Share

Hotel Minimalis

Penulis: PutriNaysaa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Aku sudah pesan makanan, nanti diantar kemari kalau sudah datang. Kita terpaksa pakai pakaian yang sama sampai besok, Di.” Gaza membanting punggung di atas ranjang ukuran sedang.

“Di bolehkan sama hotelnya?” tanya Natasya yang masih berdiri di depan pintu kamar mandi usai membersihkan diri.

“Boleh, ini kita menginap di hotel minimalis jadi boleh. Coba Aston, mana boleh. Aku mau tidur dulu sebentar ya, kamu yang tunggu makanan diantar kemari.” Suara Gaza mulai melemah karena mengantuk.

Natasya mengangguk memilih duduk di tepi ranjang dan menepuk badan Gaza untuk geser ke tengah. Memandang wajah terlelap Gaza yang dalam hitungan menit sudah mendengkur pelan, Natasya tersenyum kecil. Ia daratkan kecupan kecil pada pipi Gaza dan memilih berbaring menyamping dengan tangan memainkan ponselnya.

“Capek sekali bapak satu ini. Maaf ya sudah merepotkan kamu,” gumam Natasya sebelum fokus pada ponselnya yang ternyata banyak panggilan dan pesan.

Gaza tertidur satu jam karena Natasya membangu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Sang Primadona Rumah Bordil   Panggilan Papa Mertua

    Natasya menarik nafas panjang sebelum memasuki sebuah restoran yang ia tuju. Sedari Apartemen Gaza jantungnya tidak mau berdetak pelan. Orang yang akan ia temui adalah satu-satunya orang yang amat ia segani dan hormati. Adalah papa Gaza, beliau tiba-tiba menghubunginya entah mendapatkan nomornya dari mana dan memintanya bertemu untuk mengobrol.“Selamat siang, Om,” sapa Natasya.“Iya siang Diwang, silakan duduk. Mau pesan apa?” Papa Gaza menerima salam dari Natasya.“Om sendiri sudah pesan? Saya pesan minum saja,” jawab Natasya.“Sudah, pesan kopi tadi. Silakan pesan dulu.” Papa Gaza mempersilakan Natasya memesan terlebih dahulu sebelum mereka berbicara, keduanya hanya memesan minuman karena merasa tidak akan bisa makan dengan apa yang akan mereka bicarakan.“Langsung saja ya Diwang, kamu teman sekolah Gaza di Semarang benar? kata Valen seperti itu.” Papa Gaza mulai bersuara.Natasya mengangguk kecil. “Benar Om, saya satu sekolah bahkan satu meja dengan Gaza saat SMA. Saya juga

  • Sang Primadona Rumah Bordil   Gaza Syok

    Natasya menginjak pedal gas mobilnya dengan kuat, tidak memedulikan klakson dari pengendara lain yang kaget karena kecepatannya mengemudi. Tujuannya satu, kantor Gaza. Akan tetapi saat Natasya sampai di kantor sang suami, Gaza sedang berada di luar kantor.“Halo Di ... katanya tadi kamu ke kantor? Ada apa? kamu posisi di mana?” Gaza memberondong pertanyaan begitu Natasya mengangkat panggilannya.“Di rumah, katanya kamu sedang di luar kantor.” Natasya menjawab dengan nada malas.“Iya ada pertemuan dengan klien, Apartemen maksud kamu?” Gaza menegaskan kembali ucapan Hera.“Rumah ... rumah aku. Kamu pukul berapa pulang?” Suara Natasya semakin terdengar malas menjawab.“Kemungkinan agak terlambat, ada beberapa kendala di kantor. Tapi aku usahakan langsung pulang begitu selesai ya. Mau aku jemput nanti di rumah kamu?” Gaza mengendus ada yang sedang Natasya tutupi dari cara dia menjawab.“Enggak usah, kamu kabari saja kalau sudah pulang. Nanti aku ke Apartemen, matikan Ga aku mengant

  • Sang Primadona Rumah Bordil   Berterus Terang Dalam Remang

    “Tidak perlu bangun.” Natasya mendorong kembali dada Gaza yang hendak bangun dari posisi terlentangnya.Selimut yang menutupi tubuh Natasya menjadi tersingkap karena gerak bangun Gaza. Natasya menarik ke atas kembali karena suhu ruangan terasa dingin menggigit lapisan kulitnya“Sebentar aku naikkan suhu ruangan dulu.” Gaza kembali bangun dan turun dari ranjang masih dengan tanpa busana.“Astaga Gaza! pakai baju!” seru Natasya.“Buat apa?” Dengan songongnya Gaza menjawab demikian.“Yang lihat kamu doang, bagian mana lagi yang enggak kamu lihat dari badan aku.” Gaza menambahkan setelah kembali menaiki ranjang dengan penerangan temaram.Natasya berdecap dengan tangan merapikan helai rambut berantakannya di kening.“Bicara,” pinta Gaza setelah nyaman berbaring miring menatap wajah wanitanya yang tetap terlihat cantik walau gurah lelah terlihat di sana karena aktivitas mereka.“Papa kamu meminta kita bertemu. Tunggu sebentar, aku cerita seperti ini bukan karena aku ingin mengadu s

  • Sang Primadona Rumah Bordil   Iblis Kembali

    “Aku bilang jangan ya, Gaza.” Natasya menegaskan kembali pada Gaza yang berkata akan ke rumah papanya untuk berbicara.“Aku enggak akan bicara masalah kamu, Diwang. Hanya akan membicarakan kantor, kamu kok curiga saja sih sama aku.” Gaza memberikan dasi pada Natasya untuk memakaikannya.Natasya memiliki rutinitas baru berupa memakaikan dasi suaminya dan menyiapkan semua pakaian walau Gaza sudah bilang ia bisa melakukannya sendiri. Namun menyenangkan rasanya mengurusi dan mengatur pakaian Gaza yang hanya suka warna gelap. “Benar ya, aku nanti semakin tidak enak sama papa kamu. Aku akan memikirkan cara lain untuk merebut hatinya.” Natasya mengedipkan sebelah matanya.Gaza tersenyum kecil menundukkan kepala dan mendaratkan kecupan lembut pada bibir polos Natasya. Menarik pinggang istrinya agar menempeli ia dengan pandangan terpesona.“Iya, bawel ya kamu. Tidak berubah sedari dulu, apa kamu masih suka jajan bakso enggak pakai kuah?” tanya Gaza penuh senyuman teringat kenangan masa

  • Sang Primadona Rumah Bordil   Gemetar Hebat

    “Pulang? kenapa? loe sakit? pucat sekali Sya.” Leana kaget Natasya datang dengan wajah pucat dan badan bergetar hebat mengatakan akan pulang terlebih dahulu padahal perbincangan mereka belum selesai.Natasya tidak mampu menjawab, ia bahkan menyenggol gelas Gabriel. Leana langsung bisa mengendus ada yang tidak beres.“Ada yang melecehkan elu Sya di kamar mandi?” Leana bertanya dengan memegangi tangan bergetar hebat Natasya.Natasya menggeleng pelan tanpa dapat bersuara. “Gua antar, mana kuncinya. Rel elu sama Lea coba cari tahu dan bilang sama Manajer minta putarkan cctv.” Gabriel meraih tas Natasya dan mencari kunci mobilnya sebelum memegang bahunya untuk ia papah keluar.Sepanjang perjalanan tidak sepatah katapun keluar dari mulut Natasya, ia hanya mengatakan alamat Apartemen Gaza. Hanya memejamkan mata dengan kedua tangan mengepal kuat, keringat dingin mulai bermunculan.“Sya boleh gua telepon laki elu? Elu enggak bisa sendirian dengan kondisi seperti ini,” tutur Gabriel set

  • Sang Primadona Rumah Bordil   Wajah Marah

    “Mau ke mana?” Natasya bertanya kala Gaza bangun dari ranjang di samping ia berbaring.“Ambil ponsel di luar, sebentar ya.” Gaza segera keluar untuk mengambil ponselnya, kembali masuk dengan menghubungi Olan.“Iya iya buset bawel amat. Bulan depan gua kasih cuti satu minggu,” kekeh Gaza.“Thanks bro. Iya pesanlah tiket astaga, jangan hubungi gua dulu. Iyalah jelas gua honey moon tiap hari.” Gaza mengakhiri panggilannya, menatap Natasya yang sedari ia duduk sudah memandangnya tanpa jeda.“So?” tanya Gaza.“So what?” Natasya mengulang pertanyaan Gaza.Gaza memberikan tatap dalam tanpa menjawab pertanyaan wanitanya.“Aku bertemu seseorang, bukan orang lebih tepatnya iblis.” Natasya berhenti sejenak memilin telunjuk Gaza yang duduk di sampingnya berbaring. Natasya tidak menyadari jika wajah Gaza sudah berubah merah menahan amarah. Natasya kembali melanjutkan setelah jeda lumayan lama untuk ia terdiam.“Aku baru keluar kamar mandi saat ... tahu-tahu didorong bahu aku membentur t

  • Sang Primadona Rumah Bordil   Gunarto Kritis

    Natasya mengerutkan kening saat membaca pesan dari Gaza yang menyatakan ia kan menginap di Bandung untuk keperluan pekerjaannya. Semenjak Natasya menceritakan mengenai sang paman yang membuatnya sampai jatuh sakit, Gaza tidak lagi membahas sedikitpun perihal itu. Gaza hanya meminta Natasya tetap di rumah sebelum ia pulang.“Gaza ke mana Sya? sorry aku menghubungi kamu karena nomor Gaza tidak bisa dihubungi.” Valen, kembaran Gaza menghubungi Natasya yang sedang membuat puding di dapur.“Katanya sedang di Bandung, Gaza dari kemarin di sana belum pulang,” jawab Natasya.“Bandung? Waduh, kapan kira-kira pulangnya Sya? kok sedang kerja ponsel malah tidak aktif terus.” Valen kembali bertanya.“Kurang tahu Val, hanya bilang itu. Nanti aku coba hubungi lagi,” tutur Natasya.“Ok Sya thanks ya.” Valen mengakhiri panggilan dan meninggalkan tanya semakin besar dalam benak Natasya.Natasya menghubungi Gaza langsung, benar tidak aktif. Meninggalkan pesan untuk segera menghubunginya setelah p

  • Sang Primadona Rumah Bordil   Gunarto Meninggal

    “Kamu yakin sanggup? Yang kemarin saja kamu sampai sakit Diwang.” Gaza menahan lengan Natasya saat di depan ruang ICU. Natasya terlihat tidak yakin karena hanya diam membisu, Gaza mendesah kecil sebelum bersuara pelan. “Biar aku yang masuk dan foto untuk kamu lihat, bagaimana?” Menawarkan opsi lain, Gaza membelai telapak tangan dingin Natasya. Setelah Natasya mengangguk, Gaza masuk ke dalam ruangan di mana Gunarto dirawat. Natasya sendiri duduk di ruang tunggu bersisihan dengan sang bibi yang terus menangis. “Paman dan Bibi ke Jakarta satu tahun lalu Diwang, rumah peninggalan orang tua kamu sudah dijual sama paman kamu. Rumah kami sendiri sudah di sita pihak Bank karena banyak hutang. Bibi memutuskan untuk bekerja menjadi pembantu rumah tangga yang sangat jauh dari sana. Bibi sangat malu sama seluruh warga desa yang menginginkan paman kamu segera pindah. Paman kamu karena tidak punya siapa-siapa dan tidak

Bab terbaru

  • Sang Primadona Rumah Bordil   Copy Paste ( Tamat )

    “Kamu enggak bisa main ini, nanti kalau jatuh terus berdarah ... aku dimarahi papa kamu dan kamu akan dimarahi mama kamu,” seru suara anak laki-laki usia tujuh tahun. “Ih tapi aku mau ikut naik,” teriak suara anak perempuan. “Kamu pakai rok, Neta. Nanti kelihatan celana dalamnya,” timpal suara anak-anak lainnya. “Kan aku pakai celana pendek, enggak akan kelihatan,” bantah suara perempuan. Natasya terkekeh kecil, menjawil lengan suaminya yang asyik bermain ponsel dengan kaca mata melorot. “Apa?” tanya Gaza. “Itu putri kamu sedang beradu sama dua abangnya, sana samperi,” kekeh Natasya. “Biarkan saja, Shaka lebih keras kepala dibandingkan Neta. Mari kita hitung mundur berapa lama Neta menjerit panggil mama,” jawab Gaza. Tidak sampai hitungan lima setelah mendengar perdebatan di ruang bermain, jeritan melengking terdengar disusul tangisan merobek

  • Sang Primadona Rumah Bordil   Tutorial

    “Heh gila! gua bilang pakai uang kantor. Wah pelanggaran.” Gaza berseru menggeplak punggung Olan yang datang bersama Vero dalam satu mobil membuntuti sebuah truk barang salah satu perusahaan elektronik besar. Gaza meminta nota pelunasan dan tidak diberikan oleh Olan dengan seringai menjengkelkan. Olan berkata lemari penyimpan asip hadiah dari mereka berdua untuk Yumna Zanneta Hernando. Putri kecil Gaza dan Diwang yang menggemparkan seantero perkantoran milik papa sang bayi. “Sudahlah Bro terima saja, elu saja gua tanya baik-baik ngelesnya bukan main. Elu menolak rezeki anak elu, hah?” Olan pura-pura melebarkan mata sementara Vero terkekeh akan dua manusia dewasa di sana yang hendak saling berkelahi. “Bukan enggak terima rezeki anak, tapi memang gua inginnya kebutuhan primer dia ya bapaknya yang belikan. Ya sudah karena gua tahu nomor rekening elu, gampanglah urusannya.” Gaza terkekeh merasa menang. “Gua ta

  • Sang Primadona Rumah Bordil   Produk Unggulan

    “Mari begadang, Papa,” kekeh Natasya. Yumna Zanneta Hernando telah diperbolehkan pulang dengan mamanya setelah dua hari pasca kelahirannya. Tidak ada sambutan mewah atau sejenisnya, keluarganya paham jika orang tua baru perlu istirahat dan diberikan ruang menikmati kebahagiaan kehadiran putri kecil ditengah-tengah mereka. Jadi saat Natasya dan bayinya pulang, tidak ada yang menjemput dan menyambut di rumah mereka. “Siap, Mama. Kamu duduk dulu sana, akunya masih ngilu lihat kamu jalan saja masih pelan begitu.” Gaza masih menggendong putri kecilnya begitu masuk ke kamar mereka. Natasya mengangguk, menunjuk boks bayi yang menempel pada tepi ranjang mereka di sebelah kanan agar Neta yang lelap dalam gendongan Gaza diletakan di sana. Gaza menurut, meletakan bayi mereka dengan sangat amat perlahan cenderung masih takut dan kaku. Melihatnya membuat Natasya tersenyum, ia hanya diperbolehkan memegang Neta saat perjalanan di mobil d

  • Sang Primadona Rumah Bordil   Perempuan Pertama

    “Mandi,” bisik Natasya. Gaza terkekeh kecil dengan menatap lembut manik mata wanita dengan mata bengkak dan seluruh wajah bengkak. Membelainya dengan senyuman lebar tanpa suara. Setelah tiga jam pasca melahirkan, Natasya terlelap setelah bayi perempuan mereka menerima asi pertama darinya. Kelahiran yang tidak mudah dan sempat membuatnya ingin menyerah setelah satu jam lebih pembukaan lengkap namun tidak jua lahir. Saat berhasil dilahirkan, suara tangisannya merobek ruang persalinan hingga kedua orang tuanya tergugu dalam kebahagiaan tiada terkira. Natasya langsung terlelap kelelahan dan dibangunkan saat harus kembali menyusui putrinya. “Kusut banget ya?” Gaza menimpali perkataan istrinya yang memintanya mandi. “Iya, kusut sekali. Nanti anaknya cium bau asem pas digendong,” kelakar Natasya.Gaza terkekeh kecil mengangguk. “Iya nanti sebentar lagi mandi, kamu benar sudah enggak sakit duduk begini?”

  • Sang Primadona Rumah Bordil   Kontraksi

    “Sayang ... kamu lihat tas yang isinya pembalut melahirkan? Perasaan aku taruh dekat tas yang mau dibawa ke rumah sakit nanti deh,” tanya Natasya. “Ada di situ aku lihat tadi. Yang warna biru kan?” Gaza mendekati Natasya yang memakai daster tanpa lengan berjalan mondar-mandir. “Enggak ada kok aku cari dari tadi, kamu buang?” tanya Natasya.Gaza berdecap. “Ya masa aku buang Sayang, kan aku yang beli. Kepintaran amat.” Natasya terkekeh kecil kembali mencari, tarikan nafas Natasya yang tertangkap oleh telinga Gaza membuat Gaza berhenti bergerak. “Sayangku cintaku manisku, bisa tolong kamu duduk manis saja? kamu ngos-ngosan sekali aku dengar. Biarkan suami kamu ini yang cari,” papar Gaza. Natasya menyeringai, memasuki bulan delapan Natasya mulai sering kelelahan padahal hanya berjalan-jalan sebentar. Nafas sering ngos-ngosan dan kegerahan setiap saat padahal pendingin ruangan menyala nonstop 24

  • Sang Primadona Rumah Bordil   Kelas Atas

    “Ya Tuhan ... aku pikir kenapa sampai jongkok di depan kulkas menangis, nanti kita beli lagi ya, aku akan ke sana hari ini buat lihat apa sudah buka atau belum. Sudah Sayang sudah ayo bangun.” Gaza membantu Natasya bangun setelah mbak di rumah berlarian menghampiri dirinya yang sedang duduk menonton film, mengatakan bahwa istrinya menangis di pojok dapur. Gaza pikir istrinya kenapa-kenapa, saat ia hampiri ternyata tangan Natasya sedang memegang mangkok puding karamel dengan saos karamel yang sisa sedikit. Gaza menahan tawa sekaligus meringis saat istrinya bercerita bahwa ia tidak rela karamelnya tumpah. “Tapi bapaknya masih di rumah sakit, dan ini puding terakhir. Enggak tahu kapan bisa buat lagi.” Natasya terisak penuh kesedihan dengan tangan memegang mangkuk erat-erat. “Nanti aku akan cek ya Sayang, semoga sudah buka. Sudah jangan menangis lagi ya, semoga lekas berlalu ya fase sensitif ini.” Gaza memutuskan memeluk istr

  • Sang Primadona Rumah Bordil   Lima Mangkuk

    “Oh maaf saya tidak buka, Bu. Saya hanya mau mengambil sesuatu di dalam,” jawab sang pemilik toko kue. “Iya maaf Pak, kami memang ke sini mau beli awalnya eh ternyata tutup. Ayo Sayang kita pulang saja ya.” Gaza segera menggandeng Natasya untuk kembali ke mobil mereka yang terparkir di depan toko tersebut. “Apa masih lama Pak, bukanya?” tanya Natasya. “Saya tidak bisa pastikan, Bu. Anak saya sedang di rawat, dan saya hanya mau ambil puding untuk anak saya yang minta. Nanti kalau sudah sehat kembali, baru saya buka.” Pemilik toko menjawab dengan tangan membuka gembok pada pintu kacanya. “Apa puding karamel siram fla, Pak?” Natasya bertanya dengan mata berbibar-binar.Gaza menunduk dengan menghela nafas panjang. “ Sayang, kamu mengganggu bapaknya sedang buru-buru mau kembali ke rumah sakit. Maaf ya, Pak.” “Ibu mau beli puding karemel fla? Ibu sedang hamil?” terka pemilik toko.

  • Sang Primadona Rumah Bordil   Jenis Kelamin

    Gaza melepas tawa lebar dengan meraba celana belakangnya, masih dengan tertawa, Gaza menganggukkan kepala dan kembali duduk di samping istrinya yang kebingungan mengapa ia tertawa selebar itu. “Tahu kok, ya ampun tadi pagi aku sangat malu, Sayang. Aku enggak tahu dari kapan robeknya, apa dari rumah apa di mobil. Pas turun mobil di tegur sekuriti depan, dan langsung tarik tangan aku untuk mepet tembok lobi. Aku pikir kenapa ini sekuriti kurang ajar sekali main tarik-tarik eh tahunya mau membisiki kalau celana aku robek.” Gaza kembali tertawa “Ya ampun,” kekeh Natasya. “Aku enggak bisa pulang lagi karena ada meeting dengan dua orang penting dan enggak bawa celana ganti juga. Alhasil aku minta Olan selalu jalan belakang aku dan agak mepet biar enggak dilihat orang, Olan sampai tertawa puas sekali dia, kurang ajar memang. Kecangkol apa ya kira-kira?” Gaza masih geli sekali mengingat ia tidak tenang takut tiba-tiba bangun dari k

  • Sang Primadona Rumah Bordil   Celana Robek

    “Ibu ... Ibu ... jangan Bu, aduh,” seru salah satu karyawan Natasya di klinik. Natasya berada di klinik kecantikannya karena datang stok barang dalam jumlah banyak. Seluruh karyawan sudah tahu jika sang owner tengah hamil dan sudah diberi pesan tegas oleh Gaza bahwa Natasya hanya mengawasi dan menerima laporan. Tidak ada mondar-mandir dan tidak ada angkat barang sekecil apa pun. Natasya kena seruan karyawannya saat menyentuh sebuah serum dalam kardus yang masih tertutup rapat. Karyawannya mengira jika ia akan mengangkatnya. “Aruna ... aku mau baca saja, ok,” kekeh Natasya. “Aduh Ibu pokoknya duduk saja sudah. Kan aku ada di samping Ibu, tinggal tunjuk mana yang mau dibawa dan mana mau digeser. Nanti saya kena pecat bapak,” rengek Aruna.Natasya tergelak. “Aku yang gaji kamu, bukan bapak.” “Iya tapi laporan yang ditunggu bapak dari saya macam militer, Bu. Katanya kalau sampai bapak lihat di cctv Ibu pegang-

DMCA.com Protection Status