"Baik, baik. Aku pasti akan berhati-hati saat berjalan nanti." Fiuuhh, hampir saja tadi.Rasa kesal di mata Leon yang hitam dan dalam itu terlihat jelas. "Sepertinya kamu perlu makan sesuatu untuk mengisi kembali otakmu.""Hah?" Jika bukan yang ini, lalu yang mana?Apa ada hal lain yang tidak pantas, yang sudah dilakukan oleh Joshua?Coba pikirkan kembali dengan hati-hati.Tidak ada.Mungkinkah Joshua kurang berpikir dengan cermat?Tepat ketika Joshua tengah bergulat dengan kapasitas otaknya sendiri, Leon berkata dengan nada pelan. "Bicara dengannya."Otak Joshua langsung bekerja dengan cepat dan dia pun akhirnya memahami maksud kata-kata Leon.Bicara dengan sopan.Jadi, ini artinya Joshua diizinkan untuk menemui Bu Violet.Biasanya, Joshua benar-benar tidak ingin mengeluh, kecuali dia sudah tidak bisa lagi menahannya.Pak Leon, bisa tidak lain kali saat bicara, kata-katanya ditambah sedikit lebih jelas?Leon mengatakan Joshua perlu suplemen untuk otaknya. Mengikuti Leon saja, entah be
"Maaf, ini jam kerja."Violet sebenarnya tidak begitu mengenal Joshua. Itu sebabnya, Violet tidak punya waktu untuk Joshua.Joshua tidak mampu berkata-kata.Violet langsung menolaknya begitu saja. Meskipun Joshua sudah menyiapkan mental, tetap saja dia tidak bisa menerimanya.Joshua maju beberapa langkah dan berkata dengan nada membujuk, "Bu Violet, ini nggak akan lama. Paling-paling cuma sampai secangkir kopi habis.""Aku nggak suka minum kopi.""Kalau nggak suka kopi, kita bisa minum yang lain.""Aku nggak suka minum apa pun. Aku cuma suka minum air putih."Sambil berkata seperti itu, Violet langsung berjalan menuju dispenser, mengambil segelas air, dan langsung meminumnya sampai habis di depan Joshua. "Barusan aku minum. Jadi, sekarang aku nggak haus."Violet mengakui, dia memang sengaja melakukannya.Leon saja sudah tidak dia pedulikan, apa lagi cuma anak buahnya?Selain itu, jika tidak ada izin dari Leon, kenapa Joshua bisa datang mencarinya?Leon pasti merasa kesal karena tidak b
Ada banyak kursi kosong. Namun, Joshua memilih yang berada di dekat jendela.Dengan gerakan yang hampir tidak terlihat, Violet melirik sekilas ke arah mobil mewah hitam yang berada di seberang jalan. Violet pun mencibir tanpa suara. Begitu duduk, Violet langsung berkata tanpa basa-basi, "Aku nggak punya banyak waktu. Sebaiknya Pak Joshua langsung mengatakan apa yang ingin dikatakan."Joshua tersenyum dan bertanya, "Bu Violet mau minum apa?"Joshua tahu, memanggil Violet dengan sebutan seperti itu akan membuat Violet kesal.Saat Violet mengerutkan kening, sebelum Violet sempat berkata-kata, Joshua buru-buru melanjutkan kata-katanya. "Bu Violet, aku tahu Anda nggak suka dipanggil seperti itu. Tapi, selama tiga tahun ini, aku sudah terbiasa memanggil Anda seperti itu.""Meskipun Anda dan Pak Leon sudah bercerai, di hatiku, Anda akan tetap selalu menjadi majikanku dan hal itu nggak akan pernah berubah seumur hidupku."Violet tahu jika saat ini seharusnya dia merasa tersentuh. Namun, Violet
Naluri Leon mengatakan jika apa yang akan dikatakan oleh wanita ini jelas bukanlah sesuatu yang baik.Oleh karena itu, Leon pun menjawab, "Aku nggak punya waktu.""Kulihat kamu sedang nggak ada pekerjaan." Violet mengangkat alisnya. "Apa kamu nggak mau mendengarkanku?"Tanpa menunggu jawaban dari Leon, Violet langsung mendengus. "Kamu nggak mau dengar, tapi aku mau mengatakannya.""Mantan suami yang berkualitas itu harusnya diam saja. Tapi, tingkah laku Pak Leon akhir-akhir ini jelas-jelas sangat nggak berkualitas."Violet berkata sambil tertawa, "Tolonglah, Pak Leon. Berusahalah sebaik mungkin untuk menjadi berkualitas di kemudian hari. Kalau nggak, kamu akan sangat memuakkan."Setelah mengatakan apa yang ingin mengatakan, Violet memaksakan diri untuk menyunggingkan senyuman palsu dan berbalik pergi.Banyak orang datang dan pergi di pintu gerbang Grup Hardi. Violet berharap Leon tidak akan berani turun dari mobil.Namun, saat Violet tengah berpikir seperti itu, tiba-tiba saja lenganny
Pertanyaan yang ingin ditanyakan oleh Joshua, tetapi tidak berani untuk ditanyakannya, akhirnya dilontarkan oleh Loren. Begitu Leon baru saja kembali ke kantornya, dia langsung ditanyai oleh Loren yang sedang menunggu di ruangannya."Kak, aku sudah memberitahumu kalau Mia itu wanita penipu. Aku sudah mengatakannya berkali-kali, tapi Kakak nggak percaya."Loren mendengar kabar bahwa kakaknya sudah mencampakkan Mia dari mulut temannya.Membicarakan mengenai hal ini. Loren tidak bisa menahan diri untuk tidak menanyakan satu hal lagi. "Kak, kenapa Kakak nggak segera memberitahuku kalau Kakak sudah mencampakkan Mia?"Leon mengangkat matanya dan menatap Loren. "Kenapa aku harus memberitahumu?""Agar aku bisa bahagia karenanya." Loren menyusul Leon dan mendekati meja kerjanya. "Aku sudah menunggu saat ini selama lebih dari tiga tahun."Kebahagiaan Loren jelas terpancar di wajahnya. "Mia si wanita jalang itu apa dia benar-benar berpikir kalau Kakak akan menikahinya setelah Kakak menceraikan Ka
Orang yang datang itu tidak lain adalah ibunya Mia, yaitu Hera Zubir. Dia diikuti oleh resepsionis yang tersengal-sengal di belakangnya. "CEO, dia menyelinap datang kemari. Aku nggak bisa menghentikannya."Loren awalnya hendak meminta maaf. "Maaf ...."Melihat jika orang itu adalah Hera, raut wajah Loren pun langsung berubah. "Apa yang kamu lakukan di sini? Jangan-jangan Mia bunuh diri dan kamu datang untuk memberitahukan kematiannya kepada kakakku?""Kalau begitu, aku benar-benar minta maaf. Putrimu dan kakakku sudah nggak lagi punya hubungan ....""Oh nggak. Dari awal dia juga nggak punya hubungan apa pun dengan kakakku. Jadi, apakah dia hidup atau mati, semua itu urusan Keluarga Lenova sendiri."Loren mengatakan semua itu dengan nada sinis. Namun, Hera sama sekali tidak menatapnya. Dia malah mendorong Loren agar minggir dan bergegas masuk."Pak Leon, Pak Leon ...." teriak Hera sambil berlari. "Pergilah menemui Mia. Dia mengurung diri di kamar dan nggak mau makan minum selama beberap
"Entah itu insiden penculikan yang dialami oleh Bu Violet sebelumnya, atau saat dia diam-diam memberi obat pada Mia. Juga, dua hari lalu ketika dia menyuruh seseorang menyamar sebagai Bu Violet untuk menculik Mia dan akhirnya memberikan flash disk berisi bukti kejahatan Mia kepada Pak Leon, semua itu adalah perbuatannya."Loren menatap tajam pada wajah Hera. Bahkan, di usianya yang hampir lima puluh tahun, wajah Hera masih terlihat menawan. Loren mencoba untuk melihat apakah yang dikatakan Hera itu bohong atau tidak.Tidak. Tidak ada tanda-tanda kebohongan di sana.Tidak ada kepanikan, tidak ada perasaan bersalah, ekspresi wajah Hera begitu alami.Entah semua yang dikatakannya itu benar, atau aktingnya yang terlalu bagus.Loren lebih memilih percaya pada yang kedua, karena dia tidak bisa menerima jika Mia mungkin saja tidak bersalah.Tepat ketika Loren hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba saja Leon angkat bicara. "Sudah selesai bicaranya?"Loren menatap Leon dengan tidak percaya.Jadi,
Semua orang yang ada di situ sontak menganggap Mia berada dalam bahaya, termasuk Leon yang pada akhirnya tidak bisa tetap bersikap acuh tak acuh.Dia bergegas melangkah maju dan mengulurkan tangannya hendak meraih Mia, sayangnya dia kurang cepat.Mia pasti mati jika terjatuh dari gedung setinggi 88 lantai itu. Namun, ternyata Mia hanya terjatuh tiga lantai jauhnya karena seorang pekerja pembersih kaca menangkapnya.Lengan pekerja itu sangat kuat dan berotot sehingga dia bisa menangkap tubuh Mia yang terjatuh dengan mudahnya.Nyawa Mia pun berhasil diselamatkan. Lengan kirinya terluka, tetapi bukan luka yang serius.Mia menolak tawaran Hera untuk membawanya ke rumah sakit."Aku nggak mau ke rumah sakit, Bu," tolak Mia dengan ekspresi yang masih terlihat lebih baik mati saja. "Luka seperti ini nggak mungkin bisa membunuh seseorang."Plak!Hera menampar pipi Mia. "Apa kamu setega itu mencampakkan orang tuamu demi seorang pria yang sama sekali nggak punya hati?""Iya, aku setega itu!" jeri
"Violet ...."Leon yang sempat pingsan perlahan sadar kembali, "Nggak ada gunanya .... Sebelum mati, Adis sudah katakan, racun ini hanya dia sendiri yang bisa sembuhkan. Setelah kematiannya, aku tidak bisa temukan orang lain yang bisa bantu aku hilangkan racun ini.""Jadi jangan repot-repot lagi. Toh, hidupku juga sudah nggak ada harapan, begini juga sudah cukup baik.""Omong kosong apa itu!" Violet paling sebal mendengar kata-kata putus asa seperti ini. "Apa maksudmu hidupmu nggak ada harapan lagi? Bagaimana dengan nenek dan adik perempuanmu, mau kamu tinggalkan begitu saja?""Aku juga nggak tega tinggalkan mereka ... dan lebih nggak tega tinggalkan kamu ...." Leon menatap Violet dengan penuh perasaan. "Violet, aku tahu hubungan kita memang benar-benar sudah nggak ada harapan. Tapi, saat memikirkan bahwa aku nggak akan pernah bisa lihat kamu lagi, aku benar-benar merasa berat untuk lepaskan kamu."Violet, dulu aku sadar perasaanku terlalu terlambat, itulah yang buat kamu menderita beg
Setelah ucapan Violet tadi, Leon segera tampak tidak bersemangat.Kalau sebelumnya dia masih menyimpan sedikit harapan, sekarang secuil harapan pun tidak ada lagi.Sikap Violet sudah sangat jelas memperlihatkan bahwa Leon tidak punya kesempatan sedikit pun.Namun, Leon tidak berniat menyerah begitu saja. Hati seorang wanita sebenarnya tidak sulit untuk dimenangkan.Seperti kata pepatah, "Ketulusan bisa membelah batu". Asalkan dia cukup tulus, membuat Violet jatuh cinta lagi bukanlah hal yang mustahil!Memikirkan hal itu, semangat Leon pun membaik kembali. Dirinya mulai sering menunjukkan perhatian di depan Violet.Salah satu caranya mendekati Violet adalah, memberinya hadiah.Tentu saja, hadiah itu tidak boleh terlalu mahal tetapi juga tidak boleh terlalu sederhana.Jadi, dia membuatkan satu hadiah untuk Violet dengan tangannya sendiri.Sebuah liontin yang diukir dari kristal dengan bentuk wajahnya, terlihat sangat indah dan rumit.Saat memberikan itu, Leon berkata, "Terima kasih sudah
Leon menggeleng, "Memang musuhku cukup banyak. Kalau soal yang jago teknologi peretasan, ada sih, tetapi nggak ada yang bisa tandingi kemampuanmu.""Bagaimanapun, bahkan aku saja nggak bisa kalahkan kamu, apalagi mereka."Violet terdiam sejenak. Kenapa kalimat itu terdengar seperti sedang menyanjung?Sudahlah, yang penting Leon baik-baik saja, dan Violet tidak memperpanjang masalah ini.Hanya saja, setelah itu Violet tidak terus-menerus mengurung diri di ruang apotek lagi.Pertama, karena dia khawatir orang itu akan datang lagi. Kedua, karena penelitian obat penawar juga sudah hampir selesai.Melihat tujuan yang diinginkan mulai tercapai, Leon diam-diam merasa puas. Meski begitu, di permukaan dia tetap berlagak tenang.Taman di Vila Magnolia sangat luas dan penuh dengan bunga-bunga kesukaan Violet.Ada juga pergola anggur di sana.Hanya saja, sekarang sedang musim dingin, jadi taman itu tidak seindah dan sehidup saat musim semi. Namun, taman tetap saja terlihat menawan.Terutama saat s
Sebenarnya, dia kan sudah sebesar itu. Walaupun tengah malam menghilang, seharusnya tidak perlu terlalu dikhawatirkan.Mungkin saja dia sedang sibuk dengan urusan tertentu.Bagaimanapun, Grup Jiwono adalah perusahaan sebesar itu, tidak mungkin semuanya diserahkan sepenuhnya pada Joshua.Namun, di sisi lain ... urusan apa yang begitu mendesak sampai tidak sempat memberi kabar sama sekali?Apalagi, saat ditelepon pun Leon tidak mengangkat.Sambil mengendarai mobil, Violet menyusuri sekitar Vila Magnolia, tetapi jejak Leon tetap tidak ditemukannya. Hati Violet pun mulai diliputi firasat buruk.Meskipun Adis sudah tiada, Leon masih punya musuh lain. Bagaimana kalau salah satu musuhnya datang untuk membalas dendam ....Namun, kemudian Violet merasa dirinya terlalu berlebihan. Musuh-musuh Leon seharusnya tidak berani mendekati wilayah kekuasaannya.Sebelum bergerak, mereka pasti akan mencari tahu siapa lawan mereka, dan mempertimbangkan apakah mereka sanggup menanggung akibatnya.Tiba-tiba,
"Kalau begitu, ganti orang lain saja!""Kamu sendiri tadi bilang, nggak ada yang lebih kenal kebiasaan hidupku selain Joshua. Tapi, kalau memang ada orang lain ... orang itu ...."Mata hitam Leon menatap Violet dengan tajam, "Tak lain dan tak bukan adalah kamu!"Violet terperanjat.Violet merasa seperti jatuh ke perangkap sendiri.Seharusnya dia tidak ikut campur, tetapi dia benar-benar khawatir dengan kesehatan Nenek ....Setelah berpikir sejenak, Violet berkata pada Leon, "Kamu bisa ikut aku kembali ke Vila Magnolia, tetapi kamu harus janji padaku, jangan lakukan hal yang nggak seharusnya dilakukan, jangan katakan hal yang nggak seharusnya dikatakan.""Begitu racunmu ditawarkan, kamu harus segera pindah, setelah itu kita nggak akan ada hubungan apa pun lagi!"Begitu racunnya terobati, hutang itu pun lunas, jadi tak perlu ada lagi kontak di antara mereka.Melihat ketegasan di mata Violet, Leon tidak menunjukkan banyak emosi. Mata hitamnya hanya sedikit meredup, lalu dia mengangguk, "B
Violet berdiri di sana, memperhatikan selama lebih dari sepuluh menit, tetapi tidak menemukan keanehan apa pun di wajah Leon.Kalau ini adalah penyamaran, Violet pasti bisa langsung mengenalinya. Kulit di wajahnya jelas asli, jadi sama sekali tidak mungkin Adis menyamar menjadi dia.Masih belum merasa tenang, Violet menunggu sampai Leon berbalik badan, lalu memeriksa bagian belakang kepalanya dan belakang telinganya, tetapi tetap tidak menemukan bekas apa pun.Karena ini bukan hal sepele, Violet akhirnya menghipnosis Leon, tetapi hasilnya tetap sama.Jadi, sepertinya mereka memang tadi terlalu banyak berpikir.Dengan pikiran itu, Violet akhirnya merasa lega dan keluar dari kamar Leon tanpa suara.Namun, tak lama setelah kepergiannya, Leon yang tadinya memejamkan mata tiba-tiba membuka matanya. Sepasang mata hitam itu bersinar dengan kilatan tajam yang mengerikan di dalam kegelapan kamar....Keesokan paginya.Leon sudah bangun lebih awal. Saat dia membuka pintu, Violet yang hendak meng
"Bagaimana anak nakal itu?""Kak, kakakku nggak apa-apa, 'kan?"Melihat yang tua dan yang muda, keduanya penuh dengan kekhawatiran pada Leon, Violet segera tersenyum menenangkan, "Hanya masalah kecil, sudah terselesaikan. Aku di sini, apa yang kalian khawatirkan lagi?"Sambil berkata begitu, Violet memapah lengan nenek itu, "Sudah malam, tekanan darah Nenek mudah naik, cepatlah tidur.""Lalu, kamu?" Nenek itu melihat jam dinding yang menghadap ke tangga, "Sekarang sudah lewat jam dua, kalau kamu pulang pasti sudah hampir pagi, tidurlah di sini saja!"Loren ikut berbicara, "Benar, Kak, sudah lama aku nggak ketemu kamu. Aku punya banyak hal yang mau aku ceritakan. Nanti kita tidur bareng, ya?"Tatapan penuh harap Loren membuat Violet tidak bisa menolak. Lagi pula, memang sudah larut malam, jadi dirinya mengangguk setuju, "Oke!"Sebenarnya, tidak pulang juga bukan masalah. Meskipun racun dalam tubuh Leon sudah ditekan dengan akupunktur, itu hanya untuk sementara, kalau terjadi sesuatu lag
Kalau dibilang tidak peka, tetapi dirinya tidak pernah bisa membantah keinginan Violet.Seharusnya, dalam situasi seperti ini, Leon mestinya terdiam kehabisan kata-kata. Namun nyatanya, dia justru pandai memanfaatkan kesempatan. "Aku tahu, jadi di saat-saat terakhir hidupku, aku harus ungkapkan isi hatiku. Kalau nggak, aku nggak akan punya kesempatan lagi.""..." Violet meliriknya sekilas tanpa berkata apa-apa, lalu melanjutkan akupunktur dengan pikiran terpusat.Di saat Violet tidak tahu bagaimana harus menanggapinya, sikap terbaik adalah mengabaikannya.Setelah diterapkan akupunktur pada tubuhnya sekitar dua puluh menit, kondisi Leon akhirnya membaik, wajahnya tak lagi sepucat tadi.Violet berdiri tegak di sisi ranjang, memandangnya dari atas. "Sekarang, bagaimana perasaanmu?"Leon tampak lemah seperti boneka rapuh yang bisa pecah kapan saja. Dengan suara lirih, dia menatap Violet. "Jauh lebih baik. Sebenarnya, aku nggak mau repotkan kamu. Tapi, siapa sangka, akhirnya tetap membuatmu
"Selama bertahun-tahun ini, meski banyak hal tak kudapatkan, setidaknya aku jadi mahir memasak."Violet pun tak sungkan, "Baiklah!"Melihat Felicia berjalan menjauh, Violet baru berbalik dan melangkah pergi. Dua hari berikutnya, Violet sepenuhnya berfokus pada peracikan obat penawar.Selama dua hari itu, Leon sama sekali tak meneleponnya.Ini membuat dirinya sempat berpikiran buruk.Namun setidaknya, ini membuktikan kalau racunnya belum kambuh dan Pil Embun memang berfungsi.Karena itu, Violet merasa lebih tenang.Akan tetapi, yang tak disangkanya, justru bukan Leon yang menelepon, melainkan Loren. Pada malam hari ketiga, suara cemas Loren terdengar di telepon, "Kak, cepat datang! Sesuatu terjadi pada kakakku!"Mendengar nada panik itu Loren, Violet langsung tahu ini masalah besar. Tanpa berpikir panjang, Violet segera mengemudikan mobil ke rumah lama Keluarga Jiwono.Begitu masuk, terlihat si Nenek dan Loren menunggu dengan wajah penuh kekhawatiran.Violet segera berjalan mendekat, "N