Beranda / Fantasi / Sang Pengubah Takdir / Kedok Bekerjasama

Share

Kedok Bekerjasama

Penulis: Black Jack
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Citra benar-benar tampak sangat menggairahkan saat ia melakukan hal itu. Kepalanya bergerak sedemikian rupa sampai rambutnya yang semula tergelung sederhana kini telah terurai.

Rangga tahu, Citra masih belum memiliki pengalaman bagus dan gerakannya belum luwes. Namun hal itu tidak menjadi masalah. Rangga sangat senang dengan hal itu yang artinya sebenarnya Citra pun cukup terbuka untuk mencoba hal-hal baru.

Citra melepaskan bibirnya lalu menatap nakal wajah suaminya hanya untuk tahu bagaimana ekspresi wajah sang suami tercinta itu.

“Kangmas rebahan saja dulu…” kata Citra. Ia berdiri dan kemudian melepaskan pakaiannya.

Rangga segera berbaring dengan rasa penasaran; apa yang akan dilakukan oleh istrinya.

Sambil rebahan, Rangga menatap tubuh istrinya yang tampak sintal dan indah itu. Rangga heran juga, bagaimana wanita seramping Citra, yang bahkan bisa dibilang cenderung kurus itu, bisa memiliki pantat dan dada yang montok. Wajar jika ada banyak lelaki yang mengincarnya. Dia sangat mengg
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Sang Pengubah Takdir   Apakah Mereka Sungguh-Sungguh Berubah?

    Tak terasa sepuluh hari sudah lewat. Rangga sudah kedatangan lagi dua saudagar yang ingin membeli minyaknya. Dengan permintaan besar karena minyaknya ternyata dikirimkan ke negri lain melalui jalur laut utara, para saudagar itu meminta agar Rangga memperbesar dan memperbanyak jumlah produksi minyak kelapa.Hal itu merupakan sebuah kesempatan emas, namun juga membuat Rangga lumayan pusing untuk mendapatkan bahan-bahannya.“Tak usah memaksakan diri, Kangmas… yang penting apa yang sudah Kangmas kerjakan ini ada hasilnya dan bagiku sangat banyak. Namanya saudagar pasti akan meminta barang banyak. Mereka tak berpikir soal bagaimana pusingnya membuat banyak minyak kelapa dalam jumlah banyak. Jangan sampai malah mutunya menurun… seadanya saja…” Citra menasehati agar suaminya tak terlalu tertelan dalam ambisi.“Kau benar, Citra… minyak kelapa ini hanyalah satu hal dan aku tak mau menghilangkan banyak peluang lain karena sibuk mengurusi satu hal ini saja…” kata Rangga.“Lagipula, semua sudah h

  • Sang Pengubah Takdir   Carilah Istri Baru, Kangmas...

    Citra menghela nafas. Sejujurnya ia merasa tidak nyaman ketika Rangga terbawa pembicaraan soal Nawang. Kini setelah mendengar pertanyaan Rangga, dengan enggan ia menganggukkan kepala.“Iya, Kangmas… tadi aku mendengar sedikit dari apa yang Kangmas bicarakan bersama Parwa dan Teguh. Maaf…” kata Citra.Rangga beranjak dan duduk di sebelah istrinya, “Kenapa minta maaf. Aku tak ingin menyembunyikan apapun dan tak keberatan kau menyimak dari sini sebab aku yakin kau masih merasa tak nyaman dengan Parwa dan Teguh. Justru aku yang meminta maaf padamu, Nimas…” kata Rangga.“Semoga mereka memang benar berubah menjadi baik, Kangmas… aku pun tak mau menyimpan dendam dan amarah sebetulnya. Tapi entah kenapa perasaanku masih tidak nyaman dan belum bisa ikut mendampingimu jika mereka bertamu…” kata Citra.“Iya… tidak apa-apa, Nimasku. Aku akan tetap berhati-hati dengan mereka dan tetap menjaga batasan. Soal Nawang, aku sungguh tidak peduli. Tapi soal yang dia pesankan lewat Teguh dan Parwa, aku ras

  • Sang Pengubah Takdir   Nawang Menemui Teja

    Rangga sungguh kaget mendengar apa yang baru saja diucapkan Citra. Ia menatap istri tercintanya itu lekat-lekat, lalu berkata dengan nada yang sangat serius. “Aku hanya ingin anak darimu. Bukan perempuan lain. Lebih baik aku tidak punya anak daripada menikahi wanita lain dan membuatmu terluka. Sudah. Jangan pikirkan soal anak. Kita nikmati saja waktu kita bersama, Nimas!” kata Rangga dengan suara pelan. Lalu ia mengecup kening Citra dengan lembut dan penuh perasaan.Mendengar hal itu, Citra merasa sangat terharu. Kebanyakan lelaki mungkin akan mau-mau saja menikah lagi. Apalagi lelaki seperti Rangga; dia muda, tampan dan kaya. Citra pun tahu jika ada banyak wanita desa yang melirik suaminya.Citra sangat meyayangi Rangga. Iat ulus mencintainya. Namun di saat yang sama, ia merasa ia mengecewakan manakala ia belum juga bisa hamil di saat ia mengira Rangga sangat menginginkan keturunan.Untuk itu, ia rela dimadu demi kebahagiaan Rangga.“Tapi aku tak mau Kangmas kecewa…” kata Citra sambi

  • Sang Pengubah Takdir   Kusuma Mencari Rangga

    Jantung Nawang seolah berhenti berdetak pada saat itu juga. Ia sungguh merasa takut.“K-kang… lepaskan aku…” ucap Nawang dengan suara panik.“Jika memberi kabar jangan setengah-setengah atau aku mencurigaimu…” kata Teja dengan tatapan mengintimidasi.“A-apa lagi yang ingin Kang Teja tahu?” kata Nawang.“Bagaimana kau bisa mengenalku, Rangga dan Citra?” tanya Teja.“A-aku berasal dari sana…” kata Nawang.“Lalu bagaimana kau kenal dengan Kusuma dan tahu apa yang dia rencanakan?” kata Teja.“A-aku… terpaksa bekerja untuknya…” kata Nawang.Teja tertegun. Ia paham apa maksud Nawang.“Ceritakan lebih jelas duduk permasalahannya!” kata Teja.“Aku tidak bisa, Kang…”“Kenapa tidak bisa…”“Aku… malu…” kata Nawang.“Hanya aku yang tahu. Aku jamin…” kata Teja. “Semua yang kau katakan itu bagiku masih sangat kurang jelas dan membingungkan… meski kau dari desa yang sama dengan Rangga, namun hanya sedikit orang saja yang tahu siapa aku!” kata Teja.“Kang Teja sungguh tidak tahu sama sekali tentang a

  • Sang Pengubah Takdir   Tertangkap

    “Berhenti!” kata Kusuma. Kusirnya segera menghentikan kuda yang sedang berlari menarik kereta itu. Kusuma segera keluar dan memerintahkan empat orang sewaan yang ia bawa itu untuk mengejar kuda Rangga.Keempat orang sewaan itu segera putar balik mengejar. Kusuma dan keretanya menyusul dari belakangan.Rangga dan Citra tidak menyadari hal itu hingga kemudian keempat orang tersebut telah menyusul.“Berhenti!” bentak salah satu dari mereka berempat.Saat itu juga, Rangga mulai merasakan tanda bahaya. Sialnya, ia tak bisa memacu kuda itu dengan cepat karena ada Citra di belakangnya.Mau tak mau Rangga berhenti. Jantungnya berdebar-debar. Firasatnya mengatakan jika mereka adalah orang-orang sewaan Kusuma. ‘Sial. Kenapa harus di saat seperti ini mereka datang. Tadi mereka datang dari arah utara. Besar kemungkinan mereka anak buah Kusuma!’Citra mulai ketakutan. Ia sampai mencengkeram pakaian Rangga erat-erat.“Siapa kalian!” tanya Rangga.“Turun!” pinta orang itu. Ia pun mencabut parangnya

  • Sang Pengubah Takdir   Sang Kakak Penyelamat

    Citra menggigil ketakutan. Tentu ia sama sekali tak menyetujui apa yang dikatakan oleh Kusuma.Rangga gemetar dalam ketidak berdayaannya. Ia sungguh tak rela jika Kusuma menjamah tubuh istrinya.‘Seharusnya aku sudah memperkirakan hal ini akan terjadi. Bangsat! Bajingan! Bagaimana ini!’ umpat Rangga dalam hati. Ia pun juga tak bisa berteriak memaki atau meminta pertolongan karena mulutnya tersumpal lain yang diikat kuat di kepalanya.“Citra, cium bibirku dengan cara terbaik yang bisa kau lakukan!” kata Kusuma sambil tertawa melecehkan.Citra semakin menangis tersedu sambil menggelengkan kepalanya.“Kau menolak?” kata Kusuma dengan tatapan marah.“J-jangan… tolong…” kata Citra.“Kau bilang kau akan menuruti kata-kataku, kan!” kata Kusuma.“T-tapi… bukan… itu… maksudku…” kata Citra dengan suara gemetar terputus-putus.“Baiklah! Kalau begitu kau pasrah saja. Awas jika kau memberontak! Duduk dipangkuanku!” kata Kusuma.Citra tetap diam tak mau melakukan apapun.“Jadi kau memang ingin aku

  • Sang Pengubah Takdir   Dilema Yang Dihadapi Rangga

    Teja bertarung dengan ganas melampiaskan amarahnya pada orang-orang itu. Rangga tertegun dan ia tidak mendekat selama orang-orang itu bertarung dengan senjata parang. Rangga hanya siaga untuk menjaga Citra yang kini berdiri memegangi tangannya karena ketakutan.Pertarungan itu tampak seru. Teja dan dua bawahannya terlihat unggul. Lawan sudah banyak terkena luka bacok dan mereka terlihat panik karena sadar akan kalah.Hingga kemudian, satu demi satu anak buah Kusuma tumbang dengan tubuh berdarah-darah. Nafas Teja tampak naik turun. Dia hanya terkena satu tebasan ringan di lengan atasnya dan sepertinya hal itu tak mengganggunya sama sekali.Dengan aura yang masih terlihat menakutkan, Teja berjalan mendekati Rangga dan Citra.“Kalian berdua tidak apa-apa? Kenapa kalian bisa tertangkap si bajingan itu!” kata Teja dengan nafasnya yang naik turun.“K-kami tadi hendak melayat ke desa sebelah, Kang… ternyata kami berpapasan dengan Kusuma…” jawab Rangga. Ia merasa kacau juga teringat apa yang

  • Sang Pengubah Takdir   Pamer Kemesraan

    Rangga dan Citra berdiskusi di belakang. Keduanya sama-sama galau dan bingung. Namun Rangga sepenuhnya menyadari situasi itu dan membenarkan ucapan Teja.“Nimasku, Kang Teja benar. Kau akan lebih aman tinggal bersama kedua orang tuamu untuk sementara waktu!” kata Rangga memulai pembicaraan itu.“Kangmas… kenapa kau tidak mengatakan soal kesepakatanmu dengan Kang Teja selama 3 bulan itu? Kenapa kau membuat kesepakatan seperti itu?” Citra masih membahas persoalan tersebut. Baginya, hal itu adalah hal penting.“Nimas… bagaimana mungkin aku mengatakannya kepadamu? Waktu itu Kang Teja masih belum bisa percaya kepadaku. Itu wajar sebab kau pun tahu bagaimana sikapku kepadamu selama ini? Aku kejam padamu… jika kau pun butuh waktu percaya kepadaku, lantas bagaimana dengan orang lain…” kata Rangga.“Jadi ini yang membuatmu ingin lekas aku hamil?” tanya Citra.“Salah satunya. Tapi aku memang ingin punya anak. Aku yakin Kang Teja waktu itu tidak sungguh-sungguh soal 3 bulan untuk membuktikan bah

Bab terbaru

  • Sang Pengubah Takdir   Akhir Cerita

    Serangan fajar itu berlangsung sengit. Pasukan Tirtapura benar-benar diuntungkan dengan keadaan musuh yang tidak siap dan masih kaget dengan ledakan.Pasukan pemanah segera beraksi menghujani benteng dan apapun di baliknya dengan panah. Lalu begitu panah-panah itu habis, pasukan darat segera berlari menyerbu melewati benteng yang rubuh itu dengan gagah berani sambil berteriak lantang saling membakar semangat satu sama lainnya.Senopati Teguh menahan Rangga agar tidak ikut masuk.“Di sini saja, Den… tugamu sudah selesai. Sisanya biar dibereskan pasukan darat dan pasukan kuda. Kita hanya perlu menunggu. Hari ini, tak sampai tengah hari, istana Wonobhumi akan takluk…” kata Senopati Teguh.Rangga tidak membantah. Ia menyaksikan kemelut itu dari kejauhan dan mendengarkan teriakan-teriakan mengerikan di balik benteng itu. Musuh tidak sepenuhnya siap dan kalah jumlah.Rupanya perang itu berlangsung cepat. Belum sampai matahari terasa terik, perang berakhir diiringi suara sorak sorai pasukan

  • Sang Pengubah Takdir   Hancurnya Benteng Wonobhumi

    Kereta Rangga berhenti di tempat yang direncanakan. Rangga bukannya lolos dari serangan itu. Ada dua anak panah yang telah tertancap di bahunya. Rasanya sungguh menyakitkan. Namun Rangga menghiraukan rasa sakit itu. Ketegangan membuatnya tak peduli dengan apapun.Pihak musuh tidak mengerti. Mereka banyak yang berpindah hingga di atas dan di sisi kanan dan kiri benteng itu sambil tetap berancang-ancang dengan panahnya. Rangga masih terpindung oleh bagian lengkung benteng sehingga siapa saja yang berada di atas belum bisa menyerangnya. Sementara ada banyak juga prajurit yang berada di balik gerbang benteng.Rangga segera bergegas ke belakang kereta. Ia menarik beberapa sumbu, lalu membakarnya tanpa ragu. Setelah itu, ia kembali memayungi tubuhnya dengan tameng dan ia berlari meninggalkan kereta itu kembali menuju ke pemukiman barat.Sungguh pun, Senopati Teguh sangat cemas. Ia sudah menyiapkan banyak prajurit pemanah saat itu. Saat Rangga berlari menyelamatkan diri, senopati Teguh memin

  • Sang Pengubah Takdir   Mendekati Benteng Musuh

    Beberapa hari kemudian, Pasukan Tirtapura sudah bergerak dan mereka berhasil menguasai wilayah barat kotaraja. Kini jarak kedua kubu itu bisa dibilang hanya beberapa langkah saja, terpisah oleh jalan dan juga benteng istana yang tinggi dan tebal.Dua kubu pasukan itu sudah sempat saling bersitegang dan bertukar serangan anak panah. Namun Senopati Wuring segera menghentikan hal itu karena bisa menjadi sebuah pemborosan.Dalam benak senopati Wuring ada banyak metode untuk menaklukkan Wonobhumi. Atau membuat mereka pada akhirnya membuka gerbang dan menyerang. Hal itu adalah sebuah kerugian besar bagi pihak Wonobhumi.Salah satu cara yang terpikirkan adalah dengan mengisolasi tempat itu. Tak akan ada pasokan makanan dan mereka tak akan bisa bertahan.Sementara, pasukan Tirtapura masih akan bisa bertahan karena mereka masih bisa mendapatkan pasokan makanan entah bagaimana caranya.Dan metode itu disampaikan oleh Senopati Wuring kepada semua jajaran senopati dan orang penting di kubu Tirtap

  • Sang Pengubah Takdir   Sampai Di Kotaraja Wonobhumi

    Hari-hari berlalu. Kini Rangga bersama rombongan besar pasukan Tirtapura sedang menuju ke kotaraja Wonobhumi.Pasukan Wonobhumi yang bertahan di kota Suluk akhirnya berhasil dikalahkan. Tidak banyak dari pasukan itu yang berhasil melarikan diri ke kotaraja. Selebihnya mati dan terluka parah, serta dijadikan tahanan sampai entah kapan.Yang pasti, kota-kota yang dilewati oleh pasukan Tirtapura selalu gemetar ketakutan sebab Wonobhumi sudah benar-benar kehilangan kekuatan, kecuali yang tersisa di kotaraja.Tentu setiap kota kadipaten akan memiliki pasukan sendiri-sendiri. Namun pada saat perang terjadi, kotaraja meminta sumbangan prajurit sehingga setiap kadipaten yang ada di wilayah Wonobhumi telah kehilangan setengah pasukannya.Dan kali ini, daripada hancur lebur, para adipati memilih untuk menyerah dan berdamai dengan Tirtapura yang artinya mereka dengan suka rela menyerahkan diri dan mengakui kedaulatan Tirtapura, serta mau menjadi bagian dari kerajaan tersebut.Hal itu tentu saja

  • Sang Pengubah Takdir   Citra Hamil?

    Dalam kekacauan itu, sayangnya tim yang berada di titik kedua kurang sabar. Banu juga merasa bingung dengan hiruk pikuk yang terjadi. Sehingga, semula yang seharusnya mereka menyalakan petasan ketika prajurit darat kembali untuk mengevakuasi teman-teman mereka, malah terburu-buru menyalakan petasan itu manakala mereka menganggap situasinya sudah tepat.Sehingga, pasukan darat musuh bisa dibilang selamat dari jebakan itu. Yang kena hanyalah kesatuan yang bertugas untuk mengangkut dan mengawal perbekalan.Senopati Teguh tak berani mengambil banyak resiko. Ia hanya menyuruh pasukannya untuk menghabiskan anak panah yang mereka miliki dan juga menjatuhkan bebatuan berukuran sedang dari atas gunung. Selebihnya mereka pergi meninggalkan tempat itu.Apapun itu, hasil dari serangan petasan tersebut cukup memuaskan. Ada banyak korban jatuh dari pihak Wonobhumi meski jumlah prajurit mereka masih sangat banyak.Namun demikian, mereka kehilangan waktu, kehilangan banyak kuda, dan juga amunisi lain

  • Sang Pengubah Takdir   Memporak-Porandakan Musuh Dengan Ledakan

    Rangga dan beberapa anggota timnya berada di lokasi titik pertama namun tak persis di tempat-tempat petasan itu dipasang sedemikian rupa.Prajurit darat sudah lewat dari tadi. Dan juga kereta-kereta pengangkut perbekalan. Rangga sampai merinding sendiri melihat banyaknya iringan panjang prajurit Wonobhumi tersebut.Yang dilakukan Rangga dan teman-temannya hanyalah berdiri di pinggir jalan karena tugas para prajurit di tempat itu memang hanya menjaga jalur.Hanya di awal-awal saja, pemimpin rombongan pasukan darat berhenti dan menanyakan situasi. Rangga menjawab jika jalur telah bersih dan aman untuk dilewati. Selebihnya para prajurit itu melanjutkan perjalanannya.“Panjang sekali barisannya… dan pasukan berkuda masih sangat jauh. Aku khawatir jika petasan kita gagal…” bisik Sanji yang saat itu berada di sebelah Rangga.“Jangan khawatir. Ada puluhan petasan dan tak mungkin tak ada yang meledak. Kita hanya harus berhati-hati saja, sebab yang akan kita hadapi nanti adalah kuda-kuda yang

  • Sang Pengubah Takdir   Menunggu Musuh lewat

    Ketika Rangga tiba di lokasi, rupanya Senopati Teguh dan pasukannya sudah membereskan pasukan Wonobhumi yang menguasai jalur itu. Sehingga, Rangga dan timnya bisa segera langsung bekerja.Petasan-petasan itu dipasang sedemikian rupa di tempat-tempat tertentu, tersembunyi, namun juga kelak bisa dinyalakan dengan mudah. Kuncinya ada pada pemasangan sumbu dan hal itu cukup menguras persediaan bubuk api yang dibawa oleh Jian Zhu.Pasukan Senopati Teguh merampas peralatan dan juga seragam pasukan musuh. Kini mereka semua menyamar menjadi pasukan Wonobhumi. Sehingga jika ada pasukan pemeriksa datang, mereka berpikir jika jalur itu masih aman dan dalam kekuasaan Wonobhumi.Hal itu adalah hal yang sangat fatal bagi pihak Wonobhumi. Mereka menganggap remeh jalur itu dan tidak teliti.Hanya butuh satu hari saja bagi tim Rangga untuk memasang petasan-petasan itu dan setelahnya, ia membuat rencana sangat matang bersama timnya, Senopati Teguh dan juga para prajurit tertentu yang terpilih untuk mem

  • Sang Pengubah Takdir   Mempersiapkan Jebakan Di Jalur Gunung

    Rangga memutuskan untuk mencari Banu sendirian. Wiji dan Sanji sebetulnya menawarkan diri. Namun Rangga menolaknya. Ia meminta dua orang itu untuk beristirahat saja.Namun saat Rangga telah berada di depan penginapan, ia melihat Banu kembali.“Kau baik-baik saja?” tanya Rangga khawatir.“Masuk dulu, kang! Aku tadi terpaksa harus bersembunyi dari kejaran orang yang memergokiku melemparkan sesuatu di gudang dan membuatnya meledak!” kata Banu.Maka mereka segera masuk ke dalam penginapan itu. Rangga sungguh merasa lega. Tak ada yang celaka. Ia hanya merasa sangat bersalah apabila orang yang ia bawa itu celaka meski semua paham resiko menjadi prajurit; mati dalam tugas.Serangan petasan atau bisa dibilang serangan bom berkekuatan kecil itu sungguh membuat pihak Wonobhumi geram. Mereka menetapkan kejadian itu sebagai serangan dari Tirtapura. Dan mereka belum memahami apa yang digunakan pihak Tirtapura hingga bisa meledakkan sesuatu dan ledakannya itu cukup berbahaya pula.Malam itu, ada ba

  • Sang Pengubah Takdir   Meledakkan Petasan Di Kerumunan Musuh

    Tenda-tenda yang menjadi pemukiman sementara para prajurit Wonobhumi itu masih ramai. Orang-orang cenderung berkelompok mengelilingi api unggun. Di sana mereka bertukar cerita sambil membakar ubi.Tak ada daging. Mereka akan mendapatkan daging di waktu tertentu untuk perbaikan gizi. Camilan malam seperti ubi bakar itu biasanya mereka dapatkan dari ladang entah milik siapa siapa yang mereka jarah semena-mena.Sudah bukan rahasia jika ada banyak prajurit nakal yang dengan dalih patroli, mereka pergi keluar dari kota menuju ke desa-desa dan perkebunan untuk mencari makanan. Dan bahkan yang keterlaluan, mereka tak hanya mencuri hasil ladang seperti ubi, singkong dan jagung, namun mereka juga mencuri ayam dan kambing.Sesungguhnya banyak warga kecil yang menderita oleh ulah para prajurit itu. Di satu sisi, para prajurit itu memang lapar dan stress. Mereka akan menyikat habis kesempatan yang ada selama tidak ketahuan atasan. Masa-masa perang, di mana pun itu, selalu menjadi masa kelam dan j

DMCA.com Protection Status