Tanda dari surga

Malam telah larut ketika Rafael dan Liam akhirnya tiba di sebuah klinik kecil di pinggiran kota, tempat Elena bekerja. Ruang tunggu tampak kosong, dengan hanya satu lampu redup yang menerangi ruangan. Elena muncul dari ruang belakang, ekspresi terkejut bercampur lega menghiasi wajahnya saat melihat Rafael berdiri di sana bersama seorang anak kecil.

“Rafael?” Elena mendekat, mengamati wajah mereka yang lelah. “Kau baik-baik saja? Dan... siapa anak ini?”

“Namanya Liam,” jawab Rafael pelan. “Dia butuh tempat yang aman untuk malam ini.”

Elena memandang Liam yang berdiri di belakang Rafael, matanya memancarkan ketakutan yang dalam. Tanpa bertanya lebih jauh, Elena mengangguk dan mempersilakan mereka masuk ke ruang belakang. “Kalian bisa istirahat di sini malam ini,” katanya lembut.

Rafael membantu Liam duduk di salah satu kursi, memastikan anak itu nyaman sebelum beralih ke Elena. “Terima kasih,” katanya dengan nada tulus. “Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika kau tidak ada.”

Elena menatapnya dengan penuh perhatian. “Ada apa sebenarnya, Rafael? Kau terlihat seperti membawa beban dunia di pundakmu.”

Rafael hanya menggeleng, terlalu lelah untuk menjelaskan. “Aku akan menceritakannya nanti,” katanya singkat. “Tapi untuk sekarang, aku butuh waktu untuk berpikir.”

Elena mengangguk dengan pengertian. “Ambil waktu yang kau butuhkan.”

****

Rafael tertidur di kursi tua di sudut ruangan, sementara Elena menjaga Liam yang akhirnya tertidur di sofa kecil. Dalam tidurnya, Rafael mulai bermimpi.

Di dalam mimpi itu, ia berdiri di padang luas yang dipenuhi cahaya putih. Suara lembut yang dalam namun menggetarkan menggema di sekitarnya.

“Rafael,” panggil suara itu. “Kau telah dipilih untuk sebuah tugas suci.”

Rafael menoleh, tetapi tidak melihat siapa pun. “Siapa kau?” tanyanya.

“Aku adalah suara dari tempat yang kau rindukan,” jawab suara itu. “Tempat yang kau anggap telah hilang darimu. Namun, aku ada di sini untuk membimbingmu.”

“Apa maksudmu?” Rafael bertanya dengan suara penuh kebingungan.

“Liam adalah Pembawa Cahaya,” kata suara itu tegas. “Ia memiliki kekuatan yang dapat menyelamatkan dunia ini dari kegelapan. Tetapi ia belum siap. Kau harus melindunginya, melatihnya, dan memastikan ia memenuhi takdirnya.”

“Kenapa aku?” tanya Rafael, suaranya penuh rasa sakit. “Aku bahkan tidak bisa melindungi diriku sendiri. Apa yang membuatku layak untuk tugas ini?”

“Karena kau adalah satu-satunya yang dapat melakukannya,” jawab suara itu. “Ketika kau menerima tanggung jawab ini, kau akan menemukan kembali dirimu. Tapi jika kau gagal, dunia akan jatuh ke dalam kegelapan abadi.”

Cahaya di sekitar Rafael mulai meredup, dan suara itu memudar dengan pesan terakhirnya. “Jangan biarkan ketakutanmu menguasaimu, Rafael. Cahaya itu bergantung padamu.”

Rafael terbangun dengan napas terengah-engah, tubuhnya basah oleh keringat meskipun udara dingin. Mimpi itu terasa begitu nyata, seperti panggilan langsung dari surga.

****

Elena, yang sedang duduk di samping Liam, segera menyadari bahwa Rafael telah bangun. “Mimpi buruk?” tanyanya lembut.

Rafael menatapnya dengan mata penuh beban. “Aku tidak tahu apakah itu mimpi buruk atau tanda.”

Elena mendekat, duduk di kursi di hadapannya. “Kau ingin membicarakannya?”

Rafael menghela napas panjang, mencoba merangkai kata-kata. “Aku melihat cahaya. Ada suara yang mengatakan bahwa Liam... bahwa dia adalah Pembawa Cahaya.”

Elena terdiam, tetapi matanya menunjukkan bahwa ia mendengarkan dengan saksama.

“Suara itu mengatakan bahwa aku harus melindunginya, bahwa dia adalah kunci untuk menghentikan kegelapan,” lanjut Rafael. “Tapi... aku tidak yakin apakah aku mampu melakukannya.”

“Apa yang membuatmu ragu?” tanya Elena.

“Karena aku telah gagal sebelumnya,” jawab Rafael dengan nada penuh kepedihan. “Aku kehilangan segalanya—sayapku, tempatku di surga, dan sekarang aku harus melindungi seseorang yang bahkan tidak bisa melindungi dirinya sendiri.”

Elena menatapnya dengan penuh empati. “Rafael, semua orang pernah gagal. Tapi kegagalan itu tidak mendefinisikan siapa kita. Yang penting adalah apa yang kita lakukan setelah itu.”

Rafael tertawa kecil, tetapi tidak ada kebahagiaan dalam suaranya. “Kau membuatnya terdengar begitu mudah.”

“Karena aku percaya pada pilihan kita,” jawab Elena tegas. “Kau punya kesempatan untuk melakukan sesuatu yang berarti. Kau bisa memilih untuk menyerah, atau kau bisa memilih untuk mencoba.”

****

Rafael menunduk, memandangi tangannya yang kasar dan penuh luka. Kata-kata Elena mengingatkannya pada sesuatu yang ia lupakan sejak lama—keyakinan pada pilihan.

Ketika ia melihat Liam yang sedang tertidur dengan tenang di sofa, ia merasa ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Anak itu membawa sesuatu yang Rafael bahkan tidak bisa jelaskan—sebuah harapan kecil yang mulai tumbuh di dalam hatinya.

“Aku akan mencoba,” kata Rafael akhirnya, suaranya rendah tetapi penuh tekad.

Elena tersenyum kecil. “Itu adalah langkah pertama.”

“Tapi ini tidak akan mudah,” tambah Rafael, menatap Elena. “Liam adalah target. Kegelapan akan terus mengejarnya, dan aku tidak bisa melakukannya sendiri.”

“Kau tidak perlu melakukannya sendiri,” kata Elena, nada suaranya penuh kepercayaan. “Aku di sini. Kita akan melindunginya bersama-sama.”

Untuk pertama kalinya, Rafael merasa ada seseorang yang benar-benar peduli padanya. Dan meskipun jalannya penuh bahaya, ia tahu bahwa ia tidak akan berjalan sendirian.

****

Ketika malam semakin larut, Rafael berdiri di dekat jendela, menatap langit yang penuh bintang. Tongkat kayu di tangannya terasa lebih ringan, seolah-olah beban yang ia pikul mulai terangkat sedikit demi sedikit.

Mimpi itu mungkin memberikan tanda yang jelas, tetapi keputusan akhirnya ada di tangannya. Dan Rafael tahu bahwa ia telah memilih jalannya. Ia akan melindungi Liam, apa pun yang terjadi.

Elena menghampirinya, berdiri di sampingnya. “Kau tahu, ada sesuatu yang berbeda pada dirimu malam ini,” katanya.

“Apa itu?” tanya Rafael.

“Kau terlihat seperti seseorang yang telah menemukan tujuannya,” jawab Elena sambil tersenyum.

Rafael hanya mengangguk, matanya masih terpaku pada bintang-bintang. “Aku hanya berharap aku cukup kuat untuk menjalani ini.”

“Kau akan kuat,” kata Elena dengan keyakinan. “Dan jika kau tidak kuat, aku akan ada di sini untuk membantumu.”