Home / Romansa / Sang Sekretaris / Harta Warisan

Share

Harta Warisan

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bening terlambat setengah jam dari jadwal acara yang sudah ditentukan. Untuk satu hal ini, ia merutuk kepada Aga yang sudah memberinya banyak pekerjaan, sejak sang pemred itu menjabat di Swara Media. 

Sebenarnya, Aga bisa saja merepotkan wakilnya atau beberapa redaktur lain ketika jam kerja Bening sudah selesai. Namun, pria itu seolah senang sekali menumpuk berbagai pekerjaan yang tidak terduga pada Bening.

Langkahnya lalu terhenti di ruang tengah. Melihat keluarga sang ayah yang sepertinya sudah berkumpul sedari tadi. Wajah keempat orang yang duduk di sofa secara terpisah itu, langsung tertekuk masam ketika melihat Bening.

“Jangan berlagak seperti orang penting, Ning. Kamu harusnya bisa mikir, kalau kami di sini masih punya kesibukan lain di luar sana.”

Bening menahan napas melihat sang papa. Kemudian, tatapannya beralih pada ibu dan dua saudara perempuan tirinya sebentar.

“Uti di kamar?” tanya Bening tidak ingin mengacuhkan ucapan sang papa, yang memang akan selalu berkata pedas kepadanya.

Sejauh ingatan Bening berlayar ke belakang, pria yang menjadi papa kandungnya itu, tidak pernah sekali pun bersikap manis kepadanya. Bukan cuma sang papa yang bersikap seperti itu kepada Bening, tapi, mama kandungnya pun juga bersikap demikian.

Setelah Bening mencari tahu, ternyata dirinya adalah anak yang tidak pernah diinginkan oleh kedua orang tuanya. Papa dan mamanya, terlibat one night stand di masa lalu dan karena hal itulah, Bening akhirnya terlahir ke dunia.

Mereka menikah dengan terpaksa, untuk menutup semua aib keluarga. Tanpa cinta, dan semua berjalan seperti di neraka. Usia dini dan emosi yang masih terlalu labil itulah, yang menyebabkan semua ego menyeruak tanpa ada yang ingin mengalah. Lantas, satu-satunya jalan keluar yang ditempuh adalah dengan perceraian. 

Berpisah, tanpa ada satu pun yang ingin mengambil tanggung jawab atas diri Bening, yang saat itu bahkan belum berusia dua tahun.

Sejak saat itulah, Bening dirawat oleh sang nenek dan kakek dari keluarga sang papa. Berikut dengan semua biaya keperluan Bening, sampai hal yang terkecil sekalipun.

“Uti di kamar, capek nungguin kamu.” Kali ini, suara yang terdengar sinis itu berasal dari ibu tirinya. Bening tidak mengerti, mengapa ibu tiri beserta kedua adiknya juga bersikap sama sinisnya kepada Bening. Padahal, dirinya tidak pernah mencampuri hidup mereka sama sekali.

Tanpa ingin mengucapkan terima kasih, Bening langsung menuju kamar sang uti. Di dalam sana, Bening langsung disambut dengan senyum hangat, yang selalu menyapanya ketika ia pulang ke rumah.

“Lembur lagi?” tanya Sinta merentangkan tangannya dengan lebar untuk memeluk Bening yang tengah berjalan ke arahnya.

Bening mengangguk dalam pelukan wanita tua. Menumpahkan semua rasa sayang yang tidak akan mungkin bisa Bening balas seumur hidupnya. 

“Maaf, ya, Ti,” ujar Bening lalu menarik diri. “Tapi udah makan, kan?” tanyanya memastikan. 

“Ya belum,” ungkap Sinta lalu bangkit perlahan dari kursi pijatnya. “Uti nunggu kamu dulu, baru kita mulai acara makan malamnya.”

Bening berdecak berkali-kali dengan gelengan. “Harusnya, dimulai aja acaranya. Yang ulang tahun, kan, Uti. Bukan aku.”

Sinta menanggapi Bening dengan kekehan. Bagaimana ia bisa memulai acara ulang tahun yang ke-70 tahun, jika cucu kesayangannya belum berada di rumah. Sedangkan, suami tercintanya sudah berpulang lebih dahulu satu tahun yang lalu.

Sinta selalu merasa asing jika berada bersama keluarga baru Ilham, yakni satu-satunya putra yang dimilikinya. Tidak pernah merasa cocok, karena Sinta menganggap istri dan kedua putri Ilham itu hanya mendekat padanya,  jika ada maunya saja.

“Sudahlah, ayo kita keluar. Biar cepat selesai dan mereka juga cepat pulang.”

Keduanya lantas terkekeh sembari keluar kamar, dan langsung menuju ke ruang makan. Semua makanan yang tersaji memang sudah tidak lagi hangat, tapi Sinta tidak mempermasalahkannya.

Acara sederhana yang memang diadakan tiap tahun, selalu berlangsung sama. Yakni sekadar makan malam keluarga dan juga berucap doa. Setelahnya, keluarga Ilham akan pulang ke rumah begitu saja.

Namun, malam ini, Sinta meminta Ilham dan keluarganya untuk bertahan, karena ada yang ingin disampaikan terlebih dahulu.

“Ada yang mau saya sampaikan ke kalian semua.” Tatapan Sinta kini tertuju tegas pada putranya. “Setelah saya nanti sudah nggak ada—“

“Uti—“

Tangan kanan Sinta terangkat ke arah Bening untuk menyela gadis itu berbicara. “Tanah dan rumah ini beserta isinya akan jadi milik Bening.”

“Mama,” Ilham langsung berdiri, protes tidak terima. “Cucu mama semuanya ada tiga, kenapa rumah sebesar ini cuma diwariskan sama Bening?”

Gigi Bening mengatup rapat memandang sang papa. Meskipun pria itu adalah papa kandungnya, tapi Bening tidak pernah memiliki ikatan emosional sama sekali dengan Ilham. Baginya, Ilham tidak lebih dari sekadar orang lain yang terkadang mampir untuk menjenguk Sinta.

Sinta membuang tawa mirisnya seraya memalingkan wajah sejenak. “Sekarang, Mama tanya sama kamu. Kapan Erna dan Elvira pernah datang ke sini cuma untuk sekadar main atau jenguk Utinya?”

Ilham melempar tatapannya pada kedua putri yang kini hanya bisa menunduk. “Erna sama Elvira sibuk sekolah dan kuliah, Ma. Jadi—“

“Sekolah tujuh hari selama seminggu? Nggak ada hari libur?” Sungguh, Sinta sudah muak jika mendengar alasan yang selalu sama dari waktu ke waktu. “Bening, yang dulu juga sekolah dan kuliah, masih bisa jenguk oma sama opanya, meskipun mereka itu macam SETAN semuanya!”

Tidak ada lagi yang ingin melayangkan protes perihal kunjungan tersebut. Karena semua fakta yang dimuntahkan oleh Sinta semuanya benar.

Dahulu kala, Bening sesekali menjenguk untuk menyambung silaturahmi dengan kakek dan nenek dari pihak sang mama. Namun, Bening tidak pernah menerima respon yang baik dari sana, termasuk mamanya sekali pun.

“Dan, kamu, Ham,” tunjuk Sinta pada putranya. “Apa masih kurang rumah yang kamu tempati sekarang? Ditambah showroom mobil keluarga juga sudah kamu yang pegang semuanya?”

“Ini bukan masalah aku, Ma,” sanggah Ilham. “Ini masalah Mama yang nggak adil sama Erna dan Elvira.”

Kalau sudah berdebat seperti ini, Riva, istri Ilham tersebut tidak akan mau ikut campur sama sekali. Bisa-bisa, dirinya kena semprot oleh Sinta habis-habisan.

“Orang tua Erna sama Elvira itu masih lengkap. Ada kamu dan Riva. Sedangkan Bening, dia sudah ‘yatim piatu’ dari bayi!” sindir Sinta dengan telak. “Kadang, Mama nggak habis pikir, bisa punya anak … ck, sudahlah.”

Sinta tidak ingin berbicara lebih kasar lagi, karena ada ketiga cucunya di sana. Walaupun, mulutnya masih ingin membeo panjang lebar untuk menceramahi putranya itu.

“Jadi, saya rasa, ini semua cukup adil.” Sinta mengalihkan tatapannya pada sang menantu dan kedua cucunya yang duduk berjajar di sofa panjang. “Dan kamu Riva, jaga sikapmu dan juga kedua anakmu itu. Jangan lagi mengganggu Bening karena bagaimanapun juga, pembagian harta untuk kalian sudah cukup besar. Jadi jangan serakah!

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Frisilia Atas Pakasi
kasihan beningnya
goodnovel comment avatar
Sasya Sa'adah
belum belum koq udah mewek aku bacanya Thor ...
goodnovel comment avatar
Yuli Defika
kasian Bening nenek sinta sayang banget ke Bening
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Sang Sekretaris   Melepas Rindu

    Aga yang baru datang ke kantor tepat ketika jam pulang kerja karyawan, berhenti sejenak di sisi meja sekred yang kosong. Perangkat komputer yang masih menyala dan ponsel yang tergeletak begitu saja di samping mouse, menandakan si empunya tidak berada jauh dari ruang redaksi. Bening, masih berada di kantor dan belum pulang ke rumah.Benar saja, saat kaki Aga hendak melangkah masuk ke dalam ruangannya, gadis itu muncul dari koridor yang mengarah ke toilet.“Sore Pak Aga,” sapa Bening dengan sopan. “Daftar kepala daerah dan kepala dinas yang Bapak minta tadi pagi, sudah saya emaìl.”“Makasih,” ucap Aga kemudian melihat penampilan Bening dari ujung rambut hingga kaki, kemudian menghela. “Ini seragam yang kamu bilang kebesaran?” tunjuknya tanpa sungkan pada tub

  • Sang Sekretaris   Permintaan Terakhir

    “Hati-hati pulangnya,” kata Bening setelah melepas sabuk pengaman. “Jangan lupa kabari kalau sudah sampai apartemen.”“Siap, Nya!” jawab Christ lalu dengan cepat meraih tengkuk Bening dan memagut bibir manis itu tanpa rasa puas. “Aku jemput besok pagi dan salam buat uti.”“Hmm.” Bening mengangguk sembari menggigit bibir bawahnya yang terasa kebas, setelah Christ melepaskan pagutan mereka. “Jemput pake motor apa mobil?”“Pake rok!” Kedua alis tebal Christ itu naik turun dengan tatapan jahil. "Biar cepat bukanya."Keduanya lantas tergelak bersamaan, sudah saling mengerti akan semua hal. Itu berarti, Christ akan menjemput Bening dengan mem

  • Sang Sekretaris   Kurang Piknik

    “Kamu kenapa, sih? Dari tadi banyak diamnya?” tanya Christ sebelum mobil yang dikemudikannya berbelok di halaman gedung Swara Media.“Mau dapet kayaknya, moodku nggak enak banget,” ujar Bening beralasan.Pagi tadi, sebelum Christ datang untuk sarapan sekaligus mengantarkan Bening ke kantor, Sinta kembali mengingatkan Bening tentang hubungannya dengan pria itu.Bening pun meminta waktu kepada Sinta untuk membicarakannya semuanya dengan Chris sekali lagi. Jika kali ini, mereka tidak mendapatkan titik temu, maka Bening berjanji akan mengakhiri semuanya dengan pria itu.Untuk itu, Sinta pagi tadi tetap bersikap ramah seperti biasanya. Wanita tua itu mengurungkan niatnya untuk membicarakan hubungan yang ada di antara cucunya dan

  • Sang Sekretaris   Masih Milikku

    “Kamu, sudah dari tadi pagi, kayak gini, loh, Beb.”Akhirnya, setelah sepanjang jalan menuju apartemen keduanya terdiam, Christ membuka mulut. Menutup pintu unit, lalu menyusul Bening yang sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar. Gadis itu terlihat baru saja bertelungkup lelah di atas ranjang.“Ada masalah sama, Uti?” tanya Christ ikut merebahkan tubuhnya di samping Bening. Menyatukan kedua telapak tangannya di belakang kepala sebagai bantal. “Karena kemarin malam, kamu itu baik-baik aja.”“Uti …” Bening menolehkan kepala pada Christ, Mebiarkan surai ikal sebahu itu jatuh terhambur di sisi wajah. “Minta aku berhenti ketemu sama kamu.”“Kenap ….” Seketika, Christ membungkam mulutnya sendir

  • Sang Sekretaris   Tatapan Hampa

    “Pak Agaa … pelan-pelan jalannya,” rengek Bening yang kewalahan untuk menyamakan langkahnya dengan pria itu.Andai saja, Bening tidak berlama-lama di ballroom hotel untuk menghibur diri karena masalahnya dengan Christ, saat ini ia pasti sudah ada di rumah. Sayangnya, Bening masih betah duduk untuk melihat persiapan malam penghargaan yang akan dihelat besok malam.Sampai, Aga datang dan meminta Bening untuk mengikutinya. Entah mengikuti ke mana. Yang jelas, mereka kini sudah menuju lobi dan langkah Aga berhenti di depan meja resepsionis.“Bapak, iih!” Bening menghentak high heelsnya satu kali untuk menumpahkan rasa kesal yang ada di hati. “Kalau kaki saya keseleo, bisa gak ikut nampang saya besok, Pak.”Aga membuang napas d

  • Sang Sekretaris   Sudah Selesai

    Dengan menahan semua sesak di dalam dada, Bening terus saja berjalan melewati Mike menuju lobi. Kali ini, Bening hanya ingin segera pulang dan tidak mau terlibat dalam hal apapun lagi. Semua drama yang ada malam ini, sudah cukup membuat hatinya teriris pilu.Christ, satu-satunya pria yang selama ini ada di dalam hidup Bening, ternyata sudah berkhianat di depan mata. Bening juga tidak bisa meraba, sejak kapan pria itu berhubungan dengan wanita yang bernama Chika tersebut. Karena selama ini, tidak ada sedikit pun sikap Christ yang menunjukkan bahwa pria itu telah memiliki wanita lain di luar sana.“Bening!” Christ yang akhirnya menyusul gadis itu langsung meraih tangan Bening. Mencekal dan menarik tangan dingin itu, ketika Bening sudah berjalan di area parkir di depan pintu utama hotel. Gadis itu terlihat berjalan tergesa ingin keluar dari area hotel.Bening yang seketika berbalik, langsung menghempas tangan Christ dengan kasar. “Ngapain nyusul?&

  • Sang Sekretaris   Mengancam

    Aga berdecak kesal mendengar isakan Bening yang tidak berhenti sedari tadi. Hingga pada akhirnya, ia menepikan mobil di bahu jalan untuk berbicara sejenak dengan gadis itu.Harusnya, Aga tidak perlu ikut campur dengan masalah pribadi sekretaris yang selalu berani membantahnya itu. Namun, Aga tidak suka melihat perlakuan yang ditunjukkan Christ, pada Bening ketika berada di parkiran hotel. Oleh sebab itulah, Aga akhirnya ikut berceletuk dan melibatkan diri dalam perdebatan keduanya.Lantas, sikap ikut campurnya beberapa saat yang lalu ternyata membuahkah hal yang sangat mengejutkan. Aga sampai tidak habis pikir, kalau Bening akan berani menyatukan bibir mereka berdua di depan umum seperti tadi. Beruntung, parkiran hotel kala itu tidak terlalu ramai, meskipun ada beberapa orang lewat yang akhirnya melihat aksi mereka berdua.Aga merutuk sejadi-jadinya setelah itu, karena tidak sanggup mengelak ciuman yang begitu terasa manis dan memabukkan itu.“Bisa

  • Sang Sekretaris   Do Not Disturb

    Malam ini, Aga benar-benar merasa menjadi manusia bodoh. Melibatkan diri dengan urusan pribadi sang sekretaris, sama sekali tidak masuk ke dalam nalar pikiran Aga. Namun, tidak ada lagi yang bisa Aga perbuat karena semua sudah terlanjur terjadi. Aga sudah berciuman dengan Bening, dan kali ini, sekali lagi ia kembali berhadapan dengan Christ. Harusnya, Aga menuruti permintaan Bening untuk menurunkannya di pinggir jalan dan setelah itu biarlah gadis itu pergi ke rumah, atau ke hotel terlebih dahulu dengan memakai ojek. Namun pada kenyataannya, Aga terus saja menginjak pedal gas untuk melajukan mobilnya, sesuai alamat yang telah disebutkan oleh Bening. Sampai akhirnya, ketiganya kembali bertemu di depan rumah Bening. Aga, gadis itu, dan Christ. Aga menoleh sekilas pada rumah yang ditempati oleh sekretarisnya tersebut. Dari pagar yang menjulang tinggi dan terlihat tertutup itu, Aga dapat memastikan kalau kediaman Bening pastinya cukup besar di dalam sana.

Latest chapter

  • Sang Sekretaris   Pengumuman

    Haluu Mba beb ... Sang Sekretaris beneran tamat dund. Mas Telaga Cakrawala sama mba Bening Bhanuwati mohon pamit undur diri dulu. Mereka mau istirahat. Kan, mau buatin adek buat Awan. :D :D :D Nanti, kita ketemu sama mereka lagi di spin off-nya dengan judul SANG PENGACARA, dan kita tuntasin hil-hil yang masih menggantung di sana. Daaan, berikut ini daftar penerima koin GN dari saia untuk 5 top fans pemberi Gems terbanyak di Sang Sekretaris. Datanya diambil per tanggal 30 June 2022 tepat pukul 06.00 WIB. RF Rifani : 1.000 koin GN + pulsa 200rb Tralala : 750 koin GN + pulsa 150 rb Demigoddess : 500 koin GN + pulsa 100 rb Zee Sandi : 350 koin GN + pulsa 50 rb Lili Ning Mardani : 200 koin Gn + pulsa 25 rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan kirim screenshoot ID dan kirim melalui DM Igeh @kanietha_ Saia tunggu konfirmasi sampai hari minggu ya, jadi, saia bisa setor

  • Sang Sekretaris   Penawaran Aga

    “Ayo, keluar.” Bening merengek, sembari menggelengkan kepala. Ia belum siap dengan ajakan Aga, untuk menemui sang mertua yang meminta mereka datang pagi ini. Karena Bening tahu, yang akan dibahas oleh Arum, pasti masalah itu lagi, itu lagi. “Dulu, waktu sama bu Vira, mama begini juga nggak, sih?” “Nggak.” Aga langsung menjawab dengan pasti. “Kok, sama aku begini?” sambar Bening secepat mungkin, sambil meremas tali sabuk pengaman yang masih belum ia buka. “Tapi sama bu Vira, nggak?” “Karena kami dulu masih muda, Beb,” jawab Aga lalu mencondongkan tubuh untuk membuka sabuk pengaman sang istri. “Masih sibuk meniti karir, dan betul-betul merintis semua dari nol.” “Eh, aku juga masih muda.” Bening kembali berkilah seperti biasa. “Tapi aku?” Aga menjatuhkan satu kecupan hangat di pipi sang istri. “Sebentar lagi, aku sudah kepala empat. Mama sama papa juga nggak akan selalu fit seperti sekarang.” “Kamu, tuh, sepertinya udah mulai oleng, deh.” Bening mencibir lalu memanyunkan bibir. “I

  • Sang Sekretaris   Sang Ibu Mertua

    “Mama itu ada ngomong apa, sih, sama Awan?” Bening membuka rumah pemberian Aga yang baru saja selesai di bangun. Masih kosong, dan belum diisi furniture sama sekali. Ini pertama kalinya, Bening dan Aga menghampiri rumah mereka ketika semuanya sudah bersih dan siap diisi berbagai perabotan dan ditempati. Jika mengingat resepsi pernikahan mereka yang akan digelar sebentar lagi, keduanya sudah bisa menempatinya setelah pulang dari bulan madu. “Mama? Ku?” Aga bertanya ragu, karena mereka pagi tadi sempat mengajak Awan pergi ke rumah Clara. Sudah dua hari Awan menginap di apartemen, dan waktunya mengembalikan bocah itu pada Vira. Jika tidak, mantan istrinya itu pasti akan menelepon Aga tanpa henti. “Atau, mamamu?” “Mamamulah.” Hentakan ujung high heels Bening menggema pada lantai marmer di seluruh ruang yang masih kosong itu. “Mama Arum.” “Mamaku, ada ngomong apa?” Aga dengan cepat menyusul langkah Bening yang terlihat kesal. Namun, tidak berniat untuk mensejajarkan langkahnya. Ke ruan

  • Sang Sekretaris   Keputusan Bersama

    Arum membuang napas panjang. Meskipun masih setengah hati, tapi ia sudah tidak bisa berbuat apapun lagi. Mengingat, bagaimana putranya itu terlihat sangat jatuh cinta dengan Bening, pun dengan Awan yang tidak mempermasalahkan semuanya, Arum menyerah. Namun, menyerah di sini bukan berarti Arum setuju, karena ada sebagian dari hatinya masih tertinggal dengan Vira.Dalam diam, terkadang Arum masih memikirkan nasib mantan menantunya itu. Arum mengerti jika sikap Vira memang tidak bisa dibenarkan, tapi Aga pun ternyata sudah patah arang dan tidak ingin melanjutkan rumah tangganya kembali. Jadi, hanya perpisahan yang menjadi jalan keluar satu-satunya.“Jadi, bagaimana kalau resepsinya dipercepat saja?” usul Clara di tengah-tengah pertemuan kedua keluarga yang diadakan di rumahnya. Sudah dua bulan berlalu dari pembacaan surat wasiat Camila kala itu, tapi baik Aga, maupun Bening tidak kunjung menyinggung masalah resepsi pernikahan. Sampai akhirnya, Clara meminta Aga menghubungi kedua orang tu

  • Sang Sekretaris   You're Welcome

    “Telaga … Cakrawala.”Pria paruh baya yang duduk santai pada kursi taman di belakang rumah, mengangguk-angguk ketika melihat Aga muncul di hadapannya.“Awalnya saya sangsi kalau yang disebut mendiang ibu Camila adalah Aga yang sama, tapi, sangat kecil kemungkinannya kalau ada dua orang yang namanya sama persis seperti kamu,” tunjuk pria itu, lalu menatap gadis yang berada di samping Aga.Seluruh anggota keluarga yang sudah lebih dulu berkumpul, hanya bisa tersenyum canggung. Selain berprofesi sebagai pengacara keluarga, pria paruh baya yang duduk bersama putranya itu, juga merupakan sahabat dekat mendiang Camila.Aga memberi senyum ramah, lalu segera menghampiri pria tersebut bersama Bening. “Apa kabar, Be? Kita lama nggak ketemu.”Pria paruh baya dengan nama asli Rasyid Pamungkas itu, segera berdiri untuk menyambut uluran tangan Aga. “Saya kaget, waktu Abi bilang kamu sudah nikah lagi. Lebih kaget lagi, waktu tahu kamu menantu dari mendiang ibu Camila.”Setelah menjabat tangan Aga, R

  • Sang Sekretaris   Kita Deal

    “Percuma beli mobil baru.” Bening berdecak, dan selalu saja sibuk membeo setiap kali jalan bersama Aga. “Pergi ke mana-mana selalu disupirin gini. Buang-buang uang tahu, nggak!”“Kan, lebih enak disupirin gini.”“Terus ngapain beli mobil baru, kalau aku nggak boleh nyetir sendiri,” protes Bening.“Siapa bilang nggak boleh nyetir sendiri?” sanggah Aga tetap tenang tanpa melirik sang istri sama sekali. Ia hanya menatap lurus pada jalan raya, sembari menahan tawa. “Kebetulan aku punya waktu luang, jadi mending aku yang nyupiri, kan?”“Kenapa kamu selalu punya waktu luang pas aku mau jalan.” Bening kembali protes karena curiga dengan sikap Aga. Semakin ke sini, pria itu semakin posesif saja. Ke mana pun Bening pergi, Aga akan selalu punya waktu pergi menemaninya. “Pas jam kerja juga gitu. Pasti mendadak bilang kerjaan selesai, kalau aku izin mau jalan.” “Karena kerjaanku memang sudah selesai,” jawab Aga santai tanpa beban. “Lagian mobilmu ini juga kepake, kan? Jadi, kita belinya nggak si

  • Sang Sekretaris   Gosip

    Meskipun Camila sudah beristirahat dengan tenang di pembaringan terakhirnya, suasana rumah duka yang begitu megah itu masih saja terlihat ramai. Para tamu datang silih berganti, untuk menyampaikan duka mendalamnya.Yang Bening perhatikan, Fikalah yang justru terlihat sangat kehilangan atas kepergian sang oma. Gadis itu bahkan sempat tidak sadarkan diri, ketika tubuh beku sang oma diturunkan ke peristirahatan abadinya. Untuk satu hal itu, Bening bisa merasakan semua yang dialami Fika karena pernah berada di posisi yang sama.Clara terlihat lebih tegar, dan terus mencoba menguatkan putri kesayangannya atas kehilangan mereka. Sungguh sebuah pemandangan yang membuat hati Bening kembali tercubit perih.Bening … cemburu dengan kedekatan Clara dan Fika.“Hei.” Aga mengusap lengan Bening yang berada dalam rangkulannya. “I know what you’re thinking.”“No, you’re not.”“Ayolah, Beb. Kamu harus paham situasinya.” Sedari tadi, Aga memperhatikan ke mana tatapan sang istri tertuju. Pun dengan ekspr

  • Sang Sekretaris   Sebuah Berita

    Aga berbalik, ketika mendengar pintu kamar mandi terbuka. Menelan ludah, saat melihat kaki jenjang itu melangkah pelan, dan menampilkan tubuh segar yang hanya berbalut handuk. Senyum jahil yang disematkan oleh sang istri yang tengah mengusap surai basahnya, sungguh membuat Aga ingin menghempas tubuh Bening ke ranjang dan memasukinya.Namun, jadwal bulanan yang tengah didapatkan sang istri, membuat Aga hanya bisa menggigit jari. Bersabar, karena Aga tahu penantiannya nanti tidak akan sia-sia.“Jam sepuluh balik, lho, ya,” ujar Bening mengingatkan dengan wajah semringah. “Kita cari mobil baruuu.”“Aku cuma di bawah, Beb.” Aga meraih pinggang ramping sang istri yang sudah berhenti tepat di depannya. “Kamu bisa susul ke bawah, terus kita langsung jalan.”Bening mengangguk setuju dengan usul Aga. Ia lalu berjinjit, dan memberi satu kecupan singkat pada bibir bawah Aga yang terbuka. “Awan jadi nginap di sini? Atau masih ditahan sama omanya?”“Omanya masih mau nahan karena kesepian, tapi Aw

  • Sang Sekretaris   Depe Dulu

    “Lama banget pulangnya.” Dengan memegang sepiring bihun goreng yang masih tersisa separuh, Bening sedikit merajuk menyambut kedatangan sang suami.Aga melepas jaket bombernya, sembari menghampiri Bening. Melemparnya ke sembarang arah, lalu menghempas bokongnya di samping sang istri. Aga memberi kecupan pada pipi Bening terlebih dahulu, barulah menanggapi protes istrinya.“Tadi ada om Romi di bawah.” Pulang ke apartemen dan disambut dengan pemandangan indah seperti sekarang, sungguh membuat semua lelah Aga hilang seketika. Satu setel baju tidur yang terdiri dari tanktop dan celana pendek itu, sungguh memberi sebuah energi tersendiri bagi Aga.“Om Romi?” Bening menoleh sambil mengunyah bihunnya. “Ngapain malem-malem dateng ke sini? Sendirian apa sama istrinya?”Aga langsung mencapit bibir istrinya itu dengan gemas. “Istrinya om Romi itu, mamamuuu,” decak Aga lalu sedikit menggeser bokongnya untuk merebahkan diri, dan meletakkan kepala di paha mulus sang istri. “Om Romi datang sama Dean.

DMCA.com Protection Status