Haris mengetuk pintu kamar Yasinta terlebih dahulu sebelum ia memasuki kamar majikannya itu.
"Tuan Haris, Anda sudah ditunggu Nyonya Yasinta dari tadi," sapa Ida- pelayan pribadi Yasinta saat ia membuka pintu. Ida memiringkan tubuhnya agar Haris bisa berjalan masuk.
Haris mengangguk lalu berjalan menghampiri keberadaan Yasinta.
"Haris, bukankah kau akan pergi ke rumah Tuan Gustaf untuk melihat keadaan Elmira dan Shaka?" tanya Yasinta.
"Iya, Nyonya."
"Berikan ini pada menantuku. Katakan padanya jika aku sendiri yang merajutnya." ucap Yasinta sembari menyerahkan sebuah kotak berhias pita berwarna merah yang indah.
"Baik, Nyonya." Haris menerima kotak dari tangan Yasinta.
"Sampaikan pada Elmira, jika aku begitu merindukannya," ucap Yasinta.
"Iya, Nyonya. Pasti akan saya s
Reksa mengamati kepergian Haris dari jendela ruang kerjanya. Reksa mengutus Haris untuk mengunjungi Elmira dan memberikan jatah bulanan pada Elmira."Tuan," sapa Delia mengagetkan lamunan Reksa."Kau, ada apa kau masuk ke sini dan tak mengetuk pintu dulu?" gumam Reksa.Delia berjalan mendekat ke arah Reksa, "maaf jika saya langsung masuk, Tuan. Karena saya pikir Anda sedang tak bekerja dan pintunya juga terbuka.""Ada perlu apa kau datang ke mari?" Tanya Reksa yang saat ini sudah mendudukan kembali tubuhnya di kursi kerjanya.Delia menyerngit menatap Reksa, "apakah seorang istri harus memiliki alasan untuk menemui suaminya sendiri?" lirih Delia namun dengan nada yang menekan. Membuat Reksa menghembuskan nafas beratnya."Saya datang menemui Anda untuk meminta Anda mengantar saya periksa ke dokter kandungan," ucap Delia dengan suara yang datar. Biasanya selalu ada senyum manis yang menghiasi bibir Delia saat ia sedang berhadapan dengan Reksa.
Andini dan Delia tersenyum senang saat dokter yang memeriksa mereka mengabarkan bahwa janin yang ada di kandungan mereka dalam keadaan sehat. Andini dan Delia hamil di waktu yang sama, tak menutup kemungkinan mereka juga akan melahirkan di waktu yang sama, karena usia kandungan mereka saat ini sama-sama berusia empat bulan."Tuan, bagaimana jika kita mampir ke suatu tempat dulu? Bukankah di rumah juga sedang tak ada orang?" ucap Andini."Kau ingin pergi ke mana?" tanya Reksa yang duduk di jok depan sebelah supir. Sedangkan Andini dan Delia duduk di jok belakang."Saya ingin makan es krim, Tuan. Sepertinya saya sedang mengidam," ucap Andini."Baiklah, kita akan mampir ke kedai es krim terlebih dahulu," ucap Reksa pada supirnya."Baik, Tuan," sahut Supir.Andini tersenyum senang, akhirnya suaminya mau menuruti keinginannya. Saat Andini menoleh ke samping, ternyata raut muka Delia terlihat menyeramkan dengan mata yang melotot pada Andini.
Konsentrasi Reksa pada pekerjaannya buyar ketika pintu ruangannya dibuka dengan paksa oleh kedua selirnya."Ada apa dengan kalian?" ucap Reksa dengan nada yang meninggi.Andini menelan air liurnya karena mendengar seruan suaminya. Sedangkan Delia tak memperdulikan seruan Reksa, ia tetap melangkah mendekati suaminya itu."Tuan," sapa Delia dengan nada selembut mungkin."Tuan," Andini juga tak mau kalah dari Delia."Kalian tunggulah di sana, atau kalian bisa keluar karena aku masih ada sedikit pekerjaan," ucap Reksa."Tidak, saya ingin tetap menunggu Anda di sini, Tuan," bantah Andini."Saya juga," imbuh Delia.Reksa menggelengkan kepalanya, ia tak bisa lagi mengendalikan kedua selirnya yang haus akan perhatian dari dirinya.***
Berjalan menuju kamarnya, Andini terus saja menampilkan senyum kemenangannya. Andini menyemprotkan sedikit parfum ke tubuhnya setelah ia sampai di kamarnya."Ada apa ini, apa kali ini Tuhan memberikanku kesempatan untuk meraih bahagiaku?" gumam Andini sembari tersenyum berbaring di ranjangnya."Tuhan seakan telah merencanakan semuanya. Ibu dan Sabrina yang pergi ke rumah Nyonya Rose dan sekarang Tuan Reksa akan menghabiskan malam bersamaku," ucap Andini.Terdengar pintu berdecit, Andini menengok ke arah pintu. Reksa berjalan mendekati ranjang di mana ada Andini yang sudah terbaring di atas ranjang. Begitu Reksa merebahkan dirinya di atas ranjang, Andini langsung merapatkan tubuhnya pada tubuh Reksa. Bukan hanya itu, Andini menggerakkan tangannya untuk menelusuri dada bidang Reksa yang masih tertutup oleh baju tidurnya. Reksa tak menepis tangan Andini yang dengan terampil menyusuri leher hingga dadanya."Tuan ...," bisik Andini dengan nada merayu.&nb
Kicauan burung dan cuaca langit yang cerah membuat Rose memutuskan untuk menikmati sarapannya di halaman belakang di kediamannya."Letakan di sebelah sana," ucap Rose pada pelayannya."Ibu! Lihatlah kami membuat rumah," teriak Ara pada Rose."Ara, Sabrina, ke marilah, Nak. Kita akan sarapan bersama. Hentikan dulu permainan kalian," ucap Rose."Sebentar lagi, Ibu," sahut Ara."Selamat pagi, Ibu." Sapa Rose saat Yasinta berdiri di sebelahnya."Selamat pagi, Sayang. Pilihan yang tepat, apa ini bisa juga disebut sebagai pesta kebun?" tanya Yasinta membuat Rose tertawa."Ya, bisa juga disebut seperti itu. Semua masakan ini disiapkan oleh juru masak terbaik kami khusus untuk menyambut kedatangan Ibu," ucap Rose sembari menata piring-piring di atas meja."Ah ... Anakku, kau memang tahu bagaimana cara menyenangkan Ibumu yang sudah tua ini." Ucap Yasinta sembari tersenyum ceria."Be
Inti melipat pakaiannya dan pakaian Haris untuk ia masukan kembali ke dalam tas. Besok pagi Inti dan Haris sudah harus kembali ke rutinitas mereka masing-masing. Inti akan kembali pada Elmira dan Haris harus kembali ke kota untuk melaksanakan tugasnya."Sudah kau bereskan semua?" Haris memeluk tubuh Inti dari belakang.Inti terdiam dan memejamkan matanya meresapi setiap sentuhan dari Haris."Waktu cepat sekali berlalu," gumam Inti. Haris membalik tubuh Inti agar menghadapnya, "aku berjanji, secepatnya akan menemuimu," ucap Haris. Telunjuk dan ibu jari Haris menyapit dagu Inti untuk mendongakkan kepala kekasihnya itu agar mata mereka bisa saling berhadapan."Aku tak ingin kita berpisah," gumam Inti yang kini sudah menitihkan air matanya."Aku pun juga begitu, Sayang. Andai saja Tuhan mengurungku di sini bersamamu untuk selamanya, pasti aku akan berterima kasih pada-Nya," ucap Haris."Kau ini bicara apa?" Inti tersenyum setelah mendengar ucapa
"Letakan bunganya di sebelah sana, Ira," ucap Delia antusias. Hatinya begitu senang menyambut kebersamaannya bersama Reksa."Iya Nona, saya akan membuat kamar Anda menjadi indah. Sepertinya Anda begitu bahagia sekarang?" ucap Ira."Iya, tentu saja. Malam ini aku akan menghabiskan malamku bersama Tuan Reksa," sahut Delia."Apa kau sudah memberitahu pelayan dapur untuk menyiapkan camilan dan buah?" tanya Delia. Ia begitu sibuk menata ini dan itu agar kamarnya terlihat indah."Sudah, Nyonya. Mungkin sebentar lagi camilan dan buahnya akan datang.""Baguslah," gumam Delia lega."Itu pasti pelayan yang membawakan buah dan camilannya, Nona. Akan saya bukankan pintu dulu." Ucap Ira saat mendengar pintu kamar diketuk."Iya, cepatlah."Ira datang membawa nampan yang baru saja diserahkan oleh pelayan dapur padanya."Letakan di meja dekat ranjang saja, Ira," uca
Dinginnya malam tak dirasakan oleh sepasang insan yang sedang diselimuti oleh kabut gairah. Delia terus memacu pergerakan tubuhnya di atas tubuh Reksa hingga nafasnya tersengal dan keringat yang bercucuran membasahi tubuh keduanya. Erangan dan desahan saling bersahutan mengisi sunyinya kamar Delia.Erangan panjang Delia dan Reksa menandakan bahwa mereka baru saja menyelesaiakan sesi percintaan mereka yang kedua di malam ini. Delia seakan tak mau melepaskan Reksa, ia terus saja merayu dan mencumbui tubuh suaminya itu dengan penuh damba.Turun dari tubuh Reksa, Delia terbaring miring sembari memeluk tubuh berpeluh suaminya itu, agar Delia masih tetap bisa menikmati keintiman dengan Reksa dan tak membahayakan kandungannya."Tidurlah, kau pasti lelah," ucap Reksa."Saya lelah, tapi rasa lelah saya tak sebanding dengan rasa bahagia saya, Tuan. Sekarang ini saya bahkan tak merasa mengantuk sama sekali. Jika saya terlelap, saya takut saat saya membuka mata, Anda t
Yasinta mencoba menenangkan Emran dan Abraham agar tak lagi rewel. Kedua bocah laki-laki itu terus saja mencari keberadaan Elmira saat mereka tahu ibunya tak ikut pulang bersama mereka.“Ibu mengapa belum pulang, Nenek?” rengek Abraham.“Sabarlah sebentar, Sayang. Ibu dan Ayahmu akan segera pulang. Kau tenanglah karena adikmu terus saja menangis. Jangan membuat Nenek semakin bingung,” ucap Yasinta.Mengerti jika saat ini neneknya sedang pusing, Abraham menghampiri Margi. “Bibik, hubungi Ibuku, katakan padanya aku menangis mencarinya,” ucap Abraham.“Tapi Anda tak menangis sama sekali kan, Tuan kecil, jadi saya tak bisa memberitahu kebohongan seperti itu kepada Ibu Anda,” ucap Margi.“Hhhh ... kau ini!” seru Abraham.“Ibu!” seru Edrea.&
Elmira membenahi riasannya saat ia sudah tiba di rumah orangtua Andini. Ini kali pertamanya ia menginjakkan kaki di rumah orangtua Andini ini, karena sebelum-sebelumnya Andini-lah yang berkunjung ke rumah utama Dhanuar.“Sudah, Sayang. Mau sampai kapan kau berdandan? Anak-anak sudah berlari masuk,” ucap Reksa. Ia memasang wajah nelangsanya melihat istrinya yang membenahi riasan tanpa henti padahal ibunya dan romongannya yang lain sudah masuk ke tempat acara.“Kau ini apa tak suka melihat istrimu tampil cantik?” ucap Elmira dengan wajah muramnya.“Hhhh ... ya. Lalu kapan kau akan menyelesaikan ritualmu itu?”“Aku sudah selesai.” Elmira menyimpan kembali alat riasnya. Ia lalu keluar dari mobil dan membenahi gaun panjangnya.“Apa aku sudah terlihat cantik?” tanya Elmira sebelum ia melangkahkan kakinya memasuki tempat acara.“Ya, kau terlihat sangat cantik dan anggun. Kau terlihat
Yasinta dan Reksa pulang saat waktu makan malam, sehingga mereka bisa makan malam bersama.“Ada apa, Sayang? Kau tampak ceria sekali?” tanya Reksa.Pertanyaan Reksa pada Elmira telah berhasil membuat Yasinta juga menoleh ke arah Elmira.“Ada berita baik yang datang hari ini.”“Oh ya? Berita apa itu?” tanya Reksa.“Tadi pagi Andini datang ke sini.”“Andini?” gumam Reksa memotong kalimat Elmira.“Yaa, dan kau tahu apa yang dia katakan padaku?!” seru Elmira antusias.“Apa?”“Satu bulan lagi Andini akan menikah dan kita semua diminta untuk datang ke sana,” ucap Elmira dengan begitu cerianya.“Benarkah itu?!” tanya Yasinta.“Iya, Ibu. Itu benar,” ucap Elmira.“Aku turut
“Nenek, apa Ibu dan Ayah tak ikut sarapan bersama kita?” tanya Sabrina.“Sabrina, kau makan saja makananmu, Sayang, atau kau akan terlambat untuk ke sekolah,” sahut Yasinta.“Tapi ke mana Ayah dan Ibu?” tanya Shaka.“Ayah dan Ibu kalian mungkin sedang ada sesuatu yang harus segera diselesaikan. Kau cepat habiskan sarapanmu dan segeralah berangkat dengan supir bersama Kakakmu,” ucap Yasinta.“Nenek, lihatlah. Emran makan belepotan,” ucap Edrea.“Mamama.” Emran begitu senang jika ia menyuap makanannya sendiri meskipun wajahnya akan belepotan dengan buburnya.“Nenek, aku sudah selesai,” ucap Sabrina.“Aku juga,” sambung Shaka.“Edrea, ayo kita berangkat,” ajak Sabrina.“Iya,” sahut Edrea.
Setelah kepergian Delia dan Andini dari rumah Dhanuar dan dari kehidupan keluarga Dhanuar, Elmira dan Reksa selalu melewati hari-hari yang membahagiakan. Elmira dan Reksa tak pernah membeda-bedakan anak-anak mereka, semua yang mereka lakukan adalah adil dan sama hingga Sabrina dan Edrea tak pernah merasakan kehilangan sosok ibu kandung dalam hidupnya.Mula-mula Sabrina terus menanyakan perihal Andini yang sekarang tak ikut tinggal bersama dengannya lagi namun lambat laun Reksa dan Elmira menjelaskan bahwa sekarang situasinya sudah berbeda dari dulu. Mereka memberi pengertian pada Sabrina bahwa ayah dan ibunya sudah berpisah dan tak akan pernah bisa kembali bersama lagi. Meski dulu Sabrina tak terlalu paham namun sekarang gadis itu sudah paham setelah usianya hampir menginjak remaja.Sabrina tumbuh menjadi gadis yang cerdas, cantik dan anggun yang memiliki tutur kata lembut dan sopan. Saat ini usianya sudah menginjak sepuluh tahun, satu tahun lagi ia akan memasuki sekol
Reksa sampai di rumah utama keluarga Dhanuar saat hari sudah lewat tengah malam. Ia pun langsung berjalan menuju kamarnya untuk beristirahat.Rasa lelah dan penat yang ia rasakan menghilang begitu saja setelah ia melihat wajah damai Elmira yang kini telah terlelap. Ia tersenyum lalu ikut bergabung bersama Elmira di atas ranjang. Ternyata pergerakannya mengusik tidur Elmira hingga membuat istrinya ini membuka matanya.“Reksa, kau sudah pulang? Maaf aku ketiduran,” ucap Elmira.“Iya, baru saja.” “Kau sudah makan malam? Jam berapa ini, akan aku siapkan dulu.” Elmira bergerak hendak turun dari ranjang namun dicegah oleh Reksa.“Tidak perlu, ini sudah lewat tengah malam. Sebaiknya kita tidur saja, aku juga sudah sangat lelah,” ucap Reksa.“Baiklah,” sahut E
Orangtua Andini menyambut kedatangan Reksa dan juga Andini dengan penuh rasa bahagia sebab mereka juga sangat merindukan Andini dan juga Reksa tapi ada hal ganjil yang membuat mereka bertanya-tanya, mereka tak melihat kedua cucu perempuan mereka ikut pulang ke rumah mereka ini.“Ayah, Ibu.” Andini langsung berhambur ke pelukan orangtuanya.“Andini, Reksa?! Ibu merasa senang sekali melihat kalian datang ke sini. Ibu juga sudah sangat rindu dengan kalian. Oh iya, di mana dua cucu Ibu? Sabrina dan Edrea?” tanya Siva.Andini menatap Reksa karena ia tak memiliki jawaban yang bagus. Bahkan saat ini Andini merasa takut jika orangtuanya menyalahkannya setelah mendengar cerita dari Reksa tentang semua yang sudah ia perbuat di rumah mertuanya.“Kali ini kami tak bisa mengajak Sabrina dan Edrea ke mari, Ibu. Mungkin lain kali Sabrina akan berkunjung ke sini,” ucap Reksa.“Begitukah? Baiklah, ayo masuk. Kalian pa
Reksa membaringkan Andini di atas ranjangnya, setelah itu ia keluar dai kamar Andini. Ia berjalan menuju ruang keluarga untuk menghampiri Yasinta dan Elmira.“Aku akan ke rumah sakit untuk melihat keadaan Edrea dan Sabrina,” ucap Reksa.“Kak Rose sudah menghubungiku agar kita tak khawatir. Edrea dan Sabrina baik-baik saja dan sebentar lagi mereka akan pulang dari rumah sakit,” ucap Elmira.“Begitukah? Syukurlah,” gumam Reksa. Ia mendudukan tubuhnya di sofa samping Elmira.“Minumlah dulu tehmu,” ucap Elmira.“Iya.” Reksa mengambil cangkir di atas meja lalu sedikit meneguk teh hangatnya.Semuanya terjadi begitu cepat dan tiba-tiba. Meskipun Reksa sudah tahu kebusukan Andini dari mulut Elmira dan Margi tapi ia pun tetap tak menyangka jika Andini benar-benar setega itu. Andini bahkan tak memperdulikan nyawa Edrea yang bisa saja melayang jika saja ia terlambat untuk menyelamatkan.
Andini berlari mendekati kolam renang. Dengan panik ia melihat Sabrina yang masuk ke dasar kolam. Ia tahu jika Sabrina bisa berenang, tapi ini adalah kecelakaan dan mungkin saja putrinya akan tenggelam.“Sabrina!” Dengan panik Andini melompat ke dalam kolam untuk menyelamatkan Sabrina.‘Byuurrr’Semua orang yang mendengar teriakan Sabrina dan Andini berlarian keluar dari rumah. Mereka melihat Andini yang tengah berenang menghampiri Sabrina.“Sabrina?! Sabrina!” seru Reksa panik seraya melihat ke arah kolam.Sama halnya dengan Reksa, Elmira, Yasinta, Rose dan Malik j