Danur Jaya menoleh ke belakang, tapi sosok Pandur juga belum muncul. “Paman Pandur! Apa kau baik-baik saja?”“Aku baik-baik saja?” Pandur berjalan merangkak dari celah reruntuhan, kakinya kini terluka karena kejatuhan batu besar, tapi baginya ini hanyalah masalah kecil.Pada akhirnya, tiga orang itu keluar dari dalam istana, menunggu Rawai Tingkis di halaman bangunan tersebut dengan perasan yang campur aduk.“Jika dia adalah Satria Roh Suci,” ucap Pangeran Nundru, “dia tidak akan kalah. Dia adalah tujuanku selama ini.”“Jangan kau samakan dirinya dengan manusia terkutuk itu,” timpal Danur Jaya, “Rawai Tingkis berbeda dari mereka semua, dia tidak sama seperti yang kau pikirkan. Dia adalah Rawai Tingkis, dia tidak akan menjadi seperti apa yang kau inginkan, Pangeran Nundru.”“Jadi begitu …” Pangeran Nundru hanya tersenyum pahit saat mendengar ucapan Senopati Danur Jaya.Sungguh sangat disayangkan, jika saja Rawai Tingkis saat itu masih berada di dalam pengawasannya, atau jika saja Rawai
Di dalam Istana itu, Rawai Tingkis berjalan dari lorong ke lorong, ruangan demi ruangan yang runtuh, hanya untuk mendapatkan belati pembunuh roh suci.Namun, sampai beberapa saat lamanya, dia tidak menemukan benda tersebut, sementara di luar Istana, tiga orang masih menunggu dirinya dengan perasaan yang gelisah.Tidak ada yang tahu bagaimana kondisi Rawai Tingkis di dalam istana tersebut, tidak ada yang tahu apakah dirinya masih hidup atau sudah mati.Lebih lagi, istana ini tampaknya mulai akan runtuh total.“Ini gawat,” ucap Danur Jaya, dia berniat untuk menyusul Rawai Tingkis, tapi dicegah oleh Pandur.Pandur menjelaskan kepada pemuda itu bahwa saat ini tidak ada yang bisa mereka lakukan, lebih dari itu kemungkinan besar Danur Jaya malah akan menjadi beban bagi Rawai Tingkis.Danur Jaya akhirnya hanya pasrah menunggu kemunculan Rawai Tingkis. Dia sesekali, menatap ke arah puncak Istana yang mulai bergetar.Di sisi lain, Rawai Tingkis masih kesulitan menemukan ruangan, tapi beberapa
Setelah perpisahan itu, Rawai Tingkis dan Danur Jaya kembali ke Istana. Danur Jaya langsung bergegas melaporkan situasi yang terjadi di Pulau Tengkorak, sementara Rawai Tingkis langsung pergi ke rumah Empu Lanar untuk menyempurnakan pedangnya.Melihat belati pembunuh roh suci di tangannya, mata Empu Lanar terbuka lebar. Ini pertama kali dalam hidupnya melihat senjata tersebut.“7 logam yang dijadikan satu,” ucap Empu Lanar, “aku akan menciptakan senjata terbaik untuk membunuh monster berwujud manusia.”“Senjata yang tidak akan melukai manusia,” sambung Rawai Tingkis.“Ya, benar …senjata yang tidak akan melukai manusia, tapi berdampak buruk kepada satria suci.”Empu Lanar segera menyuruh bawahannya untuk menyiapkan segala sesuatu demi menciptakan senjata yang diingkan Rawai Tingkis.Dia mengeluarkan sebuah tungku aneh, dan menurut dirinya tungku perapian ini adalah pusaka turun temurun dari warisan keluarganya.Hampir tidak pernah pusaka itu digunakan oleh Empu Lanar, tapi hari ini, tu
Pada akhirnya, Rawai Tingkis diberi pakaian baja yang menutupi seluruh tubuhnya. Pada bagian kaki, ada rantai yang bisa membatasi pergerakan Rawai Tingkis, sementara pada bagian lehernya ada pula kalung yang terhubung pada rantai, dan rantai itu terikat pada tangannya.Di sini, Rawai Tingkis terlihat begitu menyedihkan sekali. Dia dianggap sebagai tawanan hina bahkan lebih hina dari para pemberontak.Danur Jaya masih berusaha menyadarikan Prabu Dera mengenai keputusannya menjatuhkan hukuman terhadap Rawai tingkis, tapi Prabu Dera menutup mata akan kebenaran, dan berdalih jika Rawai Tingkis bisa membahayakan keselamatan rakyat Indra Pura.Menanggapi hal ini, Danur Jaya merasa begitu geram dengan pemerintahan Indra Pura saat ini. Prabu Dera dianggapnya lebih buruk dibandingkan dengan Pangeran Nundru itu sendiri.Selain menggunakan pakaian baja yang begitu berat, Rawai Tingkis diberikan tempat tidur berupa penjara terasing.Penjara itu berada di belakang halaman Istana Indr Pura, dan di
Sementara itu, Sang Patih dan Senopati Santa tampaknya masih tidak puas jika Rawai Tingkis hanya dipenjara dan dikenakan pakaian logam berat.Mereka berdua ingin lebih dari hanya sekedar hukuman, mereka ingin mengendalikan Rawai Tingkis.Keduanya terus memikirkan cara bagaimana untuk menguasai Rawai Tingkis, bahkan kedua orang itu membicarakan hal ini kepada Prabu Dera, tapi Prabu Dera tidak menanggapi mereka.“Hukuman Rawai Tingkis sudah lebih dari cukup, jangan menambah hukuman yang lain!” ucap Prabu Dera.Sang Patih dan Senopati Santa akhirnya kembali berdiskusi, masih memikirkan cara paling efektif untuk menguasai Rawai Tingkis.Karena Rawai Tingkis bodoh, harusnya mengendalikan remaja itu lebih mudah, pikir mereka berdua.Tidak hanya akan mengurangi ancaman masa depan Indra Pura, tapi jika mereka bisa mengendalikan Rawai Tingkis seperti anjing peliharaan, kemungkinan besar Indra Pura akan menjadi salah satu negeri paling maju di dunia, bahkan menjadi pengusa benua Sundaland.“Kal
Namun di sisi lain, Putri Selasih Ayu memiliki rencana lain selain mengikuti rencana yang diberikan oleh Senopati Santa.Dari informasi yang didapatkannya, Rawai Tingkis berasal dari desa Air Tenam, dan memiliki hubungan dengan seorang gadis remaja seusia mereka.Sebelum membunuh Rawai Tingkis, Selasih Ayu berniat membuat Rawai Tingkis merasakan kepedihan karena kehilangan seorang Ayah. Tentu saja dengan menculik teman kecil Rawai Tingkis di desa Air Tenam.“Aku dengar dia memiliki nama yang sama denganku,” ucap Putri Selasih Ayu. “Sayang sekali, aku akan membuat gadis itu menderita.”Di sisi lain, Senopati Danur Jaya berhasil membawakan darah Rawai Tingkis kepada Empu Lanar.Secawan darah yang akan dijadikan bahan baku pembuatan pedang pembantai Roh Suci.“Menyempurnakan pedang ini membutuhkan waktu dua kali purnama, tapi jika harus membuat pengikat antara pedang dengan tuannya, akan dibutuhkan waktu yang lebih lama lagi.”“Jadi berapa lama pedang ini akan selesai?” tanya Danur Jaya.
Dua bulan purnama telah berlalu, Emu Lanar telah selesai menciptakan pedang pembantai roh suci, dn sekarang hanya tinggal menciptakan segel darah atau pengikat antara pedang dan Rawai Tingkis.Jadi hari ini dia pergi ke bagian dalam rumahnya, sebuah goa yang berada di bawah lantai.Di dalam goa hanya ada kegelapan dan keheningan, dan jika bukan karena obor yang dibawa oleh Sang Empu, dapat dipastikan tidak ada yang dapat dilihat di dalam goa tersebut.Di tengah goa ada altar, tempat duduk yang akan digunakan oleh Empu Lanar menjalani tapa prata.Dia meminta semua bawahannya untuk berjaga di luar, dan membuat sebuah pedang yang mirip dengan pedang Pembantai Roh Suci.Bawahan yang terdiri dari belasan orang itu, segera menuruti perintah sang Empu, jadi mereka langsung menggunakan logam yang paling bagus di rumah ini, untuk menciptakan sebuah pedang yang sangat mirip dengan pedang di tangan Empu Lanar.Empu Lanar sepertinya merasa, jika sebelum pedang ini disempurnakan, prajurit Indra P
“Kenapa kalian berkumpul di sini?” tanya Rawai Tingkis, “aku tidak akan melarikan diri.”Remaja itu mengendus kesal, seraya menatap satu persatu wajah para prajurit yang sedang memperhatikan dirinya.Melihat kondisi Rawai Tingkis yang baik-baik saja, para prajurit perlahan mulai membubarkan diri, pergi meninggalkan penjara itu.Sampai beberapa saat kemudian, Danur Jaya kembali menjenguk Rawai Tingkis, dengan makanan di tangannya.Remaja itu memberikan informasi terkait pedang pembantai roh suci yang dipesan Rawai Tingkis.“Lebih lama dari yang aku duga,” gumam Rawai Tingkis. “Bagaimana dengan desa Air Tenam?”“Aku telah mengamankannya,” ucap Rawai Tingkis, “tapi aku tidak tahu sampai kapan, karena kemungkinan Senopati Santa akan mengirim prajurit level tinggi ke desa tersebut.”“Danur Jaya, jika mereka sampai menyentuh desaku, kau tahu baju besi ini tidak akan menghentikanku.”Danur Jaya hanya tersenyum pahit, dia tahu persis apa yang akan terjadi, jika Rawai Tingkis sampai menggila.