Aarav sedang duduk di kelas sambil membaca buku IPA, mata pelajaran kesukaannya apalagi tentang materi biologi.
Di saat sedang santai belajar, tiba-tiba Dennis datang dan memukulnya tanpa alasan, membuat Aarav merasa kesakitan. Dia memegangi bahunya yang terasa perih itu dan menatap Dennis dengan ketakutan. Jantungnya berdetak kencang merasa gugup dan kakinya gemetar. Keringat dingin mengucur membasahi rambut hingga tubuhnya.
Aarav menjadi sangat gugup. Apalagi saat Dennis melempar sebuah buku ke arahnya sambil tersenyum licik.
"Hei culun, tolong kerjain tugasku!" pinta Dennis dengan kasar pada Aarav.
Aarav hanya diam. Dia berusaha menolak permintaannya itu dengan menggelengkan kepalanya.
"Maaf, aku tidak bisa. Aku lagi sibuk soalnya, lebih baik kamu belajar mengerjakan soalnya sendiri," tolaknya halus.
Dennis memandang Aarav tak suka.
"Alasan kamu. Sudah sana cepat kerjakan! Atau aku akan memukulmu sekali lagi," ancam Dennis.
"Ta--tapi?"
_Plak_
Tiba-tiba saat Aarav ingin mengatakan sesuatu, Dennis justru kembali menamparnya dan membuat Aarav semakin kesakitan. Tanpa disadari, air matanya mulai menetes dan mengalir membasahi wajahnya. Hatinya benar-benar marah akan perlakuan temannya itu, ingin sekali dia memberikannya pelajaran, tapi tak mampu.
Akhirnya, Aarav pun terpaksa mengerjakan tugas Dennis tersebut, sedangkan Dennis hanya diam dan tersenyum licik melihat Aarav yang tidak berdaya itu.
***
Seorang gadis sedang berada di perpustakaan untuk membaca buku sembari bergurau bersama teman-temannya.
Rambutnya yang lurus sebahu, matanya yang hitam. Senyumnya yang manis. Gadis itu terlihat sangat cantik.
Beberapa saat berlalu, teman gadis itu perlahan mulai menghilang dari pandangan. Sementara dia masih tetap berada di perpustakaan ini sambil memegang bukunya.
Karena merasa kesepian dan sedikit takut akibat sendirian, gadis itu pun memutuskan untuk kembali ke kelas.
Di tengah jalan menuju ke kelasnya. Tanpa disengaja dia melihat Aarav sedang duduk termenung di taman sambil terus menundukkan tatapannya. Pandangannya kosong seperti tidak ada semangat bahkan harapan.
Gadis yang melihatnya seperti itu hanya diam dan tersenyum kecil. Dia lalu berjalan menghampiri Aarav.
"Hai," sapanya sambil menepuk bahu Aarav.
Aarav mengedipkan matanya dan mulai tersadar dari lamunannya. Dia memandang gadis yang ada di depannya itu dengan heran.
"Iya? Ada apa?"
"Kau baik-baik saja 'kan? ku lihat tadi wajahmu terlihat cemas, ada masalah apa? Sini cerita," ucap gadis tersebut. Dia tersenyum kecil, berusaha untuk menenangkan Aarav yang tegang akibat kejadian tadi pagi.
Aarav menggelengkan kepalanya pelan.
"Tidak ada. Aku baik-baik saja, kau salah paham. Tadi aku hanya kelelahan," bantah Aarav.
"Serius?"
Aarav menatap gadis yang ada di depannya itu dengan kesal membuatnya merasa gugup. Dia pun berusaha meminta maaf padanya, tapi saat bibirnya ingin mengucapkan sesuatu, Aarav justru memotong ucapannya itu dengan tertawa pelan.
"Hahaha. Kau pikir aku bohong? Aku jujur kok, lihat aku bahagia. Gak ada masalah apa-apa."
"Emm, ya sudah kalau begitu. Ngomong-ngomong, kau mau tidak jajan bersama aku? Di kantin?" ajak gadis itu. Aarav hanya diam dan menggelengkan kepalanya.
"Tidak. Aku pergi dulu," tolaknya dengan nada halus tapi dingin. Dia lalu bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan gadis itu sendirian di taman.
Melihat kepergian Aarav, gadis itu menggeleng dan tersenyum kecil. Memang sudah jadi kebiasaan pemuda itu berbohong tentang perasaannya, dan ini bukanlah masalah baru bagi gadis itu. Dia hanya heran, kenapa Aarav selalu memanipulasi orang-orang di sekitarnya dengan tersenyum dan berbohong, terutama padanya. Bahkan dia juga tidak pernah menghargainya. Sehingga membuatnya merasa sedih.
Meskipun Aarav sering bersikap dingin pada orang-orang terutama pada perempuan tidak membuat gadis itu putus asa. Dia justru semakin menyukai Aarav dan mulai tulus mencintainya tanpa sepengetahuan Aarav sendiri.
_kring kring kring_
Lamunan gadis itu seketika buyar saat mendengar suara bel sekolah. Dia segera bergegas masuk ke kelas untuk mengikuti pembelajaran.
***
Di kelas, Annisa, teman gadis itu bertanya pada padanya, "Ada apa? Kenapa kau terlambat?"
Gadis itu tersenyum kecil menatap Annisa.
"Dengar ... tadi aku baru saja bertemu Aarav dan dia--"
"Aarav lagi Aarav lagi. Sampai kapan kau akan mengagumi dia seperti ini? Sudah cukup Ra. Kau tidak harus memaksa dirimu untuk tetap mencintai Aarav. Kau juga berhak bahagia, jangan siksa dirimu sendiri dengan melakukan hal ini. Mencintai seseorang yang bahkan tidak menghargai mu," tegur Annisa.
Gadis bernama Tiara itu hanya diam dan tersenyum kecil sambil menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak bisa Nis. Kalau aku diam dan berusaha melupakannya, hati aku justru semakin tersiksa. Apalagi kalau aku hanya diam.."
Annisa memegang dahinya dan menggelengkan kepalanya pelan. Dia benar-benar tak habis pikir dengan temannya itu. Sedangkan Tiara hanya tersenyum.
-Bersambung-
Ana sedang membersihkan ruang keluarga. Di sana dia melihat Angga sedang duduk sambil fokus bekerja dengan menggunakan laptopnya. Dia terus mengamati majikannya itu sambil menyapu lantai. Samar-samar, saat sedang menyapu, tanpa disengaja Ana mendengar percakapan Angga yang sedang bertelepon. Suara Angga saat itu terdengar sangat emosi dan cemas, membuat Ana menjadi penasaran akan percakapan mereka. Karena penasaran, dia pun mencoba untuk menguping pembicaraan Angga di belakang sofa sambil pura-pura menyapu agar tidak menimbulkan rasa curiga. "Apa? Aku gak bisa ke sana. Aku lagi sibuk. Lain kali saja," tolak Angga pada si penelpon. "Tidak bisa, Pak. Anda harus datang. Ada hal penting yang harus saya bicarakan," desak penelpon. Angga memegang dahinya dan menundukkan tatapannya. Dia mengembuskan napasnya kemudian melanjutkan obrolannya. "Baiklah kalau begitu. Saya akan ke sana," pungkas Angga. Dia lalu mematikan
Angga sedang duduk makan malam bersama Aarav. Seperti biasa, mereka hanya diam dan memakan makanannya tanpa berkata apa-apa. Sikap dingin mereka membuat suasana menjadi sunyi. Aarav memakan makanannya dengan lahap kemudian pergi begitu saja tanpa sepatah katapun. Angga yang melihatnya merasa kesal. Dia memandang kepergian Aarav dan menggelengkan kepalanya pelan kemudian melanjutkan makannya. Selesai makan, Angga pergi ke ruang kerjanya. Di sana di lantas membuka laptopnya dan segera membuka berkas-berkas yang ada di dalamnya kemudian menyelesaikan kekurangan pekerjaannya tadi sore. Angga mengerjakan pekerjaannya dengan fokus dan cepat diiringi dengan pertanyaan dan bayangan akan sosok wanita yang tadi dia temui. Wanita itu benar-benar telah membuat Angga menjadi gelisah. Dengan perasaan kesal. Angga menggerakkan bola matanya ke kanan atas sembari berpikir mengingat apa yang terjadi padanya waktu itu.#FlashbackAngga mera
Aarav berangkat ke sekolah. Sesampainya di sana, dia segera memakirkan motornya dan melepas helmnya. Kemudian merapikan seragamnya sejenak. Sekilas Aarav memandangi bunga-bunga yang ada di halaman sekolah sambil tersenyum kecil.Aldo, teman Aarav datang menghampirinya dan menepuk bahunya.Aarav berbalik dan menatap Aldo sambil tersenyum kecil."Iya? Ada apa?""Ayo berangkat ke kelas sama aku!" ajak Aldo. "Baik!'Aldo pun menggenggam tangan Aarav dan mengajaknya masuk ke kelas bersama.***Saat istirahat, Tiara jajan di kantin bersama Annisa.Bisa dikatakan, Tiara dan Annisa Mereka berdua adalah sahabat dekat, setiap hari, bahkan setiap saat mereka selalu bersama. Dimana ada Annisa disitu pasti ada Tiada. Kadang karena kedekatan mereka, mereka sering disebut saudara yang tak terpisahkan.Tiara memandangi sate yang ada di depannya. Dia memegang sate tersebut kemudian pergi menemui ibu kantin
Sesampainya di rumah, Tiara berterimakasih pada Aldo karena mau mengantarkannya pulang. Sedangkan Aldo hanya diam dan tersenyum, dia kemudian pamit pergi.Di perjalanan, Aldo terus saja tersenyum. Hatinya merasa lega dan bahagia bisa mengantarkan Tiara pulang ke rumah dengan motornya itu. Dia begitu bahagia bisa dekat dengannya meski hanya sekedar boncengan motor, seolah sedang memadu kasih. Hujan yang turun deras membuat cinta ini semakin terasa indah.Aldo tersenyum memejamkan matanya dan menikmati setiap tetes air hujan yang membasahi wajahnya sambil bergumam, "Aku suka kamu, Tiara.''Dia yang tidak bisa menahan perasaannya itu pun memutuskan untuk mengungkapkan perasaannya di kampus besok.***Tiara dan Annisa sedang mengobrol bersama di kelas. Sekilas, Tiara mengalihkan perhatiannya dari Annisa dengan memandangi kelas Aarav. Matanya masih setia menunggu kedatangan Aarav di kelasnya. "Apa yang kau lakukan?" tany
Tiara sedang duduk di bangku taman belakang sekolah sambil menunduk dan meneteskan air matanya. Hati kecilnya masih terasa sakit dengan sikap Aarav kemarin. Di saat menangis, tiba-tiba Dennis datang. Dia tersenyum sinis melihat Tiara."Kau kenapa menangis? Dia itu memang cupu. Seharusnya kamu gak usah ngejar dia lagi. Apalagi dia itu bukan anak baik-baik," ujar Dennis.Tiara menatap Dennis terkejut. Dia mengerutkan keningnya."Hah? Apa katamu tadi? Aarav bukan cowok baik-baik? Maksudnya apa?" tanya Tiara berusaha tetap positif thinking pada pujaan hatinya."Ya dia bukan cowok baik. Dia itu suka minum, apalagi ayahnya itu---" ucapan Dennis terpotong saat melihat Aarav berdiri di belakang Tiara kemudian berbalik dan membaca artikel yang ada di tembok.Dennis mengedipkan matanya beberapa saat. Dan menatap Tiara.Tiara yang melihat Dennis terdiam tiba-tiba menjadi semakin penasaran. Dia menggaruk rambutnya."S
Aldo berusaha sekuat tenaga untuk menggandeng tangan Aarav dan membawanya tepat ke rumah. Di sana, dia segera mengetuk pintu.Ana yang mendengar suara ketukan pintu itupun bangkit dari duduknya dan segera membuka pintu. Dia terkejut melihat Aarav dalam keadaan tidak sadarkan diri bersama Aldo."Apa yang terjadi pada nya?" tanya Ana sambil menatap Aldo.Aldo hanya diam. Dia menggaruk pelan kepalanya kemudian menjawab, "Aarav mabuk, Bi. Dia habis meminum banyak."Ana mengangguk pelan. Dia meminta tolong pada Aldo untuk membawa Aarav ke kamarnya karena dia tidak kuat memapah tubuhnya, sedangkan di sini sudah tidak ada orang lagi, ada yang tertidur, dan ada juga yang pergi. Hanya Ana lah yang ada di sini dan masih terjaga.Setelah selesai membaringkan Aarav di ranjang, Aldo pun berjalan keluar kamarnya.Ana tersenyum menatap Aldo."Makasih ya, Nak. Kamu baik banget udah mau nolongin Aarav," ucap Ana.Aldo terseny
Angga berdiri di dapur sambil tersenyum melihat sekeliling ruangan. Tanpa sadar pikirannya tertuju akan sebuah meja dan sebuah kenangan akan masalalu kini kembali menghiasi kesunyian ini.Dia melangkahkan kakinya menuju ke meja makan sambil terus mengingat istrinya dulu. #FlashbackVira sedang memasak makanan di dapur. Aroma bumbunya yang sedap itu begitu merasuk ke dalam supnya, dan membuat Angga tengah sibuk bekerja itupun menjadi tidak fokus gara-gara makanan. Karena penasaran, dia pun berjalan mendekati arah aroma tersebut dan menemukan istrinya sedang memasak. Sambil tersenyum menatapnya, dia berjalan menghampiri Vira kemudian memeluknya dengan penuh cinta.Vira tersenyum kecil. Dia berusaha menyingkirkan tangan pria tersebut, tapi sayangnya tidak berhasil. Sang suami justru semakin mempererat pelukannya, membuatnya tak nyaman karena sedikit mengganggu memasak.Dia menolehkan kepalanya dan menatap Angga."Lepas
Reina berjalan ke rumah sambil menuntun sepedanya dan memasukkannya ke dalam dengan wajah lesu. Dia masih kecewa dengan sikap Aarav tadi.Sang ibu yang melihat Reina murung seperti itu hanya diam dan tersenyum kecil. Dia melangkahkan kakinya berjalan menghampiri Reina."Ada apa? Kenapa wajahmu terlihat kesal?" tanyanyaReina menatap ibunya sekilas. Dia kemudian menundukkan kepalanya."Ma ... Tadi Reina tidak sengaja kecelakaan," jelas Reina."Apa!? Bagaimana bisa? Sini duduk dulu, sambil istirahat," titah sang ibu, menyuruh anaknya untuk duduk di sampingnya di ranjang. Reina mengangguk. Dia kemudian duduk di ranjang dan mendekat pada ibunya. Kepalanya disandarkan di bahu ibu.Reina mengembuskan napasnya berat untuk mengatur pernapasan dan detak jantungnya yang tidak karuan agar kembali normal."Tadi kan Ma, ada orang ngebut. Jadi tidak sengaja nabrak Reina. Emang lukanya tidak terlalu parah, tapi dia menjen
"Tidak, Mama darimana saja? Aarav habis beli makanan kesukaan mama, tau?" ujar Aarav berusaha mengalihkan pembicaraan.Vira menatap putranya dengan dingin. Dia berjalan mendekat sambil bertanya, "Kamu tadi bilang Mama kenapa?"Aarav tersenyum. "Tadi, Aarav juga pengen disuapi Mama cuma mama tidak ada di sini.. jadi Tante Farah yang menyuapi Aarav," jelasnya.Vira terdiam. Dia menghela napas sambil melirik Farah dengan kesal. Sementara wanita itu justru membalasnya dengan senyuman."Biar aku makan sendiri," ujar Aarav mengambil makanan yang dipegang Farah lalu memakannya sendiri.Farah tersenyum menatap Aarav. "Gimana? Kamu suka?" tanyanya ramah melihat lelaki itu makan dengan lahap.Aarav mengangguk. Dia tersenyum senang. "Makanan Tante memang selalu enak. Aku suka..""Baguslah. Kapan-kapan main ke rumah Tante, biar Tante masakin makanan yang lebih banyak buat kamu.." ujar Farah pada Aarav sambil melirik Vira yang sedang menatapnya dingin."Sepertinya itu lain kali. Karena, Aarav juga
Reina berjalan menghampiri Aarav. Dia tersenyum ramah menatap lelaki yang merupakan kakak kandungnya itu."Hai. Good morning," sapa Reina.Aarav membalas senyuman Reina. "Morning. Bagaimana kabarmu? Kau pasti senang kan bisa tidur di kamar mewah?" tebaknya.Reina menghela napas. Dia mengangguk pelan."Iya, tapi aku juga sedih. Aku rindu Mama. Oh ya, bagaimana harimu dengan beliau? Rasa rindumu sudah berkurang bukan?" Aarav menggeleng. Wajahnya menjadi datar dan hanya tersenyum. "Iya, aku senang bisa sama Mama. Jujur, aku ngga enak dengan keputusan papa buat tukaran posisi seperti ini..." ujar Aarav sambil menunduk.Reina merangkul Aarav. "Kau yang sabar. Kita pasti akan jadi keluarga harmonis.."Aarav hanya diam dan tersenyum kecil. Dia membelai rambut Reina dengan kasih. "Makasih adikku sayang," ucapnya.***"Aarav dan Reina kakak adik? Itu berarti aku bisa menjadi pacarnya?" tanya Tiara pada dirinya sendiri karena senang mengetahui kenyataan hubungan Reina dan Aarav."Mereka sauda
Angga menatap Reina tak percaya. Dia memangku pipi putrinya itu sambil menatap dengan mata yang berkaca-kaca. "Putriku.." ucapnya senang lalu memeluk Reina.Reina membalas pelukannya. "Papa? Selama ini, papa ada dimana? Kenapa mama tidak pernah bercerita bahwa--""Sudahlah. Yang sudah berlalu, biarlah berlalu. Sekarang, yang penting kita bisa bertemu dan berkumpul kembali. Aku senang sekali," ucap Aarav sambil berjalan menghampiri Reina.Reina menatap Aarav tak percaya. Dia masih ling lung. Pikirannya butuh waktu untuk mencerna keadaan. Angga menatap Vira dengan senyuman dan mata yang berkaca-kaca. Namun, sang istri justru membalasnya dengan tatapan dingin."Ini sudah malam. Kau harus istirahat. Reina, kau di sini, temani mama. Dan kau Aarav, ayo pulang. Kita akan menyiapkan sesuatu untuk mama nanti.." jelas Angga.Reina mengerutkan kening. "Sesuatu apa?"Aarav hendak menjawab pertanyaan Reina, namun saat melihat ekspresi Angga yang melarangnya memberi tahu rencana surprise mereka pu
Saat sedang terpaku akan keadaan, tiba-tiba ponsel Aarav berbunyi. Segera, diapun pamit keluar untuk menjawab telepon tersebut."Halo, iya ada apa, Pa?" tanya Aarav dengan suara serak seperti ingin menangis, namun juga tersenyum senang."Kau dimana? kenapa belum pulang sore begini?" Angga juga terdengar khawatir.Mengetahui ayahnya yang sedang mencemaskan keadaan dia, Aarav pun merencanakan sesuatu untuk kedua orang tuanya tersebut. Dia tersenyum."Papa, Aarav lagi di rumah sakit, kepala Aarav sangat sakit," jelas Aarav sembari memegang kepalanya, membuat Angga terkejut."Apa?! Kenapa tidak menghubungi papa? sebentar, papa ke sana sekarang juga!" Telepon terputus. Terlihat raut panik Angga, dia segera mengeluarkan mobil dan bergegas ke rumah sakit. Berbeda dengan sang ayah yang panik setengah mati, Aarav justru tersenyum kesenangan. Saking senangnya, dia hampir melempar ponselnya. Namun, Reina datang dan menangkapnya sehingga ponsel lelaki itu tidak jadi menyentuh lantai."Kau ini, p
"Mama, aku pulang," ucap Reina setelah membuka pintu dan berjalan menghampiri ibunya, sedangkan Aarav hanya terdiam. Dia masih memikirkan perasaanya yang gelisah tanpa sebab setiap saat. Reina yang melihatnya langsung menegur Aarav."Hei, kau kenapa diam di situ? Ayo masuk," ajaknya.Aarav mengedipkan matanya. Dia tersenyum kecil kemudian berjalan menghampiri Reina yang sedang duduk di samping ibunya.Vira yang tadinya tertidur kini menjadi bangun saat mendengar percakapan Aarav dan Reina di ruangannya. Pelan-pelan dia membuka kedua matanya sambil menyandarkan tubuhnya di pojok ranjang. Dia memandangi sekelilingnya sekilas lalu kembali menatap Reina. Dia tersenyum kecil."Kamu sudah pulang? Kapan?" tanya Vira ramah.Reina tersenyum mengangguk. "Baru saja kok, Ma," jawabnya.Saat mendengar suara ibu Reina, perasaan Aarav menjadi makin gelisah. Suara itu sangat tidak asing di telinganya bahkan itu adalah suara yang biasa dia dengar sewaktu masih kecil saat ibunya masih bersamanya. Aara
Aarav mencoba untuk mengontrol tubuhnya dan berjalan dengan benar seolah tidak terjadi apa-apa. Akan tetapi, itu selalu gagal sebab dia sering terjatuh akibat tidak sengaja kesenggol batu yang ada di jalan.Tiba-tiba, sorot mata Aarav tertuju pada sosok wanita yang sedang berjalan di pojokan jalan. Dia menyipitkan kedua matanya berusaha untuk melihat wanita itu untuk mengenali wajahnya. Aarav terdiam, saat sedang sibuk berpikir sambil menatap, tiba-tiba wanita itu sudah ada di dekatnya. "Ada apa?" tanya wanita itu yang penasaran sekaligus tidak nyaman karena ditatap oleh Aarav.Mendengar suara yang menurutnya tidak asing, Aarav menoleh ke arah sumber suara tersebut. Lagi dan lagi, kini dia malah melihat wajah ibunya. Aarav mengerutkan keningnya. 'Sebenarnya ada apa ini? Apa aku halusinasi?' "M---ma---ma. Ini Mama?" tanya Aarav terbata-bata dan sedikit gugup.Vira mengerutkan keningnya. Dia menggelengkan kepalanya pelan."Mama? Dengar, kau pasti salah. Aku bukan ibumu, sudah ya, aku
Di dalam mobil, Aarav duduk sambil memandangi pemandangan yang ada di jalanan seperti pepohonan, warung makan sederhana, bengkel dan masih banyak lagi. Meski tatapannya sibuk menatap pemandangan tersebut, tapi pikirannya masih terfokus oleh hal yang sama. Rasa penasaran kembali menyelimuti benaknya. Sekian tahun berlalu, akhirnya dia bisa melihat sekaligus dekat dengan sosok wanita yang dia rindukan meski sebentar. Tapi tunggu dulu, apa benar apa yang lihat itu memang nyata? Atau dia hanya terlalu rindu hingga tidak sengaja halusinasi?Angga yang melihat anaknya terdiam sambil melamun berusaha menyadarkannya. Dia tersenyum menatap Aarav."Ada apa Aarav?" tanya Angga ramah.Aarav menggelengkan kepalanya. "Tidak ada apa-apa kok, Pa.." jawabnya lalu menunduk dan mengembuskan napasnya berat. Sedangkan Angga hanya diam sembari menyetir mobil.***"Aarav, kamu mau nggak nanti malam main sama aku di sini kaya biasa?" pinta Nathan pada Aarav di telepon.Aarav mengerutkan keningnya."Tempat b
Melihat suasana yang kini sedikit tegang dan sunyi, pak guru berusaha menenangkan para siswa dan mereka pun melanjutkan pelajaran.Reina dan Aarav kembali ke bangku masing-masing. Semua pun terdiam dan mengerjakan tugas. Sedangkan Dennis, dia terus menatap Reina kesal.***Sepulang sekolah, Reina masih merasa bersalah pada Aarav sebab gara-gara kesalahannya, laki-laki itu jadi kena hukuman. Reina melirik Aarav yang terdiam sejak tadi pagi, dia mengembuskan napasnya berat. Saat hendak mengucapkan sesuatu, tiba-tiba dia terkejut karena Aarav tidak ada di depannya. Dia pun ikut berdiri dan bergegas menyusul Aarav yang keluar kelas."Aarav," panggil Reina sambil menepuk bahu Aarav.Aarav menoleh. Dia menatap Reina sambil tersenyum kecil."Iya ada apa?"Reina menunduk kemudian kembali menatap Aarav."Kamu kenapa?""Kenapa bagaimana?"Reina menggaruk rambutnya. "Tadi itu kamu serius? M
Sepulang sekolah, Dennis diam-diam mengikuti Reina yang ia berjalan pulang ke rumahnya. Dia melangkahkan kakinya pelan-pelan tepat di belakang Reina.Reina menghentikan langkahnya. Dia mengerutkan keningnya, merasa heran dengan apa terjadi. _"Seperti ada yang mengikuti_" tanyanya dalam hati kemudian menoleh ke belakang. Sorot matanya terkejut melihat Dennis tepat di depannya saat ini. Dia menatap Dennis sambil mengerutkan keningnya karena heran sekaligus kaget."Kamu? Kenapa kamu ngikutin aku?" tanya Reina penasaran pada Dennis.Dennis tersenyum kecil. "Ya gak apa-apa kan? orang aku pengin jalan ma kamu," jawabnya. Reina menggekeng. Dia melirik Dennis kesal."Apaan sih? sudah sana pergi! Aku gak mau jalan sama kamu!" usirnya.Dennis menggeleng. Dia tidak menghiraukan permintaan Reina dan tetap keras kepala mengikuti gadis itu. Reina berusaha tetap diam sambil berjalan. Hatinya menjadi gelisah apalagi pria itu kini berada tepat di sampingnya. Dia m