Elizabeth tak tahu apa yang lebih buruk baginya.Bahwa dia harus terbangun dengan Tilly yang telah berpindah dari tempat tidurnya sendiri dan menjadikan perutnya sebagai kasur, atau bahwa Veronica telah duduk di kursinya, memainkan ponselnya sementara dia mengerjapkan mata.Gadis itu memperhatikannya, mengerang dan mengusap rambut. “Sejak kapan kau berada disini?”Veronica menoleh padanya, memberikan sebuah senyuman. “Kakakmu mengizinkanku masuk,” ucapnya, seolah itu bukanlah masalah besar.Tentu saja itu bukan masalah besar. Namun Elizabeth sedikit khawatir tentang bagaimana Noah mengizinkan seseorang untuk datang ke dalam kamarnya begitu saja.Dia yakin sekali bahwa jika dia melakukan hal yang sama pada kakaknya, laki-laki itu akan memarahinya.“Jennifer menghubungiku,” ucap gadis itu kembali, sementara Elizabeth duduk di ranjang, meminum air yang ada di dipannya. “Aku tak ingat bertukar nomor dengannya.”“Dia pasti mencarimu,” tebaknya. “Akan sangat mudah baginya tentang itu.”“Ten
Ketika Elizabeth keluar dari ruangannya dan menuruni tangga, empat orang telah berada di ruang tamu, menoleh padanya.Noah duduk di samping James, menyandarkan diri di sofa sementara tangannya terentang di sanggaan. “Tuan Putri telah bangun.”Untuk sejenak, Elizabeth terpikir untuk melemparkan sepatunya ke kepala sang kakak. Mungkin dengan begitu, dia akan membuatnya diam.Namun Jennifer mengeluarkan tawa, berpindah untuk berdiri di sampingnya. “Jangan dengarkan dia,” ucapnya.Mungkin dia harus menerima wanita itu sebagai kakaknya saja.Yang lebih tua meraih tangannya. “Beberapa hari lagi, kau akan memiliki harimu — jangan biarkan dia mengganggumu. Kau membutuhkan waktu sendiri sebanyak yang kau bisa.”Gadis itu menundukkan kepala. Tentu saja. Dia mungkin takkan memiliki waktu untuk dirinya sendiri — terutama ketika dia harus berada di kediaman yang baru dan menjadi cerminan Orvil, bersamaan dengan melanjutkan apa yang menjadi bagian dari kesepakatannya.Dia membiarkan Jennifer mengge
“Aku tak yakin soal ini.”Baik Veronica dan Jennifer memperhatikannya di atas sofa, sementara dia berada di podium dengan kaca mengelilinginya. Seorang pekerja membantu merapikan gaun yang dia kenakan.Ada beberapa hal yang salah dengan gaun yang dia kenakan. Roknya terlalu ketat, pundaknya terlalu menggembung. Atau mungkin dia hanya tak terlalu menyukai modelnya.Namun lagi, Elizabeth tak pernah memikirkan gaun yang akan dia kenakan di hari pernikahannya — dia tak pernah mengira bahwa dia akan berada di dalam toko ini. Pemikiran itu cukup untuk membuatnya terpikir bahwa dia tak tahu apa yang harus dia pilih.Veronica memberikan pandangan yang meniru ekspresinya — aman baginya untuk mengatakan bahwa gadis itu sama tak setuju dengannya.Jennifer mengawasinya dari atas ke bawah, terlalu lama hingga dia khawatir bahwa dia akan mengatakan bahwa gaun itu tak terlalu buruk di matanya.Namun wanita itu menganggukkan kepala. “Tak cocok denganmu,” dia mengucapkan rasa tak setujunya. “Kita memi
Elizabeth tak yakin jika Orvil benar-benar akan datang. Dia tengah menelusuri beberapa gaun yang berada di depannya, tergantung rapi dengan seorang pekerja yang menemaninya.Sedikit memalukan bahwa dia tak terburu-buru untuk kembali ke belakang tirai dan mencobanya. Namun akan lebih baik baginya untuk menunggu — kecuali dia ingin berganti dua kali untuk menunjukkannya.Namun ini sudah mencapai lebih dari empat puluh lima menit. Elizabeth sedikit tergoda untuk meraih ponselnya dan menghubungi tunangannya sendirian.Dia mungkin akan berteriak padanya untuk tidak mempermalukannya, atau sedikit bertanya jika dia terlalu sibuk — itu akan menjadi pilihan Orvil sesuai dengan nada bicaranya.Namun dia dapat mendengar gemerincing dari pintu, dan Elizabeth akhirnya melihat Orvil berjalan masuk ke dalam, hanya dengan celana dan kemejanya yang tergulung, menampakkan sedikit dari lengan bawahnya.Laki-laki itu menangkap pandangannya ketika dia berjalan, membuatnya beranjak ke arahnya. Dan mungkin
Kunjungan mereka di butik berjalan lebih cepat dari yang Elizabeth kira. Mungkin karena dia telah menemukan gaun yang dia inginkan dengan cepat.Atau mungkin itu karena Orvil datang dan membiarkannya mengambil yang dia inginkan sebelum Jennifer dan Veronica meyakinkannya untuk mencoba gaun lain yang bisa dia pilih.Mungkin dia harus berterima kasih padanya.Elizabeth sangat menyukai gaun itu.Mereka semua berada di depan toko, Elizabeth telah melingkarkan lengannya dengan Veronica seolah memberitahu bahwa dia akan pergi bersama mereka. Namun Jennifer menepuk pundak adiknya. “Kau akan kembali ke kantormu?”“Tidak juga,” ucapnya. “Aku akan kembali saat makan siang,” dia mengakui. “Untuk sekarang, aku rasa aku harus bicara dengan tunanganku. Sendirian.”Gadis itu mengetatkan genggamannya pada Veronica. Dia tak terintimidasi olehnya. Namun ada sedikit rasa malas dalam dirinya ketika menyadari bagaimana dia meminta mereka untuk membiarkannya dan Elizabeth sendirian.Temannya itu menoleh p
Elizabeth mengawasi Orvil yang memperhatikan ruangannya, mata berkedut setiap kali dia menyentuh sesuatu.Membawa laki-laki itu ke ruangannya adalah ide yang buruk. Dan itu takkan membantu dalam menghindari kemarahan kakaknya. Namun itu adalah satu-satunya tempat dimana dia tahu bahwa mereka takkan diganggu.“Jadi,” mulainya. “Apa yang ingin kau bicarakan?”Laki-laki itu berjongkok, tepat ketika suara mengeong Tilly muncul dan kucing tersebut mengusapkan kepala pada kakinya. Dan gadis itu mengawasinya mengusap telapak pada kepala kucingnya.Tilly terlihat menikmatinya, menutup mata dan duduk di samping kakinya. Dan Elizabeth merasa bahwa dia tak ingin mengganggunya ketika melihat senyuman di bibir laki-laki itu.Namun Orvil akhirnya membuka mulut.“Aku mendengar bahwa kau pergi dari pesta pertunangan kita dan tak kembali hingga pagi.”Gadis itu terdiam, memperhatikannya. Ada sedikit rasa curiga dan tak percaya muncul di kepalanya. “Apa kakakmu yang memberitahunya?”Laki-laki tersebut
Pernikahan tak seharusnya berjalan secepat ini.Seharusnya tidak.Elizabeth setidaknya harus menikmati bagaimana dia mengenakan gaun pengantinnya, mengagumi bebungaan yang ada di buketnya, dan mungkin menelusuri bagaimana rintik-rintik cahaya yang ada di rambutnya.Tapi tidak. Elizabeth tak ingat kapan dia berjalan bersama ayahnya menuju altar. Dia tak ingat bagaimana dia melihat Orvil di depan untuk menunggunya.Mungkin dia samar-samar mengingat wajahnya ketika mengucapkan sumpahnya, atau bagaimana tangannya merasa hangat bahkan ketika dia mengenakan sarung tangannya, atau dingin cincin yang terselip di jemarinya.Atau fakta bahwa Orvil tak menciumnya.Elizabeth dapat merasakan bagaimana bibir laki-laki itu mendarat beberapa detik di pipinya, menangkupkan wajahnya di antara kedua telapak tangannya hingga tak ada satupun yang melihat ilusi itu.Dan satu-satunya yang Elizabeth ingat dari pernikahannya adalah bagaimana suaminya, suaminya, merundukkan pandangan hingga menatapnya. Dan ora
Elizabeth tak mengharapkan bahwa mereka akan kembali ke kediaman para Gellert, mengira bahwa mereka akan menuju tempat lain.Namun mungkin Orvil tak memiliki tempat yang dia pikir dapat mereka kunjungi, dan mungkin privasi mereka akan menjadi lebih baik ketika mereka berada di balik dinding mereka sendiri.Laki-laki itu mengalihkan pandangan padanya, dan Elizabeth dapat menyadari bagaimana dia mengawasinya ketika dia tengah menatap ke arah luar jendela.“Aku akan berada di ruanganku,” ucapnya, membuatnya menoleh. “Kami merapikan ruanganmu sebelumnya, kau bisa memilikinya.”Wanita itu menatapnya. “Kau takkan bersamaku?”“Kau takkan menginginkan itu,” dia membalas, meyakinkan. “Dan aku akan lebih menghargai jika kau berada di sampingku ketika kau menginginkannya.”“Or–”Dia menarik nafas ketika suaminya telah berbalik, meninggalkannya sendirian dengan gaun putihnya, seolah dia bukanlah pengantinnya melainkan hantu wanita yang tengah berada bersamanya.Jika dia menginginkan rencana itu u