Sampai di dapur Inti terkejut dengan sosok pria yang sudah sangat ia kenal sedang duduk di kursi yang ada di dapur.
"Haris, kau ... kenapa kau bisa ada di sini?" tanya Inti.
"Aku?! Tentu saja aku berada di sini. Aku mengantarkan Tuan Reksa untuk menemui istri dan anaknya. Dan aku datang ke sini untuk menemui kekasihku," ucap Haris. Tanpa aba-aba ia merengkuh Inti ke dalam pelukannya hingga membuat Inti terpekik karena terkejut.
"Lepaskan! Jangan ceroboh saat kau sedang berada di sini. Bagaimana jika ada seseorang yang memergoki kita sedang berpelukan seperti ini?!" ucap Inti penuh penekanan.
"Ada apa? Seseorang akan memeluk orang yang sedang ia rindukan, bukan. Dan sekarang ini aku sedang sangat merindukanmu," ucap Haris.
"Kau merindukanku?"
"Selalu. Aku sela
"Inti, Tuan Haris kau juga ada di sini ternyata." Gustaf mendekat ke arah dapur."Apa kabar, Tuan Gustaf, Nyonya Mirai?" tanya Haris."Kami baik. Kau duduklah saja biar Inti membuatkan minuman untukmu,' ucap Mirai."Inti, kau tak membuatkan minum juga untuk Tuan Haris?" tanya Mirai. Ia mendekat ke arah Inti yang menunduk seraya mencengkeram pinggiran meja dapur."Inti?" Mirai tampak kebingungan saat Inti tak juga menjawab pertanyaannya. Tangannya terulur untuk memegang tangan Inti, tapi alangkah terkejutnya saat ia merasakan tangan Inti yang dingin dan bergetar."Inti kau tak apa?" tanya Mirai panik."Ada apa, Mirai?" tanya Gustaf yang juga ikut panik. Ia bahkan juga ikut mendekati Inti yang masih tetap menunduk."Nyonya, sa-saya ... saya merasa kurang sehat. Saya akan pergi ke kamar," lirih Inti."Iya ... iya, mari kuantar. Apa kau masih bisa berjalan sendiri? Tubuhmu bergetar, wajahmu juga terlihat sangat pucat," ucap Mirai p
Reksa menatap nanar ke arah Elmira. Hatinya terasa pedih merasakan penolakan dari wanita yang sampai saat ini masih sangat ia cintai. Ia tak bisa menyalahkan atas sikap yang ditunjukan oleh Elmira karena semua ini memang adalah berasal dari kesalahannya."Elmira ...." Mirai berdiri diambang pintu. Saat ia melewati kamar Elmira tak sengaja ia mendengar pembicaraan antara Elmira dan Reksa karena memang pintu kamar Elmira yang tak tertutup.Reksa menoleh ke ambang pintu saat ia mendengar suara ibu mertuanya."Aku ingin sendiri, Ibu," gumam Elmira.Mirai dan Reksa saling tatap. Sepertinya ucapan Elmira sudah mutlak tak ingin terbantahkan. Reksa hanya bisa pasrah, ia melangkah keluar dari kamar Elmira. Sedangkan Mirai juga tak bisa membujuk Elmira untuk bersikap sedikit lebih baik pada Reksa. Akhirnya mereka melangkah meninggalkan kamar Elmira menuju ruang tamu."Bagaimana, sudah bicara?" tanya Gustaf. Setelah Reksa pergi ke kamar Elmira, ia masih tetap
Makan malam pun tiba, Lukman diutus Mirai untuk memanggil Elmira agar segera datang ke ruang makan. Sebenarnya kali ini ia merasa enggan ikut bergabung makan malam. Selain saat ini ia sedang kehilangan selera makannya, ia juga merasa enggan bersitatap ataupun bertegur sapa dengan Reksa. Tapi apapun itu ia harus mengenyampingkannya karena Mirai sudah mengancamnya dan memberi peringatan padanya.Dengan langkah malas Elmira berjalan menuju ruang makan. Sampai di sana ternyata semua anggota keluarganya sudah berkumpul di ruang makan, termasuk Haris dan juga Inti."Duduklah, Nak. Kami semua sudah menunggumu." Ucap Mirai lembut seraya melempar senyumannya kepada Elmira.Elmira menganggukan kepalanya lalu menggeret kursi untuk ia duduki. Untung saja Reksa duduk jauh darinya, tidak di depannya dan juga tidak di sebelahnya. Tiga kursi berderet diisi olehnya yang duduk di ujung, Haris di tengah dan Reksa di bagian ujungnya yang lain. Sedangkan di depannya ada Lukman, Fand
Hari sudah pagi namun langit belum berwarna cerah sepenuhnya karena matahari masih belum sepenuhnya naik untuk menerangi alam semesta ini. Meski begitu Elmira sudah harus bangun karena tangisan putranya yang memekakkan telinganya. Mau tak mau Elmira harus bangun dari tidurnya. Padahal semalaman ia tak bisa memejamkan matanya karena rasa gelisah yang ia rasakan. Baru saja beberapa menit yang lalu ia bisa tertidur dengan sendirinya, tapi kini putranya sudah menangis hingga membangunkannya."Sayang, kau sudah bangun rupanya. Tumben sekali kau menangis saat bangun tidur. Heemm ...." Elmira menggendong Shaka agar putranya itu menghentikan tangisannya. Bukannya tangisan putranya berhenti tapi malah semakin kencang."Sssttt ... diam, Sayang. Cup ... cup ... cup." Elmira menjadi semakin panik. Ia mengayun-ayunkan gendongannya agar Shaka bisa diam. Tapi rupanya putranya ingin mengajaknya keluar dari kamar. Shaka terus menggelengkan kepalanya dan mengangkat tangannya menunjuk ke
Reksa merutuki kebodohannya yang tak berpikir jika tentu saja ia akan diusir dari kamar Elmira saat istrinya itu akan menyusui putra mereka. Selama delapan bulan terakhir ini hubungannya dengan sang istri merenggang bahkan terkesan buruk hingga hubungan mereka sampai diambang perpisahan . Lalu mana mungkin jika kini istrinya itu membiarkannya dengan leluasa melihat bagian tubuh istrinya yang terbuka. Tentu saja istrinya itu pasti merasa sangat canggung oleh karena kehadirannya."Kau ingin kopi?"Reksa terperanjat saat suara ibu mertuanya menyadarkannya dari lamunannya. Refleks ia langsung menoleh ke asal suara. "Iya, Ibu. A-apa Ayah sudah bangun?" tanya Reksa."Iya, Ayah sedang berada di halaman belakang untuk memangkasi beberapa tanaman liar. Ada Tuan Haris juga yang membantunya. Mungkin sebentar lagi juga selesai," sahut Mirai.Reksa mendudukan dirinya di kursi yang ada di meja pantry untuk menunggu kopi dari ibu mertuanya."Minumlah." Mirai mele
Setelah menyerahkan Shaka kepada Reksa, Elmira langsung membersihkan tubuhnya secara kilat. Entah mengapa ia merasa tak tenang saat meninggalkan Shaka kepada Reksa."Elmira, cepat sekali kau mandi?" Tegur Mirai saat ia melihat Elmira berjalan tergesa hendak keluar rumah."Iya, Ibu. Aku tergesa karena teringat dengan Shaka," sahut Elmira. Ia terpaksa menghentikan langkahnya karena harus menjawab pertanyaan dari ibunya.Mirai menyerngit mendengar sahutan dari Elmira. "Memangnya ada apa dengan Shaka?""Aku meninggalkannya bersama Reksa, jadi aku harus segera mengambilnya," ucap Elmira."Elmira, kau ke marilah, Nak." Mirai mengulas sebuah senyuman kepada Elmira.Dengan langkah ragu dan sesekali menoleh ke arah luar, Elmira mendekat ke arah Mirai yang kini sedang berada di ruang makan."Tenanglah, Nak. Shaka akan baik-baik saja bersama Reksa. Reksa adalah ayahnya, jadi dia pasti akan menjaga putranya dengan baik." Ucap Mirai saat ia meliha
Mirai mencekal lengan Elmira untuk mencegah Elmira saat akan menghampiri Reksa."Ada apa, Ibu?" tanya Elmira. Ia menatap Mirai bingung."Kau mau ke mana?" tanya Mirai."Aku ... tentu saja aku akan mengambil Shaka," sahut Elmira."Biarkan Shaka menghabiskan waktunya bersama ayahnya," ucap Mirai."Tapi, Ibu—""Kau bisa ke sana tapi jangan membawa Shaka bersamamu, biarkan Shaka bersama Reksa. Ohh mungkin saja jika kau duduk berdua dengan Reksa, kalian bisa membicarakan tentang hubungan kalian. Bukankah selama ini kalian belum bicara berdua?!" ucap Mirai. Ia mencoba memberi pengertian kepada putrinya itu.Elmira terdiam mendengar ucapan Mirai sehingga membuat Mirai melepaskan genggaman tangannya. "Aku merasa canggung dengan situasi ini, Ibu," ucap Elmira."Tentu saja kau merasa canggung, Ibu bisa mengerti itu. Kalian sudah lama tak bertemu. Tapi ingat satu hal," Mirai menjeda ucapannya.
Reksa mengajak Elmira duduk di sofa yang ada di sudut kamar Elmira. Ia tak ingin menunda lagi untuk membicarakan perihal kelanjutan hubungan pernikahannya bersama Elmira."Elmira ...." Reksa menatap manik mata Elmira."Heemm ...." Elmira mulai salah tingkah kala Reksa menatapnya lekat."Aku meminta maaf padamu atas semua yang telah terjadi. Aku menyesal karena telah mengabaikanmu. Ini semua memanglah salahku," ucap Reksa lirih namun jelas."Aku mengerti, mereka bedua adalah istrimu. Mereka sudah hidup bersamamu jauh sebelum aku hadir di hidupmu. Jadi wajar jika kau lebih mempercayai mereka. Tapi kupikir pernikahan kita ini memang sudah seharusnya berakhir," ucap Elmira."Apa?! Kau ... bagaimana mungkin kau bisa berpikir seperti itu, El. Sampai detik ini pun aku masih sangat mencintaimu, hanya kaulah satu-satunya wanita yang kucintai. Aku yakin kau pun juga masih mencintaiku. Perasaan kita tak pernah berubah, masih sama seperti dulu," ucap Reksa.
Yasinta mencoba menenangkan Emran dan Abraham agar tak lagi rewel. Kedua bocah laki-laki itu terus saja mencari keberadaan Elmira saat mereka tahu ibunya tak ikut pulang bersama mereka.“Ibu mengapa belum pulang, Nenek?” rengek Abraham.“Sabarlah sebentar, Sayang. Ibu dan Ayahmu akan segera pulang. Kau tenanglah karena adikmu terus saja menangis. Jangan membuat Nenek semakin bingung,” ucap Yasinta.Mengerti jika saat ini neneknya sedang pusing, Abraham menghampiri Margi. “Bibik, hubungi Ibuku, katakan padanya aku menangis mencarinya,” ucap Abraham.“Tapi Anda tak menangis sama sekali kan, Tuan kecil, jadi saya tak bisa memberitahu kebohongan seperti itu kepada Ibu Anda,” ucap Margi.“Hhhh ... kau ini!” seru Abraham.“Ibu!” seru Edrea.&
Elmira membenahi riasannya saat ia sudah tiba di rumah orangtua Andini. Ini kali pertamanya ia menginjakkan kaki di rumah orangtua Andini ini, karena sebelum-sebelumnya Andini-lah yang berkunjung ke rumah utama Dhanuar.“Sudah, Sayang. Mau sampai kapan kau berdandan? Anak-anak sudah berlari masuk,” ucap Reksa. Ia memasang wajah nelangsanya melihat istrinya yang membenahi riasan tanpa henti padahal ibunya dan romongannya yang lain sudah masuk ke tempat acara.“Kau ini apa tak suka melihat istrimu tampil cantik?” ucap Elmira dengan wajah muramnya.“Hhhh ... ya. Lalu kapan kau akan menyelesaikan ritualmu itu?”“Aku sudah selesai.” Elmira menyimpan kembali alat riasnya. Ia lalu keluar dari mobil dan membenahi gaun panjangnya.“Apa aku sudah terlihat cantik?” tanya Elmira sebelum ia melangkahkan kakinya memasuki tempat acara.“Ya, kau terlihat sangat cantik dan anggun. Kau terlihat
Yasinta dan Reksa pulang saat waktu makan malam, sehingga mereka bisa makan malam bersama.“Ada apa, Sayang? Kau tampak ceria sekali?” tanya Reksa.Pertanyaan Reksa pada Elmira telah berhasil membuat Yasinta juga menoleh ke arah Elmira.“Ada berita baik yang datang hari ini.”“Oh ya? Berita apa itu?” tanya Reksa.“Tadi pagi Andini datang ke sini.”“Andini?” gumam Reksa memotong kalimat Elmira.“Yaa, dan kau tahu apa yang dia katakan padaku?!” seru Elmira antusias.“Apa?”“Satu bulan lagi Andini akan menikah dan kita semua diminta untuk datang ke sana,” ucap Elmira dengan begitu cerianya.“Benarkah itu?!” tanya Yasinta.“Iya, Ibu. Itu benar,” ucap Elmira.“Aku turut
“Nenek, apa Ibu dan Ayah tak ikut sarapan bersama kita?” tanya Sabrina.“Sabrina, kau makan saja makananmu, Sayang, atau kau akan terlambat untuk ke sekolah,” sahut Yasinta.“Tapi ke mana Ayah dan Ibu?” tanya Shaka.“Ayah dan Ibu kalian mungkin sedang ada sesuatu yang harus segera diselesaikan. Kau cepat habiskan sarapanmu dan segeralah berangkat dengan supir bersama Kakakmu,” ucap Yasinta.“Nenek, lihatlah. Emran makan belepotan,” ucap Edrea.“Mamama.” Emran begitu senang jika ia menyuap makanannya sendiri meskipun wajahnya akan belepotan dengan buburnya.“Nenek, aku sudah selesai,” ucap Sabrina.“Aku juga,” sambung Shaka.“Edrea, ayo kita berangkat,” ajak Sabrina.“Iya,” sahut Edrea.
Setelah kepergian Delia dan Andini dari rumah Dhanuar dan dari kehidupan keluarga Dhanuar, Elmira dan Reksa selalu melewati hari-hari yang membahagiakan. Elmira dan Reksa tak pernah membeda-bedakan anak-anak mereka, semua yang mereka lakukan adalah adil dan sama hingga Sabrina dan Edrea tak pernah merasakan kehilangan sosok ibu kandung dalam hidupnya.Mula-mula Sabrina terus menanyakan perihal Andini yang sekarang tak ikut tinggal bersama dengannya lagi namun lambat laun Reksa dan Elmira menjelaskan bahwa sekarang situasinya sudah berbeda dari dulu. Mereka memberi pengertian pada Sabrina bahwa ayah dan ibunya sudah berpisah dan tak akan pernah bisa kembali bersama lagi. Meski dulu Sabrina tak terlalu paham namun sekarang gadis itu sudah paham setelah usianya hampir menginjak remaja.Sabrina tumbuh menjadi gadis yang cerdas, cantik dan anggun yang memiliki tutur kata lembut dan sopan. Saat ini usianya sudah menginjak sepuluh tahun, satu tahun lagi ia akan memasuki sekol
Reksa sampai di rumah utama keluarga Dhanuar saat hari sudah lewat tengah malam. Ia pun langsung berjalan menuju kamarnya untuk beristirahat.Rasa lelah dan penat yang ia rasakan menghilang begitu saja setelah ia melihat wajah damai Elmira yang kini telah terlelap. Ia tersenyum lalu ikut bergabung bersama Elmira di atas ranjang. Ternyata pergerakannya mengusik tidur Elmira hingga membuat istrinya ini membuka matanya.“Reksa, kau sudah pulang? Maaf aku ketiduran,” ucap Elmira.“Iya, baru saja.” “Kau sudah makan malam? Jam berapa ini, akan aku siapkan dulu.” Elmira bergerak hendak turun dari ranjang namun dicegah oleh Reksa.“Tidak perlu, ini sudah lewat tengah malam. Sebaiknya kita tidur saja, aku juga sudah sangat lelah,” ucap Reksa.“Baiklah,” sahut E
Orangtua Andini menyambut kedatangan Reksa dan juga Andini dengan penuh rasa bahagia sebab mereka juga sangat merindukan Andini dan juga Reksa tapi ada hal ganjil yang membuat mereka bertanya-tanya, mereka tak melihat kedua cucu perempuan mereka ikut pulang ke rumah mereka ini.“Ayah, Ibu.” Andini langsung berhambur ke pelukan orangtuanya.“Andini, Reksa?! Ibu merasa senang sekali melihat kalian datang ke sini. Ibu juga sudah sangat rindu dengan kalian. Oh iya, di mana dua cucu Ibu? Sabrina dan Edrea?” tanya Siva.Andini menatap Reksa karena ia tak memiliki jawaban yang bagus. Bahkan saat ini Andini merasa takut jika orangtuanya menyalahkannya setelah mendengar cerita dari Reksa tentang semua yang sudah ia perbuat di rumah mertuanya.“Kali ini kami tak bisa mengajak Sabrina dan Edrea ke mari, Ibu. Mungkin lain kali Sabrina akan berkunjung ke sini,” ucap Reksa.“Begitukah? Baiklah, ayo masuk. Kalian pa
Reksa membaringkan Andini di atas ranjangnya, setelah itu ia keluar dai kamar Andini. Ia berjalan menuju ruang keluarga untuk menghampiri Yasinta dan Elmira.“Aku akan ke rumah sakit untuk melihat keadaan Edrea dan Sabrina,” ucap Reksa.“Kak Rose sudah menghubungiku agar kita tak khawatir. Edrea dan Sabrina baik-baik saja dan sebentar lagi mereka akan pulang dari rumah sakit,” ucap Elmira.“Begitukah? Syukurlah,” gumam Reksa. Ia mendudukan tubuhnya di sofa samping Elmira.“Minumlah dulu tehmu,” ucap Elmira.“Iya.” Reksa mengambil cangkir di atas meja lalu sedikit meneguk teh hangatnya.Semuanya terjadi begitu cepat dan tiba-tiba. Meskipun Reksa sudah tahu kebusukan Andini dari mulut Elmira dan Margi tapi ia pun tetap tak menyangka jika Andini benar-benar setega itu. Andini bahkan tak memperdulikan nyawa Edrea yang bisa saja melayang jika saja ia terlambat untuk menyelamatkan.
Andini berlari mendekati kolam renang. Dengan panik ia melihat Sabrina yang masuk ke dasar kolam. Ia tahu jika Sabrina bisa berenang, tapi ini adalah kecelakaan dan mungkin saja putrinya akan tenggelam.“Sabrina!” Dengan panik Andini melompat ke dalam kolam untuk menyelamatkan Sabrina.‘Byuurrr’Semua orang yang mendengar teriakan Sabrina dan Andini berlarian keluar dari rumah. Mereka melihat Andini yang tengah berenang menghampiri Sabrina.“Sabrina?! Sabrina!” seru Reksa panik seraya melihat ke arah kolam.Sama halnya dengan Reksa, Elmira, Yasinta, Rose dan Malik j