Beranda / Fantasi / Sang Pengubah Takdir / Keputusan Untuk Menemui Sang Kakek

Share

Keputusan Untuk Menemui Sang Kakek

Penulis: Black Jack
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Citra mencoba lepas dari pelukan Rangga, namun ia tertahan. Rangga memeluknya erat-kuat.

“Kangmas mencari wanita lain selama aku di sini?” ucap Citra dengan suara bergetar.

“Hahaha… ayo aku kenalkan. Kendalikan amarahmu. Nanti kau akan tahu sendiri…” kata Rangga.

Tulang belulang Citra serasa lemas. Kesedihan menyeruak begitu saja.

“Rani, kemarilah. Ini istriku yang harus kau lindungi nantinya…” kata Rangga memanggil Maharani.

Seribu tanya melanda pikiran Citra. Ia semakin dibuat bingung.

Maharani melangkah mendekat dan ia cukup peka jika Citra mungkin berpikir yang tidak-tidak atas keberadaannya.

“Salam kenal. Namaku Maharani. Mbak Yu bisa memanggilku Rani. Aku pendekar yang bekerja untuk Kang Rangga dan tugasku adalah menemanimu nantinya…” kata Maharani.

Citra masih bingung mau mengatakan apa, ia menoleh ke arah Rangga. “Pendekar?”

“Kusuma belum ketemu. Aku sempat ke kotaraja dan bertemu Kang Teja. Dia akan mengirim orang untuk menjaga rumah ini. Namun aku akan merasa lebih aman jika
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Sang Pengubah Takdir   Tukang Pijit Yang Diundang Sang Eyang

    Rumah tua Eyang Kartareja masih terlihat kokoh, teduh dan seolah memiliki sebuah wibawa sebagai bangunan; semua dibangun sesuai pakem leluhur.Saat Rangga telah sampai di gapura tanpa gerbang yang menjadi jalur masuk ke halaman yang luas dengan beberapa jenis pohon tua yang tumbuh besar di sana, beberapa prajurit penjaga menyapa dengan santun.Rangga turun dari kuda dan berjalan pelan mendekati mereka. Rangga tahu siapa mereka, namun sebaliknya, mereka tak tahu siapa Rangga.“Raden hendak bertamu dan bertemu Eyang Kartareja?” ujar salah satu prajurit penjaga yang berpakaian biasa saja. Namun sikap dan pembawaan mereka memberi kesan jelas bahwa mereka adalah prajurit istana yang ditugaskan untuk menjaga rumah itu.“Benar. Apakah beliau ada di rumah?” tanya Rangga.“Nanti saya sampaikan dulu kepada beliau. Bisa tahu Raden ini siapa?” tanya prajurit itu.“Namaku Rangga. Beliau pasti tahu…” kata Rangga.“Baik, Den…” Prajurit itu segera bergegas ke dalam rumah dan Rangga menunggu di depan

  • Sang Pengubah Takdir   Perubahan Rencana

    Eyang Kartareja terkekeh melihat Nawang yang tampak kaget. “Hehehe, dulu kan aku pernah bercerita kepadamu jika aku punya cucu. Tak kusangka, dia malah datang sendiri sebelum aku sempat mencarinya. Layani dia dengan baik, Nawang…”Nawang merasa rumit. Ia tak tahu harus senang atau tidak dengan hal itu. Yang pasti, ia punya niat untuk mempertemukan Rangga dengan kakeknya. Tapi jika dipikir ulang lebih jauh, ia belum hendak bertemu Rangga dalam waktu sedekat itu.‘Bukan seperti ini rencanaku. Di mata Eyang, aku ini hanyalah wanita murahan dan saat ini aku masih tidak bisa mendekati Rangga. Jadi, apa yang harus aku lakukan? Jika Rangga tahu aku kenal dengan Eyang, ini bisa sangat buruk. Dia masih tidur… ini kesempatan…’ ucap Nawang dalam hati.“e—aduh…” Nawang tiba-tiba merintih pelan sambil membungkukkan badannya dan meringis.“Kau kenapa, nduk?”“E-eyang… Mohon maaf… sepertinya… saya datang bulan… em… apakah boleh temanku saja yang menggantikan saya?” Ujar Nawang semakin mendramatisir

  • Sang Pengubah Takdir   Akal-akalan Sukma

    Rangga mulai tengkurap pasrah. Namun ternyata itu tidak cukup.“Maaf, Raden… kalau bisa, bajunya dilepas. Saya bisa leluasa membaluri minyaknya…” kata Sukma.Tak mau banyak berdebat agar semua itu lekas selesai, Rangga melepas bajunya dan kembali tidur tengkurap lagi.“Tubuh Raden bagus. Raden senang berolah raga?” ucap Sukma berbasa-basi sambil mulai menyiapkan racikan minyak rempah-rempah untuk membaluri tubuh Rangga. Aroma cengkehnya yang kuat itu membuat pikiran Rangga merasa lebih rileks.“Tidak juga… tidak pernah malahan…” balas Rangga.“Berarti Raden beruntung. Jika Raden rajin olah raga, tubuh ini akan lebih terbentuk keras. Pasangan Raden pasti akan menyukainya…” ucap Sukma.Ajaibnya, ucapan itu membuat Rangga mulai memiliki niat untuk berolah raga. Demi menyenangkan Citra tentu saja.“Apakah sudah terlalu terlambat jika aku belajar kanuragan untuk berolah raga?” tanya Rangga.“Bukankah tak ada kata terlambat untuk yang namanya belajar, Raden? Lagipula kan tujuannya agar seha

  • Sang Pengubah Takdir   Tawaran Menarik Dari Eyang Kartareja

    “Tidak perlu. Aku sehat dan baik-baik saja. Aku tadi hanya bertanya dan sedikit penasaran saja…” kata Rangga menolak tawaran untuk diperiksa Sukma.Rangga tak mau salah langkah. Ia harus tahu dari ahli lain; bagaimana sebenarnya seorang lelaki harus diperiksa kesuburannya.“Oh… baik Raden…” Sukma menelan kekecewaannya. Ternyata tidak mudah juga menggodai cucu Eyang Kartareja. Maka ia lanjutkan fokusnya untuk memijit saja sambil sedikit jahil tipis-tipis dengan harapan Rangga berubah pikiran. Namun sampai acara pijit itu selesai, Rangga tetap tak tergoda. Namun sebenarnya, ada sesuatu yang benar-benar keras di bawah sana dan tertekan. Rangga sedari tadi hanya berusaha menahan diri saja sambil menenggelamkan wajahnya di bantal.“Sudah selesai Raden… silakan dilanjut tidurnya saja. Saya pamit keluar untuk menemui Eyang…” kata Sukma.“Baik. Terimakasih pijitannya…” kata Rangga datar. Begitu Sukma keluar kamar, Rangga segera mengenakan bajunya dan lanjut tidur. Ia benar-benar mengantuk. Ra

  • Sang Pengubah Takdir   Ancaman Dan Peluang

    Dua hari telah berlalu dengan cepat. Akhirnya yang ditunggu Rangga datang juga; kabar.Dua orang dari istana, entah siapa itu, datang melaporkan hasil kerja pemburuan Kusuma kepada Eyang Kartaraja. Rangga diam menguping pembicaraan itu dari dalam kamarnya.“Jadi bagaimana hasilnya?” tanya Eyang Kartareja.“Sebelumnya kami mohon maaf, Eyang…” ucap salah satu orang itu. Di istana, Kartareja memang akrab dipanggil sebagai Eyang karena usianya yang sudah senja. “Kusuma ternyata mendapatkan perlindungan dari kerajaan musuh. Dia melarikan diri ke wilayah Wonobhumi!”“Hah? Bagaimana bisa?” tanya Kartareja.“Kami sudah berhasil menangkap Kusuma dan orang-orangnya. Namun beberapa telik sandi istana yang membantu kami mengenali beberapa orang dari kelompok itu. Mereka tak lain adalah orang-orang Wonobhumi. Sehingga kasus ini menjadi lebih rumit. Kami menyiksa mereka sampai akhirnya mereka mau bicara. Kusuma memang orang Tirtapura, namun ia menerima banyak uang dari Wonobhumi karena menjual kaba

  • Sang Pengubah Takdir   Nawang Diinterogasi

    Nawang masih tertahan di Balai Keamanan Istana meski sebagian dari para pekerja pemuas nafsu itu sudah dibebaskan. Namun yang jelas, mereka sudah tak bisa lagi kembali ke rumah itu. Rumah hiburan milik Kusuma tersebut sudah ditutup dan disita oleh pihak keamanan istana.Dan hari itu, Nawang kembali akan diinterogasi. Salah satu orang yang, menginterogasinya adalah Teja. Dan saat itu, Teja menjemput Nawang di penjara.Teja sendiri terkejut mendengar perkembangan situasi itu. Ia sungguh tidak tahu soal keterlibatan Eyang Kartareja yang meminta para petinggi keprajuritan untuk mengerahkan pasukan khusus mengejar Kusuma.Teja hanya mendengar bagian besarnya saja bahwa Kusuma adalah mata-mata kerajaan musuh dan kini dia berstatus buronan. Lalu ia juga mendapati seluruh tempat usaha milik Kusuma di kotaraja telah ditutup dan disita.“Kang Teja… tolong Kang… kau sudah tahu jika aku adalah korban. Sungguh aku tidak tahu apa-apa. Yang aku lakukan hanyalah bekerja kotor seperti itu dan terakhir

  • Sang Pengubah Takdir   Orang Tua Yang Tak Menyenangkan

    Selama Maharani menemani Citra, kebetulan sekali tak ada masalah apapun yang datang.Namun kemudian selama tinggal di sana, pada akhirnya Maharani tahu kehidupan Citra dan tahu juga jika kedua orang tuanya itu sama sekali tak menyukai Rangga.Ki Suryo dan istrinya selalu mengeluh bahwa semua ketegangan itu gara-gara Rangga. Mereka seolah melupakan bahwa andai Kusuma menikahi Citra, maka apa jadinya?Meski situasinya tidak aman, Ki Suryo dan istrinya belakangan itu sibuk bepergian. Tujuannya bukan semata-mata untuk bisnis, namun mereka masih saja mencoba mencarikan calon suami untuk Citra. Keduanya masih berharap Citra mau meninggalkan Rangga demi kehidupan yang lebih baik.Peliknya, mereka menuduh Rangga mandul dan tak bisa memberi anak. Maharani kadang tak habis pikir dengan jalan pikiran kedua orang tua Citra. Sungguh keras kepala. Dan hal itu mengingatkan Rani akan si Teja yang meninggalkan kesan tidak menyenangkan dalam benak Rani.Hari itu pun, lagi-lagi Maharani mendengarkan oce

  • Sang Pengubah Takdir   Mempermalukan Diri Sendiri

    Citra berhambur dan memeluk suaminya seperti anak kecil yang sudah lama ditinggal orang tuanya.“Aku senang kangmas datang… kangen…” kata Citra tanpa melepaskan pelukannya.“Aku juga kangen, Nimasku… di rumah ada tamu?” ucap Rangga saat sejak ia masuk ke halaman itu sudah melihat sebuah kereta bagus yang ditunggui oleh seorang kusir.“Iya. Kangmas datang di saat yang tepat. Ayah dan ibu berulah lagi ingin menjodohkan aku dengan orang lain. Aku tidak mau di sini, kangmas… aku tersiksa oleh ucapan-ucapan mereka yang selalu menghinamu dan selalu memaksaku untuk meninggalkanmu…” kata Citra.“Iya. Lagipula aku datang untuk menjemputmu, Nimasku sayang…”“Sungguh?” ucap Citra senang.“Iya…” balas Rangga sambil semakin mengeratkan pelukannya.Pada saat yang sama, Nyi Suryo menengok keluar untuk melihat siapa yang datang dan apa yang dilakukan Citra. Betapa geram ia melihat anaknya sedang berpelukan dengan Rangga di halaman.“Citra! Lekas masuk! Tinggalkan lelaki itu!” teriak Nyi Suryo dengan

Bab terbaru

  • Sang Pengubah Takdir   Akhir Cerita

    Serangan fajar itu berlangsung sengit. Pasukan Tirtapura benar-benar diuntungkan dengan keadaan musuh yang tidak siap dan masih kaget dengan ledakan.Pasukan pemanah segera beraksi menghujani benteng dan apapun di baliknya dengan panah. Lalu begitu panah-panah itu habis, pasukan darat segera berlari menyerbu melewati benteng yang rubuh itu dengan gagah berani sambil berteriak lantang saling membakar semangat satu sama lainnya.Senopati Teguh menahan Rangga agar tidak ikut masuk.“Di sini saja, Den… tugamu sudah selesai. Sisanya biar dibereskan pasukan darat dan pasukan kuda. Kita hanya perlu menunggu. Hari ini, tak sampai tengah hari, istana Wonobhumi akan takluk…” kata Senopati Teguh.Rangga tidak membantah. Ia menyaksikan kemelut itu dari kejauhan dan mendengarkan teriakan-teriakan mengerikan di balik benteng itu. Musuh tidak sepenuhnya siap dan kalah jumlah.Rupanya perang itu berlangsung cepat. Belum sampai matahari terasa terik, perang berakhir diiringi suara sorak sorai pasukan

  • Sang Pengubah Takdir   Hancurnya Benteng Wonobhumi

    Kereta Rangga berhenti di tempat yang direncanakan. Rangga bukannya lolos dari serangan itu. Ada dua anak panah yang telah tertancap di bahunya. Rasanya sungguh menyakitkan. Namun Rangga menghiraukan rasa sakit itu. Ketegangan membuatnya tak peduli dengan apapun.Pihak musuh tidak mengerti. Mereka banyak yang berpindah hingga di atas dan di sisi kanan dan kiri benteng itu sambil tetap berancang-ancang dengan panahnya. Rangga masih terpindung oleh bagian lengkung benteng sehingga siapa saja yang berada di atas belum bisa menyerangnya. Sementara ada banyak juga prajurit yang berada di balik gerbang benteng.Rangga segera bergegas ke belakang kereta. Ia menarik beberapa sumbu, lalu membakarnya tanpa ragu. Setelah itu, ia kembali memayungi tubuhnya dengan tameng dan ia berlari meninggalkan kereta itu kembali menuju ke pemukiman barat.Sungguh pun, Senopati Teguh sangat cemas. Ia sudah menyiapkan banyak prajurit pemanah saat itu. Saat Rangga berlari menyelamatkan diri, senopati Teguh memin

  • Sang Pengubah Takdir   Mendekati Benteng Musuh

    Beberapa hari kemudian, Pasukan Tirtapura sudah bergerak dan mereka berhasil menguasai wilayah barat kotaraja. Kini jarak kedua kubu itu bisa dibilang hanya beberapa langkah saja, terpisah oleh jalan dan juga benteng istana yang tinggi dan tebal.Dua kubu pasukan itu sudah sempat saling bersitegang dan bertukar serangan anak panah. Namun Senopati Wuring segera menghentikan hal itu karena bisa menjadi sebuah pemborosan.Dalam benak senopati Wuring ada banyak metode untuk menaklukkan Wonobhumi. Atau membuat mereka pada akhirnya membuka gerbang dan menyerang. Hal itu adalah sebuah kerugian besar bagi pihak Wonobhumi.Salah satu cara yang terpikirkan adalah dengan mengisolasi tempat itu. Tak akan ada pasokan makanan dan mereka tak akan bisa bertahan.Sementara, pasukan Tirtapura masih akan bisa bertahan karena mereka masih bisa mendapatkan pasokan makanan entah bagaimana caranya.Dan metode itu disampaikan oleh Senopati Wuring kepada semua jajaran senopati dan orang penting di kubu Tirtap

  • Sang Pengubah Takdir   Sampai Di Kotaraja Wonobhumi

    Hari-hari berlalu. Kini Rangga bersama rombongan besar pasukan Tirtapura sedang menuju ke kotaraja Wonobhumi.Pasukan Wonobhumi yang bertahan di kota Suluk akhirnya berhasil dikalahkan. Tidak banyak dari pasukan itu yang berhasil melarikan diri ke kotaraja. Selebihnya mati dan terluka parah, serta dijadikan tahanan sampai entah kapan.Yang pasti, kota-kota yang dilewati oleh pasukan Tirtapura selalu gemetar ketakutan sebab Wonobhumi sudah benar-benar kehilangan kekuatan, kecuali yang tersisa di kotaraja.Tentu setiap kota kadipaten akan memiliki pasukan sendiri-sendiri. Namun pada saat perang terjadi, kotaraja meminta sumbangan prajurit sehingga setiap kadipaten yang ada di wilayah Wonobhumi telah kehilangan setengah pasukannya.Dan kali ini, daripada hancur lebur, para adipati memilih untuk menyerah dan berdamai dengan Tirtapura yang artinya mereka dengan suka rela menyerahkan diri dan mengakui kedaulatan Tirtapura, serta mau menjadi bagian dari kerajaan tersebut.Hal itu tentu saja

  • Sang Pengubah Takdir   Citra Hamil?

    Dalam kekacauan itu, sayangnya tim yang berada di titik kedua kurang sabar. Banu juga merasa bingung dengan hiruk pikuk yang terjadi. Sehingga, semula yang seharusnya mereka menyalakan petasan ketika prajurit darat kembali untuk mengevakuasi teman-teman mereka, malah terburu-buru menyalakan petasan itu manakala mereka menganggap situasinya sudah tepat.Sehingga, pasukan darat musuh bisa dibilang selamat dari jebakan itu. Yang kena hanyalah kesatuan yang bertugas untuk mengangkut dan mengawal perbekalan.Senopati Teguh tak berani mengambil banyak resiko. Ia hanya menyuruh pasukannya untuk menghabiskan anak panah yang mereka miliki dan juga menjatuhkan bebatuan berukuran sedang dari atas gunung. Selebihnya mereka pergi meninggalkan tempat itu.Apapun itu, hasil dari serangan petasan tersebut cukup memuaskan. Ada banyak korban jatuh dari pihak Wonobhumi meski jumlah prajurit mereka masih sangat banyak.Namun demikian, mereka kehilangan waktu, kehilangan banyak kuda, dan juga amunisi lain

  • Sang Pengubah Takdir   Memporak-Porandakan Musuh Dengan Ledakan

    Rangga dan beberapa anggota timnya berada di lokasi titik pertama namun tak persis di tempat-tempat petasan itu dipasang sedemikian rupa.Prajurit darat sudah lewat dari tadi. Dan juga kereta-kereta pengangkut perbekalan. Rangga sampai merinding sendiri melihat banyaknya iringan panjang prajurit Wonobhumi tersebut.Yang dilakukan Rangga dan teman-temannya hanyalah berdiri di pinggir jalan karena tugas para prajurit di tempat itu memang hanya menjaga jalur.Hanya di awal-awal saja, pemimpin rombongan pasukan darat berhenti dan menanyakan situasi. Rangga menjawab jika jalur telah bersih dan aman untuk dilewati. Selebihnya para prajurit itu melanjutkan perjalanannya.“Panjang sekali barisannya… dan pasukan berkuda masih sangat jauh. Aku khawatir jika petasan kita gagal…” bisik Sanji yang saat itu berada di sebelah Rangga.“Jangan khawatir. Ada puluhan petasan dan tak mungkin tak ada yang meledak. Kita hanya harus berhati-hati saja, sebab yang akan kita hadapi nanti adalah kuda-kuda yang

  • Sang Pengubah Takdir   Menunggu Musuh lewat

    Ketika Rangga tiba di lokasi, rupanya Senopati Teguh dan pasukannya sudah membereskan pasukan Wonobhumi yang menguasai jalur itu. Sehingga, Rangga dan timnya bisa segera langsung bekerja.Petasan-petasan itu dipasang sedemikian rupa di tempat-tempat tertentu, tersembunyi, namun juga kelak bisa dinyalakan dengan mudah. Kuncinya ada pada pemasangan sumbu dan hal itu cukup menguras persediaan bubuk api yang dibawa oleh Jian Zhu.Pasukan Senopati Teguh merampas peralatan dan juga seragam pasukan musuh. Kini mereka semua menyamar menjadi pasukan Wonobhumi. Sehingga jika ada pasukan pemeriksa datang, mereka berpikir jika jalur itu masih aman dan dalam kekuasaan Wonobhumi.Hal itu adalah hal yang sangat fatal bagi pihak Wonobhumi. Mereka menganggap remeh jalur itu dan tidak teliti.Hanya butuh satu hari saja bagi tim Rangga untuk memasang petasan-petasan itu dan setelahnya, ia membuat rencana sangat matang bersama timnya, Senopati Teguh dan juga para prajurit tertentu yang terpilih untuk mem

  • Sang Pengubah Takdir   Mempersiapkan Jebakan Di Jalur Gunung

    Rangga memutuskan untuk mencari Banu sendirian. Wiji dan Sanji sebetulnya menawarkan diri. Namun Rangga menolaknya. Ia meminta dua orang itu untuk beristirahat saja.Namun saat Rangga telah berada di depan penginapan, ia melihat Banu kembali.“Kau baik-baik saja?” tanya Rangga khawatir.“Masuk dulu, kang! Aku tadi terpaksa harus bersembunyi dari kejaran orang yang memergokiku melemparkan sesuatu di gudang dan membuatnya meledak!” kata Banu.Maka mereka segera masuk ke dalam penginapan itu. Rangga sungguh merasa lega. Tak ada yang celaka. Ia hanya merasa sangat bersalah apabila orang yang ia bawa itu celaka meski semua paham resiko menjadi prajurit; mati dalam tugas.Serangan petasan atau bisa dibilang serangan bom berkekuatan kecil itu sungguh membuat pihak Wonobhumi geram. Mereka menetapkan kejadian itu sebagai serangan dari Tirtapura. Dan mereka belum memahami apa yang digunakan pihak Tirtapura hingga bisa meledakkan sesuatu dan ledakannya itu cukup berbahaya pula.Malam itu, ada ba

  • Sang Pengubah Takdir   Meledakkan Petasan Di Kerumunan Musuh

    Tenda-tenda yang menjadi pemukiman sementara para prajurit Wonobhumi itu masih ramai. Orang-orang cenderung berkelompok mengelilingi api unggun. Di sana mereka bertukar cerita sambil membakar ubi.Tak ada daging. Mereka akan mendapatkan daging di waktu tertentu untuk perbaikan gizi. Camilan malam seperti ubi bakar itu biasanya mereka dapatkan dari ladang entah milik siapa siapa yang mereka jarah semena-mena.Sudah bukan rahasia jika ada banyak prajurit nakal yang dengan dalih patroli, mereka pergi keluar dari kota menuju ke desa-desa dan perkebunan untuk mencari makanan. Dan bahkan yang keterlaluan, mereka tak hanya mencuri hasil ladang seperti ubi, singkong dan jagung, namun mereka juga mencuri ayam dan kambing.Sesungguhnya banyak warga kecil yang menderita oleh ulah para prajurit itu. Di satu sisi, para prajurit itu memang lapar dan stress. Mereka akan menyikat habis kesempatan yang ada selama tidak ketahuan atasan. Masa-masa perang, di mana pun itu, selalu menjadi masa kelam dan j

DMCA.com Protection Status