Sesampai di rumah, Alvan berjalan menuju kursi sofanya dan melemparkan tubuhnya yang tak bisa mengatasi kesibukan jiwanya.
"Kakak, apa yang kau lakukan?" tanya adiknya yang sedari tadi sudah duduk di sampingnya dan merasa terganggu ketika ia duduk dengan tidak hati-hati.
"Ibu di mana?" tanyanya dengan suara yang sangat datar.
"Menurut Kakak, Ibu bisa kemana jam segini? Tentu saja ibu tidur. Lagipula Ibu harus menyimpan energinya karena besok dia akan sangat sibuk." jawab adiknya dengan suara yang sangat antusias melebihi Alvan, yang akan bertunangan besok.
"Memang jam berapa sekarang?" Alvan melirik jam dindingnya dengan punggung yang masih ia rebahkan di sandaran sofa. "Ah, jam dua belas."
"Kenapa Kakak baru pulang?"
Tanpa memikirkan dirinya yang lelah secara tubuh dan jiwa, adiknya berbicara dengan sangat semangat seolah energinya adalah batu baterai tanpa limit.
Padahal sudah tidak ia jawab, gadis itu malah menambah pertanyaa
Acara pertunangan yang sudah dipersiapkannya selama beberapa minggu ini akhirnya akan dimulai. Suara melodi musik klasik mulai terdengar dari ruang acara dan para tamu pun perlahan berdatangan.Di dalam ruang tunggu, Elsie dan Alvan mencoba untuk menyimpan tenaga mereka yang akan terkuras habis untuk acara ini.Keduanya duduk dengan santai di kursi dengan pakaian dan riasan yang sudah diselesaikan sejak satu jam yang lalu."Bagaimana dengan kepalamu? Apakah masih pusing?" tanya Elsie pada Alvan yang tampak terkapar lemah dengan wajah yang letih. "Bagaimana bisa kau sakit di saat-saat seperti ini?"Dengan suara lemah, Alvan menyangkal kondisi tubuhnya yang jelas-jelas tidak sedang prima, "Aku tidak sakit, aku baik-baik saja."Elsie mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang yang paling sibuk di saat-saat seperti ini, tapi juga yang paling dapat diandalkan dalam kondisi semacam ini.["Halo."]"Anna, bisakah ak
Meskipun disertai banyak keributan, pertunangan mereka tetap berjalan seperti yang direncanakan. Dengan menggunakan topeng wajah setebal mungkin, mereka berlaku seolah tidak ada apapun yang terjadi. Namun itu tidak membuat masalah itu benar-benar menghilang."Alvan, apa maksud reporter tadi?" tanya ibunya ketika mereka sudah sampai di rumah.Alvan menggeleng dan menepis fakta itu, walaupun ia sangat tahu kalau kenyataannya sangat mirip seperti yang dikatakan oleh para reporter. "Tidak, ibu. Itu hanya berita bohong. Elsie akan segera mengadakan konferensi pers dan menuntut berita bohong tersebut."Lalu dengan langkah yang sangat marah, ibunya mendatanginya dan memukul dadanya, "Itu juga yang ibu harapkan. Namun kau tahu apa yang paling melukai ibu? Ibu ingin mempercayai kebohonganmu, padahal ibu tahu yang sebenarnya."Sejenak ibunya terdiam, tapi kemudian dia kembali memarahi Alvan yang berdiri di ambang pintu. "Kau pasti merasa sangat pintar. Kau su
Elsie mendatangi kediaman Eizel yang masih sama dengan rumahnya dua tahun yang lalu, di saat hubungan mereka masih baik.Dengan kemarahan ia menekan belnya, hingga akhirnya pintu rumah pria itu terbuka.Dalam kekesalannya, Elsie langsung mencengkram kerah pakaian itu sesaat setelah melihatnya dan menyudutkannya ke tembok."Kau, pasti kau kan yang melakukannya? Bukankah sudah kuperingatkan untuk tidak mengambil hartaku?"Pria itu tersenyum dengan sangat misterius. "Aku tidak akan menargetkan hartamu, tapi aku menginginkanmu.""Apa? Apa yang kaukatakan tadi?"Eizel menghembuskan napasnya dan ia berbicara dengan nada yang sangat berbeda dengan yang sebelumnya. "Jika memang aku yang melakukannya, aku tidak akan menargetkan hartamu, tapi aku pasti melakukannya untuk mendapatkanmu."Lalu dengan sangat santai pria itu membuka tangannya dan menjelaskan ketidakbersalahannya dengan sangat percaya diri. "Namun membocorkan hubun
Seperti rapat pada biasanya, Anna menyiapkan semua perlengkapan yang ada bersama beberapa pekerja magang yang ditunjuk untuk membantunya. Dari materi yang akan di sampaikan, hingga kopi yang disediakan di atas meja para direktur yang datang, ia yang bertanggung jawab.Lantaran ia sudah melakukan ini selama beberapa tahun, ia bisa mengerjakannya dengan sangat baik dan ia tidak lagi kewalahan seperti ketika pertama kali ia menjadi sekretaris direktur.Ia melihat jam tangannya, lalu mendapati bahwa sebentar lagi rapat akan dimulai. Namun di mana Direkturnya sekarang? Apakah ia sudah kembali dari rumah Eizel.Merasa perlu untuk mengingatkan Direktur Elsie, Anna pun mencoba menghubunginya.Baru nada dering pertama, Direkturnya sudah menjawab teleponnya sambil bertanya, ["Ada apa?"]"AKu hanya ingin mengingatkan kalau sebentar lagi rapatnya akan segera dimulai."["Ya, tenang saja. Aku sedang perjalanan menuju ke sana."] Tak hanya tugas
Dari televisi ruang kantornya, pemberitaan mengenai Elsie tidak juga berhenti. Mengapa mereka terus membicarakannya, ketika wanita itu bahkan bukan seorang artis? Apakah mereka tidak memiliki materi lain, sehingga mereka terus-menerus mengulang pembahasan yang sama bahkan tanpa sedikitpun perkembangan informasi.Benarkah mereka wartawan? Kenapa mereka lebih terlihat seperti beo yang terus mengulang-ulang pembicaraan."Wah, mereka merasa sudah menangkap ikan yang besar, sehingga mereka terus-menerus membanggakan hasil tangkapannya." komentar Nia sambil melihat televisi dengan perasaan sebal."Sudah, biarkan saja." jawab Alvan dari belakangnya yang membuatnya terkesiap lantaran terkejut dengan kehadirannya."Kenapa kau datang kemari?" tanyanya ketika melihat asistennya yang seharusnya bersembunyi dari publik yang terus menghakiminya, kini pria itu justru muncul di depan publik dengan sangat santai."Apa aku tidak boleh kemari?" Alva
Ini adalah kejadian yang sulit untuk Bella. Di satu sisi ia tahu kalau kakaknya sedang melewati masa sulit pasca pemberitaan itu, tapi di satu sisi ia juga merasa khawatir pada ibunya yang terlihat lebih menderita dibandik kakaknya.Bukan sebuah rahasia jika seorang ibu sangat mencintai anaknya. Begitu pula dengan kakaknya. Bukan hanya itu saja, kasih sayang ibunya pada kakak sulungnya itu tampak lebih berbeda dengan kasih sayang yang ia terima.Ia tahu kalau ibu menyayangi semua anaknya, tapi di hati seorang ibu ada anak yang seperti emasnya. Anak yang akan ia cintai dengan lebih, walaupun itu hanya bernilai satu persen lebih banyak. Begitu pula dengan Kak Alvan. Tanpa sedikitpun merasa iri pada cinta yang dia terima, Bella mengakui bahwa ibunya lebih menyayangi kakaknya.Bahkan jika semua kasih sayang itu dikalkulasi dan dihitung dengan angka, mungkin cinta ibunya pada Kak Alvan lebih banyak sepuluh hingga dua puluh persen. Itu semua karena kakaknya sang
Pagi itu, dengan sangat antusias, Eizel memilih pakaian khusus untuk acara hari ini. Hari ini sesuatu yang besar akan terjadi dan ia akan menjadi saksi mata peristiwa luar biasa tersebut. Sambil bersiul gembira ia mempersiapkan dirinya dan berangkat ke kantor perusahaan dengan mobil yang mencolok.Hingga sesampai di sana, dengan dituntun oleh Direktur Johan secara langsung, ia masuk ke sebuah ruang rapat yang besar. Di ruangan itu, ada sangat banyak orang dan sebagian besar orang tersebut ia sudah melihatnya di rumah makan terakhir kali."Semuanya sudah datang?" gumamnya bangga.Lalu dengan sangat hormat, ia dibawa ke kursi yang ada di ujung meja panjang itu dan duduk dengan santai sementara semua sudah diurus dan direncanakan dengan baik.Lalu lima menit kemudian, muncullah tulisan besar di layar yang ada di ruangan tersebut dan di sana dituliskan judul atau tema pembahasan rapat tersebut.Tertulis, 'Rapat penurunan jabatan Direktur Elsie'.
Entah bagaimana kabar pengunduran dirinya bisa menyebar. Siang itu, setelah selasai bekerja sebagai asisten dosen, Alvan mendatanginya. Luar biasanya, dia tidak datang dengan tangan hampa, melainkan dengan banyak makanan ringan, minuman soda, hingga playstation guna untuk menghiburnya.Elsie yang sedari tadi marasa suntuk karena tidak melakukan apapun, kini dibuat semangat dengan kehadiran Alvan. Sambil meletakkan semua makanan ringan itu seadanya, ia langsung membaca panduan playstation yang saat ini sedang dipasang Alvan ke televisinya."Kau pasti memiliki banyak uang, hingga kau membawakan begitu banyak barang.""Tidak." Alvan mencoba setiap stiknya. "Aku membeli ini dengan kartu kredit yang kau berikan."Mendengar ternyata uangnya-lah yang digunakan pria itu, kini dengan menyipitkan mata, Elsie mengatai pria itu, "Dasar pelit. Kau tidak pernah membelikanku dengan uangmu tapi di setiap urusanku kau selalu membelinya dengan kartu kredi
Nia, Elsie dan Alvan naik ke panggung untuk foto bersama kedua mempelai.Namun entah hanya perasaanya saja atau memang seperti itu adanya, Nia merasakan ada yang ganjal dengan hubungan Nia dan Alvan. Memang ia tahu kalau mereka berdua berpandangan dengan tidak ramah di ruang pengantin, tapi ia tidak menyangka kalau masalah itu akan bertahan hingga acara pernikahan hampir selesai.Kini acara yang tersisa adalah pelemparan bunga.Semua orang bersiap di posisi dan Nia pun sedikit menyingkir ke sisi panggung untuk memberi Elsie ruang untuk dapat menangkap bunga.Satu. Dua. Tiga.Bunga pun terlempar dengan sangat anggun, tapi semakin dilihat, ada yang aneh dengan arah pelemparan bunga. Hingga tiba-tiba bunga itu mendekatinya dan jatuh di tangannya.Sontak hal tidak terduga itu membuat semua orang gempar dan bingung.Merasa dia bukan seharusnya yang berhak menerima bunga itu, Nia menatap Elsie yang seharusnya m
Ketika matahari mulai bergerak turun dan perlahan berjalan meninggalkan langit yang terang. Elsie duduk seorang diri di salah satu bangku rumah makan yang dibawah naungan perusahaannya, sambil menatap semburat warna jingga yang memenuhi langit. Sudah beberapa hari ia menetapkan untuk lembur beberapa hari di kantornya dan kini ia akhirnya keluar dari persembunyian setelah ia mengurung diri di dalam tembok kantornya. Semua ini karena bunga itu. Sungguh bunga yang sial. Bersamaan dengan kemarahannya yang kembali bangkit dari dalam hatinya, seorang pria yang ia benci selama beberapa hari ini malah muncul di depan wajahnya. Tidak perlu ditanya, Elsie pasti merasa marah. Dia sangat kesal hingga ketika Alvan mengambil duduk di depannya, ia berpaling ke arah lain seperti anak kecil. Namun masalahnya, ia tidak bisa menerima kekalahannya. Terlebih itu lantaran sebuah bunga sial yang malah terbang ke tempat yang salah. "Kenapa tidak pulang se
Di tengah hiruk pikuk pernikahan yang meriah, Alvan dan Elsie duduk berdampingan dengan suasana kesenyapan yang mencekam layaknya yang terjadi pada pasangan yang sedang bertengkar.Hal ini dimulai lantaran Elsie melihat bagaimana Eizel sangat menyukai Anna dan tidak ragu-ragu dalam melangsungkan pernikahannya. Perasaan irinya itu pun ia sampaikan kepada Alvan, yang meskipun tampak tidak tergerak sedikitpun setelah mendengarkannya, tapi sejak mendengar Elsie menceritakannya, perlahan ia mulai mempertimbangkannya hal disebut dengan pernikahan.Namun Elsie yang tidak sabaran, merasa kode halusnya itu tidak akan mempan untu Alvan yang pada pandangannya tidak sensitif, sehingga Elsie dengan memberanikan diri mengatakan secara gamblang pada Alvan tentang keinginannya untuk menikah.Apakah itu salah? Tentu tidak. Terlebih Alvan tahu seberapa sulitnya bagi Elsie untuk memulai pembicaraan tentang pernikahan lebih dulu, dengan posisinya sebagai wanita. Itu adalah ke
Alih-alih menunggu Anna di pelaminan dan melihat dari kejauhan calon istrinya yang berjalan seorang diri menghampirinya, Eizel memilih untuk berjalan bersama istrinya menuju ke pelaminan.Dengan menggandeng wanita yang dicintainya, ia mengumbar senyum yang sangat lebar nan bahagia. Lalu dengan mata yang saling berkaitan dengan Anna, ia menunjukkan kepada semua orang kalau dirinya sangat beruntung memiliki wanita ini sebagai teman hidupnya.Hingga setiba mereka di pelaminan, mereka menjalani seluruh prosesi pernikahan dan dipenghujung acara, sang pembawa acara menyatakan bahwa mereka sudah resmi menjadi suami istri.Seketika ruang pernikahan itu menjadi amat riuh. Para tamu bertepuk tangan dan tak sedikit yang memberi sorakan atas status baru mereka.Di tengah kebahagiaan yang bertaburan seperti confetti, Eizel menatap langit-langit dengan tercengang.Hidup itu sebuah misteri...****************...~Du
Dengan gaun yang indah yang Nia kenakan di acara pernikahan, ia berjalan tergopoh-gopoh menuju ruang tunggu pengantin. Semua ini adalah salah dari dirinya yang bangun terlambat.Kemarin malam, usai mengatakan salam tidurnya, Nia lupa menyalakan alarm. Hingga, akibat dari perbuatannya, mereka pun jadi bangun terlambat. Hanya untung saja, pengantin wanita sudah bangun lebih dulu dan langsung pergi ke tempat di mana dia akan di rias.Namun di mana kawannya yang satu lagi, kalau tidak salah dia yang bertanggung jawwab dengan bunga buketnya. Lantaran dia menyekap bunga itu sejak pagi, yang katanya itu dia lakukan untuk dapat terhubung dengan bunga. Sehingga ketika pengantin wanita melemparkan bunganya nanti, dia dapat menangkapnya dan segera menikah.Baru dia pikirkan, suara temannya itu sudah terdengar dari kejauhan, meskipun di lobi itu sudah dipenuhi oleh tamu yang berbicara sendiri layaknya suara lebah."Nia."Dengan gaun merah men
~Lima bulan Kemudian."Untuk pernikahan besok. Bersulang.""Bersulang.""Bersulang."Tiga wanita itu pun saling menyatukan kaleng soda mereka, hingga berbunyi suara 'ting' dari permukaan kaleng mereka yang saling bersentuhan.Namun ketika mereka hendak meminumnya bersama, Elsie langsung mengurungkan niatnya dan meletakkan soda itu dengan tatapan sia-sia."Kenapa?" tanya Nia pada Elsie yang tampak kesal lantaran tidak dapat meminum sodanya.Selagi melihat tubuhnya, ia pun mengeluhkan lemaknya yang bertumbuh pesat. "Akhir-akhir ini berat badanku banyak naik. Jadi aku tidak bisa meminum ini dan membuat gaunku kekecilan."Mendengar alasan Elsie, membuat Anna dan Nia menghentikan aktivitas mereka. Hingga satu per satu mulai meletakkan kaleng sodanya."Benar juga." gumam Anna dengan menatap sedih minuman soda itu.Seusai kaleng soda, kini mata mereka tertuju pada makanan melimpah yang ditaruh di
"Kau sudah sampai kantor?" tanya Eizel pada Anna, setelah mereka berhasil masuk ke dalam kantor Direktur Eizel yang berdekatan dengan kantor direktur utama. "Kapan? Aku tidak melihat tasmu ketika datang ke kantor Elsie?""Sudah dari tadi." Anna tersenyum getir dan dia mengungkapkan fakta yang terjadi tadi pagi saat ia datang ke kantor. "Sebenarnya aku sudah sampai di kantor satu jam yang lalu."Mendengar kata satu jam, membuat Direktur Eizel mendelik tidak percaya. Namun memang begitulah faktanya, ia sama sekali tidak mengubah kebenaran yang ada. "Jika memang satu jam yang lalu, kenapa aku tidak melihatmu saat datang tadi? Bahkan aku tidak melihat tasmu di meja.""Itu, itu." Dengan terbata-bata Anna mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya tadi terjadi. "Saat aku datang, ternyata di dalam sudah ada Direktur Elsie dan Alvan di ruangan. Lalu karena tak ingin aku mengganggu mereka, Direktur Elsie menyuruhku untuk pergi berjalan-jalan selama beberapa menit. Jadi itul
Kenapa dari semua hal, peribahasa menggambarkan keterkejutan dengan 'sambaran petir'? Dulu Eizel sering mempertanyakannya. Namun pagi ini akhirnya ia pun tahu dengan sendirinya, betapa sangat mengejutkannya petir.Dari awal ke kantor, Eizel tidak mendapatkan firasat apapun. Hingga ketika ia hendak menyerahkan beberapa dokumen untuk di tinjau ulang oleh Elsie, ia merasa baru saja melihat adegan yang tidak pantas di ruangan wanita itu.Eizel melihat sepasang kekasih yang sedang menjalin asmara dengan berbicara manja satu sama lain. Ada kalanya Elsie mendadak mejaruk dan bersikap seolah akan mengakhiri hubungan, tapi dengan sikap yang sama kekanak-kanakannya, Alvan meredakan kekesalannya dan dua orang yang sedang kasmaran itu kembali mesra dengan berpelukan satu sama lain.Hingga karena ia berdiri mematung di depan pintu dalam jangka waktu yang cukup lama, pria dan wanita itu pun menyadari kehadirannya dan tersenyum lebar."Selamat pagi."
Sesuai janjinya, Alvan akan mendatangi Elsie untuk menyatakan perasaannya untuk terakhir kalinya. Namun lantaran selama beberapa hari ini Elsie tidak datang ke kantornya, Eizel —selaku orang yang membantunya—, dia memberikan alamat rumah Elsie padanya.Ternyata lokasi rumah Elsie tidak jauh dari kantor, dan begitu sampai di sana, Alvan tidak melihat tempat tinggal Elsie sebagai sebuah rumah, melainkan sebuah istana. Sangat besar dan megah. Namun apakah wanita itu tidak kesepian, tinggal di rumah sebesar itu untuk dirinya.Setelah membunyikan bel berkali-kali dan tidak mendapat tanggapan, serta menyadari tidak adanya satu mobil kesukaan wanita itu di halaman parkirannya. Alvan pun mengerti kalau wanita itu kini sedang tidak ada di rumah.Jadi dengan sabar dan jantung berdebar, Alvan menunggu wanita itu di depan rumahnya yang ternyata memakan waktu yang cukup lama.Hingga perlahan hari menjadi semakin malam, dan ketika jam menunjukkan bahwa hari