Caka melotot menatap Mac dengan penuturan pria itu. Ia merasa tersindir, tentu saja! Tapi apa yang dikatakan Mac itu memang benar, Jenderal Raymond Harriys adalah ahli strategi. Itu sebabnya bisa menjadi seorang Jenderal Besar. Sesampainya di villa Mac langsung mengobati beberapa luka-luka yang ada di tubuh Caka. "Tuan Muda, beristirahat. Baru setelah itu nanti kita pikirkan bagaimana menghadapi masalah ini!" Tapi Caka sama sekali tak bisa tidur. iya terus memikirkan beberapa kepingan-kepingan kejadian yang sepertinya berhubungan! Hingga akhirnya Arjun datang bersama Nardo. Mereka duduk di ruang keluarga. "Syukurlah Kak Caka tak terluka parah!" ungkap Arjun dengan lega. "Terima kasih, Arjun. Kalian ambil bagian membelaku hari ini. Padahal dan bisa saja bergabung untuk meringkusku!" "Kenapa kami harus meringkus Kak Caka?" tanya Nardo heran. "Bukankah aku telah meracuni King Master?" "Kami idiot jika mempercayai akan hal itu!" sabut Arjun dengan tawa ringan. Ca
Caka bertolak ke lembah persik ditemani Arjun. Awalnya mereka menggunakan mobil, namun karena lembah persik berada di sebuah pulau, mereka pun harus naik perahu. Perjalanan naik perahu memakan waktu lebih lama. Sekitar lima jam. Arjun menghampiri Caka yang berdiri di pinggir dek. "Apa yang Kak Caka pikirkan?" "Zava, eh!" setelah mengucapkan gadis itu ia tiba-tiba sadar. Kenapa juga ia menjawab seperti itu. "Istri Kakak? Ya ... wanita itu memang pantas untuk dirindukan. Kalau aku jadi Kak Caka, mungkin _" Arjun tak melanjutkan kalimat ketika Caka menoleh dengan tatapan tajam. "Apa kau kekurangan wanita sampai harus membayangkan istri orang?" "Bukan begitu, Kak. Aku hanya berbicara jujur, melihat dari ekspresi Kakak Ipar di dalam foto, dia itu pastilah tipe wanita setia. Wanita yang setia patut untuk kita perjuangkan!" Arjun menghela nafas sejenak. "Aku bahkan belum menemukan satu pun, kebanyakan wanita di sisiku hanya memandang harta dan kesenangan saja!" akunya ju
Persembahan apa maksud wanita itu? "Jika kalian tak mau pergi, maka tinggallah di sini selamanya. Sebagai persembahan agar pulau ini tetap stabi!" ujar si wanita lalu kembali menyerang Caka. Caka yang memegangi lengannya yang tegores, langsung membuka mata lebar dan menghindar dari tebasan pisau itu. Saat si wanita menjulurkan lagi tangan berisi pisau itu, Caka menangkap pergelangan tangannya sembari ia memuat tubuh hingga berada di belakang si wanita. Tantann wanita itu terputar ke belakang. Dengan putaran lebih erat, sia wanita meraung dan pisau di tangannya terlepas. Selanjutnya Caka mengcengkeram leher wanita itu menggunakan tangan yang satunya lagi. Melihat ketuanya sudah tersandera, semua wanita itu pun berhenti menyerang. "Kami datang secara baik-baik, sama sekali tidak memiliki niat jahat malah kenapa kalian menyerang kamu?" "Sudah ketua kami katakan, orang asing dilarang masuk pulau ini!" seru salah satu dari mereka. "Aku sungguh sama sekali tak memilikinya nia
Wanita itu menatap Arjun dngan senyum miring. "Kau bisa meragukan aku, aku juga tidak memaksa kau percaya padaku!" "Aku percaya padamu!" ungkap Caka membuat Arjun melotot. "Kak Caka." "Jangan berburuk sangka tanpa bukti!" potong Caka kalau melangkah lebih dulu. Arjun mengepalkan tinju. Ia melihat tajam terhadap wanita itu saat melewatinya. Si wanita hanya menggeleng. Setelah Caka dan Arjun masuk, ia pun menutup pintu kembali. di sepanjang lorong gua itu sudah ada kumpul yang menempel pada dindingnya sebagai penerangan. Wanita itu berjalan lebih cepat sehingga berada di depan keduanya untuk memandu. Gua yang mereka tapaki cukup panjang juga, hal itu benar-benar membuat Arjun sangat khawatir. Ia takut wanita itu hanya menjebak mereka dan ingin mencelakai mereka. Maka dari itu Arjun sangat waspada dan tak pernah melepaskan matanya dari sosok wanita itu. Hingga akhirnya si wanita menekan salah satu dinding gua dan pintu gua pun mulai terbuka. Caka keluar lebih
Para wanita itu melotot mendngar ucapan Arjun. Mereka pun bangkit berdiri. "Ladys, karena tidak akan bisa mengalahkan Kak Caka. Jadi lebih baik jangan mengganggu urusannya!" "Kalian!" "Ada apa ini?" sebuah suara berwibawa muncul dari dalam bangunan. Caka dan Arjun langsung mengalihkan pandangan ke pemilik suara. Seorang wanita dewasa sekitar usia 40-an muncul, dia masih sangat cantik dalam usianya. "Guru!" semua gadis pun berlutut memberi hormat untuk beberapa saat. Pandangan mata wanita itu mengarah pada Caka. Tatapannya sangat tajam dan dalam. "Kenapa kau membuat kerusuhan di daerahku anak muda?" "Maafkan saya Master, saya datang ke sini hanya untuk mencari penawar yang katanya berasal dari pulau ini!" jawab Caka. "Penawar?" "Guruku terkena racun Pulau persik, dan penawarannya hanya ada di tempat ini!" jawab Caka. Wanita itu tampak mengangguk pelan. "Masuklah!" ujarnya lalu berbalik dan berjalan masuk. Caka tertegun, apakah ia salah dengar? Wanita
Malam itu Caka merasa gelisah, ia sama sekali tidak bisa memejamkan mata. Meski Arjun sudah terlelap bahkan mendengkur pelan. Akhirnya Caka pun bangkit duduk, "Kenapa perasaanku tidak enak seperti ini?" Ia benar-benar merasa sangat gelisah. Tiba-tiba saja ia melihat ada kelebat bayangan di depan pintu, ia memperhatikan dengan seksama area bawah pintu apakah hanya perasaannya saja atau memang ada bayangan di sana. Rupanya memang ada bayangan di bawah pintu dan lebih dari satu orang. Juga ada bisik-bisik meskipun ia tak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Caka akhirnya memutuskan untuk berpura-pura tidur. Ingin tahu apakah mereka hendak masuk kamarnya atau tidak. Kreeek! Derit pintu yang terbuka membuatnya mengulas yang tipis di wajah dengan mata yang masih terpejam. Apa yang ingin para wanita itu lakukan? "Mumpung mereka tidur ayo kita lakukan sekarang!" ajak salah satu wanita itu. Teman-temannya mengangguk dan langsung hendak membawa tubuh Caka dan Arjun. Tapi Cak
Caka masih menebak-nebak dalam pikirannya. Kira-kira para wanita ini menyembah setan apa di atas gunung seperti ini? sepertinya ini aja benar-benar sudah salah tempat. Tak mungkin Master yang memiliki penawar racun Pulau persik menyembah iblis kan? Sekarang Caka semakin yakin jika ia dan Arjun datang ke tempat yang salah. Mereka belum bertemu dengan master yang bisa membuat penawar racun Pulau persik. Gadis yang menuntun Caka kini berbalik, menatapnya dengan senyum miring terlukis di wajahnya. "Kau datang dengan suka rela untuk menyerahkan dirimu, jangan salahkan aku!" Caka menghela nafas dalam. "Aku memang datang dengan sukarela, tapi bukan untuk menyerahkan diri melainkan untuk membawa temanku kembali!" "Siapa pun yang sudah sampai di gunung ini tidak akan pernah bisa lolos!" ujar salah satu dari mereka. "Oya?" sahut Caka dengan santai. Lalu dengan gerakan cepat ia menyerang mereka semua. Semua gadis itu terperangah. Mereka tak menyangka jika pemuda itu rupa
Kedua mata Arjun melebar saat melihat Ailey mengayunkan pidau ke arahnya. Refleks ia meloncat dari batu. Ailey merasa kesal karena gagal menikam, ia lalu menyerah Arjun dengan kekuatannya, mengarahkan telapak tangan ke arah dada Arjun. Seiring gumpalan cahaya keluar, tubuh Arjun terpental dan terjerembab ke tanah. Ailey melangkah ke arahnya. Arjun mengelus dadanya yang terasa sakit. Ia menoleh Ailey yang datang padanya. "Apa yang terjadi? Kenapa ... kau menyerang kami?" "Kalian adalah persembahan untuk Dewi kemuliaan, yang akan menjaga tempat ini dari segala kerusakan!" "Persembahan? Dewi kemuliaan, ini konyol!" Ailey tampaj murka mendengar sahutan Arjun. "Berani sekali kau meragukan Dewi!" serunya menerjang Arjun. Seketika Arjun bangkit dan melawan. Di sisi yang lain Caka berhasil melumpuhkan semua anak buah Ailey. Ia langsung membantu Arjun melawan Ailey. Tubuh Ailey terpental mundur beberapa langkah oleh pukulan Caka di dadanya. Ia memegang dadanya dengan
"Caka, kenapa kau di sini?" tanya Lea dengan nada gemetar. "Aku ingin bicara denganmu!" Jawaban Caka sangat tenang dan dingin. "Kita ... bisa bicara di rumah." "Tapi aku ingin di sini!" Lea menelan ludah, entah mengapa ia meluhat sepupu iparnya itu tampak berbeda hari ini. Pemuda itu duduk di deoan kap mobil depannya, dan tak ada tongkat yang tampak ia gunakan. "Caka_" ucapan Lea terputu. saat Caka menarik diri hingga berdiri di atas kakinya dengan tegap. "C-Caka, kau ... kau bisa berjalan?" Caka menyimpulkan senyum kecut, "Aku bahkan bisa berlari ke hadapanmu dengan kilat!" Lea memundurkan diri, ia memiliki firasat tak baik itu sebabnya mencoba mancari jalan untuk melarikan diri. Sayangnya dari belakangnya, muncul Mac dengan ekspresi dingin. "Sebelum kita selesai bicara, aku tak akan membiarkanmu pergi!" ujar Caka menyeringai. "A-apa yang ingin-kau bicarakan?" "Katakan padaku, berapa kali kau memukul istriku?" Kedua mata Lea melebar seketika, rupanya gadis kampung i
"Untuk apa, Tuan?" "Aku suamimu, jadi aku berhak melihat seluruh tubuhmu tak terkecuali. Kau ingin membantah?" Zava menggeleng, ia pun menjulurkan kaki kirinya. Tak ada apa pun di sana. "Kaki yang satunya!" pinta Caka. Zava menelan ludah, dengan menggigit bibir ia pun menjukurkan kaki kanannya di sebelah sang suami. Caka menatap gelang kaki itu, ia memungkut kaki sang istri yang memakai gelang sedikit tinggi agar bisa mengamati gelang itu dengan jelas. Gelang itu terbuat dari titanium, itu berbentuk seperti gelang oada umumnya. Tapi melekat erat pada kulit Zava hingga meninggalkan bekas kemerahan di sekitar area gelang. Itu bukan karena sudah kekecilan, tapi sepertinya memang dibuat seperti itu. Caka memejamkan mata, meletakan telapak tangannya di atas gelang itu. Mengeluarkan sedikit energi untuk memeriksa. Rupanya di dalam gelang itu ada semacam energi yang digunakan untuk membelenggu. Gelang itu dibuat menempel pada kaki agar terhubung langsung dengan pembuluh da
Caka menatap wajah istrinya yang merona, wajah tanpa make up itu tampak segar dengan bibir kemerahan. Sebagai laki-laki normal, ia tentu tak bisa menolak pesona yang wanita muda itu tawarkan. Perlahan ia mendekatkan wajah, menutupkan bibirnya ke bibir sang istri. Zava memang terkejut, namun ia tak menolak. Ia terkejut karena selama ini pria yang sudah menjadi suaminya itu selalu dingin padanya. Bahkan terkesan membencinya. Ia tak pernah berfikir jika pria itu akan melakukan hal mesra kepadanya. Tapi malam ini ... pria itu menciummya. Antara ada rasa senang dan takut bercampur menjadi satu. Namun ia hanya melayani apa yang suaminya inginkan. Caka sedikit terkejut dengan respon wanita itu yang membalas ciumannya, memang Zava masih amatiran. Ciumannya masih sangat lugu, namun itu berhasil membuat Caka hilang kendali. Ia mulai melepaskan pakaian wanita itu satu persatu. Membalikan posisi mereka hingga Zava berada di bawahnya. Caka menatap wajah sang istri yang tampak s
Permasalahan di Akademi akhirnya selesai. Caka bisa bernafas dengan lega sekarang. Ia berhasil membersihkan namanya, bahkan mendapatkan pil dewa dan pusaka milik King Master. Ia mempelajari kitab 9 Matahari, ajaibnya ia hanya butuh beberapa hari mempelajari kitab itu. Padahal orang normal membutuhkan waktu hingg. berbulan-bulan. Bahkan ada yang sampai bertahun-tahun, tapi ia hanya butuh waktu hitungan hari. Ia pun mengembalikan kitab itu pada King Master sebelum pulang ke Nollyvia. "Kau yakin tak ingin membawa kitab ini?" tanya King Master meyakinkan. "Terima kasih, King Master. Saya sudah mempelajarinya, dan itu sudah cukup!" King Master menyimpulkan senyum. "Kau memang sangat spesial, baiklah. Aku akan menyimpan kitab ini sampai suatu saat ada orang yang juga pantas mendapatkannya." Ia menerima kembali kitab itu. "Saya juga sekalian pamit, sudah saatnya saya kembali ke Nollyvia!" "Kau akan kembali ke Nollyvia?" "Banyak hal yang tak bisa saya tinggalkan terlal
"Siapa kau?" pertanyaan Caka mengehntikan gerakannya. Pria itu menoleh, hanya beberapa detik karena setelah itu ia tetap menganbil kitab yang ada di dalam kotak. Kemudian pria itu pun melarikan diri, Caka segera mengejarnya. Meraih pundak pria itu lalu membalik tubuhnya, sang pria yang mengenakan pakaian serba hitam itu pun langsung menyerangnya. Mereka harus baku hantam. Di sela pertarungan Cakara mencoba untuk merebut kitab yang ada di salah satu tangan pria itu. Namun rupanya pria itu sangat tangguh, ilmu bela dirinya di atas yang dimiliki oleh Caka. Bahkan Caka terkena serangan beberapa kali, tubuhnya sempat terpental dan membentur dinding. Tapi ia tidak akan membiarkan orang itu berhasil membawa kitab 9 Matahari. Caka bangkit lalu kembali mengejar pria itu keluar ruangan. Ia mengikutinya menapai lorong sempit, menuju ke pintu keluar yang lain. Caka mengejarnya hingga keluar dari pagoda. Di luar justru ia semakin bebas menyerang pria itu. Pukulan dan tendangan mewarn
Kay meninggalkan ruangan itu dan langsung mencari Guru Yu. "Kaley, jadi sekarang dia mengincar kitab 9 Matahari?" "Benar, Guru." "Kurang ajar! jadi dia sengaja datang ke akademi hanya untuk mencuri!" "Kita harus menangkap mereka!" "Kita tangkap mereka saat hendak mencuri kitab itu, kau awasi terus saja. Kapan mereka akan beraksi!" Sementara di kamarya. "Apa kau yakin jika Kay itu adalah mata-mata para master?" tanya Toru. "Guru Yu yang membawanya secara tiba-tiba, padahal sudah jelas sejak King Master sakit, akademi sudah tidak menerima murid baru lagi!" sahut Kaley. "Tapi kenapa kita harus sengaja memancing mereka, bagaimana jika kita gagal mencuri kitab 9 Matahari dan kita lalu tertangkap. Kita akan mendapatkan hukuman yang berat!" "Aku memiliki rencana, kita memang akan menjadi umpan untuk mengalihkan perhatian mereka. Sementara, akan ada orang lain yang mengambil kitab itu!" Efran dan Toru saling pandang lalu kembali menatap Kaley. "Keluargamu?" "Misi kali
"Menyamar?" seru semua orang. Caka mengangguk. Hanya dengan menyamar ia bisa bergerak leluasa di area Akademi. "Ide itu tidak buruk, tapi bagaimana kau akan mengungkap pelaku yang sesungguhnya?" sahut Yu Long. "Kita lihat saja nanti!" Akhirnya guru Yu mmebawa Caka kembali ke Akademi, dan kali ini ia akan menginap di asrama. Biarkan Mac sementara berada di rumah Arjun. Guru Yu mengenalkan Caka yang saat ini mengenakan kaca mata tebal, tahi lalat di bawah mata dan kumis tipis itu sebagai Kay. Kay mulai menjalani aktifitas seperti murid lainnya. Ia sengaja menjadi murid yang pendiam dan jarang berbaur. Saat diam ia bisa mengamati semuanya. Saat melewati paviliun belakang, samar Kay mendengar sebuah suara. Jadi ia pun bersembunyi di belakang pilar besar. "Jangan khawatir, Ayah. Sebentar lagi aku akan mendapatkan kita 9 Matahari. Dengan kitan itu, kita bisa meramu pil dewa sendiri!" Kay sangat terperangah, sepertinya orang itu sedang berkomunikasi melalui handphone.
Leo menatap Caka dengan tak percaya, ia snagat terkejut akan hal itu. Kabar burung yang ia tahu pemuda bernama Caka itu yang mencuri pil dewa. Tapi apakah benar, memang ayahnya yang sengaja memberikan pil dewa pada Caka? Leo kemudian menatap King Master. "Ayah, benarkah itu? Ayah yang memberikan pil dewa kepada Caka?" King Master memejamkan mata sejenak, "Iya. Aku memang memberikan pil dewa padamu!" Caka menghela nafas panjang, sementara Leo mengeraskan rahang. Bahkan dirinya yang merupakan putranya tidka berhak mendapatkan manfaat dari pil dewa. Tapi kenapa anak ingusan seperti Cakara bisa? "King Master, kenapa _" "Aku memiliki alasan, pil dewa todak kuberikan kepada sembarang orang. Kau memiliki aura murni yang sangat kuat, di dalam darahmu ... mengalir darah dari seseorang yang tidak biasa. Tapi selama ini, tubuhmu terkunci karena banyaknya racun yang kau terima!" "Ya, sejak kecil ... bibiku memberiku racun agar aku tak bisa pulih. Sebenarnya tubuh ini ...," Caka tak
"Kita pergi sekarang!" ujar Caka dengan tegas. "Aku dengar King Master dirawat di kediamannya di vila La Gracille. Di sana penjagaannya sangat ketat!" tukas Ryuka. "Iya, takutnya ada musuh yang memanfaatkan kondisi King Master untuk mencelakainya lagi!" imbuh Nardo. "Tak apa, aku akan ke sana bersama Mac!" "Kak Caka, aku ikut!" pinta Arjun. "Kau sudah cukup banyak membantu, Arjun!" "Siapa tahu Kak Caka membutuhkan bantuan di sana!" Setelah berfikir sejenak akhirnya Caka mengijinkan Arjun ikut bersamanya. Bahkan Ryuka juga. Mereka pergi bersama-sama ke kediaman King Master. Di pintu gerbang, para penjaga melarang mereka masuk. "Katakan pada Tuan kalian, aku membawa penawar untuk King Master!" "Banyak yang berkata demikian, tapi semuanya pembohong!" jawab si pengawal. "Aku tidak berbohong, aku membawanya langsung dari pulau persik. Griselda yang memberikannya!" Pengawal itu tampak berdiskusi dengan temannya beberapa saat. "Baiklah, tunggu di sini!" ujar si pengawal