Perlahan Rendra melepas pelukan. Kedua tangannya menangkup wajah Tessa. Masih tampak kepenasaran di raut wajah istrinya itu.
"Em, menurut kamu apa?" Rendra tersenyum lalu mengecup kening Tessa.
Mata Tessa terpejam, menikmati hangatnya sentuhan bibir Rendra. Tessa sadari Rendra sayang padanya. Lalu, untuk apa pertanyaan Tessa tadi?
Lekas Tessa membuka mata, ketika Rendra usai mengecupnya.
"Kalau Mas nggak sayang sama kamu, nggak mungkin Mas nikahin kamu," tutur Rendra sambil tersenyum.
"Jadi alasan Mas nikahin aku karena sayang sama aku?" Tatapan polos Tessa membuat Rendra mengacak singkat rambut sang istri.
"Ya iya lah Mas sayang. Dengerin Mas, Mas nggak suka kamu ngomong gitu. Jangan ngomong gitu lagi, ya? Sekalipun kamu nggak hamil, Mas harus tetep tanggung jawab dan Mas harus tetep nikahin kamu."
Senyum Tessa merekah manis. "Makasih, M
"Mam, Mama tunggu, Mam!" Kresna melangkah, mengikuti langkah wanita bergamis hitam itu.Setelah di ruang tamu, Kresna menatap sendu Mama Isna yang duduk menunduk. Dapat Kresna dengar ibu mertuanya itu menagis tersedu-sedu.Kaki Kresna sontak membeku. Inginnya dia mendekati, namun sedikit rasa takut merayapi hati. Dengan segala kekuatan hati, Kresna menghela napas.Pelan langkahnya menghampiri Mama Isna. Kresna duduk tepat di sampingnya."Mam." Sentuhan lembut tangan Kresna di bahu, membuat Mama Isna menoleh. Terlihat jelas kedua mata keriput itu basah."Mam, Mama aku bisa jelasin semuanya," lanjut Kresna berusaha membuat Mama Isna tenang.Dahi Mama Isna mengerut. "Bukan kamu yang harusnya jelasin semua ini, Na!" tukasnya lirih."Kamu tahu apa alasan Rendra nikahin cewek itu?" Mama Isna memalingkan wajah. Tak kuasa dia menahan mata perih y
Di lantai atas ada dua buah kamar lagi. Rendra perlahan masuk ke salah satu kamar. Di dalam, Kanti sedang berada di balkon. Terlihat dia sedang menangis.Rendra hampiri perlahan. "Kanti, Sayang."Tangan Rendra yang hendak meraih tangannya lekas Kanti tepis. "Ngapain Mas ke sini?""Mas nggak bisa liat istri Mas manyun." Pelukan Rendra tidak Kanti tolak. Dengan tangan masih bersedekap, dia hanya bisa mematung."Kenapa kamu ngomong kayak gitu tadi, hm?" desah Rendra halus. Tangannya masih setia melingkar di perut Kanti.Kanti hanya diam. Pelukan Rendra sedikitnya bisa menenangkan hati. Namun, meski begitu dia tetap merasa kecewa. Bukan pada Rendra, tapi pada diri sendiri."Kanti, Sayang." Pelan Rendra melerai peluk, kemudian mengenggam kedua tangan Kanti.Istrinya itu hanya membisu. Matanya justru mengerjap-ngerjap menatap wajah Rendra."Sayang, jangan ngomong gitu lagi. Apa yang kita lakukan dulu, itu udah yang terbaik. Mas nggak
"Jadi, Mama Isna cuma ngasih kamu peringatan itu aja?" Kresna sedang makan keripik singkong melirik sekilas.Tessa menghela napas. "He'em. Mama kasih aku wejangan supaya jadi istri sholehah. Cuma, aku kasihan sama masa lalu Mama.""Iya, Kakak juga sama. Mama Isna emang perempuan yang tegar," sahut Kresna tersenyum sambil mengelus punggung Tessa.Tessa melirik balas tersenyum tipis. Keduanya kini sedang berada dalam mobil. Hari ini adalah hari kepulangan mereka dari Bogor.Liburan mereka selama satu minggu di puncak Bogor dinikmati dengan baik. Setelah Mama Isna dan Tessa saling bicara, keesokannya mereka melakukan banyak kegiatan. Mulai dari belajar masak bersama, sampai Pesta Barbeque di taman depan villa.Semuanya berkesan, Tessa bahkan sampai bilang ingin sekali bisa ke sana lagi. Kresna senang juga mendengar itu.Bagi Kresna liburan ke puncak bukan satu atau dua kali. Sudah sering dia lakukan bersama Rendra. Pengalaman demi pengalaman pu
Helaan napas Rendra terasa panjang, ketika dia baru saja melihat Oni keluar ruangan. Rasanya tidak mungkin Kresna berselingkuh atau apalah namanya. Seseorang di balik telepon itu bisa saja teman Kresna. Akan tetapi, entah kenapa hati Rendra merasa tidak enak. Pikirannya mulai melayang kemana-mana. Terpaksa dia menutup laptop. Mood Rendra betul-betul hilang mendengar kabar tentang Kresna. Meski baru praduga, namun itu tetap menyesakkan, lebih tepatnya mengusik pikiran. Rendra berdiri. Namun, kegelisahan agak terbuyarkan saat mendengar pintu terbuka. Ditatapnya Wanda yang dengan manis menghampiri sembari membawa secangkir kopi. Aroma kopi menguar. Dari aroma pekat itu Rendra sudah tahu kopi hitamlah yang Wanda bawa. "Sayang, kamu kenapa?" Suara ketukan sepatu heels menandakan Wanda yang menghampiri, lalu berdiri di depan Rendra. Senyum Rendra paksakan. "Nggak apa-apa, emang Mas kenapa?" Wanda menaruh kopi di atas meja. "Kenapa malah bali
Sepi dan tidak ada sahutan dari Kresna. Rendra bahkan sampai harus mengulang pertanyaan. Namun, tetap tidak ada jawaban. "Hallo, Na, Sayang, kamu denger Mas, kan?" "Hallo, Mas." Suara imut seorang wanita membuat Rendra beringsut duduk. "Sayang? Kok kamu yang jawab? Ena kemana?" tanya Rendra heran. "Kak Ena lagi bobo. Dia ketiduran kayaknya. Aku lihat hpnya masih nyala jadi aku ambil deh." Senyum kecil Rendra disertai gelengan kepala. Dirinya merasa konyol telah begitu curiga pada Kresna. Istrinya itu tidak pernah macam-macam selama ini. Pastilah yang dia pikirkan hanya pemikiran negatif saja. "Mas," panggil Tessa. "Mas kok diam? Bobo juga, ya?" "Eh, ya, Sayang." Rendra agak terkejut mendengar panggilan Tessa. Kembali dirinya menghela napas. "Mas, kenapa, sih? Ini jam berapa coba? Kok belum tidur?" "Mas nggak bisa tidur." "Oh ...." Desahan Tessa terdengar kecewa. "Kenapa?" tanya Rendra curiga. "Nggak apa-apa." Di balik telepon itu Tessa sudah manyun-manyun. Nggak terima tepa
"Kenapa kamu bisa salah jemput saya? Saya jadi telat ini!" gerutu Rendra menyuarakan kekesalan.Bagaimana tidak kesal? Pagi ini, asisten pribadinya itu salah menjemput. Harusnya Oni mendatangi rumah Wanda, tapi malah ke rumah Tessa.Dan lagi, lelaki muda itu malah terus melamun dari tadi. Padahal Rendra memintanya mencari berkas di ruang kerja, tetapi sampai setengah jam dia tidak menemukannya.Rendra sungguh dibuat kesal dengan tingkah Oni. Lalu saat ini, dia masih saja melamun. Semakin membuat Rendra kesal. Dirinya sudah menggerutu, namun tidak didengar sama sekali."Hey! Ni! Kamu kenapa, sih? Saya ajak bicara dari mobil tadi masih aja bengong." Rendra mengalihkan tatapan dari kumpulan berkas di atas meja. Ditatapnya Oni yang seketika menunduk dengan tangan bertaut di depan."Maaf, Pak," sahut Oni pelan.Suara map ditutup kilat terdengar jelas. Oni sampai terperanjat karena suaranya bersamaan dengan Rendra yang mengebrak meja."Maaf
Satu minggu berlalu. Setelah Tessa berhasil membongkar rahasianya dengan Kresna. Di sinilah dia sekarang. Berada satu mobil dengan Rendra dan Wanda.Jantung Tessa benar-benar ribut sekarang, berdebar tidak karuan. Rasanya kalau Tessa punya pintu Doraemon, dia akan memilih beralih tempat dengan pintu itu sekarang.Ah, konyol. Ini Indonesia bukan Jepang. Bukannya Doraemon yang ada juga si Cepot. Aduh, apa-apaan jadi ngelantur ke sana. Intinya, Tessa begitu tegang dan ingin kabur saja.Alasannya, Malam Minggu ini dirinya gagal untuk bobo syantik. Ya, Rendra dengan paksa menarik Tessa keluar dari rumah. Aski bahkan sengaja dijaga baby sister khusus. Suaminya itu betul-betul membawa seorang baby sister untuk Aski demi menyeret Tessa.Untuk apa lagi? Jelas sekali, Rendra menarik Tessa untuk membuntuti Kresna. Yang tepat Malam Minggu ini akan ketemuan dengan mantan pacarnya."Mas ..," cicit Tessa hati-hati. Dia sekarang sedang duduk di kursi belakang.
"Sebenernya kamu mau apa?" Kresna langsung to the point saat sudah duduk berhadapan dengan Alando di resto itu."Hem, kamu jadi beda, Kres," sahut Alando santai kemudian menyeruput es jeruk yang sudah ia pesan. Sudah lama Alando di sini. Ya, sengaja tidak ingin terlambat, karena ingin melepas rindu pada sang mantan pacar. Ah, CLBK ceritanya. Cerita Lama yang Belum Kelar."Semua orang berubah! Langsung saja kamu mau apa dari aku?" Lagi-lagi Kresna menyahut ketus. Perasaan marah, kesal, dan ya tak terima masih tertanam di hati Kresna pada laki-laki berkulit putih bersih ini."Aku mau kamu."Mata Kresna sontak membeliak. "Jangan gila kamu!" Langsung berdiri. Namun, lekas jemari Alando menahan pergelangan tangannya."Mau ke mana kamu?""Boker!"Bibir Alando bergetar kecil-kecil, rasanya ingin tertawa. Kresna masih sama ternyata, lucu dan suka bercanda."Lepasin!" Kresna langsung menarik tangan. Ingin hatinya segera pergi, tapi Alan
"Mas, aku capek kayak gini terus!" Tessa mengeluhkan perasaannya yang sudah lama dipendam. Sejak kejadian Rendra yang mencurigakan, semakin banyak kejadian-kejadian aneh yang menurut Tessa tidak wajar. Lelaki itu sering pulang telat, kalau pulang kadang marah-marah. Sering pergi dengan alasan keluar kota. Dua tahun berlalu sejak Rendra mengumumkan istrinya sekarang hanya satu, yaitu Tessa. Namun, bagi Tessa lelaki itu tetap seperti memiliki lebih dari satu istri. Dia tidak punya banyak waktu untuk Tessa. "Mas!" Tessa menghentakkan kaki, menghampiri suaminya yang sedang memakai dasi. "Mas dengerin aku enggak sih?!" "Hm." Rendra tetap fokus memakai dasi. "Mas kenapa sih enggak mau dengerin aku?! Aku bilang ini itu, Mas cuma jawab iya-iya aja, tapi kok Mas enggak melakukan yang aku bilang." "Mas harus apa?" Rendra tampak sedikit geram. Entahlah, suaminya itu kini lebih sering tampak masam, tidak seperti dulu. "Mas ke mana aja? Kenapa sekarang baru pulang? Satu bulan lebih lho, Ma
"Selamat pagi, Mbak." Senyum manis terbit dari laki-laki berparas tampan. Bukan membalas senyuman Oni, Tessa malah memutar bola mata, menunjukkan sikap yang benar-benar berbeda dari biasanya. "Bapak menyuruh saya untuk mengantar Mbak, katanya Mbak mau ke pasar pagi ini," tutur Oni lembut tanpa sedikitpun curiga dengan sikap Tessa. Belum Tessa menjawab, Rendra yang tiba-tiba keluar dari rumah langsung menimpali. "Iya, Sayang. Mas khawatir kalau kamu belanja sendirian. Biar Oni yang mengantar kamu." Rendra menyentuh bahu Tessa. Perempuan itu menoleh dengan alis bertaut. "Kenapa harus Oni? Kan ada sopir lain?" "Kang Dodi lagi cuti, biar Mas nyetir sendiri, yang penting kamu ada yang nemenin." Tessa diam, dan raut wajahnya yang diamati Rendra, membuat laki-laki itu kebingungan. "Kamu kenapa, Sayang? Lagi berantem sama Oni?" tanya Rendra lembut. "Enggak." Tessa menghela napas. Rasanya gagal untuk dia bisa menjauhi asisten pribadi suaminya itu. "Ya udah." Rendra mengalihkan tatap
Tessa terus tertawa merasakan geli di pinggang karena sang suami yang terus menyentuh area tersebut dengan gelitikan. Sementara Rendra terus melakukan itu tanpa mempedulikan Tessa yang meminta berhenti. Untuk malam pertama mereka, keduanya menginap di hotel tempat mereka mengadakan resepsi. "Mas, udah stop!" pinta Tessa yang tidak diindahkan oleh Rendra. "Enggak," sahut Rendra manja lalu memeluk Tessa, kembali mencubit pinggang sang istri. "Ih, Mas geli." Tessa mau beranjak dari ranjang kalau saja Rendra tidak kembali memeluknya. "Mas ih," seru Tessa kemudian kembali merasakan kegelian karena tingkah Rendra. Dia kembali tertawa kecil. "Kayak belut deh kamu, enggak mau diem," kata Rendra menjawil pipi Tessa. "Abis Masnya enggak mau diem, kan geli." Tessa jadi waspada dengan tangan Rendra yang sudah bersiap mencubitnya lalu. "Hayo-hayo, mau ke mana?" "Mas!" Tessa berusaha mengeluarkan tubuhnya dari kukungan Rendra. "Apa, Sayang?" Rendra melukis senyum lalu mengecup lembut dahi T
Oni masih terdiam di balik kemudi. Dia mendapatkan kepercayaan Rendra untuk menjaga sesuatu yang hatinya tidak ingin melakukan itu. Ini tentang perempuan yang dia cintai, namun tidak bisa dia jaga. Laki-laki bermata kecil itu menghembuskan napas lelah. Kenapa bisa seperti ini? Tessa yang seharusnya terluka bukan Oni. "Ayo kita berangkat!" Rendra masuk mobil. "Baik, Pak." Oni manut dan sampai beberapa menit mobil melaju, hatinya masih tidak nyaman mengingat rahasia yang sedang dia simpan bersama dengan sang majikan. "Iya-iya, Sayang. Ini Mas lagi di perjalanan kok." "Iya, Mas langsung ke butiknya." Suara majikannya membuat Oni kembali menghembuskan napas lelah. Bagaimana ini? Rasanya Oni tidak mungkin mengatakan semua rahasia ini pada Tessa. Bisa hilang perkerjaannya. Laki-laki itu ingin mengutuk diri sendiri. Ini masalah majikannya, kenapa harus Oni yang merasakan pusing? Tessa? Siapa Tessa? Perempuan itu adalah istri majikannya. Oni tidak berhak mencampuri urusan rumah tangga
Pelukan hangat sang istri membuat Rendra mengusap sudut mata yang perlahan terasa basah. Dia mengelus lembut kepala perempuan yang lemah itu. "Mas," panggilnya lirih. Rendra lalu menurunkan pandang, melihat perempuan yang mendongkak itu kini jadi bermata sayu. Dia mengulas senyum, lalu kembali memeluk erat. "Mas, jangan pernah tinggalkan aku, ya?" Suaranya lirih dan serak. Rendra tahu kalau perempuan itu menangis. Dengan sigap Rendra kembali memeluknya. "Iya, Sayang. Mas akan selalu ada buat kamu, jangan sedih, ya?" Getaran tubuh perempuan dalam pelukannya semakin menambah perih di hati Rendra. Bagaimana ini? *** Sebelas tahun lalu, jalanan Amerika yang sudah sepi membuat seorang perempuan terpaksa berjalan sendiri malam itu. Di salah satu kota di negara tersebut malam-malam memang tidak seramai dalam film-film Hollywood. Rendra yang saat itu sedang mengendarai mobil menuju apartemen, dia melihat perempuan tersebut. Merasa khawatir karena melihatnya sendirian, Rendra sengaja me
Kresna menyusut air mata yang keluar dari sudut matanya. Perempuan itu baru saja tertawa melihat tingkah si Andi, wartawan menyebalkan itu pergi karena malu. Semuanya pertanyaan berhasil dijawab Oni. Bahkan, saat Aski bangun, bayi itu entah kenapa memanggil Oni papa.Wah, memang betul-betul suatu keajaiban. Kresna senang bisa melihat Tessa kembali tersenyum lagi. Keduanya juga memang merasa lega.Rendra mengambil pisang goreng. "Acting kamu bagus, On," ucapnya lalu memakan pisang goreng."Iya, apalagi pas kamu bilang mau bergaya pas difoto si Andi waktu di supermarket. Aku pengen buang air lho lihat kamu cium Tessa. Tessa kamu kaget, ya, dicium pipi sama Oni, itu mata kayak mau keluar. On, kamu mesum juga ternyata?" Kresna menimpali sambil kembali terkekeh kecil.Oni hanya mengulas senyum malu-malu. Dia bukan sengaja melakukan itu, tapi memang perintah Rendra. Ya, kalau pun Rendra tidak menyuruh, mungkin Oni akan sukarela melakukan
Tessa sedikit menerka-nerka orang yang sedang membelakangi Tessa tersebut. Sepertinya kenal, tapi Tessa kenal di mana?"Kakak tunggu di sini aja," pinta Tessa sambil melirik Kresna, "biar aku yang nyamperin dia.""Nanti kalau kamu diapa-apain, gimana?" Kresna tentu merasa khawatir, meski jarak laki-laki itu tidak sampai sepuluh meter dari mereka."Tenang aja, Kak. Deket kok. Kakak bisa teriak kalau aku di apa-apain. Lagian ini masih di depan rumah." Tessa menepuk pelan bahu Kresna.Perempuan di sampingnya pun membentuk bulat jari telunjuk dan jempolnya. "Oke," sahut Kresna pelan.Dari jarak yang sekitar satu meter Kresna mengawasi Tessa yang mendekati laki-laki berkemeja itu."Maaf," kata Tessa membuat laki-laki itu menoleh."Oh, Hallo, Mbak Tessa. Perkenalkan saya Andi wartawan dari televisi GEATv." Laki-laki itu langsung mengulurkan tangan.Dengan canggung Tessa meraihnya, denga
"Maaf, Pak Rendra, apa betul anda sudah menceraikan dua istri anda sekaligus?" Di acara konferensi pers yang di selenggarakan pihak Purnama Grup. Rendra betul-betul langsung dicecar masalah pribadinya.Rendra menahan Oni dengan tangannya saat laki-laki itu hendak berbicara. Rendra tahu, pertanyaan ini terlalu sensitif, karena sebetulnya konferensi pers diselenggarakan untuk peluncuran produk baru dari Purnama Grup."Baik, setelah tadi saya menjelaskan tentang produk baru yang kami luncurkan. Saya berharap produk baru ini bisa laris di pasaran. Pun bisa memberi manfaat terutama untuk konsumen dan perusahaan kami. Untuk pertanyaan yang sodara tanyakan kepada saya, saya akan jawab ...."Suara jepretan kamera terdengar, para wartawan bahkan ada yang saling berbisik, seolah gosip-gosip seperti ini memang nikmat untuk diperbincangkan."Saya dan istri-istri saya, hubungan kami baik-baik saja, dan perpisahan yang kami lakukan pun dil
"Mbak ...." Tessa berujar lirih sambil melihat istri pertama suaminya sedang terbaring lemas di ranjang rumah sakit.Perempuan itu bisa ada di sini karena telah melakukan percobaan bunuh diri. Wanda mencoba menyilet pergelangan tangannya. Untung saja Rendra keburu datang dan melihat sang istri tergolek lemah dengan pergelangan tangan yang mengeluarkan darah.Sementara, di sudut ruangan itu Rendra sedang mengamati pemandangan halaman rumah sakit di balik jendela. Entah apa yang dipikirkan laki-laki itu. Tessa sendiri hanya menoleh sekilas lalu kembali menatap Wanda. Pucat dan kurus, berbeda sekali dengan Wanda yang sering dia lihat selama ini."Mbak, Mbak harus sehat, ya? Aku kangen lho, kangen lihat Mbak yang selalu cantik." Tessa tidak kuasa menahan tangis melihat perempuan yang terbaring itu hanya bisa menatap kosong.Wanda sudah siuman sejak satu hari dia dirawat di rumah sakit. Baru saja perempuan itu keluar rumah sakit sekaran