Bab 58: Rangkaian Kejadian Di Pos 4"Yang saya dan teman-teman lihat, Muji berbicara dengan bahasa Jawa. Arwah itu adalah korban yang hilang karena kena hipotermia. Ada tiga orang yang meninggal bersama arwah itu, mereka semua pendaki."Dua korban lainnya sudah ditemukan, tapi hanya dia yang masih hilang. Dua korban itu adalah sepasang laki-laki dan perempuan. Mereka asalnya dari Solo."Beberapa kali Muji menangis, lalu tersenyum dan tak lama malah tertawa mengerikan. Ternyata ia suka dengan si pria yang sudah menjadi kekasih sahabatnya itu."Istilahnya, mati penasaran karena cintanya tak kesampaian."Keempatnya mulai sedikit merasa geli tapi juga iba secara bersamaan. Mereka tak boleh menertawakan peristiwa tragis itu."Saat Muji siuman, ia langsung bertanya pada kami. Ada apa, kenapa pada berkumpul disini? Yah, kami tidak ada yang jawab."Putrapun merasakan ada kesamaan dengan apa yang dialami Muji. Ketika kala itu ia sempat akan mengalami kerasukan saat melihat perempuan di jurang.
Bab 59: Dibalik Cerita Sebenarnya Pagi menjelang, Pak Karto masih duduk di sisi teras dekat tempat wudhu. Tapi sejak semalam Ryan sengaja memasang minicamnya dibalik jaket tanpa sepengetahuan yang lain, termasuk Pak Karto sendiri.Ryan memasangnya saat ia membereskan bungkus makanan yang berserakan.Rendy dan Deny mandi di kamar mandi Mushola yang jumlahnya ada dua. Satu hanya untuk mandi saja dan semuanya harus membayar infak seikhlasnya di kotak samping pintu.Tinggal Rendy yang masih baru terbangun, ia mengulet. Memang wajar saat ini ia kesusahan bangun, karena paling larut tidur.Ia bertanya pada Pak Karto karena sempat mengobrol semalam, "Bapak tidurnya nyenyak sekali tadi malam, kalau capek istirahat saja."Pak Karto masih diam, duduk sambil menyesap rokoknya yang hampir habis itu. Ia mengeryit, lalu mematikan puntung rokoknya dan menjawab Rendy yang masih malas-malasan. "Tadi pagi waktu kalian sholat Shubuh, aku kan tidur. Kenapa tidak dibangunkan?" tanyanya kebingungan.Henda
Bab 60: Berdalih Dari KesalahanSeringnya mereka mengalami hal-hal mistis membuat, membuat merek tak terlalu takut. Seperti sudah jadi makanan mereka sehari-hari. Mereka cenderung bersandar pada kepercayaan yang masih kental unsur tradisinya. Mereka yang hidupnya penuh kesederhanaan, tentunya tidak terlalu membuat nyali mereka seperti kebanyakan orang jaman sekarang.Pak Karto enggan berlama-lama di ruangan yang sama dengan Pak Kades. Ia salah tingkah saat beradu pandang dengan orang terpenting di desa itu.Mungkin jika Pak Kades tidak mencurigainya, pasti Pak Karto juga biasa-biasa saja.Terlebih isi rekaman itu sebenarnya tidak mengindikasikan sesuatu. Tak ada yang membuat Pak Kades harus marah padanya, begitu semestinga pola pikir Pak Karto."Saya mau pamit, nanti kita bisa saling berkabar lagi." Singkat ia berpamitan, dan menyalami semuanya yang ada di ruang itu.Meski tampak cukup tergesa, tapi ia merasa wajar saja.Pak Kades berusaha menahannya, "Kok terburu-buru sekali sih. Ki
Bab 61: Hal Yang Tak Bisa DitawarPak Karto mulai merasa suatu ancaman yang menyerangnya secara bersamaan, dan itu sanggup membakar emosinya hingga tanpa sadar ia mengepalkan tangannya.Semakin dihujat, semakin kuat ia mempertahankan prinsipnya. Ia menggertakkan rahangnya, tapi masih sanggup menahannya. Terbersit di wajahnya seperti tidak terjadi masalah yang besar.Setiap kali ia mendengarkan ucapan penuh kebencian itu, ia menyungging senyum sekilas. Tapi siapapun yang melihat pasti paham artinya.Hatinya mulai terbaca Pak Kades sampai terpaksa memaksanya mengambil satu keputusan.Pak Kades mulai cermat, ia tidak menekan Pak Karto lebih lama."Saya akan mengamankan saja, tidak akan membakarnya. Nanti kita simpan di brankas besi. Jimat Bapak tidak akan ada masalah, saya jamin," jelas Pak Kades sebatas candaan satir."Tapi, benda ini harus ada didekat orang. Dan ini tidak boleh ditaruh di sembarang tempat." Kembali pemilik jimat itu berargumen. Ia mengingkari ucapannya sendiri, dan mak
Bab 62: Dendam dan Amarah Pak KartoSuster Renata telah meninggalkan ruangan mereka. Tapi jelas saja Putra masih ingin menyimpan nomornya meskipun masih belum ia dapatkan."Kita tidak perlu meributkan hal-hal yang tidak perlu. Asal ada Iman saja, kita percaya ada rizki dari Alloh. Bukankah yang kita cari dalam hidup adalah keberkahan?" ulas Pak Kades melanjutkan topik yang sempat terjeda tadi."Bukan hanya itu saja, kasus yang sekiranya tidak pernah kita tahu jadi terbongkar. Jadi miris saya mendengarnya. Apalagi jaman seperti sekarang yang sudah sangat modern dan tidak patut dijadikan bahan pembicaraan. Bagaimana dengan generasi penerus kita nanti?" imbuhnya panjang lebar."Banyak dari kita yang masih kurang edukasi, tapi khayalan terlalu tinggi." Pak Parjo yang lebih tua menambahkan opininya."Sama saja dengan istilahnya mendaki gunung tapi hanya dalam mimpi. Ya jelas tidak kamana-mana," ujarnya mempertegas opini tadi."Iya, yang terlihat saat itu orang kaya itu hidupnya enak. Tidak
Bab 63: Kehilangan Jejak RendyRendy mulai merasa saat ini ia harus memutuskan sesuatu, meski tujuannya belum jelas. Tak mungkin ia mengubah perspektifnya hanya dalam sedetik waktu."Enak saja, mereka pikir bisa senang-senang. Sementara aku, tidak seberuntung mereka. Aku nggak mau dijadikan bahan lelucon si Arya, nggak sudi lah!" gerutunya saat duduk di bangku ruang tunggu.Ia mulai memikirkan untuk menuliskan sepucuk surat yang cuma seadanya untuk semua teman-temannya di Rumah Sakit tempat Pak Parjo dirawat."Sepertinya aku harus membuat mereka lebih paham perasaanku. Aku bukan pecundang, aku tidak menyedihkan. Mereka akan tahu kalau aku sudah pergi nanti!" lanjutnya masih dalam emosi yang membutakan pikiran jernihnya.Meski sedikit berat, ia mencoba memusatkan pikirannya agar mampu menuntaskan permasalahan seputar konflik perselisihan kisah romansa mereka.Diawali dengan sedikit rasa ragu, ia mencoba menata niat yang mulai bulat. Dalam hati ia berdo'a mengambil keputusan final itu.
Bab 64: Munculnya Sosok Dari Jaman KerajaanDetik waktu mulai terasa lambat, seperti tidak ada arah dan tujuan. Tapi hal itu makin mendesak Rendy untuk mengeksplor dan memanfaatkan lebih banyak kesempatan sebagai seorang publik figur dadakan. Meskipun masih dalam lingkup yang terbatas, dan iapun masih belum yakin sepenuhnya akan berhasil di langkah pertama.Saat ini Rendy berdiri diantara lengangnya situasi, bergelut dengan pikirannya sendiri. Mensiasati sebuah pencapaian ditengah udara yang tak lagi pengap dengan aroma khas rumah sakit. Dalam kesendirian, Rendy mengumpulkan nyali dan tenaga yang masih ia sisakan untuk pendakian solonya.Yang ada di pikirannya saat ini mengarah pada satu cara untuk tetap eksis. Ia mencari banyak info tentang seputar aktifitas seperti 'Solo Camping' yang kini jadi trend ditengah banyaknya para Youtuber. Satu yang tampaknya ingin ia jalani demi menjaga pamornya. Tentunya ia memilih hal ini karena merasa mampu dan yakin akan memiliki banyak pengikut baru
Bab 65: Kilasan dan Rahasia Dalam PrasastiBerdua, Kang Arya dan Tondo menapaki jalanan yang cukup padat dengan motor masing-masing. Menempuh jarak puluhan kilometer dengan peluh yang mulai membasahi kening. Matahari pagi menjelang siang itu cukup menyengat saat menerpa wajah kusut dua pemuda yang merasa bersalah atas semua yang terjadi dalam beberapa waktu itu.Semua yang sudah mereka usahakan, nyatanya tak juga bisa mempersatukan para sahabatnya seperti semula. Hingga satu-satunya cara yang mereka lakukan adalah dengan kabar bohong.Ada semacam dilema yang kian terasa oleh diri Kang Arya sebagai pemimpin teamnya yang terus melawan kata hatinya. Ia jadi merasa tak pantas, egois, dan tak mampu menjadi sahabat apalagi pemimpin.Sesekali ia melempar pandangan ke atas langit dan mempertanyakan segalanya meski terkadang ia masih saja memikirkan kembali mimpinya saat itu.Tondopun juga merasa firasatnya kurang membuatnya nyaman. Sampai-sampai ia hampir saja menabrak kucing yang melintas di
Bab 80: Akhir Sebuah Keputus-asaan Semuanya kini dihadapkan pada satu keadaan yang sulit, dimana segalanya pasti akan berakhir, seperti saat pertama kali memulai. Segala perwujudan kuasa Sang Khalik yang memaknai perjalanan itu, dimana tak ada detik waktu terbuang percuma untuk menemukan kesejatian diri yang pada awalnya terabaikan. Serupa manusia yang lalai meski juga banyak yang sadar siapa dirinya saat segala rintangan menghadang. Meski waktu yang mereka lalui masih sangat singkat. Perjalanan kali ini semestinya menyadarkan semuanya bahwa mereka berpacu dengan tambahan dinginnya angin di ketinggian ratusan meter diatas laut. Diantara rindang dan desau hembusan angin yang perlahan memasuki kerongkongan mereka setelah sebegitu beratnya digunakan untuk bernafas. Para pendaki Gunung Lawu malam ini sudah sampai ke tempat yang mereka tuju. Dinginnya angin meresap ke dalam pori-pori. Bulan yang tadinya bersinar terang, kini mulai meredup. Suasana temaram yang sangat kental terasa o
Bab 79: Kedatangan Sesepuh Ke Lokasi Pendakian"Kata sesepuh lebih baik kita duduk saja. Jangan berbuat apa-apa selain kita bacakan do'a. Biarkan saja si Cahyo begitu, atau kita ikat saja biar tidak lepas!" kata Adhya pada Agung. Mereka membuat satu keputusan ditengah kegentingan situasi itu. Sesepuh mereka yang memberikan saran seperti itu sebelumnya.Tak banyak bicara, Edi segera mengambil tali yang ia bawa dalam backpacknya. "Diikat dimana memangnya? Jangan bikin masalah lagi pokoknya, nanti bisa-bisa kita semua disini yang kena resikonya!" keluhnya meski tetap akan ia lakukan saja apapun yang bisa ia lakukan."Santai saja lah, yang penting Cahyo tidak lepas. Kan kita jadi capek kalau memegangi dia terus menerus!" balas Adhya.Mereka langsung membawa Cahyo dengan sedikit kesulitan lalu mengikat tangannya kebelakang badannya agar tidak banyak memberikan perlawanan yang pastinya membuat semuanya harus kerja keras lagi nantinya.Cahyo masih dalam kondisi tak sadar, seperti pada fase d
Bab 78: Kerasukan Saat Pencarian Tondo dan WildanSaat ini, Kang Arya sesekali melihat Ki Sapta Aji tepat di sampingnya. Betapa kehadiran Ki Sapta Aji sangat penting perannya, membuat perjalanan mereka tak lagi begitu melelahkan. Tenaga yang ia habiskan takkan percuma lagi.Kehadirannya seakan menambah energi baru, layaknya sinar matahari yang datang setelah hujan badai dan petir.Impas membayar segala komitmen dan kerja keras yang telah maksimal mereka kerahkan, bahkan sampai berkorban segalanya.Team SAR kedua akan datang dari arah Selatan, sedangkan team SAR pertama berhasil menemukan jejak kaki ketiganya yang terlihat sangat jelas seperti baru saja dilalui oleh pendaki.Agung selaku ketua, mendapati jejak di atas tanah. Ia menyalakan senternya lalu berkata, "Tunggu, apa kita harus mengikuti arah jejak ini?"Beberapa dari anggotanya spontan ikut melihat, dan tampaknya mereka juga memikirkan hal yang sama."Itu tandanya kita selangkah lebih dekat untuk menemukan mereka, ayo berpencar
Bab 77: Bertemu Dengan Ki Sapta AjiKang Arya kembali menjelaskan, khawatir mereka tidak paham saat melewatinya. Seperti saat mereka mengacaukan pertemuannya dengan Eyang Prabu. Meskipun itu bukan disengaja, tapi setidaknya kali ini sudah bisa diantisipasi. Wujud yang tak tampak pastilah sangat menyulitkan mereka yang tak peka. Seperti menuntun orang buta, meski kenyataannya kondisi mereka malah senormalnya manusia."Gerbang itu hanya berjarak satu meter saja, tapi wujudnya sebenarnya sangat luas. Jadi pas nanti ada dua batuan besar, disitu tempatnya. Tapi kita harus melewatinya dengan mata tertutup. Dan jangan lupa, baca do'a dalam hati!" perintah Kang Arya. Ia mencoba membuat dua rekannya patuh padanya dengan sedikit memprovokasi dengan menutup mata."Terus, kalau kita mengintip saja boleh nggak?" protes Tondo yang selalu antusias menginterupsi. "Kalau merem, takut salah masuk," lanjutnya tanpa menoleh lagi. Ia ingin mengambil peran selama perjalanan itu."Kita berbaris, aku yang di
Bab 76: Mengungkap Wujud Asli Eyang PrabuTentu saja, Kang Arya mengambil langkah panjang seperti setengah berlari. Meninggalkan mereka yang saling terpaku dan berpandangan. Tondo memberi isyarat pada Wildan sembari mengedikkan bahu dengan perasaan bercampur aduk antara mengikutinya atau tidak.Dalam pikiran Tondo saat ini, ia merasa Kang Arya sangat bersikeras dan tidak main-main. Semua itu karena waktunya semakin mendesak untuk terlalu berbicara bertele-tele dan harus mengambil keputusan itu secepatnya.Hal yang juga ada dalam benak Wildan, sesuatu terasa berbeda ia rasakan sebelumnya dari seorang leader itu. Semangat Kang Arya yang tadinya tampak meredup, telah kembali. Sudah sepatutnya ia senang, meski dibaliknya ada rasa takut yang sedikit banyak mendera pikirannya.Takut jika suatu saat Kang Arya berubah lebih jahat ketika kembali terbentur kekecewaan saat yang datang ternyata hanya sebuah kegagalan untuk kesekian kali.Tondo mengedipkan matanya, membuat isyarat pada Wildan, dan
Bab 75: Berdialog Dengan Penduduk Alam JinJalur menuju Pos terlewati satu demi satu tanpa halangan yang berat dan tampaknya mereka benar-benar sangat fokus saat ini. Tak banyak drama yang terjadi meski sesekali mereka mengabadikan momen dengan ponsel yang mereka bawa.Situasi sangat kondusif, tapi meski begitu Tondo tetap ingin menuntaskan rasa penasarannya dengan pertanyaan yang membuatnya seperti ingin mencoba menguji nyali dengan Kang Arya yang berada tak jauh darinya itu.Kaki mereka mulai sedikit merasakan penat, dan yang mereka butuhkan adalah sekedar mengalihkannya adalah dengan hal-hal ringan seperti ini."Setelah ini akan ada apa lagi, Kang?" ucapnya. Tondo menoleh dan berusaha mendekat tanpa takut membuat sedikit kontroversi, apalagi yang diajak bicara sedang dalam kondisi tidak mood sama sekali untuk mengobrol."Apanya? Kamu kalau ngomong yang lengkap sedikit kenapa sih?!" cela Kang Arya dengan wajah masam yang sudah familier dimatanya.Ia mengambil sesuatu dari kantong ran
Bab 74: Tugas Yang Diemban Kang AryaMalam itu dalam penginapan, mereka tertidur pulas. Hari yang dirasa singkat bagi jiwa-jiwa yang teramat lelah sedang mencari jawaban atas harapan yang tersisa, dan ribuan pertanyaan dalam benak mereka saat ini.Kang Arya masih belum bisa mengistirahatkan diri sepenuhnya ditambah suara dengkuran dua kawannya yang lainnya.Tersembul segala pemikiran dalam benak Kang Arya saat ini. Apakah ia sanggup mengembalikan semuanya? dan bagaimana harusnya ia menghadapi pertanyaan dari pihak keluarga mereka nantinya?Atau, bagaimana jika ia tidak pernah lagi bisa membawa mereka dalam keadaan utuh? Atau lebih parahnya lagi, jika mereka kehilangan sahabatnya untuk selama-lamanya tanpa ada penjelasan pasti.Seribu pertanyaan kian santer mendera diri Kang Arya sampai tak sadar iapun akhirnya terlelap. Hingga beberapa menit berlalu, belum juga lepas dari pikiran buruk, ia mengalami kejadian aneh yang datang lewat mimpinya.Dalam mimpinya, ia melihat bayangan putih men
Bab 73: Kekuatan Yang Hampir SempurnaKang Arya dengan kekuatan barunya yang kini mulai terbakar dengan api amarah, semakin keras memberikan perlawanan. Dengan lantang, ia terus meneriakkan satu nama untuk menantang duel dengan sosok pembawa petaka itu.Kata-katanya bagai menembakkan peluru angin yang menyasar ke segala penjuru, ditambah kekuatan suaranya yang terdengar gahar dan mengerikan."Kau makhluk terkutuk bernama Argadhana!! Keluar kau sekarang! Dasar pengecut!!" pekiknya dengan suara bergema sampai beberapa meter jauhnya. Membuat anginpun enggan bertiup. Keadaan hening, langitpun semakin gelap.Seperti sebuah skema di alam semesta yang mengikuti perputaran Matahari, begitupun saat ia berteriak, menggelegar, hingga bagi siapapun yang mendengar pasti ciut nyalinya.Karena ia benar-benar yakin semua ini adalah ulahnya. Tanpa berpikir panjang lagi, berdasarkan hasil penerawangannya dan ditambah hipotesanya. Ia mulai mencari wujud sosok yang dianggap bertanggung jawab atas hilang
Bab 72: Perubahan Rencana Barisan kerikil tajam yang menghadang, tak lagi mereka rasakan. Akan terus mereka terjang dengan berjalan diantara lintasan menanjak yang melelahkan yang tak lagi mereka risaukan. Yang terpenting saat ini adalah segera menemukan kemana hilangnya rekan mereka dalam team PURADEMO.Kini saat mereka sedang berada di antara kebimbangan, tak terlihat ujungnya sampai seseorang dari mereka bertutur, "Terpaksa kita meminta bantuan mereka sekarang. Bagaimana, kalian setuju kan?" usul Kang Arya agar segera meminta bantuan team SAR sebagai upaya mempersingkat waktu.Tondopun menegaskan dengan menjawab, "Loh, ya memang harus. Jangan sampai kita terlambat meminta bantun team SAR secepatnya, Kang!""Setuju, kita mestinya gerak lebih cepat mengeksekusinya. Jangan sampai kita gagal dalam misi ini!"sambung Wildan yang mulai terkuras tenaganya."Baik, kalau begitu biar aku hubungi sekarang," sahut Kang Arya mengakhiri keputusannya. Ia mengirimkan pesan teks ke kode nomor team S