlambat. Jadi kita tunda dulu besok.” “Tidak bisa, Sayang, seminggu ini kamu sibuk dan aku sudah mengerti, dan tinggal sehari ini saja.” Regan mengembuskan napasnya. Pasrah ketika harus menuruti keinginan istrinya. “Baiklah, aku akan pulang.” “Ada masalah dengan Selly?” tanya Clarisa.Hari ini mereka akan menghadiri pertemuan untuk persiapan peresmian apartemen. Clarisa sengaja datang ke kantor Regan untuk pergi bersama. Tidak terasa sudah dua tahun pembangunan apartemen dilaksanakan. Perj