Saat itu pukul 10 malam di gedung asrama putra kampus. Empat laki-laki sedang berbaring di kasur mereka, saling berbincang dan bersenang-senang. Tiba-tiba, pintu kamar mereka dibuka dan seseorang bergegas masuk.“Hei kalian! Coba lihat ini! Dilan Handoko sedang menembak Sarah Kusuma! Sedang ditayangkan di akun sekolah di Groove!” katanya, melambaikan ponsel di tangannya.Dengan segera, ketiga dari empat laki-laki yang sedang bersenang-senang itu menyerbu si pendatang dan duduk di sekitarnya, ingin tahu hasil dari ajakan tersebut.Alasan mereka penasaran itu sangat sederhana. Sarah Kusuma merupakan seseorang yang diakui sebagai salah satu wanita tercantik di kampus. Walaupun dia tidak masuk ke dalam lima besar dari daftar wanita cantik di kampus, dia masih termasuk dalam 10 besar.Dilan Handoko yang sedang menembak Sarah Kusuma cukup terkenal di seluruh kalangan Universitas Praharsa. Dia tinggi, tampan, dan yang paling penting sangat kaya. Dia lahir dari latar belakang yang kaya dan
Hati Daffa dipenuhi oleh rasa sakit ketika dia beranjak ke Hotel Sky Golden. Dia tidak bisa percaya bahwa seseorang yang dia cintai dan dia telah berikan segalanya bisa mengkhianatinya seperti ini. Dia telah mencintai Sarah dengan sepenuh hati dan dia kira Sarah juga mencintainya. Dia harus mengetahui apa yang salah dari hubungan mereka.Setelah berjalan selama 30 menit, Daffa akhirnya tiba di Hotel Sky Golden. Karena hotel tersebut hotel bintang tujuh, bangunannya sangat mewah dan mengesankan. Dia masih mengagumi bangunannya ketika dia melihat Sarah dan Dilan berjalan keluar dari gedung mewah itu.Daffa merasa hatinya berdebar-debar dengan menyakitkan ketika dia melihat David melingkarkan tangannya di pundak Sarah. Dia sangat marah pada Dilan dan ingin menghajar wajahnya saat itu juga. Namun, dia tetap menahan diri. Dia kemari untuk meminta jawaban, bukan untuk bertengkar ataupun membuat masalah.Darius menarik nafas dalam sebelum menghampiri mereka yang sedang tertawa-tawa dan ter
”Kamu mau putus denganku?” tanya Daffa, masih tidak bisa memercayai apa yang dia baru saja dengar.“Benar, Daffa, aku mau putus denganmu. Hubungan ini telah berakhir,” kata Sarah tanpa perasaan sedikit pun di suaranya.“Seperti yang bisa kamu lihat, sekarang aku sudah menjalin hubungan dengan pria kaya dan tampan yang bisa membiayaiku. Semoga kamu bisa segera mendapatkan yang terbaik untukmu, Daffa,” kata Sarah dengan nada yang sudah mantap. Dia sudah memutuskan hubungan apa pun yang mereka jalani bersama dan menegaskan pendiriannya.Tanpa sepengetahuan Daffa dan Sarah, siaran langsung itu masih disiarkan, jadi adegan kecil ini diketahui oleh semua mahasiswa yang sedang menonton siarannya. Kolom komentarnya sangat berapi-api.“Apa maksudnya itu? Putus? Kalau begitu, Sarah sedang berpacaran dengan seseorang sebelumnya?”“Tidak mungkin. Lihat saja pakaian orang itu. Aku berani bertaruh keseluruhan pakaiannya tidak sampai 450 ribu rupiah. Bagaimana mungkin seseorang seperti dia bisa
Sementara itu, setelah Dilan dan Sarah pergi, Daffa diserahkan ke polisi oleh para satpam. Mereka memborgolnya dan menaruhnya di mobil mereka sebelum membawanya ke kantor polisi.Di perjalanan menuju kantor polisi, Daffa terus terdiam. Benaknya masih dipenuhi oleh pikiran-pikiran mengenai hubungannya dengan Sarah yang baru saja berakhir. Sudah tidak ada lagi keraguan di dalam dirinya. Sarah telah mengakhiri hubungan mereka. Semuanya sudah selesai.Ketika mereka tiba di kantor polisi, Daffa turun dari mobil dengan tatapan kosong di wajahnya. Mereka menuntunnya ke sebuah ruangan di kantor polisi dan menyuruhnya untuk duduk. Setelah lima menit, seorang polisi datang ke dalam ruangan.“Daffa Halim. Apakah aku benar?”Daffa menganggukkan kepalanya. Dia tidak ingin berbicara.“Anda dituduh dengan tiga pelanggaran atas perilaku Anda malam ini. Anda dituduh atas penyerangan dan penganiayaan, membuat kegaduhan, dan kekerasan.”Mata Darius terbelalak. Dia tidak menyangka akan dituduh seban
Daffa berjalan tanpa tujuan selama lebih dari satu jam. Setelah berjalan lama, dia mulai merasa lelah. Rasa lelah dari perkelahiannya, kandasnya hubungannya dengan Sarah, dan penahanannya di kantor polisi akhirnya mulai mengambil alih.Dia melihat ke sekitarnya dan melihat bahwa dia sedang berada di taman yang kosong. Bulan di langit menerangi taman tersebut dengan begitu terang, membuat suasana yang tenang dan tenteram. Daffa memeriksa waktu dan sekarang sudah lebih dari tengah malam. Dia duduk di bangku taman dan menutup matanya.Kejadian-kejadian di hari itu memenuhi pikirannya dan segudang emosi mengalir dalam hatinya. Daffa tidak pernah menyesali fakta bahwa dia terlahir miskin, tapi dia menyesali menjadi orang miskin hari ini. Bukankah akan keren jika dia memiliki kekayaan yang melimpah? Kalau begitu, tidak akan ada yang bisa meremehkannya lagi. Dia tidak akan kehilangan Sarah oleh seseorang seperti Dilan. Lagi pula, jika dia sangat kaya, wanita cantik tidak akan menjadi masala
”Apakah kamu yakin tidak salah orang?” tanya Daffa dengan nada yang skeptis. Dia benar-benar kebingungan kenapa orang kaya sepertinya akan bersikap penuh hormat dan memanggilnya ‘Tuan Muda Halim.’“Tentu saja tidak, Tuan Muda Halim.” Pria tersebut menjawab dengan nada yang meyakinkan. Dia telah mencari begitu lama dan akhirnya menemukan tuan muda itu di sini. Tidak mungkin dia salah orang.Daffa menatap pria itu lagi. Awalnya, dia kira telepon tersebut adalah kasus penculikan, lalu mengira bahwa itu adalah telepon dari orang iseng. Namun, sepertinya kenyataannya jauh sekali dari yang dia kira. Ada pria kaya raya yang memanggilnya Tuan Muda Halim.“Tolong ikut saya, Tuan Muda Halim. Tuan saya sudah menunggu untuk menemui Anda sejak lama sekali.”Daffa menatap pria paruh baya itu lagi. Semua hal terjadi begitu cepat baginya. Belum sehari penuh sejak dia putus dengan Sarah dan sekarang seseorang yang belum pernah dia temui mengaku bahwa tuannya yang tidak dia kenal itu ingin menemuiny
Daffa melangkah ke dalam ruangan itu yang terlihat seperti ruang kerja. Ada meja mahoni yang besar dan rapi di ruangan itu dan di balik meja itu terduduk seorang pria. Ada beberapa dokumen yang berserakan di meja dan kelihatannya pria tua itu sedang melihat-lihatnya sebelum Bram mengetuk pintu.Daffa sedari tadi mengira tuannya itu adalah orang yang angkuh dan sombong dengan beberapa wanita cantik menempel di lengannya. Lagi pula, dia tahu kalau orang di balik semua kekayaan itu jauh dari orang yang sederhana. Namun, imajinasinya ternyata terlalu liar dan jauh sekali dari kenyataannya.Tuan itu bukan orang yang angkuh dan sombong, tapi pria tua yang sederhana. Dia adalah tipe orang yang akan diberi bantuan untuk menyeberangi jalan yang ramai.Ketika Daffa memandangi tuan itu, tuan itu juga melakukan hal yang sama padanya. Dia menyipitkan matanya dan membenarkan kacamatanya beberapa kali seolah-olah sedang mempelajari Daffa seperti sebuah spesimen. Setelah beberapa detik dia mempelaj
”Sudah waktunya bagimu, Daffa Halim, untuk meninggalkan kehidupanmu yang lama dan menerima posisimu sebagai pewaris Konsorsium Halim.”Daffa kesulitan untuk memahami perkataan kakeknya itu. Dia masih belum selesai mencerna kenyataan tentang identitas kedua orang tuanya, tapi kakeknya malah melemparkan bom lain padanya. Dia bertanya-tanya berapa kali lagi dia harus merasa terkejut sebelum dia bisa istirahat.“Pewaris Konsorsium Halim?” tanya Daffa.“Iya, kamu adalah pewaris Konsorsium Halim,” jawab kakek Daffa.Daffa terkejut sekali lagi. Sebagai mahasiswa Manajemen Bisnis, dia langsung memahami apa itu konsorsium. Dapat dikatakan bahwa siapa pun yang mengaku memiliki konsorsium adalah orang yang sangat kaya!Apa itu konsorsium? Seseorang baru bisa dikatakan memiliki konsorsium jika dia memiliki lebih dari 50% saham di semua bisnis afiliasi yang terlibat!Daffa menatap kakeknya dengan tatapan yang berbeda. Itu sudah cukup menjelaskan mengapa semua hal di sini sangat mewah dan kena
Daffa menaikkan sebelah alisnya dan menatap petugas itu dengan terkejut. Dia tidak menduga dia akan seblak-blakan itu dan kekaguman terpancar di matanya. Dia menyukai orang-orang sepertinya, jadi dia mengangguk dengan tegas.“Baiklah. Aku akan dengan senang hati berinvestasi pada kota yang tertib dan taat hukum.” Seraya dia berbicara, dia bangkit berdiri dan menoleh ke arah Briana. “Kurasa aku bisa menyerahkan ini padamu.”Briana tidak mengatakan sepatah kata pun, tapi kerutan di dahinya sudah cukup untuk menunjukkan ketidaksukaannya. Daffa melihat ini, tapi dia tidak memperbolehkan Briana untuk menolaknya. “Kamu seharusnya tahu dengan menghilangnya Zaki dan perginya Erin, tidak ada banyak orang yang tersisa yang bisa kupercaya. Ini adalah bagian penting dari rencanaku dan itu berarti banyak bagi Kota Almiron—aku butuh seseorang yang bisa kupercaya sepenuhnya untuk menanganinya.”Briana tahu apa yang dimaksudkan oleh Daffa dan mengerti bahwa ini bukanlah sesuatu yang bisa dia tolak.
Mata Briana membelalak. Kemudian, dia mengangguk. “Saya mengerti, Tuan. Saya rasa sebaiknya Anda bersiap-siap untuk kedatangan para pihak berwajib—mungkin akan ada pertarungan sengit ketika mereka tiba di sini. Pertarungan ini akan mengukuhkan status kita di Kota Almiron untuk waktu yang lama.” Dia menatap Daffa dengan serius.“Iya.” Dia duduk, menyilangkan kakinya di atas lututnya, dan mengernyit. “Aku tahu apa yang kamu khawatirkan dan wajar saja kamu merasa khawatir.” Dia memberikan jempolnya pada Briana. “Kamu sangat pintar dan kemungkinan besar prediksimu akan terjadi … jika para pihak berwajib itu tidak pintar.”Daffa menyipitkan matanya, lalu berkata, “Yah, kuharap itu tidak terjadi. Kalau tidak, seluruh Kota Almiron akan kacau balau.” Suaranya lembut, tapi itu masih membuat Briana menggigil.Dia menoleh untuk melihat ke luar jendela, lalu menolehkan kepalanya kembali, mengeluarkan ponselnya, dan memeriksa waktu. Dia berkata, “Tuan Halim, saya menelepon pihak berwajib ketika
Daffa mendengar ponsel seseorang bergetar dan dia menoleh ke arah para anggota dewan lainnya. Dia tersenyum ketika dia melihat mereka duduk di sana dalam diam dengan punggung yang tegak. “Karena sekarang kita sudah selesai mengurus semuanya, kalian boleh pergi kalau kalian ingin.”Dia meraih kontrak itu, lalu berjalan keluar dari ruang rapat. Sekarang, dia memiliki 94,5 persen saham FT TV, yang berarti hanya pendapatnyalah yang berarti di sini. Namun, itu bukan gaya dia.Ketika dia melangkah ke luar ruang rapat dan melihat banyak tatapan yang tertuju padanya, dia tahu apa yang sedang terjadi. Mereka semua telah mendengar mengenai apa yang telah terjadi di dalam ruangan itu.Ini adalah salah satu alasan utama dia bersikeras mendapatkan saham anggota dewan berpakaian gelap itu—sebelum rapat, dia sudah merasakan perhatian orang-orang terhadap mereka.Itu mengejutkan. Baginya, ini bukanlah sesuatu yang akan diperbolehkan perusahaan normal, tapi sebuah stasiun televisi telah membiarkan
Yang lelaki itu ketahui hanyalah bahwa dia tiba-tiba kehilangan keseimbangannya saat menyaksikan situasi itu dan dia terdorong ke arah Daffa. Saat itu, dia berpikir, “Aku akan mati.” Dia melihat jarak antara dirinya dan Daffa makin dekat, tapi dia tidak merasa itu sesuatu yang patut disenangi.Kemudian, sesuatu melesat di depannya dan sekarang tidak ada apa pun di antara dia dan lantai. Dia pun membiarkan dirinya jatuh ke lantai dengan suara gedebuk yang keras.Mata anggota dewan berpakaian gelap itu berkedut mendengar suara gedebuk keras itu dan dia menengadah ke arah Daffa. “Tuan Halim, Tama mungkin tidak terlalu pintar, tapi dia kuat. Dia selalu berada di sisiku sejak dia masih kecil. Dia mungkin hanya melatih bela dirinya denganku, tapi dia telah mengerahkan banyak tenaga untuk berlatih. Dia bukan yang terbaik, tapi mungkin dia sedikit lebih berguna daripada karyawan biasa.”Pandangannya sekarang menjadi tenang. “Segala hal yang terjadi hari ini hanya menunjukkan betapa pecundan
Daffa menaikkan sebelah alisnya, tidak menduga akan bertemu dengan seseorang yang memiliki pola pikir seperti ini. Setelah ragu-ragu selama beberapa detik, dia mengulang kalimat terakhir pria itu.Lelaki muda itu seketika tersenyum ketika dia mendengarnya dan menatap pria berpakaian gelap itu. Kemudian, otaknya memproses apa yang telah terjadi dan ekspresi wajahnya berubah menjadi terkejut, ragu, marah, dan tidak percaya. Dia menoleh ke arah Daffa.Di saat yang sama, dia terhuyung ke belakang, menekan satu tangannya ke dadanya, dan menggunakan tangannya yang lain untuk menunjuk Daffa. “Kamu …. Kenapa aku merasa seperti kamu mencoba menjebakku? Tidak ada permusuhan di antara kita, ‘kan? Kenapa kamu melakukan ini padaku?”Daffa terkekeh. Dia baru hendak mengatakan sesuatu untuk menjawabnya ketika lelaki muda itu berseru, “Tidak, jangan jawab aku! Gesek saja kartumu dan bayar kembali tuanku apa pun yang kamu utangkan padanya.”Kemudian, dia berlari menghampiri pria berpakaian gelap it
Pria berpakaian gelap itu menatap Daffa, ingin melakukan sesuatu untuk merubah pikirannya. Namun, ketika dia mendengar Daffa mengetuk meja dengan berirama, dia tahu dia tidak bisa mundur. Dia pun memucat.Dia telah mengambil tindakan pencegahan agar Daffa tidak mengingkari perkataannya dan anak buahnya sudah menunggu di luar ruangan.Matanya membelalak ketakutan. Irama yang Daffa ketukkan di meja adalah sinyal rahasia yang telah disepakati pria berpakaian gelap itu dengan para anak buahnya. Dia tidak menduga siapa pun tahu tentang itu.Sekarang, dia terbukti salah. Bukan hanya Daffa mengetahuinya, tapi dia juga terlihat sangat familier dengan itu.Daffa merasakan tatapan ketakutan pria itu tertuju padanya dan dia memandang ke atas dengan senyuman tipis. Itu membuat pria berpakaian hitam itu tersentak karena dia tahu itu bukanlah senyuman bahagia. Sebaliknya, senyuman itu dingin dan mengancam.Tampaknya, tidak ada satu hal pun yang luput dari perhatian Daffa. Pria berpakaian gelap
Dia meletakkannya di meja, lalu mengetuknya pelan.Amarah sedingin es menyelimuti pria berpakaian gelap itu dan dia tampaknya kehilangan kendali atas raut wajahnya. Dia melotot tajam ke arah Daffa dan dadanya naik-turun. Dia berjalan mendekati Daffa sambil menggeram, “Kamu punya nyali dan kamu termasuk dari sedikit orang yang berani meragukanku. Sekarang, aku akan dengan senang hati menunjukkan harga yang harus kamu bayar untuk sikapmu itu!”Meskipun dia belum melihat penyerangnya, dia yakin Daffa adalah satu-satunya orang yang dapat melakukannya. Hanya Daffa yang memiliki kemampuan seperti itu dan penghinaannya terlihat jelas. Dia melihat Daffa mengetuk sesuatu di meja, tapi dia tidak melihat apa itu.Amarahnya memuncak dan membakar rasionalitas yang tersisa di dalam dirinya. Di detik selanjutnya, dia merasakan embusan angin familier datang ke arahnya. Kali ini, angin itu lebih kuat dari sebelumnya dan menghempaskannya ke udara, membuatnya membentur dinding.Daffa berdiri, tidak l
“Aku tidak akan mengizinkanmu melakukan apa pun selain menyetujuiku.”Tiba-tiba, pria berpakaian gelap itu menunjuk Daffa. Namun, pandangannya tertuju pada anggota dewan lainnya. Dia berteriak, “Apakah kalian melihat ini? Aku benar! Dia menyangkal semua hal kecuali tentang keluarganya, jadi dia pasti berbohong tentang hal-hal lainnya!”Dia menoleh untuk memelototi Daffa. “Aku sudah cukup berbaik hati dan bersabar denganmu, jadi sebaiknya kamu berpikirlah dengan pintar dan jangan melewati batas.”Daffa menaikkan sebelah alisnya. Kali ini, dia tidak mengatakan apa-apa. Dia yakin ada lagi yang pria berpakaian gelap itu ingin sampaikan. Seolah-olah ingin menunjukkan bahwa dia benar, pria itu melanjutkan, “Sekarang, pilihanmu hanya tersisa satu, yaitu melakukan apa yang kukatakan! Ambil sahamku dan enyahlah dari sini!”Dia duduk dan dengan malas melanjutkan, “Aku yakin jika ada keluarga mana pun yang lebih kaya dariku, aku akan memiliki ingatan mengenai mereka—meskipun seseorang harus m
Pria Ganendra itu tidak bersuara maupun si anggota dewan berpakaian gelap yang masih terbaring di lantai. Daffa telah lama berhenti menginjaknya, tapi dia tetap berbaring tidak bergerak di sana.Daffa tidak paham alasannya melakukan itu, tapi dia tidak mengindahkannya. Dia hanya duduk dan dengan malas berkata, “Yah, untunglah tidak ada dari kalian yang keberatan untuk mentransfer kepemilikan saham. Tampaknya kita akan bekerja bersama mulai sekarang.”Para anggota dewan lainnya menatap meja di hadapan mereka, tidak ingin melirik Daffa sama sekali. Bagi mereka, itu adalah aib yang memalukan. Di saat yang sama, tidak ada satu pun dari mereka yang mengatakan apa-apa untuk menjawab perkataan Daffa.Pada saat ini, anggota berpakaian gelap adalah satu-satunya yang melakukan pergerakan. Dia dengan cepat bangkit duduk dan berteriak, “Aku keberatan! Aku tidak menyetujui Ansel Bakti mentransfer kepemilikan sahamnya padamu dan memperbolehkanmu bergabung dengan dewan direksi!”Dia menatap Daffa