Rose terbangun dari tidurnya dan mendapati Papanya sudah berada di sampingnya.
“Papa sudah lama?” tanya Rose sambil bangkit dari tidurnya. Ia masih merasakan sakit di beberapa bagian tubuhnya yang dipukul oleh pria bertopeng.
“Barusan,” jawab Frankie sambil merapikan rambut Rose yang berantakan. “Bersihkan tubuhmu, dulu. Papa akan menunggu di bawah.”
“Baik, Pa.” Rose mengangguk, Frankie pun mengecup kening Rose sebelum pergi ke bawah.
Rose menuju kamar mandi yang terletak di kamarnya sambil meringis kesakitan. Rasa sakit di sekujur tubuhnya masih sangat terasa saat berjalan.
Rose melupakan rasa sakitnya karena pikirannya tertuju pada Papanya. Mungkin Papanya tahu kalau pria bertopeng sudah menyakiti dirinya, tetapi Papanya tidak tahu apa permintaan pria brengsek itu.
Sekitar setengah jam, Rose turun ke bawah menemui Frankie.
“Maaf, Pa. Sudah membuatmu menunggu lama. Jenni mas
“Kami sudah melacak nomer ponsel mereka, tetapi nomer keduanya sama-sama tidak aktif,” ucap salah satu anak buahnya, membuat Rose dan Frankie semakin curiga dan pasti ada sesuatu dibalik ini semua. “Apa kalian sudah mencari ke mansion milik Tuan Leo?” tanya Frankie sedikit emosi menatap tajam pada kedua anak buahnya. “Di luar mansion milik Tuan Leo ada penjagaan yang sangat ketat, Tuan.” jawab anak buahnya. “mereka berdua kemungkinan berada disana.” “Aku tidak mau tahu. Aku butuh kepastian, bukan sebuah tebakan. Cari lagi sampai ketemu! Bagaimana pun juga caranya!” titah Rose sedikit menyaringkan suaranya. Kepala Roae terasa pusing, ia tidak ingin lagi mendengarkan penjelasan dari anak buahnya. Yang ia inginkan hanyalah berita dari kematian Amelia. “Baik, Nona.” Saat anak buahnya pergi, Rose mendaratkan tubuhnya kembali di sofa. Ia memegangi dan memijat-mijat kepalanya. “Bagaimana bisa? Pizza beracun itu ada di piring Levon? Anak
Apa kau ingin tahu rencanaku?” goda Levon sambil menaik turunkan alisnya, membuat Amelia semakin penasaran. “Cepat, Leo. Katakan.” “Em kalau begitu bersiap-siaplah. Dua jam lagi, antarkan aku pulang ke rumah Rose. Kau juga akan terlibat dalam permainan ini,” jawab Levon sambil menyelipkan anak-anak rambut Amelia ke daun telinganya. “Sungguh?” Amelia sangat senang mendengarnya, malam ini akan terlibat dalam rencana menghukum Frankie dan Rose. “Iya, Cantik.” Levon mengangguk dengan tatapan lembut pada Amelia. Levon tahu, melibatkan Amelia dalam permainan ini bisa membahayakan hidupnya. Namun, ini semua demi sepupunya. Ia harus mendidik Amelia agar menjadi wanita tangguh, pemberani, dan cerdas. “Terima kasih, Leo. Terima kasih kau sudah mengajariku banyak hal,” ucap Amelia senang bukan kepalang. ***“Pa, duduklah.” Rose pusing melihat Papanya mondar-mandir. “Papa belum tenang, Rose. Sebelum ada kabar keberad
Wajah Rose tak kalah pucat, jantungnya berdetak cepat memikirkan akhir hidupnya. Dalam batinnya, apakah hidupnya akan benar-benar berakhir?“Ah tidak-tidak,” gumam Rose sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia membuang pikiran negatifnya dan coba untuk tetap tenang. Lalu ia menoleh ke arah anak buahnya dengan tatapan tajam. “Siapa yang bersama dengan mereka?”“Mereka diantar oleh Fred, orang kesetiaan Tuan Leo yang bertahun-tahun menjaga mansion miliknya.” Anak buahnya menjawab begitu cepat. Ia tidak ingin kedua bosnya menyela kembali.Frankie dan Rose bernapas lega, wajahnya sedikit tenang dan seperti mendapat kehidupan baru.“Selain Fred?” tanya Rose memastikan.“Tidak ada, Nona.” Jawaban yang diberikan oleh anak buahnya, membuat Frankie semakin bernapas lega. Senyumnya mulai terbit, tubuh lemasnya mulai dibusungkan kembali.Sementara itu dalam benak Rose masih timbul tanda
Rose mengedarkan pandangan ke arah pintu gerbang. Mengawasi kemungkinan anak buahnya datang memberi kabar berita buruk. Ia juga memasang wajah khawatir menatap Amelia, meskipun hatinya tengah waspada. Sementara itu, Amelia sengaja mengulur waktu, tidak segera menjawab pertanyaan dari Rose. Ia ingin sedikit mengobok-obok perasaan istri sepupunya. Terlihat jelas wanita iblis di depannya itu tampak panas dingin, meski ada senyuman di wajahnya. “Amel?” panggil Rose pada Amelia karena tak kunjung memberi jawaban. “Apakah terjadi sesuatu pada kalian?” Tiba-tiba Amelia tertawa keras, membuat Rose semakin pucat dan waspada. Ia bersiap-siap memanggil anak buahnya, jika tawa yang dimaksud adalah menertawakan rencana gagalnya dalam usaha membunuh sepupunya Tuan Leo. “Kau tahu, Rose? Itu insiden tidak menyenangkan, sekaligus insiden lucu bagiku,” ucap Amelia sambil memegangi perut menahan tawa. “Lucu?” Rose kaget dan melebarkan matanya. Ia tidak mengerti
Kau ingat waktu kita pergi ke restoran RDO?” jawab Levon dengan bertanya balik pada Rose yang menatap tajam padanya.“Ya ingat, kenapa?” tanya Rose memicingkan mata.“Waktu itu 'kan Tuan Fletcher mengganggu kita. Lalu istriku yang cantik ini memanggil satpam untuk mengusirnya.. Nah satpam itu yang mengatakan padaku bahwa perusahaan milik Papa itu sebenarnya milik Nyonya Kat .... ah gitulah,” jawab Levon sambil mengelus pipi Rose dengan lembut.Sejujurnya Levon menjawab asal, tetapi ia punya alasan mengapa menyebut satpam itu yang menghasut dirinya.“Mengapa dia menghasutmu?” tanya Rose pada Levon, yang sebenarnya pertanyaan ini untuk dirinya sendiri. Ia cukup kaget dan hatinya terus bertanya-tanya, siapa dia sebenarnya?“Ya mana tahu ... Ah sudahlah, anggap saja ada orang gila lewat,” ketus Levon, tetapi Rose dan Frankie masih tetap terlihat sangat penasaran.Saat mereka terlihat pe
Aku juga tidak tahu, Rose. Dia hanya bilang masih menyelidikinya. Dia tidak mau menuduh tanpa bukti,” jawab Levon sambil mengusap wajah Rose karena tatapannya membelalak seperti burung hantu. “Jangan menatapku seperti ini, aku takut.” “Ah aku hanya kaget saja. Aku tidak suka ada pengkhianat di perusahaan Leo Group,” kelit Rose bersikap setenang mungkin, menetralkan kegelisahan dan ketakutan yang ada dalam dirinya. Levon sekilas tersenyum miring melihat wajah Frankie dan Rose terlihat sangat cemas dan banyak pikiran. Dari awal ini sudah direncanakan, Levon ingin membelah pikiran mereka dengan memberikan banyak masalah sekaligus dalam satu malam saja. “Jadi mana dulu yang kalian dahulukan? Ancaman pria bertopeng? Kejanggalan kencanku dengan Amelia? Perkataan satpam? Atau kecurigaan Amelia terhadap pengkhianat perusahaan? Silahkan bertengkar dengan pikiran kalian sendiri, dan selamat menikmati!” batin Levon berkata. Hatinya sangat puas menyiksa batin istri
Levon bangun lebih awal dari Rose, ia tersenyum miring saat melihat istrinya tidur pulas di sampingnya.“Baru tidur? Apa yang kau reencanakan dengan Papamu?” tanya Levon dalam hatinya sambil menatap Rose dengan tatapan jijik. “Aku tidak sabar menunggunya.”Levon bangkit dari tidurnya dan pergi ke kamar mandi. Setelah mandi, ia berpakaian rapi dan menuju ruangan makan.Di sana sudah ada Jenni yang sedang merapikan piring di atas meja.“Tuan? Dimana Nona Rose?” tanya Jenni penasaran. Ia mencemaskan Rose karena tadi malam mendapat siksaan dari pria bertopeng.“Dia masih tidur, semalam dia begadang bersama Papa,” jawab Levon sambil manarik salah satu kursi dan duduk.“Bagaimana keadaan Nona Rose?” tanya Jenni cemas.“Dia baik-baik saja, tapi mungkin hari ini dia tidak masuk kerja. Aku kasihan untuk membangunkannya,” jawab Levon sambil mengambil piring dan
Sebelum berangkat ke kantor, Amelia memutuskan untuk menghubungi Hubert. Ia ingin membantu Levon dalam mengumpulkan bukti kejahatan Frankie dan Rose. Ia sekaligus ingin belajar menghadapi dan menyelesaikan masalah.“Tuan Hubert, aku ingin berbicara denganmu di kantor. Datanglah ke kantor pagi ini.” Amelia berkata dengan sopan agar Hubert tidak mencurigai bahwa ia ingin mengintrogasinya.“Baik, Nona,” jawab Hubert di seberang telepon.“Terima kasih. Sampai ketemu di kantor,” ucap Amelia, lalu memutus sambungan telepon.Amelia sangat yakin bisa membuat Hubert mengakui kesalahannya, karena ia adalah orang baik yang terpaksa mengikuti perintah Rose.“Maafkan aku, Leo. Aku tidak memberitahumu. Aku ingin berguna, selama tinggal di Amerika aku belum pernah berjasa bagi perusahaan ini.”***Amelia duduk di kursi kerjanya, menunggu kedatangan Hubert. Wajahnya begitu serius memikirkan pertanya
Air mata Angelina mengalir deras, menumpahkan semua kesedihannya. Kalimatnya barusan diucapkan secara sadar. Ia siap mati, Jika dengan nyawanya bisa membuat Amelia kembali ke jalan yang Sementara itu, Amelia sangat terkejut. Tanpa dugaannya sama sekali, Angelina mengetahui identaitasnya. “Nona Amelia? Aku Ketty ... Namaku Ketty, bukan Nona Amelia,” ucap Amelia masih belum mengaku. “Sudahlah, Nona. Buka topengmu. Jika kau ingin membunuhku, silahkan saja. Aku tidak akan melawannnya,” kata Angelina pasrah. Amelia mulai cemas. Ia mulai curiga bahwa Angelina datang bersama dengan Levon dan orang-orang kepercayaannya. “Aku bukan Nona Amelia!” teriak Amelia. “Aku Ketty ... Aku memanggilmu kesini untuk menyelesaikan masalahku. Tapi kau justru berpihak pada wanita itu.” Amelia masih mempertahankan penyamarannya. Lalu ia berjalan cepat ke arah sudut pintu. Ia melihat layar pengintai aktifitas di luar, depan dan sekitar kamarnya. Tidak ada siapa-siapa, batinnya. Lalu ia kembali memutar ba
“Sayang sekali, padahal kue ini sangat enak,” ucap Amelia sambil meletakkan kue itu ke wadahnya“Em kalau begitu, makanlah,” kata Angelina setengah mengetes.“Ah aku sudah kenyang ... aku sudah banyak menghabiskan kue ini,” kilah Amelia tersenyum paksa, menutupi rasa kesalnya.“Ow ya, Ketty. Rumahmu dimana?” tanya Angelina.“Hemmm dekat dengan mansion Tuan Leo,” jawab Amelia.“Apa Tuan Leo mengenalmu?” tanya Angelina memancing.“Emmm tidak ... Tuan Leo tidak mengenalku,” kilah Amelia. “ow ya lanjutkan pembahasan yang tadi ... Jadi bagaimana menurutmu? Apa aku harus mengalah?”“Terkadang kita harus mengalah demi kebahagiaan orang yang kita cintai,” jawab Angelina bijak. “Tapi aku tidak sudi wanita iblis itu merebut orang yang aku cintai ... Hanya aku yang pantas mendampinginya, bukan wanita iblis itu,” respon Amelia sedikit emosi. Tatapan tajamnya mulai diperlihatkan pada Angelina. “tunggu ... Apa itu artinya kau mendukung wanita itu merebut pujaan hatiku?” tanyanya.Angelina menghela
“Ya, Tuan.” Angelina mengangguk dengan tatapan serius “aku siap kehilangan nyawa asal Nona Amelia kembali menjadi orang baik. Karena aku memang salah.”Mendengar itu, Levon terharu. Ia menatap Angelina dengan tatapan bangga. Jack dan teman-temannya pun merasakan hal yang sama.“Aku tidak salah memilih calon istri ...” ucap Levon dengan tatapan lembut. Lalu ia mengambil ponsel Angelina. “Aku tidak akan membiarkan calon istriku celaka.”Angelina meneteskan air mata, lalu ia spontan memeluk Levon.“Tuan, aku stress. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku ingin sekali menjadi istri Tuan, tapi disisi lain ... aku kasihan pada Nona Amelia. Aku tidak mau merebut Tuan darinya,” kata Angelina menangis dalam pelukan Levon. Lalu ia melepas pelukannya dan mendongak menatap penuh arti pada calon suaminya itu. “Menikahlah saja dengan Nona Amelia, Tuan.”“Aku menyayangi Amelia. Dia adikku, dan selamanya statusnya tidak berubah ... Sementara kau, Angel. Kau adalah calon istriku,” respon Levon tersenyu
Dengan pakaian khas pria bertopeng, Amelia menunggu di salah satu kamar apartemen British, kira-kira jarak tempuhnya sekitar satu jam dari apartemen Hoston. Amelia sudah menyelipkan sebuah pisau di sela-sela lubang sofa. Ia juga mencampurkan racun di makanan ringan berupa kue keju yang ada di atas meja. “Leo sudah berbohong padaku, Angelina tidak pulang ke Washington.” Angelina sangat marah, ia sudah tidak sabar ingin bertemu gadis itu dan segera membunuhnya. “Aku pastikan hari adalah hari terakhirnya bisa bernapas!” Sementara itu, Jack bergerak cepat setelah menerima pesan dari Levon. Ia melacak nomor ponsel yang diberikan Sang Tuan. “kamar nomor 987,” ucap temannya pada Jack setelah berhasil melacak keberadaan pemilik nomor itu. Jack dan teman-temannya menyusuri setiap lorong, menaiki lift untuk sampai ke kamar teratas yang ada di apartemen British. Salah satu di antara mereka menyamar sebagai cleaning service, namanya Sancho. TOK! TOK! Sancho mengetok pintu kamar Amelia, se
Levon tampak duduk di kursi ruangan makan yang ada di apartemen Hoston. Ia sudah janjian dengan Angelina untuk makan bersama.“Hem dia sangat cantik,” gerutu Levon ketika melihat Angelina datang. Ia memandangi penampilan gadis itu dari atas sampai bawah. Kecantikannya sangat natural.“Tuan sudah menunggu lama?” tanya Angelina sambil menarik kursi makan yang menghadap Levon.“Hemm dua menit yang lalu,” jawab Levon. lalu ia memanggil waitress“Mau makan apa, Angel?” tanya Levon, Angelina pun mengamati daftar menu makanan dan minuman yang ada di hadapannya.“Tuna sandwich, terus minumannya emmm ...lemon tea.”“Dua tuna sandwich, dua lemon tea,” ulang Levon pada waitress yang berdiri di samping meja makan mereka.“Baik, mohon ditunggu.”Angelina terkekeh pelan, “Kenapa Tuan memesan menu yang sama?”“Karena sebent
Amelia turun dari atas dan bepura-pura tidak mengetahui apa-apa. Dengan mengenakan pakaian olaharaga, ia menghampiri mereka.“Hai,” sapa Amelia ramah. “Selamat pagi semuanya.”“Pagi,” jawab mereka bersamaan.“Mau kemana, nak?” tanya Emma perhatian. Sebenarnya ia merasa kasihan dan tidak tidak tega mendengar keputusan Levon mengirim sepupunya itu kembali ke Turki.“Mau olahraga, Anne,” jawab Amelia. “Ya udah dulu, lanjutkan obrolan kalian.”Amelia berjalan ke luar mansion. Ia ingin melarikan diri tanpa naik mobil karena orang-orang kepercayaan Levon ada dimana-mana.Pandangannya mengawasi sekitar jalan. Dirasa aman, ia meyetop taksi yang kebetulan lewat.“Nona Amelia?” tanya supir taksi itu setelah tahu siapa penumpangnya.“Hem antarkan aku ke toko pakaian terdekat,” titah Amelia. “cepat, aku terburu-buru.”“B
“Arg! Sial!” teriak Amelia menghempaskan tubuhnya ke kasur sambil mengacak-acak rambutnya sendiri. Lalu ia berdiri lagi dan mulai merusak barang-barang miliknya di kamar itu.“Leo!” teriaknya lagi penuh emosi. Kali ini ia mengacak-acak sprei kasur. “Apa kau menginginkan aku mati? Kenapa kau tak mencegahku, Leo? Kenapa kau malah mengantar wanita iblis itu pulang?”Angelina sangat marah karena setelah mengirim video itu, Levon justru tidak panik dan berusaha datang menemuinya.“Leo!” teriakannya lebih kencang hingga suaranya serak. “gara-gara wanita iblis itu, kau jauh dariku!”Sementara itu Levon sudah sampai di mansion. Kedatangannya ditemui Emma.“Leo kenapa pulang? Dimana Angel? Bukannya kau mengantarkan Angel ke Washington?” tanya Emma cemas.“Tidak, Anne. Leo mengantarnya ke apartemen Hoston. Sementara waktu dia lebih baik tinggal di sana sampai keadaan di mans
Amelia mengirimkan sebuah video yang memperlihatkan dirinya sedang melakukan aksi percobaan bunuh diri dengan cara memakan serbuk sabun cuci.“Ada apa, Leo?” tanya Emma sekilas melihat perubahan ekspresi wajah Levon.“Hem tidak ada apa-apa, Anne,” kilah Levon. Beruntung ia barusan menekan mute suara di ponselnya.“Hem Anne kira ada sesuatu.”Levon menggelengkan kepala. Lalu pandangannya bergeser ke arah Angelina. “Ow ya, Angel. Aku akan mengantarmu pulang.”“Tidak perlu, Tuan. Aku minta bantuan pada Fred saja,” respon Angelina menolak. Ia berusaha menghindar dari Levon.“Biarlah Levon yang mengantarmu pulang, Angel,” kata Emma.“Tidak perlu ....” Angelina berhenti berbicara ketika Emma menatapnya dengan isyarat dirinya tidak boleh menolak dihantar Levon. “Baik, Anne.”Malam ini aja aku menuruti permintaan Anne. Setelah ini aku akan m
“Nona, jangan lakukan itu.” Yang tadinya Angelina diam seribu bahasa, akhirnya bersuara. Tatapannya penuh rasa bersalah. “Aku tidak akan menerima perjodohan ini. Maafkan aku ... aku gadis yang tidak tahu diri. Seharusnya dari dulu aku tidak hadir dalam keluarga Tuan Leo.” “Jika kau menyadari semua kesalahanmu, pergilah sekarang juga!” bentak Amelia pada Angelina dengan sorot mata tajam. “Jika kau tidak ingin melihatku mati, pergilah sejauh mungkin dan jangan perlihatkan wajahmu lagi! Kalau perlu pindah Negara!” Angelina meneteskan air mata, “Baik, Nona. Aku akan pergi dari kehidupan Tuan Leo. Aku akan menjauh dari Tuan Leo ... Maafkan semua kesalahanku. Sejujurnya aku tidak pernah punya niat merebut Tuan Leo dari Nona.” Angelina pun berlari ke kamarnya dengan tangisan, sedangkan sedari tadi tatapan tajam Levon tetap menyorot pada Amelia. “Menikahlah denganku, Leo. Aku janji akan menjadi istri yang baik untukmu,” ucap Amelia dengan buliran tangisan, me