Annanda membasuh tangan di wastafel, lalu meraih tisu untuk mengeringkannya. Ia baru akan berbalik pergi untuk kembali ke kelas ketika tiga orang siswi seangkatan dengannya masuk dan menghadang langkahnya.
Yang berdiri di tengah (warna lipstiknya merah sekali, membuat bibirnya terlihat seperti berlapis darah) maju satu langkah dan mencondongkan tubuh pada Annanda.
"Kukira ada bau apa, ternyata seorang gelandangan yang entah bagaimana lolos seleksi untuk masuk istana," ucapnya. Dua teman diu samping kiri dan kanannya tertawa-tawa.
Annanda dan Niko memang tidak pernah mengungkapkan siapa mereka sebenarnya. Seluruh anak sekolahan yang mengenal mereka hanya tahu bahwa mereka berdua berasal dari sebuah SMP kecil terpencil yang ndeso.
Andai mereka tahu jika seragam yang mereka kenakan itu berasal dari perusahaan garmen milik ayah Annanda, orang yang mereka sebut gelandangan. Ironisnya, Annanda malah tidak ingin siapapun mengetahuinya.
Niko
"Arga," panggil Ren. "Orang yang kamu kejar-kejar setiap hari itu benar-benar parah." Ren melihat bagaimana Annanda menyeret seorang siswi lain tanpa ampun sepanjang koridor sekolah. Di siang bolong. Gadis liar macam apa yang bisa berlaku seperti itu? "Hm?" Arga menggumam tidak peduli. "Oh, dia pasti punya alasan sendiri, kok." "Meski begitu, tetap saja dia itu barbar sekali," bantah Ren. Arga mengangkat sebelah alisnya. "Ren, apa kamu pernah di-bully?" "Tentu saja enggak! Kalau ada yang berani berpikir begitu, ia bakal menyesal seumur hidup dan-" Kesadaran nampak di wajah remaja berwajah imut itu. "Dia di-bully
Orang yang terakhir muncul adalah Mahesa Saputra. Ia membawa duacup cappuchinodi masing-masing tangan. Ia tinggi, tenang dan kalem. Pembawaannya dewasa dan tampak seperti tidak banyak bicara. Ia mengulurkan salah satucuppada Annanda dengan senyum kecil yang teduh. Annanda otomatis menerimanya karena entah kenapa orang ini seperti memiliki aura lembut seperti ia tidak akan mencelakai bahkan seekor nyamuk pun. "Thanks," ucap Annanda pelan. "Sama-sama, Annanda." "Panggil saja Anna," ralat gadis itu. Mahesa mengangkat sebelah alis, namun memutuskan untuk tidak berkomentar. "Anna,
"Jadi, Anna." Mahesa bertanya padanya ketika pesanan mereka telah terhidang di meja. "Menurutmu, Arga bagaimana?""Keras kepala dan agak gila," sahut Annanda cepat. "Juga sangat menyebalkan. Bukan kombinasi sifat yang bagus."Sebastian terkekeh senang. "Ini pertama kali aku mendengar pendapat semacam itu tentang Arga. Biasanya, orang akan berkata ia ramah, baik hati, tidak sombong, blablabla.""Ini juga pertama kali Arga mengejar-ngejar seseorang sampaiseperti itu," timpal Ren.Sebastian mengangguk setuju. "Biasanya dia yang dikejar-kejar.""Arga masih dikejar-kejar, kok." Ren mengunyah roti melon miliknya. "Kemarin sekitar empat atau lima kali ke belakang gedung. Pas
"Jadi?"Niko mengangkat kepalanya sedikit. Ia baru sadar Annanda menuntunnya ke sebuah ruangan yang jauh dari keramaian. Tidak ada siapapun di sini. Hanya meja dan kursi yang ditumpuk-tumpuk dan kardus-kardus yang entah berisi apa. Sepertinya ini ruang kelas lama yang dialihfungsikan sebagai gudang.Annanda menunggu jawaban dengan tangan disilangkan di depan dada. Ekspresinya sedatar permukaan meja, namun, Niko hampir bisa melihat api tak kasat mata berkobar di belakang tubuhnya.Niko menelan ludah sembari berpikir alangkah beruntungnya ia karena belum juga dihajar hingga detik itu."Anna," ucap Niko. "Mau jadi pacarku, nggak?"Ia mungkin akan dihajar di detik selanjutnya.
Saran Niko untuk meminta maaf berputar-putar di benak Annanda seperti lebah yang mendengung mengganggu.Haruskah ia melakukannya? Namun, Annanda tidak pernah memilikiskillyang baik dalam membangun komunikasi dengan orang lain. Ia tidak tahu bagaimana harus mendekati Arga yang terlihat sekali sedang menghindarinya dan masih kesal padanya.Lama-lama, Annanda jadi pusing sendiri. Hatinya terus menerus mendesaknya untuk mendekat dan menyapa, namun, kata-kata tidak mau keluar dari bibirnya.Alhasil, beberapa kali berpapasan dengan Arga, ia selalu terdiam dan membeku di tempat sembari memaku pandangan pada sang pemuda namun ia tidak mengatakan apapun.Arga hanya menatapnya sekilas sembari mengangkat sebelah alis. Meliha
Ren sesungguhnya tidak benar-benar serius ketika ia menawarkan diri untuk berbicara pada Annanda.Annanda, meski ia adalah seorang gadis dan tubuhnya jauh lebih kerempeng daripada Ren, tetap saja menakutkan bagi anak laki-laki tersebut mengingat Ren pernah melihat sendiri bagaimana ia menyeret seorang kakak kelas dengan begitu brutalnya hingga hair extention kakak kelas tersebut lepas semua.Annanda sangat ganas. Muka juteknya sama sekali tidak menolong kesan pertama yang Ren miliki tentangnya.Namun Ren sudah terlanjur berkata pada Mahesa bahwa ia akan menemui Annanda. Ia tidak suka berbohong pada orang lain, terlebih pada sahabatnya sendiri.Maka, ketika Bastian dan Mahesa membereskan bola-bola basket yang mereka gunakan untuk latihan sebelumnya, Ren menyandang tas punggung di sebelah bahunya dan melangkah menuju gerbang depan sekolah.Ren melihat seseorang sedang berdiri di depan gerbang, memunggunginya. Namun orang tersebut jelas bukan Annanda.Dilihat sekilas pun, walau Ren hany
Hari sudah sore. Matahari sudah sangat condong di ufuk barat, hampir sepenuhnya tenggelam. Waktu berlalu dengan cepat ketika kau mendongkol sepanjang hari.Arga bermaksud untuk pulang. Sungguh. Ia bahkan telah mengambil jalan memutar untuk keluar lewat gerbang belakang karena Mahesa memberitahu bahwa Anna menunggunya di gerbang depan. Ia tidak ingin melihat wajah anak itu untuk sementara ini.Ia tidak ingin...."...."Anna mendongak ketika mendengar suara langkah kaki yang mendekatinya. Mata cokelat hangat itu bertemu dengan obsidian gelap milik Arga. Anak lelaki itu menahan keinginannya untuk segera berpaling dan lari. Atau berjalan mendekat untuk menghampiri gadis itu. Tidak, tidak. Coret kalimat yang terakhir. Arga tidak ingin menghampiri Annanda. Sama sekali tidak.Sepertinya ada sesuatu yang tercermin dalam ekspresi Arga, karena setelah beberapa saat berdiri diam dan memandangnya tanpa ekspresi, Annanda akhirnya memalingkan pandangan sedikit, sebelum membuka mulut untuk bicara.
Annanda menciumnya.Ulangi.Annanda menciumnya.Roger that!Arga sampai sama sekali tidak bergerak saking kagetnya ia. Ia hanya berdiri mematung di sana seperti orang bodoh, dengan bibir sedikit membuka karena syok. Jangan salah paham. Ini tentu saja bukan kali pertama ia ciuman, oke?! Walaupun bersetubuh lebih sering ia lakukan daripada berciuman, tetap saja ia bukannya orang yang sama sekali tidak memiliki pengalaman dalam hal ini!Reaksinya yang hanya terpaku diam semata-mata dikarenakan syok! Sama sekali bukan karena ia tidak tahu harus melakukan apa dengan tangan, bibir, dan anggota tubuhnya yang lain. Otaknya benar-benar blank. Seperti kartu memori yang tidak sengaja ter-format dan kini kosong melompong. Ia tidak bisa memikirkan apapun selain tubuh Annanda yang lebih pendek darinya berjinjit untuk meraih Arga yang tidak kepikiran untuk menunduk. Harumnya yang manis dan terkecap sampai ke belakang tenggorokan Arga. Hangat bibirnya...Annanda mengeluarkan suara pelan yang teredam