Beranda / Urban / Satu Gadis Tiga Lelaki / Nyaris Kehilangan Nyawa

Share

Nyaris Kehilangan Nyawa

last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-21 12:08:27

Jantung Zafran berdenyut jauh lebih kencang. Di balik kemudi, pria 25 tahun itu mengerang kesakitan. Seluruh kenangan pahit yang menari di kepala membuatnya kembali terluka.

“Aaargh!”

Di luar, Erin mengetuk-ngetuk kaca pintu di sebelah Zafran seraya berusaha melongok ke dalam. Pandangannya terhalang kaca mobil yang gelap.

Zafran yang memang membutuhkan bantuan, melirik ke Erin. Jemarinya berusaha menekan tombol pembuka pintu otomatis. Namun, yang diterkan malah tombol menurunkan kaca pintu.

“Kamu ….” Erin mengerjap mendapati Zafran tengah kesakitan. “Kenap—pa?”

Kalimat Erin terbata akibat Zafran menarik bagian leher kausnya hingga wajah gadis itu nyaris menempel pada Zafran.

“Eh, apa ini?”

“T—tolong.”

Erin menarik tubuhnya dengan kasar. “Jangan kurang ajar kamu! Urusan kita yang tadi aja belum selesai, udah mau cari gara-gara lagi!”

Napas Zafran tersengal. Wajahnya kian memucat. “T—tolong …,” rintihnya.

“Hah? Kamu nggak lagi becanda?” Erin mengulurkan telunjuk, menyentuh pipi kiri Zafran yang berkeringat. Dingin. “Ini beneran?”

Mulailah gadis itu panik. Ia berjingkrak-jingkrak ke sana kemari sembari mengibaskan telapak tangannya. “Aku harus gimana ini? Harus gimana?”

Tangan Zafran perlahan menunjuk ke arah dashboard.

“Kamu mau aku ke sana?” Erin menunjuk ke arah yang sama.

Zafran memejamkan mata bersamaan dengan ponsel di sampingnya yang bergetar terus menerus.

“Hei, jangan mati dulu. Aduh, gimana ini?” Beberapa kali Erin menepuk pipi Zafran yang kemudian membuka matanya perlahan. “Apa yang bisa aku lakuin?”

Lagi-lagi Zafran menunjuk ke dashboard mobilnya.

“Iya-iya, aku ke sana.” Erin berlari mengitari kap mobil lalu berusaha membuka pintu penumpang bagian depan. Gagal. Ia berlari kembali lagi ke sisi Zafran. “Pintunya kekunci. Aku harus apa?”

Zafran kehabisan tenaga untuk menjawab. Erin memutar otak untuk bisa menjangkau dashboard sementara tubuh Zafran menghalanginya. Tidak ingin menyiakan waktu, gadis itu menyorongkan tubuhnya, masuk melalui jendela pintu yang terbuka lebar.

Meski tubuh Erin kerempeng, cukup sulit juga untuk masuk ke dalam mobil dengan cara seperti itu. Belum lagi, aroma wangi lelaki itu sangat menggoda. Berkali ia harus menepis pikiran jorok yang singgah di kepala setiap tubuhnya bersentuhan dengan tubuh Zafran.

Butuh waktu lebih dari tiga menit bagi Erin untuk bisa duduk manis di bangku penumpang samping Zafran. Untuk sesaat Erin terpaku menatap wajah tampan di sampingnya. Alis mata tebal, sepasang mata yang menatapnya sayu, hidung bangir, dan bibir yang terpahat sempurna.

“T—tolong aku ….”

“Astaga!” Erin menepuk keningnya. “Dashboard! Apa yang harus aku ambil di dashboard?”

Panik Erin membuka dashboard mobil Zafran. Tangannya mengacak isi tempat itu mencari barang yang diinginkan lelaki kesakitan di sampingnya.

“Ini?” Gadis mungil itu mengangkat sebuah botol yang mirip dengan botol obat.

Zafran menggeleng lemah sebagai jawaban. Bibirnya meringis menahan sakit teramat di dada sebelah kirinya.

Erin kembali mengacungkan botol ke arah pria di sampingnya, kali ini berwarna putih susu. “Yang ini, bukan?”

Zafran mengulurkan tangan hendak meraih botol itu. Namun, Erin menepisnya.

“Biar aku yang ambilin. Kamu duduk manis aja di sana,” tuturnya sembari melongok ke sana kemari mencari botol air mineral yang tak kunjung terlihat. “Aku beli air dulu, ya.”

Dengan sisa-sisa tenaga, Zafran mencengkeram lengan gadis berisik di sampingnya. Membuat Erin berhenti bergerak kemudian menatap Zafran yang mengambil obat di tangannya.

Tak ingin menyiakan waktu, Zafran langsung menelan dua butir pil berukuran besar warna putih itu. Susah payah ia melakukannya tanpa bantuan air minum. Erin yang menyaksikan bergidik ngeri.

“Hei! Bangun. Jangan mati dulu. Aduh gimana ini?” Panik Erin mengguncang lengan dan bahu Zafran yang memejamkan mata usai meminum obatnya.

Berkali Erin membaca label yang tertera pada botol obat yang masih di genggaman. Khawatir dirinya salah. Namun, tetap saja ia tidak paham jenis obat itu. Ponsel Zafran yang terus bergetar membuat Erin kian panik.

Diguncangnya lagi lengan kekar lelaki tampan yang terlelap di balik kemudi itu. Nihil. Jangankan bangun, justru deru napasnya kian teratur dan tenang. Sepertinya pria muda itu sudah tidak merasa kesakitan lagi.

Malam kian larut kala keduanya masih berada di mobil yang sama. Lelah karena terus mengkhawatirkan lelaki tak dikenalnya yang sedang tertidur pulas, gadis tujuh belas tahun itu ikut tertidur dengan kepala menyandar di sisi kiri pintu mobil.

“Ah!” Sebuah erangan lolos dari bibir Zafran ketika meregangkan tubuh usai terbangun dari tidurnya. Diliriknya jam yang melingkar di pergelangan tangan. Setengah satu dini hari.

Diembuskannya napas kasar lalu menoleh ke samping kiri. Sepasang mata elangnya menyipit, berusaha mengingat yang telah terjadi.

Ketika tangannya terulur untuk membangunkan Erin, tiba-tiba diurungkan. Ia malah menyentuh pipi gadis itu dengan sangat pelan karena tidak ingin mengganggu tidur pulasnya.

Senyum tipis terulas di bibirnya. Sangat tipis sehingga hanya terlihat samar di dalam kegelapan mobil Zafran. Melihat Erin tidak bereaksi terhadap sentuhannya, jari jemari Zafran mulai tertarik untuk menyentuh bagian lain dari wajah ayu itu. Lembut. Meski sedikit berminyak tetapi tetap saja terasa lembut. Tidak ada satu pun jerawat yang menghalangi sentuhan itu.

Saat ujung telunjuknya bergerak lambat menyisir bibir tipis Erin, kening Zafran mengerut. Ada gelenyar aneh di dada bidangnya. Wajah Erin yang disentuh, kenapa hatinya yang berdesir?

“Shit!” Zafran mengumpat tertahan ketika dirinya dikagetkan oleh suara ponsel yang bergetar.

Dengan kasar diraihnya benda pipih delapan inci itu lalu menekan tombol hijau bergambar telepon. “Apa?!”

“Bos, si Yanuar menolak bayar hutang plus bunganya. Dia bilang hanya mau melunasi utangnya aja itu pun minta dicicil,” jawab lelaki di ujung sambungan telepon.

“Untuk urusan begini aja kamu ganggu saya?!”

“Ma—maaf, Bos.”

“Lakukan seperti biasa. Kalau masih menolak, bakar tempat karaokenya!”

Zafran langsung mematikan sambungan teleponnya tanpa menunggu jawaban si anak buah. Wajah tampan itu tampak mengeras. Direbahkannya kepala ke sandaran kursi mobil bersamaan dengan ponselnya yang kembali bergetar.

“Hem.” Zafran menjawab panggilan telepon itu tanpa melihat ke layar sebelumnya.

“Di mana?”

Malas lelaki itu berbicara setelah mendengar suara Gio di seberang telepon.

“Dari tadi sore ditelepon nggak diangkat. Sibuk kerja atau sibuk tidur sama gadis-gadis klub?” cecar Gio.

“Ah! Suka-sukamulah. Aku lagi malas berdebat.”

“Lagi malas berdebat? Bukannya dari dulu kamu memang nggak suka adu mulut sama aku?” sinis Gio lagi.

Zafran memilih tak menanggapi. Gio tetaplah Gio. Selalu sinis pada semua yang dilakukan adik dan kakeknya.

“Hari ini pulang?”

Zafran melirik Erin yang masih terlelap.

“Zafran!”

“Shit! Bisa pelan dikit nggak, sih? Bikin kaget aja,” umpat Zafran setengah berbisik. Entah mengapa dirinya takut jika Erin terbangun karena suara mereka yang berisik.

“Kamu ditanya diem mulu. Lagi ‘main’?”

“Ck! Bukan urusanmu."

***

Bab terkait

  • Satu Gadis Tiga Lelaki   Bertemu si Tampan

    “Hei, Pemalas! Bangun udah siang.”Zafran masuk ke mobil sembari membawa dua botol air mineral dan dua bungkus roti sobek isi coklat. Sementara Erin mengerjap dengan wajah polosnya.Beruntung tangan Zafran sigap membekap mulut garis itu yang rupanya tengah bersiap untuk berteriak. Sepasang mata bulat Erin melotot sempurna, sedangkan kedua tangannya sibuk berusaha melepas cengkeraman tangan Zafran di mulutnya.Zafran tak kuasa melihat polah lucu Erin yang memaksanya untuk tertawa lebar, memamerkan deretan gigi putih yang tersusun rapi. Bukannya terus meronta, Erin malah melongo terpesona. Sungguh tampan makhluk yang tengah tertawa lepas di hadapannya itu.“Kamu mau aku lepasin?” tanya Zafran masih dengan sisa-sisa tawa.Erin mengangguk.“Tapi janji jangan teriak?”Lagi-lagi Erin hanya menjawab dengan anggukan.Perlahan Zafran melepas bekapan tangannya sembari memastikan bahwa gadis cerewet itu

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-21
  • Satu Gadis Tiga Lelaki   Tragedi di Rumah Bordil

    “Bos, silakan pilih. Mereka stok terbaru di sini.” Yuan—wanita paruh baya bertubuh gembrot dibalut pakaian seksi nan ketat— bergelayut manja di lengan Zafran. Gerakan tersebut mau tidak mau membuat sepasang bukit kembarnya yang hanya tertutup separuh, menempel lekat di lengan kekar itu.“Ayolah, Bos. Duduk dulu sebentar, nikmati ‘hidangannya’,” bisik Yuan lagi dengan suara mendesah seraya mengedipkan sebelah matanya.Seorang pelayan wanita yang tidak kalah seksi, masuk ke ruang privat tersebut. Tanpa bersuara, si pelayan meletakkan sebotol red wine di dalam sebuah ember berisi pecahan es batu lengkap dengan dua sloki kosong ke atas meja bundar yang terbuat dari marmer itu. Ia langsung pergi setelah si nyonya mengusirnya keluar.Setengah memaksa, Yuan menarik lengan Zafran untuk mendekati meja. Dengan malas lelaki muda itu duduk di pinggir meja tersebut kemudian menenggak sesloki red wine yang diangsurkan Yuan ke ar

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-21
  • Satu Gadis Tiga Lelaki   Terpanah Asmara

    “Aaargh!” Zafran mengerang di dalam mobil yang terparkir di bibir pantai kala Erin membuka balutan kaos putih yang dibebat seadanya di telapak tangan terluka milik lelaki itu.“Makanya kalau masih bisa ngerasain sakit jangan sok jagoan, deh,” cerocos Erin tanpa henti sejak mereka meninggalkan parkiran Rumah Bordil Yuan.Dengan telaten dan sangat hati-hati, gadis itu memeriksa kalau-kalau ada pecahan kaca yang masih menancap di telapak tangan Zafran seperti yang ia temukan sebelumnya. Kemudian membalurkan beberapa tetes obat luka berwarna merah yang disambut rintihan Zafran ketika cairan itu menyentuh kulitnya yang menganga. Erin mengabaikan rintihan itu. Ia memilih untuk terus melanjutkan pekerjaannya.“Lagian ngapain sih pecicilan main ke tempat begituan? Apa jangan-jangan kamu memang suka nongkrong di sana? Hayo ngaku!” Tanpa sadar gadis itu menarik perban terlalu kuat hingga membuat Zafran meringis.“Ah! Kamu i

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-21
  • Satu Gadis Tiga Lelaki   Terpaksa

    “Tunggu!” Zafran menyantuh lembut lengan kanan Erin ketika dilihatnya gadis itu bersiap turun dari mobil. “Kamu yakin mau pulang sendiri?”Zafran menatap sekeliling tempat dirinya menghentikan mobil. Sebuah gapura kecil dengan jalan setapak—yang hanya cukup untuk berjalan kaki dua orang berjajar ke samping—terlihat di sana. Gelap, seiring malam yang kian larut. Pun tanpa penerangan cukup. Bangunan rumah semi permanen saling berdesakan di kiri kanan jalan setapak tersebut.Beberapa pemuda bermain gitar tidak jauh dari tempat Zafran dan Erin berada sekarang. Suara nanyian mereka yang terdengar sumbang ditingkahi gelak tawa mengisi malam.Zafran mematikan mesin mobil. “Aku antar aja.”“Nggak perlu, Zafran. Aku baik-baik aja.”“Tempat ini terlalu gelap.”“Ini rumahku. Percayalah aku nggak akan kenapa-kenapa.” Erin tersenyum mendapati semburat kekhawatiran di mata

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-19
  • Satu Gadis Tiga Lelaki   Kerja Bagus

    “Selamat pagi, Tuan Zafran.”Seorang ART mengangguk penuh hormat pada tuan muda yang tengah menuruni anak tangga dengan malas. Penampilan Zafran pagi ini terlihat tak seperti biasa; rambut acak-acakan dengan lingkar mata panda tipis menghiasi wajah tampan itu. Meski begitu, satu hal yang masih tetap sama; tubuhnya wangi maskulin.“Hem,” jawab Zafran singkat. Kepalanya masih terasa berat akibat hanya terlelap tidak lebih dari dua jam.Sepasang kaki pria itu melangkah santai menuju ruang makan di mana kakek dan abangnya sudah menunggu.“Morning, Zaf,” sapa Gio sinis, seperti biasa. “Kupikir udah nggak ingat rumah lagi,” sindirnya. “Rupanya wanita-wanita malam itu masih membiarkanmu pulang.”“Hus! Masih pagi, jangan ribut-ribut.” Sanjaya menegur cucu sulu ngnya dengan suara serak khas lelaki tua itu. "Kalau mau bikin keributan, di pasar aja sana!""Bikin keributan di pasar

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-19
  • Satu Gadis Tiga Lelaki   Penculikan

    Zafran meremas kemudi mobil kuat-kuat hingga kedua telapak tangannya memutih. Sementara sepasang kaki pria itu memainkan pedal gas dan kopling secara bersamaan hingga menimbulkan suara deru mesin yang memekakkan telinga. Wajah tampannya membeku dengan tatapan tajam lurus ke depan.Pemandangan tak biasa yang tersaji di hadapannya membuat amarah pria 25 tahun itu tersulut. Tanpa pikir panjang, dilepasnya pedal kopling hingga membuat mobil semi-sport metalik itu meluncur deras tepat ke arah Xpander yang berhenti sekitar dua puluh meter di depannya. Hasilnya, sebuah tubrukan dahsyat dua mobil bertenaga besar itu tidak bisa dihindari.Zafran keluar dari mobilnya yang ringsek di bagian depan kemudian mengayun langkah panjang mendekati si Xpander. Empat orang pria berbadan besar layaknya tukang pukul, keluar dari mobil seraya membawa batangan besi sepanjang setengah meter di tangan mereka. Kening Zafran mengernyit. Belum pernah ia melihat orang-orang itu berkeliaran di wilaya

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-19
  • Satu Gadis Tiga Lelaki   Janji yang Diingkari

    “Seingatku jalan ke rumah kamu tempo hari bukan lewat sini, Rin.” Zafran melongok ke luar, memindai lingkungan sekitar malam itu ketika mengantar Erin pulang. Tidak ada gapura serta jalan setapak kecil nan gelap seperti sebelumnya. Dilajukannya mobil perlahan di atas jalan rusak menuju ke arah yang ditunjukkan oleh gadis itu.“Aku sama ibu pindah rumah, Zaf.” Erin menunduk, memainkan jari-jemari kurusnya.“Sepertinya kamu suka banget mainin jari tangan,” ucap Zafran lirih seraya menggenggam kedua tangan gadis muda di sampingnya. “Kenapa nggak telpon aku, hem?” tanya pria itu lembut. “Tenagaku cukup kuat kalau cuma buat angkat-angkat barang.”“Ih, dasar! Apaan, sih? Nggak jelas,” celoteh Erin menahan senyum malu-malu seraya mencubit lengan kiri Zafran pelan yang dibalas tawa kecil lelaki itu.“Jadi?”“Jadi apa?”“Kamu belum jawab pertanyaanku

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-19
  • Satu Gadis Tiga Lelaki   Kalah tetapi Tidak Menyerah

    “Selamat pagi.”Gio tersenyum manis ke arah Erin yang tengah berjalan terseok karena kesulitan membawa puluhan bungkus rempeyek kacang di tangan dan punggungnya. Gegas pria 29 tahun itu meraih bakul yang terisi penuh di punggung Erin tanpa menunggu persetujuan gadis tersebut.“Hei … hei … apa-apaan ini? Kamu siapa?” Erin kelabakan mempertahankan bakul. “Enak aja main ambil tanpa permisi dulu. Nggak bisakah bilang baik-baik?”Lagi-lagi Gio tersenyum. “Permisi. Aku mau bantu kamu bawain barang-barang ini, boleh?” godanya seraya mengedipkan sebelah mata.Erin terpaku. Tanpa sadar mulutnya melongo, terpesona dengan pemandangan indah di hadapannya. Sampai sebuah kibasan tangan Gio mengembalikan khayalnya ke dunia nyata.“Gio.”“Hah? Apa?” Erin gelagapan bergantian menatap wajah lelaki yang sedang tersenyum itu dan tangannya yang terulur.“Tadi kamu

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-19

Bab terbaru

  • Satu Gadis Tiga Lelaki   Bangkit Demi Dendam dan Cinta

    Dengan pakaian compang camping, basah, serta penuh darah Zafran berdiri di tengah jalan raya perbatasan antarkota yang berada tepat di atas sungai tempat anak buah bos kasino membuang tubuhnya. Pria itu tidak peduli meski wajahnya kian pucat dan melemah, ia tetap berusaha berdiri tegak hingga sebuah sedan hitam mendekat.Zafran masih berdiri di tempatnya ketika sedan itu melaju kencang seraya membunyikan klakson.“Hei sudah bosan hidup, hah?!” hardik pengemudi sedan dari balik pintu mobil setelah sebelumnya menginjak pedal rem dengan keras hingga menimbulkan bunyi berdecit.Zafran mendekat dengan langkah tertatih membuat si pengemudi bergidik ngeri. Penampilan pria tampan itu layaknya zombie yang tengah menyerang penduduk lokal. Hampir saja pengemudi sedan melarikan diri seandainya Zafran tidak lebih dulu limbung serta kehilangan kesadaran tepat di depan moncong mobil.Pria muda itu meletakkan tangan kanannya di kaca pintu samping kemudi, menj

  • Satu Gadis Tiga Lelaki   Kalah tetapi Tidak Menyerah

    “Selamat pagi.”Gio tersenyum manis ke arah Erin yang tengah berjalan terseok karena kesulitan membawa puluhan bungkus rempeyek kacang di tangan dan punggungnya. Gegas pria 29 tahun itu meraih bakul yang terisi penuh di punggung Erin tanpa menunggu persetujuan gadis tersebut.“Hei … hei … apa-apaan ini? Kamu siapa?” Erin kelabakan mempertahankan bakul. “Enak aja main ambil tanpa permisi dulu. Nggak bisakah bilang baik-baik?”Lagi-lagi Gio tersenyum. “Permisi. Aku mau bantu kamu bawain barang-barang ini, boleh?” godanya seraya mengedipkan sebelah mata.Erin terpaku. Tanpa sadar mulutnya melongo, terpesona dengan pemandangan indah di hadapannya. Sampai sebuah kibasan tangan Gio mengembalikan khayalnya ke dunia nyata.“Gio.”“Hah? Apa?” Erin gelagapan bergantian menatap wajah lelaki yang sedang tersenyum itu dan tangannya yang terulur.“Tadi kamu

  • Satu Gadis Tiga Lelaki   Janji yang Diingkari

    “Seingatku jalan ke rumah kamu tempo hari bukan lewat sini, Rin.” Zafran melongok ke luar, memindai lingkungan sekitar malam itu ketika mengantar Erin pulang. Tidak ada gapura serta jalan setapak kecil nan gelap seperti sebelumnya. Dilajukannya mobil perlahan di atas jalan rusak menuju ke arah yang ditunjukkan oleh gadis itu.“Aku sama ibu pindah rumah, Zaf.” Erin menunduk, memainkan jari-jemari kurusnya.“Sepertinya kamu suka banget mainin jari tangan,” ucap Zafran lirih seraya menggenggam kedua tangan gadis muda di sampingnya. “Kenapa nggak telpon aku, hem?” tanya pria itu lembut. “Tenagaku cukup kuat kalau cuma buat angkat-angkat barang.”“Ih, dasar! Apaan, sih? Nggak jelas,” celoteh Erin menahan senyum malu-malu seraya mencubit lengan kiri Zafran pelan yang dibalas tawa kecil lelaki itu.“Jadi?”“Jadi apa?”“Kamu belum jawab pertanyaanku

  • Satu Gadis Tiga Lelaki   Penculikan

    Zafran meremas kemudi mobil kuat-kuat hingga kedua telapak tangannya memutih. Sementara sepasang kaki pria itu memainkan pedal gas dan kopling secara bersamaan hingga menimbulkan suara deru mesin yang memekakkan telinga. Wajah tampannya membeku dengan tatapan tajam lurus ke depan.Pemandangan tak biasa yang tersaji di hadapannya membuat amarah pria 25 tahun itu tersulut. Tanpa pikir panjang, dilepasnya pedal kopling hingga membuat mobil semi-sport metalik itu meluncur deras tepat ke arah Xpander yang berhenti sekitar dua puluh meter di depannya. Hasilnya, sebuah tubrukan dahsyat dua mobil bertenaga besar itu tidak bisa dihindari.Zafran keluar dari mobilnya yang ringsek di bagian depan kemudian mengayun langkah panjang mendekati si Xpander. Empat orang pria berbadan besar layaknya tukang pukul, keluar dari mobil seraya membawa batangan besi sepanjang setengah meter di tangan mereka. Kening Zafran mengernyit. Belum pernah ia melihat orang-orang itu berkeliaran di wilaya

  • Satu Gadis Tiga Lelaki   Kerja Bagus

    “Selamat pagi, Tuan Zafran.”Seorang ART mengangguk penuh hormat pada tuan muda yang tengah menuruni anak tangga dengan malas. Penampilan Zafran pagi ini terlihat tak seperti biasa; rambut acak-acakan dengan lingkar mata panda tipis menghiasi wajah tampan itu. Meski begitu, satu hal yang masih tetap sama; tubuhnya wangi maskulin.“Hem,” jawab Zafran singkat. Kepalanya masih terasa berat akibat hanya terlelap tidak lebih dari dua jam.Sepasang kaki pria itu melangkah santai menuju ruang makan di mana kakek dan abangnya sudah menunggu.“Morning, Zaf,” sapa Gio sinis, seperti biasa. “Kupikir udah nggak ingat rumah lagi,” sindirnya. “Rupanya wanita-wanita malam itu masih membiarkanmu pulang.”“Hus! Masih pagi, jangan ribut-ribut.” Sanjaya menegur cucu sulu ngnya dengan suara serak khas lelaki tua itu. "Kalau mau bikin keributan, di pasar aja sana!""Bikin keributan di pasar

  • Satu Gadis Tiga Lelaki   Terpaksa

    “Tunggu!” Zafran menyantuh lembut lengan kanan Erin ketika dilihatnya gadis itu bersiap turun dari mobil. “Kamu yakin mau pulang sendiri?”Zafran menatap sekeliling tempat dirinya menghentikan mobil. Sebuah gapura kecil dengan jalan setapak—yang hanya cukup untuk berjalan kaki dua orang berjajar ke samping—terlihat di sana. Gelap, seiring malam yang kian larut. Pun tanpa penerangan cukup. Bangunan rumah semi permanen saling berdesakan di kiri kanan jalan setapak tersebut.Beberapa pemuda bermain gitar tidak jauh dari tempat Zafran dan Erin berada sekarang. Suara nanyian mereka yang terdengar sumbang ditingkahi gelak tawa mengisi malam.Zafran mematikan mesin mobil. “Aku antar aja.”“Nggak perlu, Zafran. Aku baik-baik aja.”“Tempat ini terlalu gelap.”“Ini rumahku. Percayalah aku nggak akan kenapa-kenapa.” Erin tersenyum mendapati semburat kekhawatiran di mata

  • Satu Gadis Tiga Lelaki   Terpanah Asmara

    “Aaargh!” Zafran mengerang di dalam mobil yang terparkir di bibir pantai kala Erin membuka balutan kaos putih yang dibebat seadanya di telapak tangan terluka milik lelaki itu.“Makanya kalau masih bisa ngerasain sakit jangan sok jagoan, deh,” cerocos Erin tanpa henti sejak mereka meninggalkan parkiran Rumah Bordil Yuan.Dengan telaten dan sangat hati-hati, gadis itu memeriksa kalau-kalau ada pecahan kaca yang masih menancap di telapak tangan Zafran seperti yang ia temukan sebelumnya. Kemudian membalurkan beberapa tetes obat luka berwarna merah yang disambut rintihan Zafran ketika cairan itu menyentuh kulitnya yang menganga. Erin mengabaikan rintihan itu. Ia memilih untuk terus melanjutkan pekerjaannya.“Lagian ngapain sih pecicilan main ke tempat begituan? Apa jangan-jangan kamu memang suka nongkrong di sana? Hayo ngaku!” Tanpa sadar gadis itu menarik perban terlalu kuat hingga membuat Zafran meringis.“Ah! Kamu i

  • Satu Gadis Tiga Lelaki   Tragedi di Rumah Bordil

    “Bos, silakan pilih. Mereka stok terbaru di sini.” Yuan—wanita paruh baya bertubuh gembrot dibalut pakaian seksi nan ketat— bergelayut manja di lengan Zafran. Gerakan tersebut mau tidak mau membuat sepasang bukit kembarnya yang hanya tertutup separuh, menempel lekat di lengan kekar itu.“Ayolah, Bos. Duduk dulu sebentar, nikmati ‘hidangannya’,” bisik Yuan lagi dengan suara mendesah seraya mengedipkan sebelah matanya.Seorang pelayan wanita yang tidak kalah seksi, masuk ke ruang privat tersebut. Tanpa bersuara, si pelayan meletakkan sebotol red wine di dalam sebuah ember berisi pecahan es batu lengkap dengan dua sloki kosong ke atas meja bundar yang terbuat dari marmer itu. Ia langsung pergi setelah si nyonya mengusirnya keluar.Setengah memaksa, Yuan menarik lengan Zafran untuk mendekati meja. Dengan malas lelaki muda itu duduk di pinggir meja tersebut kemudian menenggak sesloki red wine yang diangsurkan Yuan ke ar

  • Satu Gadis Tiga Lelaki   Bertemu si Tampan

    “Hei, Pemalas! Bangun udah siang.”Zafran masuk ke mobil sembari membawa dua botol air mineral dan dua bungkus roti sobek isi coklat. Sementara Erin mengerjap dengan wajah polosnya.Beruntung tangan Zafran sigap membekap mulut garis itu yang rupanya tengah bersiap untuk berteriak. Sepasang mata bulat Erin melotot sempurna, sedangkan kedua tangannya sibuk berusaha melepas cengkeraman tangan Zafran di mulutnya.Zafran tak kuasa melihat polah lucu Erin yang memaksanya untuk tertawa lebar, memamerkan deretan gigi putih yang tersusun rapi. Bukannya terus meronta, Erin malah melongo terpesona. Sungguh tampan makhluk yang tengah tertawa lepas di hadapannya itu.“Kamu mau aku lepasin?” tanya Zafran masih dengan sisa-sisa tawa.Erin mengangguk.“Tapi janji jangan teriak?”Lagi-lagi Erin hanya menjawab dengan anggukan.Perlahan Zafran melepas bekapan tangannya sembari memastikan bahwa gadis cerewet itu

DMCA.com Protection Status