Alicia menyadari tindakan Erin tapi dia tidak pergi. Alih-alih, dia bergabung dengannya untuk menunggu di samping pintu.Namun, itu hanya bertahan selama beberapa detik sebelum Erin mau tidak mau menolehkan kepalanya ke arah Alicia, kejengkelan terpampang di matanya.“Kurasa kamu sebaiknya meningkatkan kecerdasanmu jika kamu berharap bisa tinggal di West Atlantics Int’l atau melayani Tuan Halim di sisinya. Misalnya, kamu seharusnya tidak berdiri di sini! Kehadiranmu yang terus berada di sisiku membuatku jengkel! Bukan hanya itu, kamu juga sudah membuang-buang banyak waktuku dan terus bersikeras tinggal di sini walaupun kamu sudah mendapatkan jawaban yang kamu inginkan!”Beberapa tamu, staf hotel, dan penjaga keamanan berdiri di lobi. Ketika mereka mendengar Erin memarahi Alicia, mereka secara bersamaan memandang Alicia kebingungan.Menjadi pusat perhatian semua orang membuat wajah Alicia memerah seperti tomat. Itu juga meredupkan kilauan di matanya saat dia mundur dua langkah dan m
Mata Daffa menyipit menjadi garis saat itu. Walaupun dia tidak tahu kenapa Edward akan bertingkah seaneh itu, nalurinya menyuruhnya untuk memercayai Edward.Edward berlari memasuki kamar. Setelah dia tiba di sana, dia menatap tajam Kate dan Felix. Kedua orang itu merespons dengan cara yang berbeda. Ekspresi wajah Kate kosong sementara wajah Felix menjadi suram.Felix perlahan memegang titik di belakang lehernya sambil dengan tiba-tiba menjulurkannya ke kanan dan ke kiri. Suara retakan tulang yang renyah pun bergema di seluruh ruangan.Suara itu begitu menggelegar sampai jantung Daffa berdegup kencang. Yang terjadi setelahnya membuatnya lebih terkejut. Walaupun leher Felix terdengar seperti patah, Felix masih mampu mengangkat kepalanya seolah tidak terjadi apa-apa.Daffa tidak repot-repot menyembunyikan kekecewaannya pada saat itu juga, menajamkan tatapannya di depan semua orang di sana.Felix hampir langsung menyadarinya dan mengerutkan dahinya. “Di antara semua orang yang kukenal
Daffa bukan hanya terus menghampiri Felix, tapi seringai dinginnya tidak memudar sedikit pun. Pada titik itu, kedua orang itu baru mulai mengonfrontasi satu sama lain, tapi Felix merasa dia sudah kalah dari Daffa.Oleh karena itu, Felix tenggelam dalam pikirannya sampai siapa pun bisa mendengar roda gigi di dalam otaknya berputar. Dia mengerahkan seluruh kekuatannya yang tersisa untuk menghantam meja dengan kedua tangannya.Suara itu begitu menggemparkan ruangan itu sampai membuat Kate dan Edward tersentak. Mereka berdua butuh beberapa saat untuk menenangkan diri, tapi bahkan setelah itu, ketakutan terus membara seperti api di mata mereka.Sebaliknya, Daffa bahkan tidak merespons sedikit pun walaupun dia berdiri di depan Felix, yang mana di sana suaranya terdengar paling keras.Itu membuat Felix sangat bingung sampai seluruh warna di wajahnya menghilang. Sejak dia menduduki kursi pengemudi sebelumnya, dia sudah mempelajari setiap pergerakan Daffa, berharap bisa menemukan kelemahan
Semua mata tertuju pada Daffa, termasuk Felix, yang masih mencari rute pelarian. Ketika Felix melirik Daffa, pupilnya mengerut karena takut. Dia lalu memperhatikan Daffa memegangi buku cek dengan kedua tangannya, masing-masing tangan menariknya ke arah yang berlawanan sampai suara robekan memecah udara.Felix memucat seperti hantu saat itu juga. Pandangannya gemetar saat robekan-robekan cek itu melayang terjatuh ke lantai. Bahkan suara robekan cek itu menghancurkan hatinya menjadi berkeping-keping. Itu wajar saja karena itu adalah buku cek khusus dari bank.Tetap saja, perlu diingat bahwa buku cek itu tidak diberikan secara cuma-cuma oleh bank. Dia telah membayar harga yang sangat besar, mengorbankan banyak kekayaannya untuk mendapatkan satu buku cek ini.Tangan Felix mengepal ketika dia mengingat semua rintangan yang telah dia lalui untuk membuat buku cek itu. Matanya yang memerah menatap langsung ke arah Daffa, mengamati senyumannya yang tenang.“Tidak ada gunanya memelototiku se
Dari ujung matanya, Daffa menangkap Felix menghela napas lega karena kedatangan Erin. Dia menaikkan sebelah alisnya dan mencurigai hal yang sama seperti Edward. Kakeknya tidak akan memilih orang bodoh seperti Felix untuk melayaninya.Namun, itulah yang terjadi dan Daffa tidak tahu kenapa. Keraguannya hanya terus berlipat ganda di dalam perutnya ketika dia melihat interaksi Erin dan Felix yang tipis tapi signifikan.“Tidak perlu dipertanyakan—Erin 100 persen setia padaku. Kalau begitu, apa masalahnya di sini? Kenapa dia terlihat seperti mengenal Felix?” pikir Daffa sambil mengetukkan buku-buku jarinya ke meja. Beberapa detik pun berlalu, tapi dia masih tidak bisa memahaminya, jadi dia berbicara dengan tenang.“Erin, keluarkan salah satu buku cekku. Buku cek yang setiap cek nya bernilai 150 juta rupiah.”Mata Erin membelalak lebar terkejut, berpikir, “Tuan Halim tidak pernah memintaku untuk mempersiapkan uang sebanyak itu sepanjang aku melayaninya!”Meskipun begitu, raut wajahnya ya
“Dia memberi tahu saya bahwa Anda membutuhkan bantuan, tapi tidak ada banyak orang di Kota Almiron yang bisa Anda percayai. Terlebih Lagi, Keluarga Halim belum memeriksa orang-orang di Kota Almiron selama bertahun-tahun, yang berarti tidak ada cara untuk membuktikan bahwa kesetiaan mereka masih sama. Namun, salah satu dari mereka menjalani dan lulus dari tes itu, jadi dia benar-benar bisa dipercaya—orang itu adalah Felix. Pria itu memberi tahu saya bahwa Felix akan muncul di hadapan Anda sebelum pukul 1:00 malam ini dan akan memberikan bantuan yang Anda butuhkan.”Erin berhenti di sana dan melirik Daffa, mencoba memahami perasaannya mengenai hal ini. Kemudian, dia berdeham dan melanjutkan, “Saya rasa tidak ada yang salah mengenai hal itu, jadi saya menyetujuinya. Kemudian, dia memberi tahu saya bahwa tidak ada yang mengenal Anda di sini dan dia ingin tahu sewaspada apa Anda, jadi dia memutuskan untuk menghampiri Anda sebagai orang asing terlebih dahulu. Dia membutuhkan bantuan saya un
Kata-kata sudah ada di penghujung lidah Erin, tapi dia menahan diri untuk tidak mengatakannya di detik-detik terakhir. Saat dia menutup mulutnya, dia mengunci pikirannya ke dalam hatinya. Namun, dia tidak bisa menyembunyikan matanya yang memerah. Dia hanya menundukkan kepalanya dan bergegas pergi.Edward mengamatinya dengan lengan yang menyilang, pada akhirnya mengembuskan napas panjang. Dia tidak bisa menyangkal bahwa Erin telah melakukan kesalahan kali ini, tapi dia tahu itu tidak ada hubungannya dengan niat sebenarnya.Jika dia melihat permasalahan ini secara objektif, yang bisa dia katakan hanyalah Erin juga seorang korban. Jadi, tepat sebelum Erin menghilang dari pandangan Edward, dia berkata dengan lantang, “Setidaknya, kuharap kamu tidak muncul di sini saat ada aku.”Edward melihat Erin goyah, tapi itu hanya bertahan satu detik sebelum dia menghilang. Sebagai ahli bela diri, dia masih bisa dengan jelas mendengarnya berkata, “Terima kasih.”Edward menjadi tenang. Dia berdiri
Felix terkapar di lantai, matanya penuh dengan ketidakpercayaan. Dia yakin Daffa sedang berdiri di hadapannya dan tidak ada cara baginya untuk menyentuh kursi itu secara langsung. Matanya tiba-tiba membelalak lebar dan dia merangkak mundur, berteriak, “Kamu adalah ahli bela diri terbangkit!”Wajahnya memucat ketakutan dan suaranya menjadi tajam dan melengking. Itu adalah kebalikan dari dirinya yang biasanya, tapi ini hanya menunjukkan bahwa dia tahu siapa yang dia hadapi.Daffa menegakkan badannya dan mencondongkan badannya ke depan. “Apakah kamu masih berpikir kita akan menjadi teman baik?”Edward tertawa. Dia merasa lucu mendengar Daffa mengatakan itu. Pada saat ini, dia tiba-tiba mengingat kenapa dia merasa permohonan Erin begitu familier—dia telah mendengar wanita lain mengatakan hal yang sama persis sepertinya sebelumnya. Seketika, rasa kasihan Edward padanya berkurang setengahnya.Tawanya menarik perhatian Daffa, membuatnya menoleh ke arah Edward. Daffa berkata, “Singkirkan b
Wanita itu menjelaskan, “Aku kehabisan uang dan mereka bilang mereka akan membayarku dengan bayaran yang tinggi untuk melakukan ini. Yang perlu kulakukan hanyalah membawa kamera ketika datang kemari.”Daffa mengernyit. “Bagaimana caranya kamu masuk kemari?” Nada bicaranya dingin. Penjelasan wanita itu tidak berarti apa-apa baginya.Wanita itu menelan ludah. “Aku tidak tahu. Mereka menyuruhku untuk meminum ramuan, setelah itu aku kehilangan kesadaranku. Ketika aku terbangun, aku sudah ada di sini.”Daffa mengernyit mendengarnya. Wanita itu berseru, “Tunggu! Aku bersumpah aku mengatakan yang sebenarnya!”Dia tahu Daffa tidak puas dengan jawabannya, tapi hanya itu yang dia ketahui. Dia menatap Daffa sambil menangis saat Daffa berkata, “Apakah kamu perlu berteriak padaku seperti itu?”Dia berkata dengan gemetar, “Maaf, a … aku tidak bermaksud.”Mata Daffa masih dingin, tapi dia melepaskan wanita itu. Akan tetapi, ini tidak membuat wanita itu tenang. Sebaliknya, wanita itu menegang da
Bram menatap dia dengan tenang. “Mungkin kamu akan mempertimbangkan untuk memberitahuku kenapa kamu ada di sini jika kamu tidak ingin mati.”Pria itu tertawa terbahak-bahak. Daffa mengernyit dan berkata, “Bram, bawa dia pergi supaya kamu bisa menginterogasinya nanti.”Bram langsung mengulurkan tangannya untuk memegang pria itu—kecepatannya membuat mata Daffa berbinar. Seperti yang dia duga, Bram adalah ahli bela diri yang tampaknya lebih cakap dibandingkan semua orang yang ada di sana, termasuk Daffa. Ini membuat Daffa ingin bertarung dengannya, tapi ini tentunya bukan waktu yang tepat untuk itu. Dia berusaha sekeras mungkin untuk menahan keinginannya untuk menerkam Bram.Pada saat ini, Edward dan Briana muncul. Dari langkah kaki dan napas mereka, Daffa tahu mereka telah berlari sampai ke sini, membuatnya mengangkat sebelah alisnya. Dia menoleh untuk melihat ke arah pintu dan berkata, “Bram, tunggu sebentar.”Bram tidak tahu kenapa Daffa tiba-tiba menghentikannya, tapi dia melakuka
Daffa menunjuk ke arah kamar mandi saat dia berbicara. “Kamu bisa periksa kamar mandinya jika kamu mau. Itu sama saja seperti kamar mandi lainnya. Tidak ada apa pun yang memungkinkan aku untuk mengunggah apa pun di internet.” Dia menatap Bram yang masih terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu. Sebagai ahli bela diri terbangkit, Daffa langsung tahu apa yang Bram pikirkan dan bibirnya pun berkedut. Daffa menatap Bram dengan tatapan tidak berdaya dan berkata, “Dengar, kamera-kamera itu tidak ada hubungannya denganku.”Bram langsung menghela napas lega. Daffa menahan keinginannya untuk memutar bola matanya dan berbalik untuk melihat wanita tadi sambil mengetukkan jari-jarinya di sandaran tangan sofa. Suasananya menjadi sangat tegang hingga Bram menundukkan kepalanya lagi, memandang lantai.Setelah beberapa detik, Daffa berujar, “Bram.” Itu membuat Bram merinding dan menundukkan kepalanya makin dalam. Bram tidak dapat membayangkan apa yang hendak Daffa katakan dan keringat membasahi ken
Daffa mengangkat sebelah alisnya. Dia memegang leher wanita itu dan melemparkannya ke dalam bak mandi, membuatnya megap-megap karena dia berusaha bernapas. Daffa mengabaikannya, memakai celananya, dan meletakkan tangannya di kenop pintu. Di dalam benaknya, vila Keluarga Halim adalah tempat baginya untuk bersantai dan menjalani waktu yang damai, tapi tampaknya dia keliru. Dia membuka pintu untuk melihat Erin berdiri di sana dan bibirnya berkedut. “Kukira kamu akan menunggu di luar.” Dia tidak memakai atasan karena lemari pakaiannya ada di luar.Tentunya, Erin tidak menduga akan melihat Daffa seperti ini. Dia merona dan memalingkan diri dari Daffa, tapi tidak dapat berjalan pergi—rasanya seakan-akan kakinya dilem ke lantai. Namun, mungkin otaknya berhenti berfungsi dan tidak dapat menyuruh kakinya untuk bergerak. Bagaimanapun, Erin tidak pergi.Daffa tampak terkejut oleh itu, tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Alih-alih, dia berjalan melewati Erin dan memasuki ruang gantinya, muncul ke
Wanita itu tetap terdiam di tempatnya, terlihat terkejut. Daffa berniat untuk ikut berpura-pura seolah dia tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi dia sangat ingin menertawai akting wanita itu yang sangat buruk. Lagi pula, tidak ada pelayan Keluarga Halim yang akan mengenakan stoking setinggi paha saat bekerja. Namun, Daffa tahu dia harus berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja. Dia memasang ekspresi marah dan menggeram, “Aku jijik oleh keberadaanmu, jadi sebaiknya kamu menjauh dariku!”Mendengarnya, wajah wanita itu menjadi pucat. Daffa mengetukkan jemarinya ke tepi bak mandi, bertanya-tanya apakah dia terlalu kasar. Apakah wanita itu akan bisa melanjutkan aktingnya? Bibir Daffa berkedut saat dia memejamkan matanya dan berkata, “Ingat, jangan pakai apa pun selain seragam yang benar lain kali kamu bekerja … tidak peduli sebagus apa itu terlihat padamu.”Daffa merasakan kekejutan dan kesenangan wanita itu mendengar perkataan Daffa dan mendengar langkah kaki menghampirinya. Daffa m
Teivel membutuhkan tempat yang sunyi supaya tidak akan ada yang mengganggunya. Daffa menunggu hingga dia tidak dapat mendeteksi Teivel sebelum mendarat di tanah. Ketika dia melakukannya, orang-orang berjubah hitam itu perlahan membuka mata mereka dan tersadar kembali. Beberapa dari mereka mulai muntah-muntah ketika mereka melihat darah tikus dan potongan-potongan yang tersebar di sekitar mereka, tapi ini tidak memengaruhi Daffa.Dia bilang, “Maaf tidak sengaja mengetahui rahasia kalian seperti ini.” Orang-orang itu kembali tenang dan menatap Daffa. Daffa tersenyum dan berkata, “Kurasa ini adalah permasalahan yang perlu diselesaikan.”Pemimpin dari mereka melangkah maju untuk menghalangi yang lain dari pandangan Daffa dan berkata dengan pelan, “Semuanya bisa didiskusikan selama kamu tidak membiarkan Pak Teivel tahu tentang ini.”Daffa mengangkat sebelah alisnya. “Sayangnya, dia sudah tahu.”Si pemimpin menjadi pucat mendengarnya, tapi amarah mulai menggelora di matanya. Namun, beber
“Jangan khawatir, mereka tidak bisa melihatku. Kita akan baik-baik saja selama kamu tidak bergabung denganku di udara,” ucap Teivel.Daffa mengembuskan napas, meletakkan tangannya di balik punggungnya, dan melihat pemandangan di hadapannya tanpa bersuara. Ada darah tikus di mana-mana, bersamaan dengan potongan-potongan kecil daging. Dia merasa perutnya bergejolak, jadi dia menahap napasnya dan melayang, bergabung dengan Teivel di udara. “Pak, aku melihat percampuran amarah dan kesedihan di dalam matamu.”Teivel memejamkan matanya dan mengangguk. “Iya. Aku menggunakan metode rahasia untuk menelusuri ingatan mereka. Mereka telah melalui banyak hal, lebih dari yang seharusnya, sebelum mereka tertidur. Mereka mengalami berbagai macam kesulitan ketika aku bertemu mereka. Ketika aku membawa mereka bersamaku, yang tertua bahkan belum berusia tujuh tahun. Aku membesarkan mereka dan mengajari mereka cara membaca dan menulis, tapi aku tidak mengajarkan meditasi pada mereka. Aku hanya ingin mer
Jauhar menegang, tapi dia tetap berusaha sekeras mungkin untuk mempertahankan senyumannya. “Aku belum melihat teman-teman ayahmu dalam waktu yang lama, terutama setelah orang tuamu meninggal. Mereka semua memiliki alasan tersendiri untuk pergi.” Dia menarik napas dalam-dalam. Daffa tahu Jauhar merasa terganggu. Jauhar melanjutkan, “Pada saat itu, aku tidak dapat menerima kematian ayahmu dan aku akan menghargai kehadiran mereka. Setidaknya, itu akan membuatku merasa seperti dia masih hidup. Aku tahu mereka tidak diwajibkan untuk melakukan apa pun, tapi mereka bahkan tidak repot-repot menghadiri pemakamannya. Aku menolak memercayai satu hal pun yang mereka katakan!”Dia berusaha keras untuk menahan agar amarahnya tidak meledak-ledak, tapi dia mau tidak mau tetap gemetar. “Kamu tidak boleh memercayai mereka sepenuhnya, jadi ingatlah untuk jangan percayai ucapan mereka mentah-mentah. Lagi pula, tidak ada jaminan mereka tidak berteman dengan ayahmu dengan niat tersembunyi. Siapa yang tahu
“Ya, aku mengkhawatirkan hal yang sama. Tidak ada sihir ataupun meditasi yang akan menjaga jantung seseorang terus berdetak selama lima abad kecuali jantung yang berdetak di dalam mereka sekarang bukan milik mereka, atau ada hal lain dalam hal ini yang tidak kita ketahui.” Teivel menghela napas. “Bagaimanapun, sejarah kembali terulang. Apa yang terjadi lima abad yang lalu terjadi lagi sekarang.Daffa menggigit bibirnya dan mengernyit dalam-dalam. Kemudian, dia berkata, “Apa yang harus kita lakukan untuk mencegah situasi ini menjadi makin parah? Aku sejujurnya tidak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Kukira aku sudah memberantas orang-orang berjubah hitam, tapi di sinilah mereka, muncul di hadapanku lagi.”Teivel tertawa, tapi itu bukan tawa menghina. Dia berkata, “Mereka tidak bisa diberantas—tidak dengan cara yang kamu pikirkan—karena tidak ada yang bisa menghentikan dalang utamanya setelah aku mati. Aku mengenal lawanku dengan baik. Dia pasti telah melemparkan dirinya sendiri