Author selalu berdiri dan mendukung pemulihan keadilan bagi korban kekerasan berbasis gender online (KBGO) yang rentan menimpa perempuan. Please check website awaskbgo.com atau SAFENET agar readers lebih aware dan menghindari kekerasan gender berbasis online seperti revenge porn atau doxxing di dunia maya, ya. Stay safe semuanya, Salam sayang, Jemma
“Orang dalam?” tanya Ela di tengah perbincangannya dengan Mas Sultan. Wajah Ela masih setengah tenggelam di dalam ceruk leher Dipta, namun gadis itu menoleh ke arah Mas Sultan untuk berbincang lebih serius lagi. Pipi dan hidungnya memerah karena Ela menangis tanpa suara tadi, dan Dipta memeluknya agar gadis itu tak malu terlihat rapuh di tengah-tengah mereka. “Ring a bell, sweetheart?” Suara Sultan melembut. Entah tatapan apa yang ditujukan Mas Sultan kepada Ela, tapi ada rasa tak nyaman yang mulai menggelitik isi hati Dipta dalam diam ketika menyaksikan Mas Sultan bersikap lembut kepada Ela. “Mas Sultan, stop calling her sweetheart. She’s not your sweetheart!” tukasnya tajam. Mas Sultan menaikkan sebelah alisnya tatkala mendengarnya protes demikian. “Ah shoot, sorry, kebiasaan. Saya harap kamu nggak tersinggung, Elaina.” Meskipun demikian, Mas Sultan akhirnya meminta maaf sambil meringis ke arah Ela, berharap tak ada masalah dari kebiasaan playboy Mas Sultan yang tak sengaja te
ELA“Kamu yakin nggak mau tinggal semalam lagi di tempat saya? Daripada ke hotel seperti ini, jujur saya nggak nyaman melepasmu seperti ini.” Dipta menoleh ke arahnya sekilas sebelum kembali fokus mengendarai mobilnya. “Daripada jadi omongan tetanggamu, Mas. Maksudku, aku rasa hatiku sudah cukup babak belur sejak sesi interview dengan atasanmu sejak siang. Rasanya nggak sanggup lagi kalau mendengar selentingan miring tentangku dari orang-orang asing yang begitu kepo dengan kehidupanku,” ucapnya lelah. Jika diingat-ingat bagaimana menguras emosinya percakapannya tadi dengan Mas Sultan tentang malam itu, Ela jadi bergidik sendiri. Untung saja sudah selesai dan dia tak perlu lagi mengingat-ingat malam sialan itu!“Kamu mau check in di mana? Biar sama saya saja.” Pertanyaan Dipta sontak membuat Ela berjengit kaget dan sontak membuat jantungnya berpacu cepat. “Hah?” Ela mengerjapkan matanya dengan cepat. Tidur bareng lagi, begitu?“Saya di kamar lain, maksudnya.” Dipta buru-buru menamb
Mereka berdua berdiri di depan kamar mereka masing-masing, masih dilingkupi kerikuhan–karena jika Ela plus Dipta, ditambah dengan hotel merupakan resep bahaya yang cukup membuat dadanya kembali berdebar karena mengingat malam panas saat Ela dan Dipta menggila dalam pengaruh kabut gairah yang tak terbendung. “Rasanya lebih baik saya cek tempat kamu dulu, untuk berjaga-jaga,” ujar Dipta di sampingnya dengan nada yang lebih yakin dan percaya diri. Tapi tahu apa dia soal prosedur keamanan. Jadi dia membiarkan Dipta melakukan apa yang pria itu ingin lakukan. “Ini bukan kejadian beberapa hari lalu, Mas. Masa sih ada orang yang bisa sampai segitu hebatnya melacak kita sampai ke hotel… uh, apa namanya tadi?” Ela mengernyit ragu dengan usul Dipta. “Princess, stop with your patronizing attitude. Ini jaringan hotel yang cukup dikenal, kok. Jangan pikirin hotel bintang lima semacam Royal Ruby Hotel saja kalau bicara soal hotel.” Keraguan Ela justru dibalas dengan kekehan pelan dari Dipta
“Berhenti memikirkan orang lain, Ela. Yang utama dan paling penting perlu kamu pikirkan adalah dirimu sendiri.” Lagi-lagi ucapan Dipta yang terkesan menggurui menyentil egonya yang sudah babak belur habis-habisan. Rasanya kini Ela semakin jengah dikuliahi layaknya anak sekolah yang bodoh dan bebal. Sekelebat potret masa lalunya yang ingin dia kubur dalam-dalam muncul ke permukaan. Bagaimana guru-guru yang memberikan remark dan sindiran-sindiran halus betapa beruntung dan mudahnya hidup sebagai putri pejabat negara yang bebas melakukan apa saja meskipun kapasitas otaknya pas-pasan. “Iya, sih…” Ela bergumam pelan. Kini mood-nya jadi terjun bebas memikirkan masalah sewa apartemennya. Padahal ini masalah mudah, entah mengapa dia menyabotase dirinya dan membuat hal ini menjadi sulit? “Apa perlu saya yang bicara dengan Ratri? Dengan senang hati saya akan membantumu,” tawar Dipta penuh perhatian. “Nggak deh, sekarang aku malah ngerepotin kamu, Mas.” Ela sontak menolak tawaran Mas D
DIPTADipta mengetuk pintu kamar Ela beberapa kali sebelum akhirnya Ela membuka pintunya pagi ini. Jujur saja, semalam Dipta tak dapat tidur nyenyak memikirkan pertengkaran yang terjadi antara dirinya dan Ela tentang masalah apartemen. Sebenarnya itu bukan masalah apartemen. Perkara Ela ingin tinggal di mana hanyalah pemantik, karena ternyata bensinnya ada pada cara mereka berkomunikasi dan juga menanggapi ujaran masing-masing yang begitu berbeda. Setelah dipikirkan semalaman, Dipta sampai pada kesimpulan jika mereka berdua memang seperti dua kutub magnet yang berbeda. Mulai dari bagaimana mereka dibesarkan, pandangan hidup, peristiwa-peristiwa lalu yang bergulir dan membentuk pribadi mereka masing-masing. Tapi satu hal, Dipta kemarin salah karena dia terlalu tendensius kepada Ela, meskipun niatnya baik karena dia ingin yang terbaik untuk Elaina. Gadis itu berdiri sambil memegangi daun pintu dan memicingkan matanya tatkala melihat Dipta yang sudah rapi dengan rambut setengah basah
Benar sesuai prediksi Ela. Ritual pagi Ela cukup panjang dan memakan waktu hingga satu jam. Dipta tak sadar waktu telah bergulir begitu lama karena dia begitu menikmati memperhatikan Ela secara lebih dekat dan personal. Intimasi yang tercipta bukan dari sentuhan fisik, namun dengan cara mengintip lebih dalam cuplikan kehidupan dan keseharian gadis itu. Mereka pun berbincang disela-sela kegiatan mengeringkan rambutnya, catok dan kegiatan make up Ela yang secara mengejutkan membuat Dipta merasa tenang. Mereka turun ke restoran hotel pukul sembilan pagi, untung saja makanan masih bersisa cukup banyak dan Dipta segera mengambil piring untuk mengisinya dengan beberapa menu prasmanan sebelum mengambil infused water dan membawanya ke meja yang telah ditempati Ela nan cantik paripurna tanpa cela. Hampir semua pengunjung menoleh dua kali ketika melihat Ela, beberapa tersenyum sontak ketika melihat Ela, beberapa sisanya seperti tersihir oleh pesona Ela. “Serius kamu nggak mau ambil sesua
Ratri terkesiap mendengar pengakuan Dipta. Seakan tak percaya jika sang tuan putri justru akan menikah dengan pria asing seperti dirinya, bukan dengan kekasih–atau mantan kekasih, lebih tepatnya–yang bernama Dhanu Trihadi. Kisah percintaan Ela dan Dhanu memang cukup dikenal bagi kalangan sosialita Jakarta dan penikmat akun-akun gosip sosialita yang bertebaran di seluruh media sosial. Akun-akun tersebut gemar mengulik selera fashion, gaya hidup hingga kegiatan sosialita andalan mereka lalu membagikannya di dunia maya untuk dijaring likes dan komentarnya dari sesama netizen. Ela didapuk sebagai salah satu permata yang akan bersinar di antara para sosialita muda dengan sikapnya yang supel, ramah, dan juga cantik. Lalu Dhanu adalah anak calon RI 1 yang karirnya makin menanjak setelah bekerja dibalik layar sebagai tim pemenangan ayahnya dalam kontestasi pemilu mendatang. “Loh, kok?” Ratri mengernyit kebingungan. "Waktu itu kita juga udah pernah bilang, 'kan?" cecar Dipta dengan sedikit
Readersss.... author izin absen dulu ya hari ini ngga upload. author balik ke rumah mama dan ngga sempat buka laptop seharian.bahkan sulit banget curi-curi waktu pas kerja tadi. Baru jadi 300an kata dan rasanya ngga maksimal kalau nulis yang penting terpenuhi jumlah kata tanpa ada substansi. Seharusnya sih besok bisa double up buat nutupin hari ini. Anyway, rencana awal penulisan cerita ini tuh sampai di sekitaran 150k yang digarap rencananya sampai Bulan Mei paling akhir. Semoga aja bisa konsisten ya sampai cerita selesai dan nggak mengecewakan readers semua.Sekalian minta tolong boleh yaa... Jangan lupa kasih review di cerita author ini biar bisa kesundul makin ke atas dan makin banyak yang ngebucin bareng buat kisah Dipta dan Ela ini. Maaciih sayang-sayangku,Have a good night and have a good rest yaa. Love you all