"Sebenernya kamu mau apa?" Kresna langsung to the point saat sudah duduk berhadapan dengan Alando di resto itu.
"Hem, kamu jadi beda, Kres," sahut Alando santai kemudian menyeruput es jeruk yang sudah ia pesan. Sudah lama Alando di sini. Ya, sengaja tidak ingin terlambat, karena ingin melepas rindu pada sang mantan pacar. Ah, CLBK ceritanya. Cerita Lama yang Belum Kelar.
"Semua orang berubah! Langsung saja kamu mau apa dari aku?" Lagi-lagi Kresna menyahut ketus. Perasaan marah, kesal, dan ya tak terima masih tertanam di hati Kresna pada laki-laki berkulit putih bersih ini.
"Aku mau kamu."
Mata Kresna sontak membeliak. "Jangan gila kamu!" Langsung berdiri. Namun, lekas jemari Alando menahan pergelangan tangannya.
"Mau ke mana kamu?"
"Boker!"
Bibir Alando bergetar kecil-kecil, rasanya ingin tertawa. Kresna masih sama ternyata, lucu dan suka bercanda.
"Lepasin!" Kresna langsung menarik tangan. Ingin hatinya segera pergi, tapi Alan
"Eh, Mas, mau ke mana?" Begitulah tanya Tessa, saat suaminya itu tiba-tiba langsung keluar dari mobil yang bahkan belum masuk gerbang rumah.Namun, tanpa basa-basi atau menjawab pertanyaan sang istri, Rendra justru melenggang begitu saja, cemburu sudah membakar hatinya, bahkan nyaris mendidihkan ubun-ubun.Bagaimana tidak cemburu? Laki-laki di samping Kresna itu berani sekali mendekati, bahkan hampir mencium istrinya. Untung saja, Kresna tampak lekas menampar laki-laki itu.Sayangnya, Rendra tidak keburu mengetahui siapa lelaki kurang ajar yang baru ditemui istrinya. Sebuah mobil hitam melintas tepat di jalan, dan membuat Rendra kesulitan menyebrang.Suami dari Kresna itu malah jadi mematung, lalu melihat mobil putih yang dinaiki lelaki itu melaju meninggalkan kediaman sang istri."Sialan!" umpat Rendra, lalu bergegas melangkah, saat jalanan sudah sepi."Lho, Mas!" Kresna jelas terkejut dan langsung menata
"Kakak," panggil perempuan bergaun selutut itu sambil melangkah mendekati Kresna.Tetapi, Kresna langsung memalingkan muka, lalu berjalan cepat untuk segera masuk rumah."Kakak tunggu!" ujar Tessa, dan akhirnya berhasil mencekal pergelangan tangan Kresna."Enggak usah!" Kresna tidak mau melihat Tessa. Masih ada rasa kecewa di hatinya. Polos sekali perempuan satu ini, Kresna tidak menyangka dia tega membongkar rahasia tentang Alando."Enggak usah apa, Kak?" Biasa, dengan wajah manis nan polos itu, Tessa menautkan alis."Enggak usah beliin Kakak Sukro, udah beli." Kresna mengangkat plastik putih bertuliskan salah satu nama minimarket yang cukup terkenal, yang jadi tempat antrian ibu-ibu beli minyak akhir-akhir ini.Kresna menghela napas sesaat. "Jadi, sekarang kamu pulang saja! Kakak mau ngemil Sukro.""Kak Ena, enggak marah?" Perlahan tangan mulus Kresna Tessa lepas."M
Siang yang terik matahari, tapi di dalam mobil tetaplah adem. Lalu, di mobillah keberadaan Tessa dan Oni sekarang. Perempuan berambut panjang itu duduk di belakang, sementara Oni menjadi sopir. "Mbak, Mbak yakin enggak mau buka berkasnya sekarang?" tanya Oni, mengingat tadi majikannya itu bersikukuh mau membuka berkas. "Bentaran, lagi mengatur emosi." Tessa menyahut sambil menatap kaca mobil. Laju mobil ini terasa pelan, Tessa geregetan pengen segera sampai. "Oh, Mbak marah sama saya?" Oni bertanya dengan hati-hati. "Enggak, saya enggak marah, cuma malu." Kejujuran Tessa membuat Oni sadar. "Saya enggak lihat apa-apa, Mbak," ungkap Oni berbohong. Memang harusnya berbohong saja, daripada Tessa semakin malu. "Yakin kamu enggak lihat?" Tessa melihat kaca spion di depan Oni. "Em, iya, Mbak." Oni mengangguk canggung. "Warna apa?" "Maksud, Mbak?" Tidak paham, Oni ti
Mobil berwarna platinum silver metalik itu melaju memecah jalanan kota yang cukup lenggang siang ini. Rendra melajukan mobil dengan kecepatan sedang saja.Merasa cukup gerah, lelaki berjas abu itu pun menambah dingin AC mobil. Dirinya mengendorkan dasi yang mulai terasa menyesakkan. Sebenarnya, Rendra masih banyak pekerjaan di kantor. Hari ini pun ada meeting, tapi karena ucapan Wanda yang mengatakan akan memberikan foto Kresna dan mantannya, membuat Rendra terpaksa menunda meeting sampai nanti malam.Hidung pria berdarah Surabaya-London itu mengendus-endus. Ada yang tidak beres menurut hidungnya."Bau apa ya ini?" Rendra menutup hidup dengan jari telunjuk. Baunya itu seperti telur busuk, tapi mana mungkin ada telur.Rendra menghentikan laju mobil lalu diam sesaat. Matanya celingak-celinguk, lalu melihat ke belakang. Tidak ada apa-apa. Rendra hendak turun saat tiba-tiba suara dering ponselnya berbunyi."Ya,
"Mas mau ke rumah Kanti hari ini," ujar Rendra setelah makan malam.Di depan Rendra sudah ada Wanda. Istrinya itu memasang raut wajah menyesal, karena memang bukan itu yang mau Wanda tunjukkan. Ah, masa sih jadi foto kucing kawin? Jelas-jelas Wanda sendirilah yang memotret kedekatan Kresna dan Alando."Mas ...," desah Wanda lembut, "aku enggak mungkin bohongin Mas, beneran itu tuh fotonya Kresna sama mantan dia." Lagi-lagi untuk yang ke tujuh kalinya Wanda kembali menjelaskan."Iya, Mas paham, Mas paham kalau kamu cemburu lihat kedekatan Mas sama Kresna. Tapi, Wan, kamu juga harus paham kalau Kresna itu sedang hamil dan di antara kalian berempat, cuma Ena lho yang sabar enggak Mas tengokin." Rendra menjelaskan dengan lembut, merasa apa yang dilakukan istri pertamanya itu dilandasi rasa cemburu saja. Dan, tentang Kresna, Rendra malah merasa bersalah pada perempuan itu."Cemburu?" Dahi Wanda mengeryit, kemudian dia memili
Pagi yang cerah matahari bersinar dengan indahnya. Pagi ini Kresna merasa tenang sekali. Semalam dirinya tidak mendapat teror lagi dari sang mantan. Menyebalkan jika mengingat itu, karena sejak pulang dari Bogor, cowok nyebelin itu terus menelpon Kresna atau bahkan mengirim pesan via WhatsApp. Pake emot love-love lagi. Untung saja Kresna langsung menghapusnya.Beruntung, malam tadi tidak, sepertinya Alando menyerah. Syukurlah, Kresna menghembuskan napas lega. Dihirupnya udara pagi yang terasa segar hingga memenuhi rongga dada."Alhamdulillah," ucap Kresna senang. Saat ini dirinya sedang berdiri di atas balkon lantai ke dua.Perempuan yang sedang hamil delapan minggu itu mengelus perutnya yang sedikit agak membuncit, meski memang belum jelas."Semoga, kamu sehat terus ya, Utun Sayang," doa Kresna sambil melihat ke perut di mana janinnya kini tengah tumbuh.Kresna memang tidak mempermasalahkan tentang p
Ternyata bukan hanya bau WC saja yang membuat Kresna mau muntah. Bunga itu juga membuat Tessa muntah-muntah dan lagi bau parfum di surat itu membuat Kresna terpaksa membuang semua sarapannya tadi."Huek! Huek ...." Kresna membersihkan mulut sambil mengatur napas. "Gila, ya tu penggemar rahasia, nyuruh aku mati kali, ya? Penggemar rahasia kok gitu sih?!""Duh, Bu. Maaf, ya, saya enggak tahu ibu enggak suka bunga mawar." Bi Iyem terus mengelus punggung Kresna, merasa sangat bersalah karena telah menerima paket itu."Enggak apa-apa, Bi. Kayaknya bukan cuma karena bunganya deh, tapi bau dari parfum itu," jelas Kresna lalu pelan-pelan duduk di kursi."Ya udah, saya buang aja suratnya, ya?""Iya, Bi. Buang aja! Saya enggak kuat pengen muntah nyium baunya."Kresna mengambil air putih hangat yang tadi sudah disediakan Bi Iyem, lalu segera meminumnya."Kakak! Assalamualaikum," seru Tessa yang tiba-tiba
"Mas ...," panggil Tessa pelan."Iya, kenapa?" Rendra menyahut dengan nada lembut juga, dia terpaksa keluar sebentar dari rapat karena Tessa terus menghubungi sedari tadi."Mas aku ganggu, ya?" Tessa menunduk di sofa itu. Dirinya duduk sendirian. Setelah tadi merenung, perempuan kelahiran Bogor itu memutuskan untuk menelepon Rendra. Entahlah, hanya saja hatinya jadi cemas tiba-tiba."Sebenarnya iya, Mas lagi rapat, Sayang. Kamu ada masalah apa, sampai hampir sepuluh kali telepon Mas?" Rendra sedikit kesal, tapi takut ada sesuatu yang terjadi, terpaksa diangkat saja."Oh, maaf, ya," lirih Tessa."Ada apa?" Rendra kembali bertanya dengan nada tegas."Mas sebenernya cinta enggak sama aku?"Pertanyaan yang membuat dahi Rendra menggeryit, sebenarnya dia tak mau menjawab ini. Sudah berulang-ulang dia menjawab pertanyaan Tessa yang sama. Dengan menghela napas dulu, Rendra akhirnya menjawa
"Mas, aku capek kayak gini terus!" Tessa mengeluhkan perasaannya yang sudah lama dipendam. Sejak kejadian Rendra yang mencurigakan, semakin banyak kejadian-kejadian aneh yang menurut Tessa tidak wajar. Lelaki itu sering pulang telat, kalau pulang kadang marah-marah. Sering pergi dengan alasan keluar kota. Dua tahun berlalu sejak Rendra mengumumkan istrinya sekarang hanya satu, yaitu Tessa. Namun, bagi Tessa lelaki itu tetap seperti memiliki lebih dari satu istri. Dia tidak punya banyak waktu untuk Tessa. "Mas!" Tessa menghentakkan kaki, menghampiri suaminya yang sedang memakai dasi. "Mas dengerin aku enggak sih?!" "Hm." Rendra tetap fokus memakai dasi. "Mas kenapa sih enggak mau dengerin aku?! Aku bilang ini itu, Mas cuma jawab iya-iya aja, tapi kok Mas enggak melakukan yang aku bilang." "Mas harus apa?" Rendra tampak sedikit geram. Entahlah, suaminya itu kini lebih sering tampak masam, tidak seperti dulu. "Mas ke mana aja? Kenapa sekarang baru pulang? Satu bulan lebih lho, Ma
"Selamat pagi, Mbak." Senyum manis terbit dari laki-laki berparas tampan. Bukan membalas senyuman Oni, Tessa malah memutar bola mata, menunjukkan sikap yang benar-benar berbeda dari biasanya. "Bapak menyuruh saya untuk mengantar Mbak, katanya Mbak mau ke pasar pagi ini," tutur Oni lembut tanpa sedikitpun curiga dengan sikap Tessa. Belum Tessa menjawab, Rendra yang tiba-tiba keluar dari rumah langsung menimpali. "Iya, Sayang. Mas khawatir kalau kamu belanja sendirian. Biar Oni yang mengantar kamu." Rendra menyentuh bahu Tessa. Perempuan itu menoleh dengan alis bertaut. "Kenapa harus Oni? Kan ada sopir lain?" "Kang Dodi lagi cuti, biar Mas nyetir sendiri, yang penting kamu ada yang nemenin." Tessa diam, dan raut wajahnya yang diamati Rendra, membuat laki-laki itu kebingungan. "Kamu kenapa, Sayang? Lagi berantem sama Oni?" tanya Rendra lembut. "Enggak." Tessa menghela napas. Rasanya gagal untuk dia bisa menjauhi asisten pribadi suaminya itu. "Ya udah." Rendra mengalihkan tatap
Tessa terus tertawa merasakan geli di pinggang karena sang suami yang terus menyentuh area tersebut dengan gelitikan. Sementara Rendra terus melakukan itu tanpa mempedulikan Tessa yang meminta berhenti. Untuk malam pertama mereka, keduanya menginap di hotel tempat mereka mengadakan resepsi. "Mas, udah stop!" pinta Tessa yang tidak diindahkan oleh Rendra. "Enggak," sahut Rendra manja lalu memeluk Tessa, kembali mencubit pinggang sang istri. "Ih, Mas geli." Tessa mau beranjak dari ranjang kalau saja Rendra tidak kembali memeluknya. "Mas ih," seru Tessa kemudian kembali merasakan kegelian karena tingkah Rendra. Dia kembali tertawa kecil. "Kayak belut deh kamu, enggak mau diem," kata Rendra menjawil pipi Tessa. "Abis Masnya enggak mau diem, kan geli." Tessa jadi waspada dengan tangan Rendra yang sudah bersiap mencubitnya lalu. "Hayo-hayo, mau ke mana?" "Mas!" Tessa berusaha mengeluarkan tubuhnya dari kukungan Rendra. "Apa, Sayang?" Rendra melukis senyum lalu mengecup lembut dahi T
Oni masih terdiam di balik kemudi. Dia mendapatkan kepercayaan Rendra untuk menjaga sesuatu yang hatinya tidak ingin melakukan itu. Ini tentang perempuan yang dia cintai, namun tidak bisa dia jaga. Laki-laki bermata kecil itu menghembuskan napas lelah. Kenapa bisa seperti ini? Tessa yang seharusnya terluka bukan Oni. "Ayo kita berangkat!" Rendra masuk mobil. "Baik, Pak." Oni manut dan sampai beberapa menit mobil melaju, hatinya masih tidak nyaman mengingat rahasia yang sedang dia simpan bersama dengan sang majikan. "Iya-iya, Sayang. Ini Mas lagi di perjalanan kok." "Iya, Mas langsung ke butiknya." Suara majikannya membuat Oni kembali menghembuskan napas lelah. Bagaimana ini? Rasanya Oni tidak mungkin mengatakan semua rahasia ini pada Tessa. Bisa hilang perkerjaannya. Laki-laki itu ingin mengutuk diri sendiri. Ini masalah majikannya, kenapa harus Oni yang merasakan pusing? Tessa? Siapa Tessa? Perempuan itu adalah istri majikannya. Oni tidak berhak mencampuri urusan rumah tangga
Pelukan hangat sang istri membuat Rendra mengusap sudut mata yang perlahan terasa basah. Dia mengelus lembut kepala perempuan yang lemah itu. "Mas," panggilnya lirih. Rendra lalu menurunkan pandang, melihat perempuan yang mendongkak itu kini jadi bermata sayu. Dia mengulas senyum, lalu kembali memeluk erat. "Mas, jangan pernah tinggalkan aku, ya?" Suaranya lirih dan serak. Rendra tahu kalau perempuan itu menangis. Dengan sigap Rendra kembali memeluknya. "Iya, Sayang. Mas akan selalu ada buat kamu, jangan sedih, ya?" Getaran tubuh perempuan dalam pelukannya semakin menambah perih di hati Rendra. Bagaimana ini? *** Sebelas tahun lalu, jalanan Amerika yang sudah sepi membuat seorang perempuan terpaksa berjalan sendiri malam itu. Di salah satu kota di negara tersebut malam-malam memang tidak seramai dalam film-film Hollywood. Rendra yang saat itu sedang mengendarai mobil menuju apartemen, dia melihat perempuan tersebut. Merasa khawatir karena melihatnya sendirian, Rendra sengaja me
Kresna menyusut air mata yang keluar dari sudut matanya. Perempuan itu baru saja tertawa melihat tingkah si Andi, wartawan menyebalkan itu pergi karena malu. Semuanya pertanyaan berhasil dijawab Oni. Bahkan, saat Aski bangun, bayi itu entah kenapa memanggil Oni papa.Wah, memang betul-betul suatu keajaiban. Kresna senang bisa melihat Tessa kembali tersenyum lagi. Keduanya juga memang merasa lega.Rendra mengambil pisang goreng. "Acting kamu bagus, On," ucapnya lalu memakan pisang goreng."Iya, apalagi pas kamu bilang mau bergaya pas difoto si Andi waktu di supermarket. Aku pengen buang air lho lihat kamu cium Tessa. Tessa kamu kaget, ya, dicium pipi sama Oni, itu mata kayak mau keluar. On, kamu mesum juga ternyata?" Kresna menimpali sambil kembali terkekeh kecil.Oni hanya mengulas senyum malu-malu. Dia bukan sengaja melakukan itu, tapi memang perintah Rendra. Ya, kalau pun Rendra tidak menyuruh, mungkin Oni akan sukarela melakukan
Tessa sedikit menerka-nerka orang yang sedang membelakangi Tessa tersebut. Sepertinya kenal, tapi Tessa kenal di mana?"Kakak tunggu di sini aja," pinta Tessa sambil melirik Kresna, "biar aku yang nyamperin dia.""Nanti kalau kamu diapa-apain, gimana?" Kresna tentu merasa khawatir, meski jarak laki-laki itu tidak sampai sepuluh meter dari mereka."Tenang aja, Kak. Deket kok. Kakak bisa teriak kalau aku di apa-apain. Lagian ini masih di depan rumah." Tessa menepuk pelan bahu Kresna.Perempuan di sampingnya pun membentuk bulat jari telunjuk dan jempolnya. "Oke," sahut Kresna pelan.Dari jarak yang sekitar satu meter Kresna mengawasi Tessa yang mendekati laki-laki berkemeja itu."Maaf," kata Tessa membuat laki-laki itu menoleh."Oh, Hallo, Mbak Tessa. Perkenalkan saya Andi wartawan dari televisi GEATv." Laki-laki itu langsung mengulurkan tangan.Dengan canggung Tessa meraihnya, denga
"Maaf, Pak Rendra, apa betul anda sudah menceraikan dua istri anda sekaligus?" Di acara konferensi pers yang di selenggarakan pihak Purnama Grup. Rendra betul-betul langsung dicecar masalah pribadinya.Rendra menahan Oni dengan tangannya saat laki-laki itu hendak berbicara. Rendra tahu, pertanyaan ini terlalu sensitif, karena sebetulnya konferensi pers diselenggarakan untuk peluncuran produk baru dari Purnama Grup."Baik, setelah tadi saya menjelaskan tentang produk baru yang kami luncurkan. Saya berharap produk baru ini bisa laris di pasaran. Pun bisa memberi manfaat terutama untuk konsumen dan perusahaan kami. Untuk pertanyaan yang sodara tanyakan kepada saya, saya akan jawab ...."Suara jepretan kamera terdengar, para wartawan bahkan ada yang saling berbisik, seolah gosip-gosip seperti ini memang nikmat untuk diperbincangkan."Saya dan istri-istri saya, hubungan kami baik-baik saja, dan perpisahan yang kami lakukan pun dil
"Mbak ...." Tessa berujar lirih sambil melihat istri pertama suaminya sedang terbaring lemas di ranjang rumah sakit.Perempuan itu bisa ada di sini karena telah melakukan percobaan bunuh diri. Wanda mencoba menyilet pergelangan tangannya. Untung saja Rendra keburu datang dan melihat sang istri tergolek lemah dengan pergelangan tangan yang mengeluarkan darah.Sementara, di sudut ruangan itu Rendra sedang mengamati pemandangan halaman rumah sakit di balik jendela. Entah apa yang dipikirkan laki-laki itu. Tessa sendiri hanya menoleh sekilas lalu kembali menatap Wanda. Pucat dan kurus, berbeda sekali dengan Wanda yang sering dia lihat selama ini."Mbak, Mbak harus sehat, ya? Aku kangen lho, kangen lihat Mbak yang selalu cantik." Tessa tidak kuasa menahan tangis melihat perempuan yang terbaring itu hanya bisa menatap kosong.Wanda sudah siuman sejak satu hari dia dirawat di rumah sakit. Baru saja perempuan itu keluar rumah sakit sekaran