Aga membuang napas panjang dengan rasa lega yang tidak terkira, setelah menutup pintu apartemen yang malam ini akan ditempatinya bersama Bening. Akhirnya, semua orang yang terlibat dalam momen pernikahan sederhananya dengan Bening beberapa saat yang lalu, sudah pergi dan hanya menyisakan Aga, dan istri barunya.
Ternyata, membujuk Bening tidak sesulit yang Aga bayangkan. Cukup menuruti permintaan gadis itu saja, maka Bening akan bersikap jinak dan juga mau menuruti kemauan Aga. Setelah sekian lama berkutat dengan perdebatan yang selalu tercipta, Aga akhirnya bisa sedikit mengerti harus bagaimana jika berhadapan dengan gadis itu.
Dengan kembali menghela napas, Aga melangkah perlahan menuju kamar utama sebuah apartemen, yang malam ini ia gunakan untuk melangsungkan pernikahannya. Masih dalam komplek apartemen yang sama, tapi di tower yang berbeda. Letaknya berse
Masih sakiit lhoo, jangan diajak begadang dulu, entar kena tipess ... eh ...
Aga menelan ludah kemudian memberi celah di antara kedua bibirnya, saat melihat Bening keluar dari kamar mandi. Sebuah gaun tidur berbahan satin, dengan dua buah tali yang menggantung di atas pundak, terang saja membuat jiwa Aga sebagai seorang pria meronta. Terlebih, sudah lama Aga tidak melepas hasratnya di tempat yang seharusnya.“Ning …” Suara Aga terdengar berat dan berusaha menahan gairahnya sebisa mungkin. “Apa kamu nggak punya baju lain untuk tidur?”Wajah polos itu sontak memberengut mendengar protes Aga. Sambil menghentak kaki, Bening menghampiri tempat tidur lalu menghempas kasar bokongnya di tepi ranjang. “Katanya suka, kalau aku pake baju begini, kenapa masih protes aja?”“Aku, tidur di kamar sebelah aja kalau begitu.”
Aga pernah menikah. Aga juga pernah melalui malam pertama sebelumnya. Akan tetapi, kali ini semuanya benar-benar terasa berbeda. Setiap sentuhan, pagutan, lenguhan, dan semua hal yang tercipta dalam penyatuannya dengan Bening, terasa begitu intim. Kobaran gairah yang terpancar dalam setiap tatapan, sungguh tidak pernah Aga rasakan sebelumnya. Bening sangat ekspresif, dan tidak segan untuk mengungkapkan, apa yang gadis itu mau, dan apa yang ia suka. Aga juga sangat menyukai ketika Bening bersikap dominan dalam sekali waktu, dan menguasai permainan. Aga sampai melupakan, bahwa istrinya itu masih belum sembuh sepenuhnya, dan masih dalam tahap pemulihan. Aga sunggung menikmati setiap gesekan yang terukir dalam penyatuan mereka. Peluh yang menyatu begitu panas. Semua alunan desah yang semakin menguarkan keputusasaan p
Aga mendesis pelan karena tangan kanannya benar-benar mati rasa. Kepala Bening, sepertinya tidak berpindah semalaman dari atas tangannya. Aliran darah Aga seolah berhenti dan membuat tangannya terasa keram dan sangat kaku ketika hendak digerakkan.Ini juga kali pertama dalam hidupnya, Aga merasakan hal seperti sekarang. Tidur dengan memeluk sang istri, tanpa mengenakan satu helai benang pun hingga pagi menjelang. Rasanya tentu saja luar biasa. Jika saja Aga tidak mengingat, kalau tubuh sang istri masih belum pulih sepenuhnya, ia pasti sudah membangunkan Bening dengan sesuka hati.Aga mencoba mengangkat, kepala Bening yang masih tampak tertidur pulas itu dengan amat perlahan. Ia tidak ingin membangunkan sang istri dan mengganggu istirahatnya. Biarlah Bening terlelap, agar tubuhnya segera pulih dan mereka bisa beraktivitas dengan normal, layaknya pengantin baru p
“Deehh, yang mau ketemu mantan istri,” sindir Bening yang baru masuk ke dalam kamar, setelah mengambil satu botol air mineral dari lemari pendingin yang ada di mini pantry. Aga sudah terlihat tampan, dengan pakaian kasualnya seperti biasa hingga membuat pria itu sungguh terlihat lebih muda dari usianya.“Cemburu?” tanya Aga sembari memakai jaket kulit berwarna hitamnya.“Nggak.” Dengan semua rasa percaya diri yang dimiliki oleh Bening, tentu saja kali ini ia sudah tidak merasa cemburu dengan Vira. Bening memang pernah berada di satu titik terendah di dalam hidupnya dan sempat melakukan percobaan bunuh diri. Akan tetapi, setelah Tuhan memberikan kesempatan kedua untuk kembali melihat dunia, ternyata semua tidak seburuk prasangka yang pernah tercipta di kepalanya.Hadirnya Aga, bena
Setelah diberi nasihat panjang lebar oleh istri barunya, Aga tidak langsung pergi rumah Vira, sesuai yang dijanjikan sebelumnya. Ia mendapat telepon dari kantor, dan mau tidak mau Aga harus membelokkan roda empatnya ke sana terlebih dahulu.Untuk agenda dadakannya itu, tentunya Aga terlebih dahulu memberitahukannya kepada Vira, karena ia akan datang terlambat.Setelah sekitar satu jam Aga menyelesaikan urusannya di kantor, barulah ia pergi ke tempat Vira. Di tengah perjalanan, Aga mendapat sebuah chat dari sang istri, yang mengatakan hendak pergi ke sebuah klinik untuk melakukan suntik vitamin. Hal tersebut juga sudah Bening katakan, sebelum Aga pergi meninggalkan unitnya.Sebuah senyum mengembang di bibir Aga. Ini kali pertama baginya, mendapat sebuah kabar dari sang istri yang hendak pergi keluar.
“Ayo masuk,” ajak Vira setelah mobil yang ditumpangi mertuanya dan Awan sudah berlalu dari pandangan. Vira lebih dulu berbalik dan berjalan pelan menyusuri carport, lalu masuk ke dalam rumah. Akan tetapi, langkah Vira terhenti ketika baru melewati ruang tamu. Ia merasa kalau Aga tidak mengikutinya masuk ke dalam rumah, sehingga Vira kembali berbalik dan keluar. “Kenapa malah duduk di sini?” tanya Vira yang kecewa karena Aga justru duduk dengan santai di kursi teras. “Aku hari ini masak sup ayam kesukaan kamu.” Untuk urusan memasak, kemampuan Vira memang tidak perlu diragukan lagi. Dahulu kala, pada awal-awal menikah dan karir Vira belum menanjak seperti sekarang, Vira masih bisa menyempatkan diri memasak untuk Aga. Namun, semenjak Vira mulai terkenal dan jasanya mulai dipakai oleh orang banyak, hal tersebut sudah
Aga menatap langit siang melalui jendela kaca yang terbentang luas di ruang tamu. Ia berbaring di atas karpet bulu yang sangat lembut, bersama Bening yang kembali menjadikan tangan Aga menjadi bantal.“Aku bisa pulang setiap hari, kalau disuguhi makan siang seperti ini terus-terusan.”Bening yang memakai jaket kulit Aga untuk menutupi tubuh polosnya, tertawa. “Maruk! Nggak lama, lecet kalau dipake terus-terusan.”“Bisa lecet?” Aga yang tidak mengenakan apapun untuk menutup tubuhnya itu, balas tertawa untuk meledek Bening. “Kalau basah sepertinya nggak akan lecet, cuma … jalanmu aja yang mungkin sedikit berubah.”"Engaak." Bening masih saja melanjutkan tawanya untuk menolak permintaan terselubung Aga. Dengan begini, B
Aga menggeram seketika, saat ponsel miliknya berdering sebelum ia menyelesaikan kalimatnya. Padahal, suasana intim di antara mereka barusan, merupakan waktu yang tepat untuk menyatakan keinginannya. Namun, apa mau dikata kalau benda persegi yang tergeletak di sudut sofa akhirnya menjerit dan mau tidak mau Aga harus mengangkatnya.Tangan panjang Aga terjulur untuk menjangkau benda canggihnya yang masih tampak bergetar. Meraihnya, lalu kedua alis Aga pun terangkat tinggi karena nama yang tertera di sana.Bening ikut melirik, dan membaca nama ‘Mom’ di sana.“Mom?” gumam Bening mempertanyakan hal tersebut pada Aga.“Hm.” Aga segera menggeser icon menerima dan langsung meletakkan ponsel tersebut di telinga. “Ya, Ma?”
Haluu Mba beb ... Sang Sekretaris beneran tamat dund. Mas Telaga Cakrawala sama mba Bening Bhanuwati mohon pamit undur diri dulu. Mereka mau istirahat. Kan, mau buatin adek buat Awan. :D :D :D Nanti, kita ketemu sama mereka lagi di spin off-nya dengan judul SANG PENGACARA, dan kita tuntasin hil-hil yang masih menggantung di sana. Daaan, berikut ini daftar penerima koin GN dari saia untuk 5 top fans pemberi Gems terbanyak di Sang Sekretaris. Datanya diambil per tanggal 30 June 2022 tepat pukul 06.00 WIB. RF Rifani : 1.000 koin GN + pulsa 200rb Tralala : 750 koin GN + pulsa 150 rb Demigoddess : 500 koin GN + pulsa 100 rb Zee Sandi : 350 koin GN + pulsa 50 rb Lili Ning Mardani : 200 koin Gn + pulsa 25 rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan kirim screenshoot ID dan kirim melalui DM Igeh @kanietha_ Saia tunggu konfirmasi sampai hari minggu ya, jadi, saia bisa setor
“Ayo, keluar.” Bening merengek, sembari menggelengkan kepala. Ia belum siap dengan ajakan Aga, untuk menemui sang mertua yang meminta mereka datang pagi ini. Karena Bening tahu, yang akan dibahas oleh Arum, pasti masalah itu lagi, itu lagi. “Dulu, waktu sama bu Vira, mama begini juga nggak, sih?” “Nggak.” Aga langsung menjawab dengan pasti. “Kok, sama aku begini?” sambar Bening secepat mungkin, sambil meremas tali sabuk pengaman yang masih belum ia buka. “Tapi sama bu Vira, nggak?” “Karena kami dulu masih muda, Beb,” jawab Aga lalu mencondongkan tubuh untuk membuka sabuk pengaman sang istri. “Masih sibuk meniti karir, dan betul-betul merintis semua dari nol.” “Eh, aku juga masih muda.” Bening kembali berkilah seperti biasa. “Tapi aku?” Aga menjatuhkan satu kecupan hangat di pipi sang istri. “Sebentar lagi, aku sudah kepala empat. Mama sama papa juga nggak akan selalu fit seperti sekarang.” “Kamu, tuh, sepertinya udah mulai oleng, deh.” Bening mencibir lalu memanyunkan bibir. “I
“Mama itu ada ngomong apa, sih, sama Awan?” Bening membuka rumah pemberian Aga yang baru saja selesai di bangun. Masih kosong, dan belum diisi furniture sama sekali. Ini pertama kalinya, Bening dan Aga menghampiri rumah mereka ketika semuanya sudah bersih dan siap diisi berbagai perabotan dan ditempati. Jika mengingat resepsi pernikahan mereka yang akan digelar sebentar lagi, keduanya sudah bisa menempatinya setelah pulang dari bulan madu. “Mama? Ku?” Aga bertanya ragu, karena mereka pagi tadi sempat mengajak Awan pergi ke rumah Clara. Sudah dua hari Awan menginap di apartemen, dan waktunya mengembalikan bocah itu pada Vira. Jika tidak, mantan istrinya itu pasti akan menelepon Aga tanpa henti. “Atau, mamamu?” “Mamamulah.” Hentakan ujung high heels Bening menggema pada lantai marmer di seluruh ruang yang masih kosong itu. “Mama Arum.” “Mamaku, ada ngomong apa?” Aga dengan cepat menyusul langkah Bening yang terlihat kesal. Namun, tidak berniat untuk mensejajarkan langkahnya. Ke ruan
Arum membuang napas panjang. Meskipun masih setengah hati, tapi ia sudah tidak bisa berbuat apapun lagi. Mengingat, bagaimana putranya itu terlihat sangat jatuh cinta dengan Bening, pun dengan Awan yang tidak mempermasalahkan semuanya, Arum menyerah. Namun, menyerah di sini bukan berarti Arum setuju, karena ada sebagian dari hatinya masih tertinggal dengan Vira.Dalam diam, terkadang Arum masih memikirkan nasib mantan menantunya itu. Arum mengerti jika sikap Vira memang tidak bisa dibenarkan, tapi Aga pun ternyata sudah patah arang dan tidak ingin melanjutkan rumah tangganya kembali. Jadi, hanya perpisahan yang menjadi jalan keluar satu-satunya.“Jadi, bagaimana kalau resepsinya dipercepat saja?” usul Clara di tengah-tengah pertemuan kedua keluarga yang diadakan di rumahnya. Sudah dua bulan berlalu dari pembacaan surat wasiat Camila kala itu, tapi baik Aga, maupun Bening tidak kunjung menyinggung masalah resepsi pernikahan. Sampai akhirnya, Clara meminta Aga menghubungi kedua orang tu
“Telaga … Cakrawala.”Pria paruh baya yang duduk santai pada kursi taman di belakang rumah, mengangguk-angguk ketika melihat Aga muncul di hadapannya.“Awalnya saya sangsi kalau yang disebut mendiang ibu Camila adalah Aga yang sama, tapi, sangat kecil kemungkinannya kalau ada dua orang yang namanya sama persis seperti kamu,” tunjuk pria itu, lalu menatap gadis yang berada di samping Aga.Seluruh anggota keluarga yang sudah lebih dulu berkumpul, hanya bisa tersenyum canggung. Selain berprofesi sebagai pengacara keluarga, pria paruh baya yang duduk bersama putranya itu, juga merupakan sahabat dekat mendiang Camila.Aga memberi senyum ramah, lalu segera menghampiri pria tersebut bersama Bening. “Apa kabar, Be? Kita lama nggak ketemu.”Pria paruh baya dengan nama asli Rasyid Pamungkas itu, segera berdiri untuk menyambut uluran tangan Aga. “Saya kaget, waktu Abi bilang kamu sudah nikah lagi. Lebih kaget lagi, waktu tahu kamu menantu dari mendiang ibu Camila.”Setelah menjabat tangan Aga, R
“Percuma beli mobil baru.” Bening berdecak, dan selalu saja sibuk membeo setiap kali jalan bersama Aga. “Pergi ke mana-mana selalu disupirin gini. Buang-buang uang tahu, nggak!”“Kan, lebih enak disupirin gini.”“Terus ngapain beli mobil baru, kalau aku nggak boleh nyetir sendiri,” protes Bening.“Siapa bilang nggak boleh nyetir sendiri?” sanggah Aga tetap tenang tanpa melirik sang istri sama sekali. Ia hanya menatap lurus pada jalan raya, sembari menahan tawa. “Kebetulan aku punya waktu luang, jadi mending aku yang nyupiri, kan?”“Kenapa kamu selalu punya waktu luang pas aku mau jalan.” Bening kembali protes karena curiga dengan sikap Aga. Semakin ke sini, pria itu semakin posesif saja. Ke mana pun Bening pergi, Aga akan selalu punya waktu pergi menemaninya. “Pas jam kerja juga gitu. Pasti mendadak bilang kerjaan selesai, kalau aku izin mau jalan.” “Karena kerjaanku memang sudah selesai,” jawab Aga santai tanpa beban. “Lagian mobilmu ini juga kepake, kan? Jadi, kita belinya nggak si
Meskipun Camila sudah beristirahat dengan tenang di pembaringan terakhirnya, suasana rumah duka yang begitu megah itu masih saja terlihat ramai. Para tamu datang silih berganti, untuk menyampaikan duka mendalamnya.Yang Bening perhatikan, Fikalah yang justru terlihat sangat kehilangan atas kepergian sang oma. Gadis itu bahkan sempat tidak sadarkan diri, ketika tubuh beku sang oma diturunkan ke peristirahatan abadinya. Untuk satu hal itu, Bening bisa merasakan semua yang dialami Fika karena pernah berada di posisi yang sama.Clara terlihat lebih tegar, dan terus mencoba menguatkan putri kesayangannya atas kehilangan mereka. Sungguh sebuah pemandangan yang membuat hati Bening kembali tercubit perih.Bening … cemburu dengan kedekatan Clara dan Fika.“Hei.” Aga mengusap lengan Bening yang berada dalam rangkulannya. “I know what you’re thinking.”“No, you’re not.”“Ayolah, Beb. Kamu harus paham situasinya.” Sedari tadi, Aga memperhatikan ke mana tatapan sang istri tertuju. Pun dengan ekspr
Aga berbalik, ketika mendengar pintu kamar mandi terbuka. Menelan ludah, saat melihat kaki jenjang itu melangkah pelan, dan menampilkan tubuh segar yang hanya berbalut handuk. Senyum jahil yang disematkan oleh sang istri yang tengah mengusap surai basahnya, sungguh membuat Aga ingin menghempas tubuh Bening ke ranjang dan memasukinya.Namun, jadwal bulanan yang tengah didapatkan sang istri, membuat Aga hanya bisa menggigit jari. Bersabar, karena Aga tahu penantiannya nanti tidak akan sia-sia.“Jam sepuluh balik, lho, ya,” ujar Bening mengingatkan dengan wajah semringah. “Kita cari mobil baruuu.”“Aku cuma di bawah, Beb.” Aga meraih pinggang ramping sang istri yang sudah berhenti tepat di depannya. “Kamu bisa susul ke bawah, terus kita langsung jalan.”Bening mengangguk setuju dengan usul Aga. Ia lalu berjinjit, dan memberi satu kecupan singkat pada bibir bawah Aga yang terbuka. “Awan jadi nginap di sini? Atau masih ditahan sama omanya?”“Omanya masih mau nahan karena kesepian, tapi Aw
“Lama banget pulangnya.” Dengan memegang sepiring bihun goreng yang masih tersisa separuh, Bening sedikit merajuk menyambut kedatangan sang suami.Aga melepas jaket bombernya, sembari menghampiri Bening. Melemparnya ke sembarang arah, lalu menghempas bokongnya di samping sang istri. Aga memberi kecupan pada pipi Bening terlebih dahulu, barulah menanggapi protes istrinya.“Tadi ada om Romi di bawah.” Pulang ke apartemen dan disambut dengan pemandangan indah seperti sekarang, sungguh membuat semua lelah Aga hilang seketika. Satu setel baju tidur yang terdiri dari tanktop dan celana pendek itu, sungguh memberi sebuah energi tersendiri bagi Aga.“Om Romi?” Bening menoleh sambil mengunyah bihunnya. “Ngapain malem-malem dateng ke sini? Sendirian apa sama istrinya?”Aga langsung mencapit bibir istrinya itu dengan gemas. “Istrinya om Romi itu, mamamuuu,” decak Aga lalu sedikit menggeser bokongnya untuk merebahkan diri, dan meletakkan kepala di paha mulus sang istri. “Om Romi datang sama Dean.