Melihat semua terdiam, Nawang segera memulainya.“Bercinta dengan sepenuh hati itu bukan semata-mata kita ingin segera menuntaskan hasrat. Kita bisa memulainya dari hal kecil. Memegang tangan, misalnya. Ayo Damar, kita ajari mereka-mereka ini sekali lagi!” ajak Nawang.Dengan senang hati Damar mengangguk. Ia pun merasa senang jika ditonton. Apalagi yang menonton adalah Citra. Di otaknya, ia membayangkan Citra sedang menghasratinya dan menginginkan tubuhnya.Saat itu Citra dilanda gelisah. Haruskah ia menonton? Ia merasa bersalah kepada Rangga apabila harus menonton percintaan Nawang dan Damar meski ia sebenarnya penasaran dengan apa yang akan dilakukan oleh mereka. Rasa bersalah itu muncul sebab bagaimana pun, melihat orang bercinta bukanlah hal yang pantas untuk dilakukan.Namun di satu titik itu, Citra merasa dilema. Jika ia pergi begitu saja, ia berpikir mungkin yang ia lakukan malah akan membuat yang lain merasa tidak enak juga. Serba salah.Maka untuk sesaat, Citra mencoba mengik
Rani tidak tahu dan tak mendengar apa yang dibicarakan Citra dengan kakaknya. Dan ketika sore tiba, Teja datang membawa beberapa barang dan pakaiannya ke rumah Citra.Rani terkejut ketika ia tahu Teja akan tinggal di rumah itu untuk sementara waktu.“Ketemu lagi, Rani! Kini setiap hari kau bisa melihatku!” kata Teja sambil tersenyum geli melihat perempuan itu menatapnya dengan tatapan kesal.“Huh! Bikin rusak pemandangan!” kata Rani. Pertemuan awalnya dengan Teja memang tidak bagus sehingga sampai hari itu pun ia masih sebal. Rasanya tidak puas jika tidak beradu mulut.“Hati-hati bicaranya! Bisa-bisa kau akan jatuh cinta padaku!” ledek Teja.“Jangan mimpi! Aku sudah punya kekasih yang tampan!” kata Rani sengit.Citra terkekeh mendengarnya. Ya, untuk mengusir suasana sepi, memang cukup mempertemukan Rani dan Teja.“Memangnya ada yang mau denganmu?” tanya Teja sambil menaikkan alisnya.“Tentu saja ada! Kau pikir aku tidak laku! Memangnya kau perjaka tua. Kau tak hanya menyebalkan. Tapi
Teja berjalan mendekat menatap sedemikian rupa sosok Bayu sambil mengingat siapa kira-kira lelaki itu sebab ia merasa pernah melihatnya.Lalu Teja menyapa sejenak dan berkenalan. Ia pun merasa tak enak berlama-lama di sana untuk ‘menyelidiki’ dengan cara mengajak mengobrol sebab Rani tampak tidak suka.Maka Teja masuk ke dalam rumah itu. Damar dan Nawang terutama, pada akhirnya kaget juga mendapati Teja ada di rumah itu dan apalagi setelah Citra mengatakan jika Teja tinggal di rumah tersebut selama Rangga dipenjara.Maka kemudian, tak ada alasan bagi Nawang dan Damar untuk menginap di sana atau berlama-lama karena malam pun semakin larut. Apalagi mereka hanya berkunjung biasa tanpa memiliki keperluan khusus.Dan mereka pun pulang.Di jalan, Nawang berkali-kali mengumpat karena hal itu.“Bagaimana ini! Kita jelas tak akan bisa leluasa menjalankan rencana jika ada Kang Teja tinggal di sana! Siang hari, Citra sibuk dan rumah itu ada banyak orang yang datang dan pergi. Citra pun juga haru
Keesokan paginya, begitu bangun tidur, Teja segera ke kamar mandi di belakang rumah karena sudah kebelet pipis dan karena itulah ia bangun pagi. Mata masih sepet. Nyawa belum sepenuhnya terkumpul.Namun kemudian begitu ia masuk ke dalam kamar mandi, di sana ada Rani yang sedang jongkok dan mengeluarkan sesuatu dari dalam tubuhnya.“KYAAAA!!! DASAR-MESUM!!!” teriak Rani yang kaget mendapati Teja tiba-tiba masuk.Kantuk Teja seketika lenyap mendengar teriakan itu. Ia kaget setengah mati dan mematung.“KELUAARRRR!!!” kata Rani sambil langsung berdiri dan melemparkan gayung tepat mengenai kepala Teja.Teja tersadar dan segera keliar dari kamar mandi sambil mengusap kepalanya yang sakit. Rani masih mengomel-ngomel sebab tadi pakaiannya basah karena ia buru-buru berdiri padahal ia belum tuntas mengeluarkan pipisnya. Teja segera pindah ke kamar mandi lain. Jantungnya berdebar-debar. Malu juga karena pasti setelah ini Rani menuduhnya mengintip.‘Sial!’ ucap Teja dalam hati sambil bergidik beg
Bayu pada akhirnya memang memilih untuk menghilang setelah ia mempertimbangkan banyak hal. Ia tak memberi tahu Nawang dan Damar. Ia tak peduli jika dua orang itu marah kepadanya. Sebab apa yang akan ia dapatkan nanti tak akan sebanding dengan resikonya.Maka pada hari-hari yang berlalu cepat itu, Bayu tak pernah muncul lagi.Rani mulai putus asa mana kala ia tahu jika ia hamil. Ia memang senang pada awalnya. Namun Bayu tak kunjung muncul dan mendatanginya. Damar dan Nawang pun juga pada akhirnya memilih untuk mengatakan tidak tahu kemana dia pergi dan kenapa pula dia tak kembali.Sempat Rani berpikir jika Bayu mendapatkan masalah di perjalanan. Ia sempat pula mengatakan kepada Citra jika ia ingin mencari Bayu. Namun Citra melarangnya sebab Rani sedang hamil muda.Hingga akhirnya, sore itu pun, Teja tidak tega. Ia menghampiri Rani yang sedang duduk melamun di saung depan rumah sendirian.Rani masih bersikap cuek kepada Teja meski selama beberapa waktu belakangan itu mereka tak pernah b
Keesokan harinya, di sela-sela kesibukannya, Teja menyempatkan diri untuk berkeliling kotaraja; patroli sekaligus mencoba peruntungan siapa tahu ia bisa bertemu dengan Bayu meski ia yakin Bayu tak mungkin berada di kotaraja.Dan entah kenapa, Teja saat itu terpaku pada sebuah kereta bagus yang biasanya hanya dimiliki oleh orang kaya. Kereta itu menuju ke dareah pinggiran kotaraja. Teja mengikutinya. Iseng. Ia sengaja menciptakan jarak dari kereta itu dan berkuda dengan kecepatan pelan.Kereta itu berhenti di sebuah rumah dengan halaman luas. Saat teja melewati jalan di depan rumah itu, ia melihat seorang wanita agak gemuk berusia 40an tahun lebih sedang mengapit lengan seorang pemuda tampan menuju ke dalam rumah.Pemuda itu tak lain adalah Damar. Tentu saja, ia masih harus bekerja sesuai profesinya dan jika urusannya selesai, ia akan pulang ke rumah Nawang; hubungan mereka lebih seperti hubungan saling menguntungkan ketimbang sebagai sepasang kekasih. Sebab Damar paham, Nawang memilik
Dua hari setelah Teja memergoki Damar, akhirnya lelaki itu bersama Nawang datang ke rumah Citra.Keduanya telah kompak dan menyusun narasi bahwa Damar memang masih melayani wanita-wanita tertentu dengan harga mahal. Sementara Nawang sudah tidak lagi sejak Damar bersedia menanggung hidupnya.Dan begitulah mereka kini mengaku di depan Teja, Citra dan Rani.“Kami menutupi hal ini tentu saja karena kami malu kepada kalian, sungguh. Kami tak punya maksud apa-apa. Soal Bayu, kami mengira dia itu jujur kepada Rani soal pekerjaan dia yang sesungguhnya. Bayu tidak pernah menceritakan bagaimana hubungannya bersama Rani kepada kami. Dan kami ini hanyalah teman, kami tak bisa juga terlalu banyak ikut campur…” kata Nawang.Teja tetap merasa ada yang belum terungkap. Namun sesungguhnya dia pun juga tak punya celah atau bukti. Pasalnya, mereka memang belum melakukan tindak kejahatan dan yang selama ini terjadi memang hanya sebuah hubungan pertemanan yang baik. Soal Bayu itu pun adalah hal lain. Dala
Citra mengatakan kepada Teja, jika dia memang berniat menikahi Rani, maka sebaiknya dia menemuinya dan mengajaknya bicara.Maka petang itu usai makan malam bersama, Citra pergi terlebih dahulu meninggalkan Teja dan Rani di ruang makan.“Kau tadi menangis, Rani?” tanya Teja. Rani mengangguk. Ia tak bisa menutupi matanya yang sembab. Dan saat itu perasaannya sungguh kacau. Penilaiannya selama ini atas Teja ternyata salah; ternyata lelaki bertampang sangar itu menaruh perhatian dan juga perasaan cinta padanya.Bayu mungkin membuat Rani silau dan terlena. Namun Teja mampu membuat inti jiwa Rani bergetar karena sikapnya yang diam-diam menaruh perhatian itu.Bagaimana pun, baru kali ini Rani menghadapi masalah asmara. Sebelumnya, hal-hal seperti itu tak pernah terlintas di kepalanya.“Rani… bisa kita bicara sebentar saja?” kata Teja dengan suara pelan. Rani sudah menebak apa yang kira-kira akan dikatakan oleh lelaki itu. Kini jantungnya berdetak sampai nyeri rasanya.“Silakan Kang… tapi jik
Serangan fajar itu berlangsung sengit. Pasukan Tirtapura benar-benar diuntungkan dengan keadaan musuh yang tidak siap dan masih kaget dengan ledakan.Pasukan pemanah segera beraksi menghujani benteng dan apapun di baliknya dengan panah. Lalu begitu panah-panah itu habis, pasukan darat segera berlari menyerbu melewati benteng yang rubuh itu dengan gagah berani sambil berteriak lantang saling membakar semangat satu sama lainnya.Senopati Teguh menahan Rangga agar tidak ikut masuk.“Di sini saja, Den… tugamu sudah selesai. Sisanya biar dibereskan pasukan darat dan pasukan kuda. Kita hanya perlu menunggu. Hari ini, tak sampai tengah hari, istana Wonobhumi akan takluk…” kata Senopati Teguh.Rangga tidak membantah. Ia menyaksikan kemelut itu dari kejauhan dan mendengarkan teriakan-teriakan mengerikan di balik benteng itu. Musuh tidak sepenuhnya siap dan kalah jumlah.Rupanya perang itu berlangsung cepat. Belum sampai matahari terasa terik, perang berakhir diiringi suara sorak sorai pasukan
Kereta Rangga berhenti di tempat yang direncanakan. Rangga bukannya lolos dari serangan itu. Ada dua anak panah yang telah tertancap di bahunya. Rasanya sungguh menyakitkan. Namun Rangga menghiraukan rasa sakit itu. Ketegangan membuatnya tak peduli dengan apapun.Pihak musuh tidak mengerti. Mereka banyak yang berpindah hingga di atas dan di sisi kanan dan kiri benteng itu sambil tetap berancang-ancang dengan panahnya. Rangga masih terpindung oleh bagian lengkung benteng sehingga siapa saja yang berada di atas belum bisa menyerangnya. Sementara ada banyak juga prajurit yang berada di balik gerbang benteng.Rangga segera bergegas ke belakang kereta. Ia menarik beberapa sumbu, lalu membakarnya tanpa ragu. Setelah itu, ia kembali memayungi tubuhnya dengan tameng dan ia berlari meninggalkan kereta itu kembali menuju ke pemukiman barat.Sungguh pun, Senopati Teguh sangat cemas. Ia sudah menyiapkan banyak prajurit pemanah saat itu. Saat Rangga berlari menyelamatkan diri, senopati Teguh memin
Beberapa hari kemudian, Pasukan Tirtapura sudah bergerak dan mereka berhasil menguasai wilayah barat kotaraja. Kini jarak kedua kubu itu bisa dibilang hanya beberapa langkah saja, terpisah oleh jalan dan juga benteng istana yang tinggi dan tebal.Dua kubu pasukan itu sudah sempat saling bersitegang dan bertukar serangan anak panah. Namun Senopati Wuring segera menghentikan hal itu karena bisa menjadi sebuah pemborosan.Dalam benak senopati Wuring ada banyak metode untuk menaklukkan Wonobhumi. Atau membuat mereka pada akhirnya membuka gerbang dan menyerang. Hal itu adalah sebuah kerugian besar bagi pihak Wonobhumi.Salah satu cara yang terpikirkan adalah dengan mengisolasi tempat itu. Tak akan ada pasokan makanan dan mereka tak akan bisa bertahan.Sementara, pasukan Tirtapura masih akan bisa bertahan karena mereka masih bisa mendapatkan pasokan makanan entah bagaimana caranya.Dan metode itu disampaikan oleh Senopati Wuring kepada semua jajaran senopati dan orang penting di kubu Tirtap
Hari-hari berlalu. Kini Rangga bersama rombongan besar pasukan Tirtapura sedang menuju ke kotaraja Wonobhumi.Pasukan Wonobhumi yang bertahan di kota Suluk akhirnya berhasil dikalahkan. Tidak banyak dari pasukan itu yang berhasil melarikan diri ke kotaraja. Selebihnya mati dan terluka parah, serta dijadikan tahanan sampai entah kapan.Yang pasti, kota-kota yang dilewati oleh pasukan Tirtapura selalu gemetar ketakutan sebab Wonobhumi sudah benar-benar kehilangan kekuatan, kecuali yang tersisa di kotaraja.Tentu setiap kota kadipaten akan memiliki pasukan sendiri-sendiri. Namun pada saat perang terjadi, kotaraja meminta sumbangan prajurit sehingga setiap kadipaten yang ada di wilayah Wonobhumi telah kehilangan setengah pasukannya.Dan kali ini, daripada hancur lebur, para adipati memilih untuk menyerah dan berdamai dengan Tirtapura yang artinya mereka dengan suka rela menyerahkan diri dan mengakui kedaulatan Tirtapura, serta mau menjadi bagian dari kerajaan tersebut.Hal itu tentu saja
Dalam kekacauan itu, sayangnya tim yang berada di titik kedua kurang sabar. Banu juga merasa bingung dengan hiruk pikuk yang terjadi. Sehingga, semula yang seharusnya mereka menyalakan petasan ketika prajurit darat kembali untuk mengevakuasi teman-teman mereka, malah terburu-buru menyalakan petasan itu manakala mereka menganggap situasinya sudah tepat.Sehingga, pasukan darat musuh bisa dibilang selamat dari jebakan itu. Yang kena hanyalah kesatuan yang bertugas untuk mengangkut dan mengawal perbekalan.Senopati Teguh tak berani mengambil banyak resiko. Ia hanya menyuruh pasukannya untuk menghabiskan anak panah yang mereka miliki dan juga menjatuhkan bebatuan berukuran sedang dari atas gunung. Selebihnya mereka pergi meninggalkan tempat itu.Apapun itu, hasil dari serangan petasan tersebut cukup memuaskan. Ada banyak korban jatuh dari pihak Wonobhumi meski jumlah prajurit mereka masih sangat banyak.Namun demikian, mereka kehilangan waktu, kehilangan banyak kuda, dan juga amunisi lain
Rangga dan beberapa anggota timnya berada di lokasi titik pertama namun tak persis di tempat-tempat petasan itu dipasang sedemikian rupa.Prajurit darat sudah lewat dari tadi. Dan juga kereta-kereta pengangkut perbekalan. Rangga sampai merinding sendiri melihat banyaknya iringan panjang prajurit Wonobhumi tersebut.Yang dilakukan Rangga dan teman-temannya hanyalah berdiri di pinggir jalan karena tugas para prajurit di tempat itu memang hanya menjaga jalur.Hanya di awal-awal saja, pemimpin rombongan pasukan darat berhenti dan menanyakan situasi. Rangga menjawab jika jalur telah bersih dan aman untuk dilewati. Selebihnya para prajurit itu melanjutkan perjalanannya.“Panjang sekali barisannya… dan pasukan berkuda masih sangat jauh. Aku khawatir jika petasan kita gagal…” bisik Sanji yang saat itu berada di sebelah Rangga.“Jangan khawatir. Ada puluhan petasan dan tak mungkin tak ada yang meledak. Kita hanya harus berhati-hati saja, sebab yang akan kita hadapi nanti adalah kuda-kuda yang
Ketika Rangga tiba di lokasi, rupanya Senopati Teguh dan pasukannya sudah membereskan pasukan Wonobhumi yang menguasai jalur itu. Sehingga, Rangga dan timnya bisa segera langsung bekerja.Petasan-petasan itu dipasang sedemikian rupa di tempat-tempat tertentu, tersembunyi, namun juga kelak bisa dinyalakan dengan mudah. Kuncinya ada pada pemasangan sumbu dan hal itu cukup menguras persediaan bubuk api yang dibawa oleh Jian Zhu.Pasukan Senopati Teguh merampas peralatan dan juga seragam pasukan musuh. Kini mereka semua menyamar menjadi pasukan Wonobhumi. Sehingga jika ada pasukan pemeriksa datang, mereka berpikir jika jalur itu masih aman dan dalam kekuasaan Wonobhumi.Hal itu adalah hal yang sangat fatal bagi pihak Wonobhumi. Mereka menganggap remeh jalur itu dan tidak teliti.Hanya butuh satu hari saja bagi tim Rangga untuk memasang petasan-petasan itu dan setelahnya, ia membuat rencana sangat matang bersama timnya, Senopati Teguh dan juga para prajurit tertentu yang terpilih untuk mem
Rangga memutuskan untuk mencari Banu sendirian. Wiji dan Sanji sebetulnya menawarkan diri. Namun Rangga menolaknya. Ia meminta dua orang itu untuk beristirahat saja.Namun saat Rangga telah berada di depan penginapan, ia melihat Banu kembali.“Kau baik-baik saja?” tanya Rangga khawatir.“Masuk dulu, kang! Aku tadi terpaksa harus bersembunyi dari kejaran orang yang memergokiku melemparkan sesuatu di gudang dan membuatnya meledak!” kata Banu.Maka mereka segera masuk ke dalam penginapan itu. Rangga sungguh merasa lega. Tak ada yang celaka. Ia hanya merasa sangat bersalah apabila orang yang ia bawa itu celaka meski semua paham resiko menjadi prajurit; mati dalam tugas.Serangan petasan atau bisa dibilang serangan bom berkekuatan kecil itu sungguh membuat pihak Wonobhumi geram. Mereka menetapkan kejadian itu sebagai serangan dari Tirtapura. Dan mereka belum memahami apa yang digunakan pihak Tirtapura hingga bisa meledakkan sesuatu dan ledakannya itu cukup berbahaya pula.Malam itu, ada ba
Tenda-tenda yang menjadi pemukiman sementara para prajurit Wonobhumi itu masih ramai. Orang-orang cenderung berkelompok mengelilingi api unggun. Di sana mereka bertukar cerita sambil membakar ubi.Tak ada daging. Mereka akan mendapatkan daging di waktu tertentu untuk perbaikan gizi. Camilan malam seperti ubi bakar itu biasanya mereka dapatkan dari ladang entah milik siapa siapa yang mereka jarah semena-mena.Sudah bukan rahasia jika ada banyak prajurit nakal yang dengan dalih patroli, mereka pergi keluar dari kota menuju ke desa-desa dan perkebunan untuk mencari makanan. Dan bahkan yang keterlaluan, mereka tak hanya mencuri hasil ladang seperti ubi, singkong dan jagung, namun mereka juga mencuri ayam dan kambing.Sesungguhnya banyak warga kecil yang menderita oleh ulah para prajurit itu. Di satu sisi, para prajurit itu memang lapar dan stress. Mereka akan menyikat habis kesempatan yang ada selama tidak ketahuan atasan. Masa-masa perang, di mana pun itu, selalu menjadi masa kelam dan j