“Kalau begitu, sesuai keinginanmu. Aku akan mengumpulkan dewan direksi lainnya untuk memulai rapatnya. Aku sudah memberi tahu mereka sebelumnya melalui laptopku, tapi mereka mengabaikan aku—mereka tidak pernah menganggapku serius. Ada juga manajer bisnis menyusahkan yang sebelumnya kurekrut. Walaupun aku tidak mau mengakuinya, tapi aku tidak bisa menyangkal kurangnya kemampuanku untuk mengatur saluran televisi ini. Demikian pula, ketidakpedulianku membuat para karyawan melakukan hal-hal buruk sesuka hati mereka.”Kemudian, dia berjalan pergi dengan kepala yang tertunduk. Kekecewaan membebani pundaknya karena dia pernah menghabiskan begitu banyak energi untuk menjalankan FT TV. Akan tetapi, akhir-akhir ini, yang bisa dia lakukan hanyalah duduk di pintu utama perusahaan dan menyaring tamu mana saja yang datang dengan niat buruk. Yang memperburuk semuanya, dia sekarang tidak memiliki pilihan selain menyerahkan FT TV pada Daffa.Masih duduk di kursi, Daffa tahu setiap kata yang dikatakan
Saat itu pukul 10 malam di gedung asrama putra kampus. Empat laki-laki sedang berbaring di kasur mereka, saling berbincang dan bersenang-senang. Tiba-tiba, pintu kamar mereka dibuka dan seseorang bergegas masuk.“Hei kalian! Coba lihat ini! Dilan Handoko sedang menembak Sarah Kusuma! Sedang ditayangkan di akun sekolah di Groove!” katanya, melambaikan ponsel di tangannya.Dengan segera, ketiga dari empat laki-laki yang sedang bersenang-senang itu menyerbu si pendatang dan duduk di sekitarnya, ingin tahu hasil dari ajakan tersebut.Alasan mereka penasaran itu sangat sederhana. Sarah Kusuma merupakan seseorang yang diakui sebagai salah satu wanita tercantik di kampus. Walaupun dia tidak masuk ke dalam lima besar dari daftar wanita cantik di kampus, dia masih termasuk dalam 10 besar.Dilan Handoko yang sedang menembak Sarah Kusuma cukup terkenal di seluruh kalangan Universitas Praharsa. Dia tinggi, tampan, dan yang paling penting sangat kaya. Dia lahir dari latar belakang yang kaya dan
Hati Daffa dipenuhi oleh rasa sakit ketika dia beranjak ke Hotel Sky Golden. Dia tidak bisa percaya bahwa seseorang yang dia cintai dan dia telah berikan segalanya bisa mengkhianatinya seperti ini. Dia telah mencintai Sarah dengan sepenuh hati dan dia kira Sarah juga mencintainya. Dia harus mengetahui apa yang salah dari hubungan mereka.Setelah berjalan selama 30 menit, Daffa akhirnya tiba di Hotel Sky Golden. Karena hotel tersebut hotel bintang tujuh, bangunannya sangat mewah dan mengesankan. Dia masih mengagumi bangunannya ketika dia melihat Sarah dan Dilan berjalan keluar dari gedung mewah itu.Daffa merasa hatinya berdebar-debar dengan menyakitkan ketika dia melihat David melingkarkan tangannya di pundak Sarah. Dia sangat marah pada Dilan dan ingin menghajar wajahnya saat itu juga. Namun, dia tetap menahan diri. Dia kemari untuk meminta jawaban, bukan untuk bertengkar ataupun membuat masalah.Darius menarik nafas dalam sebelum menghampiri mereka yang sedang tertawa-tawa dan ter
”Kamu mau putus denganku?” tanya Daffa, masih tidak bisa memercayai apa yang dia baru saja dengar.“Benar, Daffa, aku mau putus denganmu. Hubungan ini telah berakhir,” kata Sarah tanpa perasaan sedikit pun di suaranya.“Seperti yang bisa kamu lihat, sekarang aku sudah menjalin hubungan dengan pria kaya dan tampan yang bisa membiayaiku. Semoga kamu bisa segera mendapatkan yang terbaik untukmu, Daffa,” kata Sarah dengan nada yang sudah mantap. Dia sudah memutuskan hubungan apa pun yang mereka jalani bersama dan menegaskan pendiriannya.Tanpa sepengetahuan Daffa dan Sarah, siaran langsung itu masih disiarkan, jadi adegan kecil ini diketahui oleh semua mahasiswa yang sedang menonton siarannya. Kolom komentarnya sangat berapi-api.“Apa maksudnya itu? Putus? Kalau begitu, Sarah sedang berpacaran dengan seseorang sebelumnya?”“Tidak mungkin. Lihat saja pakaian orang itu. Aku berani bertaruh keseluruhan pakaiannya tidak sampai 450 ribu rupiah. Bagaimana mungkin seseorang seperti dia bisa
Sementara itu, setelah Dilan dan Sarah pergi, Daffa diserahkan ke polisi oleh para satpam. Mereka memborgolnya dan menaruhnya di mobil mereka sebelum membawanya ke kantor polisi.Di perjalanan menuju kantor polisi, Daffa terus terdiam. Benaknya masih dipenuhi oleh pikiran-pikiran mengenai hubungannya dengan Sarah yang baru saja berakhir. Sudah tidak ada lagi keraguan di dalam dirinya. Sarah telah mengakhiri hubungan mereka. Semuanya sudah selesai.Ketika mereka tiba di kantor polisi, Daffa turun dari mobil dengan tatapan kosong di wajahnya. Mereka menuntunnya ke sebuah ruangan di kantor polisi dan menyuruhnya untuk duduk. Setelah lima menit, seorang polisi datang ke dalam ruangan.“Daffa Halim. Apakah aku benar?”Daffa menganggukkan kepalanya. Dia tidak ingin berbicara.“Anda dituduh dengan tiga pelanggaran atas perilaku Anda malam ini. Anda dituduh atas penyerangan dan penganiayaan, membuat kegaduhan, dan kekerasan.”Mata Darius terbelalak. Dia tidak menyangka akan dituduh seban
Daffa berjalan tanpa tujuan selama lebih dari satu jam. Setelah berjalan lama, dia mulai merasa lelah. Rasa lelah dari perkelahiannya, kandasnya hubungannya dengan Sarah, dan penahanannya di kantor polisi akhirnya mulai mengambil alih.Dia melihat ke sekitarnya dan melihat bahwa dia sedang berada di taman yang kosong. Bulan di langit menerangi taman tersebut dengan begitu terang, membuat suasana yang tenang dan tenteram. Daffa memeriksa waktu dan sekarang sudah lebih dari tengah malam. Dia duduk di bangku taman dan menutup matanya.Kejadian-kejadian di hari itu memenuhi pikirannya dan segudang emosi mengalir dalam hatinya. Daffa tidak pernah menyesali fakta bahwa dia terlahir miskin, tapi dia menyesali menjadi orang miskin hari ini. Bukankah akan keren jika dia memiliki kekayaan yang melimpah? Kalau begitu, tidak akan ada yang bisa meremehkannya lagi. Dia tidak akan kehilangan Sarah oleh seseorang seperti Dilan. Lagi pula, jika dia sangat kaya, wanita cantik tidak akan menjadi masala
”Apakah kamu yakin tidak salah orang?” tanya Daffa dengan nada yang skeptis. Dia benar-benar kebingungan kenapa orang kaya sepertinya akan bersikap penuh hormat dan memanggilnya ‘Tuan Muda Halim.’“Tentu saja tidak, Tuan Muda Halim.” Pria tersebut menjawab dengan nada yang meyakinkan. Dia telah mencari begitu lama dan akhirnya menemukan tuan muda itu di sini. Tidak mungkin dia salah orang.Daffa menatap pria itu lagi. Awalnya, dia kira telepon tersebut adalah kasus penculikan, lalu mengira bahwa itu adalah telepon dari orang iseng. Namun, sepertinya kenyataannya jauh sekali dari yang dia kira. Ada pria kaya raya yang memanggilnya Tuan Muda Halim.“Tolong ikut saya, Tuan Muda Halim. Tuan saya sudah menunggu untuk menemui Anda sejak lama sekali.”Daffa menatap pria paruh baya itu lagi. Semua hal terjadi begitu cepat baginya. Belum sehari penuh sejak dia putus dengan Sarah dan sekarang seseorang yang belum pernah dia temui mengaku bahwa tuannya yang tidak dia kenal itu ingin menemuiny
Daffa melangkah ke dalam ruangan itu yang terlihat seperti ruang kerja. Ada meja mahoni yang besar dan rapi di ruangan itu dan di balik meja itu terduduk seorang pria. Ada beberapa dokumen yang berserakan di meja dan kelihatannya pria tua itu sedang melihat-lihatnya sebelum Bram mengetuk pintu.Daffa sedari tadi mengira tuannya itu adalah orang yang angkuh dan sombong dengan beberapa wanita cantik menempel di lengannya. Lagi pula, dia tahu kalau orang di balik semua kekayaan itu jauh dari orang yang sederhana. Namun, imajinasinya ternyata terlalu liar dan jauh sekali dari kenyataannya.Tuan itu bukan orang yang angkuh dan sombong, tapi pria tua yang sederhana. Dia adalah tipe orang yang akan diberi bantuan untuk menyeberangi jalan yang ramai.Ketika Daffa memandangi tuan itu, tuan itu juga melakukan hal yang sama padanya. Dia menyipitkan matanya dan membenarkan kacamatanya beberapa kali seolah-olah sedang mempelajari Daffa seperti sebuah spesimen. Setelah beberapa detik dia mempelaj
“Kalau begitu, sesuai keinginanmu. Aku akan mengumpulkan dewan direksi lainnya untuk memulai rapatnya. Aku sudah memberi tahu mereka sebelumnya melalui laptopku, tapi mereka mengabaikan aku—mereka tidak pernah menganggapku serius. Ada juga manajer bisnis menyusahkan yang sebelumnya kurekrut. Walaupun aku tidak mau mengakuinya, tapi aku tidak bisa menyangkal kurangnya kemampuanku untuk mengatur saluran televisi ini. Demikian pula, ketidakpedulianku membuat para karyawan melakukan hal-hal buruk sesuka hati mereka.”Kemudian, dia berjalan pergi dengan kepala yang tertunduk. Kekecewaan membebani pundaknya karena dia pernah menghabiskan begitu banyak energi untuk menjalankan FT TV. Akan tetapi, akhir-akhir ini, yang bisa dia lakukan hanyalah duduk di pintu utama perusahaan dan menyaring tamu mana saja yang datang dengan niat buruk. Yang memperburuk semuanya, dia sekarang tidak memiliki pilihan selain menyerahkan FT TV pada Daffa.Masih duduk di kursi, Daffa tahu setiap kata yang dikatakan
Daffa maju satu langkah, berbalik untuk menghadap ke depan, dan memasuki ruang rapat itu.Penjaga keamanan itu membeku dengan tatapan kosong. Butuh waktu yang lama baginya sebelum tersadar kembali, bergegas menyusul Daffa sementara matanya bergerak-gerak ke sana kemari di tempat itu.Kemudian, dia tersenyum dengan hangat pada Daffa dan berkata, “Sebelum kita menugaskan penerus baru FT TV, aku akan melayanimu dengan sebaik mungkin. Seperti itulah kurang lebih situasinya nanti. Dalam keadaan apa pun, aku akan sangat senang melayanimu.”Kerutan muncul di wajah Daffa sesaat, tapi dia tidak mengatakan apa-apa karena dia tahu kepala penjaga keamanan di sampingnya sedang mengatakan kebenarannya. Itu adalah pemikiran sesungguhnya penjaga keamanan itu.Namun, Daffa tidak memerlukan itu. Dia hanya ingin mengumpulkan para petinggi perusahaan saluran televisi itu di ruang rapat saat itu juga. Barulah saat itu dia bisa tenang dan melakukan apa yang dia inginkan. Meskipun dia merasa cemas, dia t
Daffa menaikkan sebelah alisnya, mengenali kepala penjaga keamanan itu karena mereka sebelumnya menaiki lift bersama. Dia dengan tenang berkomentar, “Kamu terlihat lebih baik mengenakan setelan jas ini daripada seragam penjaga keamanan sebelumnya.”Reaksi Daffa anehnya sangat tenang meskipun dia melihat kepala penjaga keamanan, yang seharusnya hanya menghasilkan 37,5 juta rupiah per bulannya, berganti pakaian dengan setelan jas mahal.Perubahan itu menandakan bahwa penjaga keamanan itu, pada kenyataannya, merupakan seseorang berstatus tinggi dan bertanggung jawab mendistribusikan gaji para karyawan lainnya.Karena Daffa tenang, kepala penjaga keamanan itu tidak bisa menahan emosinya. Alisnya menaik sangat tinggi terkejut seraya tersenyum pada Daffa. “Kamu tidak terlihat terkejut oleh identitasku yang sebenarnya. Apakah kamu sudah mengetahuinya lebih dulu?”Setelah mendengar hal itu, Daffa, yang hendak melangkah maju, berhenti melangkah. Ambang pintu lift adalah satu-satunya hal yan
“Ada juga pria di pintu masuk utama perusahaan yang mengawasi semua anggota keamanan!” Berpikir begitu, semua rambut di punggung direktur itu menegak.Berdiri di hadapan si direktur, Daffa menaikkan sebelah alisnya dan berkata, “Itu reaksi yang aneh. Kamu terlihat ketakutan, tapi aku tidak tahu kenapa. Apakah aku perlu mengingatkanmu bahwa kamu memintaku untuk datang kemari? Kukira kamu setidaknya akan siap secara mental untuk menghadapi konsekuensinya setelah aku tiba.”Mulut direktur itu menganga sangat lama. Di suatu titik, direktur itu kembali tersadar dan memohon, “M … Maafkan aku! Aku sangat bersedia untuk menyampaikan permintaan kepada para atasanku. Aku bersumpah aku sangat bersedia, tapi aku tidak bisa melakukannya karena aku mungkin akan kehilangan pekerjaanku. Lagi pula, perusahaan ini tidak dimiliki oleh satu orang saja dan kami juga merupakan saluran televisi ….”Dia menelan ludah dan memandang lantai setelah mengatakannya. Roda gigi di dalam otaknya berputar kencang, m
“Jelas-jelas kamu adalah bocah tidak dikenal. Aku tidak tahu bagaimana kamu memenangkan hati keluarga kecilmu dan membuat mereka membelikanmu jam tangan mahal itu, tapi biar kuberi tahu ini. Jika aku adalah kamu, aku akan mengembalikan jam tangan itu atau setidaknya menghadiahkannya untuk orang lain untuk mendapatkan keuntungan untuk keluargaku!” perintahnya.“Apa yang baru saja kamu katakan sangat kontradiktif. Sebelumnya, kamu mengaku bahwa jam tanganku adalah tiruan. Namun, sekarang kamu mengatakan bahwa keluargaku menghadiahiku jam tangan yang asli.” Daffa menaikkan sebelah alisnya. Dia berbicara dengan begitu tenang sehingga semua orang bisa mendengar ancaman terselubung di balik suaranya.Tidak perlu menjadi genius untuk mengetahui bahwa suasana hati Daffa sedang buruk saat itu. Menghela napas, Daffa mengepalkan tangannya dan meretakkan buku-buku jarinya lagi. Namun, kali ini, dia melanjutkannya dengan membungkuk, mengulurkan tangannya, dan mengangkat direktur yang sangat gemuk
Daffa bahkan tidak bisa menjamin bahwa direktur bodoh itu dapat memahami apa yang akan dia katakan, jadi dia tetap terdiam. Namun, dia terkejut karena direktur itu menganggap diamnya dia sebagai tanda kekalahan.Direktur itu menganggap hal itu sebagai konfirmasi bahwa Daffa sedang memakai barang tiruan. Oleh karena itu, dia mendongakkan dagunya pada Daffa dengan angkuh dan berbicara lebih lantang daripada sebelumnya. “Kenapa kamu tidak menjawab? Apakah itu karena tebakanku benar dan kamu sekarang takut?”Daffa tidak ingin menghabiskan energinya menjelaskan hal-hal pada direktur itu lagi, jadi Daffa hanya menghampiri pria itu untuk menekankan, “Aku adalah orang yang pemarah dan aku yakin kamu sudah mendengarnya dari orang lain beberapa hari belakangan. Namun, yang membuatku terkejut adalah kamu bersikeras untuk membuatku kesal.”Seraya dia menggelengkan kepalanya, dia meretakkan buku-buku jarinya, mengeluarkan suara yang renyah dan menakutkan.Setelah mendengarnya, lutut direktur it
“Konyol sekali. Apakah kamu sudah lupa? Kamu menelepon dan mengirimnya pesan di hadapanku, berkata bahwa kamu melakukan semua hal ini karena kamu jatuh cinta pada wajah tampannya di televisi. Ini semua tidak akan terjadi jika dia mau berpacaran denganmu!”Senyum sinis tersungging di wajah direktur itu seraya dia mengejek, “Lagi pula, sepertinya kamu salah paham. Kamu bukan wanitaku.”Daffa merasa sangat jijik dengan kedua orang itu hingga tenggorokannya terasa tercekit.“Kalau kalian memanggilku kemari hanya untuk membanggakan mengenai bagaimana kalian akan memaksakan aku melakukan kekerasan, yah, aku bisa mengatakan ini—kalian pada dasarnya sedang cari mati dengan melakukan itu!” sela dia sambil mengulurkan tangan ke atas untuk memijat pelipisnya.“Membasmi musuh-musuhku adalah hal terakhir yang ingin kulakukan. Namun, sekarang, aku tidak masalah.”Dengan begitu, dia berjalan di ruang kerja itu dan duduk di sofa, dengan santai menyilangkan kakinya di atas kakinya yang lain.Seme
Daffa menambahkan, “Karena kalian berdua memanggilku kemari, kurasa baru adil jika kalian berdua menghadapiku untuk menangani permasalahan ini.”Direktur itu bangkit berdiri dari sofa. Perutnya yang bergelambir bergoyang-goyang seperti jeli saat dia berlari ke arah pintu. Hanya butuh waktu kurang dari sedetik baginya untuk melakukannya.Dahlia melihat segalanya terjadi, matanya membulat tertarik oleh adegan konyol itu. Dia tahu direktur itu baru-baru ini bertambah berat badan banyak, jadi dia tidak pernah melakukan pergerakan yang besar. Itu adalah pertama kalinya Dahlia melihatnya.Ketika direktur itu akhirnya tiba di pintu, dia meletakkan satu tangan di pinggangnya sambil membungkuk dan terengah-engah. Napasnya begitu cepat sampai siapa pun akan merasa khawatir dia akan pingsan di detik selanjutnya.Berdiri di samping, Dahlia menundukkan kepalanya, tapi itu bukan karena dia khawatir. Dia melakukan itu untuk menyembunyikan senyumannya. Lagi pula, Daffa sudah membuka pintu, jadi di
Napas kepala penjaga keamanan itu berpacu, menggelitik kulit Daffa. Namun, tidak ada yang jahat dari ekspresi wajahnya. Rasa ingin tahu berbinar di matanya saat dia bertanya, “Kenapa kamu tidak menghentikan aku masuk? Hanya ada kamu dan aku di lift ini, jadi kamu bisa dengan mudah menghancurkan kamera pengawas dan menyerangku jika kamu ingin. Sudah jelas bahwa aku bukanlah tandinganmu. Aku yakin aku akan kalah jika kamu menyerangku sekarang.”Dia menatap Daffa dengan percampuran emosi yang rumit, tapi satu hal yang tidak dia rasakan adalah rasa takut. Berdiri di hadapan Daffa, dia meletakkan kedua tangannya di samping tubuhnya sambil mengangkat kepalanya dengan santai.Daffa mengembalikan pandangan penjaga itu. Tidak lama, lift itu pun tiba di lantai ke-10 dan senyuman terukir di wajah Daffa.“Yah, kalau begitu aku harus membuat harapanmu menjadi kenyataan.” Setelah mengatakan itu, dia mengulurkan tangannya.Walaupun tidak ada yang terlihat tidak biasa dari tindakannya, itu mencipt