“Malam ini aku ingin bersenang-senang dengan cara mengajarimu mengemudikan mobil. Tapi kita harus membeli hadiah untuk mereka terlebih dahulu.” Rose menoleh pada Levon yang masih menatap jendela kaca mobil.
Levon menoleh dengan mengulas senyuman indah pada Rose, “Baiklah.”
Rose memarkirkan mobil, lalu menggandeng tangan Levon menuju toko Madison. Sebuah toko yang berisikan barang-barang mewah dan mahal.
Levon tersenyum, tapi di detik berikutnya ia berpura-pura konyol, “Rose sepertinya kau salah tujuan. Harga barang di toko ini sangat mahal.”
Rose tetap membawa Levon masuk ke dalam toko, “Tidak, Lev. Aku tidak salah masuk. Kita akan belanja di toko ini.”
“Rose, aku tidak punya banyak uang untuk berbelanja di toko ini.” Levon menghentikan langkah, membuat Rose ikut terhenti. Para pengunjung mulai memperhatikan mereka, karena mendengar ucapan Levon.
Pandangan hina mulai terlihat, mereka melihat penampilan Levon yang sangat sederhana. Seme
“Kau sangat menyebalkan, Leo!” Amelia menghempaskan tubuhnya di kasur dengan perasaan kesal karena malam ini mereka gagal menjalankan misi membongkar kejahatan Hubert. “Ini semua gara-gara wanita iblis itu!” Amelia memukul-mukul permukaan kasur. Tatapan matanya menyala memikirkan Rose. Lalu, ia bangkit dan menuju kamar Levon dengan wajah yang begitu kesal. Di kamar Levon, ia menatap bingkai foto keluarga besar di tengah-tengah dinding, “Foto ini diambil lima tahun saat masih Leo masih berada di Turki.” Amelia tersenyum mengingat memori yang ada pada foto itu, tetapi beberapa detik kemudian ia kembali kesal mengingat kejadian malam ini. “Leo? Mengapa kau bermain halus dalam menangkap pengkhianat di perusahaanmu? Jika kau mau, kau bisa bermain kasar dengan membantai habis musuh-musuhmu tanpa ampun. Tidak akan ada yang bisa mengalahkan dirimu saat wajah Sang Penguasa diperlihatkan pada musuh-musuhmu. Seperti yang kau lakukan saat berada di Turki, k
“Kau tak kan bisa menghentikanku!” Tatapan Rose tak kalah tajam. Ia menampakkan senyuman seringai, tetapi di detik berikutnya ia langsung tesenyum indah menatap Levon. “Bercanda, Lev.”Levon pura-pura menunduk dengan wajah sedih, “Jangan perlihatkan tatapan itu lagi padaku. Jangan berakting, aku tidak suka.”Rose terkekeh geli, “Hahaha, maaf, maaf. Tapi kau barusan juga menatap aneh padaku. Jadi aku membalasnya.”“Hem iya! Aku juga minta maaf.” Levon mendongak dan mengulas senyum indah menatap Rose.Levon dan Rose menyelesaikan aktifitas belanjanya di toko, dan akhirnya mereka berdua menuju parkiran mobil. Rose menyalakan mesin mobil dan melajukan dengan kecepatan standart.“Lev? Belajar menyetir ya,” pinta Rose sambil tetap melihat ke depan.“Jalanan sangat rame, aku takut” respon Levon.“Oke begini saja, nanti aku hubungi temanku yang mem
“Aku benci dirimu.” Tangan halus Amelia memukul-mukuli Levon dengan raut wajah sangat kesal. “Kau berhasil menipuku untuk menjemputmu.”Levon terkekeh geli, “Aku serius, Amel. Ini berita bagus. Lihatlah! Dia menghabiskan banyak uang untukku.”Mereka sampai di mansion, Amelia langsung turun dari mobil. Sementara itu, Levon hanya tertawa renyah memperhatikan langkah sepupunya yang menuju ke dalam mansion, “Hem masih labil. Itu karena semenjak kecil dia selalu dimanja oleh keluarga.”Saat Levon turun dari mobil, tiba-tiba Fred langsung bersimpuh di kakinya dengan gemetar dan ketakutan. Levon mengerti, Fred merasa bersalah karena tidak bisa menjalankan perintah darinya.“M-maaf, Tuan. Tadi semua kunci mobil disita oleh Nona Amaelia. Dan Nona melarangku menjemput Tuan.” Fred gugup dan tak berani mendongak menatap Sang Tuan. “Hukumlah saya, Tuan!”“Baiklah! Sebagai hukuma
Jam lima pagi, Levon bersantai di sofa ruang tamu, tatapannya tak lepas dari sosok perempuan cantik yang melangkah menghampiri dirinya.“Kau sangat cantik, Amel, ” puji Levon, karena wajah Amelia memang memiliki kecantikan natural. Pagi ini ia masih belum berdandan.Amelia duduk di samping Levon, “Aku memang sangat cantik.” Amelia tersenyum dan menyombongkan diri.Mata hijau milik Levon bergerak-gerak, menyapu tubuh sepupunya dari atas sampai bawah. Itu membuat Amelia semakin sok imut dan terlihat menyombongkan diri.“Tidak usah seperti itu melihatnya, nanti kau akan jatuh cinta padaku?” sindir Amelia.“Kau sangat mirip,” kata Levon dengan menaik-turunkan alisnya.“Mirip siapa?” tanya Amelia dengan melembutkan suara dan bertingkah sok cantik.“Macan di kebun binatang.” Tawa Levon langsung meledak, membuat Amelia kesal seketika dan memalingkan wajah dengan kedua ta
Levon masuk kerja, berjalan santai memasuki kantor utama Leo Group seperti biasanya. Memasang wajah konyol dan menyapa setiap karyawan yang dilewatinya, meskipun lebih banyak mendapat tanggapan sinis mereka. Mungkin tak separah seperti dulu, sekarang ia lebih dihormati karena menjadi supervisor cleaning service. Banyak karyawan divisi bawah, seperti cleaning service sering kali memasang wajah penjilat di hadapannya.Hari ini di kantor Leo Group lebih heboh dari hari-hati sebelumnya. Banyak yang sudah tahu bahwa besok adalah hari pernikahan Levon dan Rose. Yang biasanya Levon masih mendapat cibiran-cibiran merendahkan dari mereka semua, kini semua mata menatap iri dan dengki pada Levon.“Hebat ... Dengan sekejap saja, Rose bisa menyebarluaskan berita pernikahan ini.” Levon membatin dengan senyuman penuh arti sambil tetap berjalan ke ruangannya.Di tengah perjalanan menuju ruangan supervisor cleaning service, ia berpapasan dengan sejumlah karyawan yang
Berita pernikahan Levon dan Rose tersebar dengan cepat. Media-media ternama mulai menyorot berita pernikahan ini karena mereka berdua adalah karyawan perusahaan Leo Group. Media mapun televisi di seluruh dunia berlomba-lomba meliput dan menayangkan berita apa saja yang berkaitan dengan perusahaan ternama itu.Berita pernikahan ini juga terdengar oleh Fletcher yang mendekam di dalam penjara. Perasaan kesal, benci, marah, dan dendam menjadi satu. Ia sangat terpukul mendengar pernikahan Levon dengan Rose.“Ini tidak mungkin! Tidak mungkin!” raung Fletcher sambil memukul jeruji besi, lalu tangannya mengacak dan meanarik rambutnya dengan penuh amarah. Kehidupannya saat ini jauh dari apa yang dibayangkan. Dulu ia adalah direktur keuangan di perusahaan ternama, tapi kini ia hanya sampah masyarakat yang akan menghabiskan 15 tahun berikutnya di dalam penjara.“Mengapa hidupku jadi seperti ini?” tanya Fletcher pada dirinya sendiri. Raut wajahnya me
Levon dan Rose hanya bekerja setengah hari. Mereka pulang dengan senyuman indah menatap pernikahan esok hari. Levon juga memberitahu pada Rose bahwa keluarganya sudah datang dan berada di rumah sewanya.Rose mempercepat laju mobilnya, tidak sabar ingin bertemu dengan calon mertua dan adik iparnya. Setiba di rumah sewa Levon, Rose semakin melebarkan senyuman ketika melihat dua orang gadis cantik yang bersenda gurau di depan rumah.“Itu pasti adikmu?” tebak Rose.“Tebakanmu benar, Rose,” jawab Levon dengan tatapan bangga pada kedua adik angkatnya.“Mereka sangat cantik,” puji Rose pada Olivia dan Arlina yang mendekat ke mobil.“Mereka juga pendiam. Jadi kau harus bisa menjadi sahabatnya,” ungkap Levon pada Rose yang mulai membuka pintu mobil. Rose mengangguk, ia tahu harus berbuat apa agar calon adik ipar cepat akrab dengannya.“Hei! Pasti kalian adiknya kak Levon ya?” tanya Ros
Levon tersenyum miring, “Jika kalian melapor, Rose pasti mengincar nyawa kalian. Dan mau tidak mau aku harus melindungi kalian, tapi dampaknya mungkin akan buruk. Rose pasti curiga kalau kalian bukan orang sembarangan. Tidak mungkin orang tua dari anak supervisor cleaning service mempunyai pelindung. Rose pasti curiga ada Tuan Leo dibalik semua ini dan ada sesuatu yang harus dia selidiki. Bukan suatu kebetulan jika Tuan Leo selalu menolong Levon dan orang tuanya dari ancaman orang lain.” Levon menjelaskan dengan tatapan serius dan tetap mempertahankan volume suara agar tidak terdengar oleh Rose yang sedang memasak di dapur. Jarak antara ruang tamu dan dapur di rumah sewa ini tidak terlalu jauh. Jika mengeraskan suara, pasti akan terdengar. “Jadi apa rencana kita, Tuan?” tanya Emma. “Fletcher sangat mencintai Rose. Dia tidak rela Rose menjadi milikku. Dia akan tetap berusaha memisahkan kami, karena aku sangat yakin Fletcher tidak tahu kalau orang yang membebaskan diri
Air mata Angelina mengalir deras, menumpahkan semua kesedihannya. Kalimatnya barusan diucapkan secara sadar. Ia siap mati, Jika dengan nyawanya bisa membuat Amelia kembali ke jalan yang Sementara itu, Amelia sangat terkejut. Tanpa dugaannya sama sekali, Angelina mengetahui identaitasnya. “Nona Amelia? Aku Ketty ... Namaku Ketty, bukan Nona Amelia,” ucap Amelia masih belum mengaku. “Sudahlah, Nona. Buka topengmu. Jika kau ingin membunuhku, silahkan saja. Aku tidak akan melawannnya,” kata Angelina pasrah. Amelia mulai cemas. Ia mulai curiga bahwa Angelina datang bersama dengan Levon dan orang-orang kepercayaannya. “Aku bukan Nona Amelia!” teriak Amelia. “Aku Ketty ... Aku memanggilmu kesini untuk menyelesaikan masalahku. Tapi kau justru berpihak pada wanita itu.” Amelia masih mempertahankan penyamarannya. Lalu ia berjalan cepat ke arah sudut pintu. Ia melihat layar pengintai aktifitas di luar, depan dan sekitar kamarnya. Tidak ada siapa-siapa, batinnya. Lalu ia kembali memutar ba
“Sayang sekali, padahal kue ini sangat enak,” ucap Amelia sambil meletakkan kue itu ke wadahnya“Em kalau begitu, makanlah,” kata Angelina setengah mengetes.“Ah aku sudah kenyang ... aku sudah banyak menghabiskan kue ini,” kilah Amelia tersenyum paksa, menutupi rasa kesalnya.“Ow ya, Ketty. Rumahmu dimana?” tanya Angelina.“Hemmm dekat dengan mansion Tuan Leo,” jawab Amelia.“Apa Tuan Leo mengenalmu?” tanya Angelina memancing.“Emmm tidak ... Tuan Leo tidak mengenalku,” kilah Amelia. “ow ya lanjutkan pembahasan yang tadi ... Jadi bagaimana menurutmu? Apa aku harus mengalah?”“Terkadang kita harus mengalah demi kebahagiaan orang yang kita cintai,” jawab Angelina bijak. “Tapi aku tidak sudi wanita iblis itu merebut orang yang aku cintai ... Hanya aku yang pantas mendampinginya, bukan wanita iblis itu,” respon Amelia sedikit emosi. Tatapan tajamnya mulai diperlihatkan pada Angelina. “tunggu ... Apa itu artinya kau mendukung wanita itu merebut pujaan hatiku?” tanyanya.Angelina menghela
“Ya, Tuan.” Angelina mengangguk dengan tatapan serius “aku siap kehilangan nyawa asal Nona Amelia kembali menjadi orang baik. Karena aku memang salah.”Mendengar itu, Levon terharu. Ia menatap Angelina dengan tatapan bangga. Jack dan teman-temannya pun merasakan hal yang sama.“Aku tidak salah memilih calon istri ...” ucap Levon dengan tatapan lembut. Lalu ia mengambil ponsel Angelina. “Aku tidak akan membiarkan calon istriku celaka.”Angelina meneteskan air mata, lalu ia spontan memeluk Levon.“Tuan, aku stress. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku ingin sekali menjadi istri Tuan, tapi disisi lain ... aku kasihan pada Nona Amelia. Aku tidak mau merebut Tuan darinya,” kata Angelina menangis dalam pelukan Levon. Lalu ia melepas pelukannya dan mendongak menatap penuh arti pada calon suaminya itu. “Menikahlah saja dengan Nona Amelia, Tuan.”“Aku menyayangi Amelia. Dia adikku, dan selamanya statusnya tidak berubah ... Sementara kau, Angel. Kau adalah calon istriku,” respon Levon tersenyu
Dengan pakaian khas pria bertopeng, Amelia menunggu di salah satu kamar apartemen British, kira-kira jarak tempuhnya sekitar satu jam dari apartemen Hoston. Amelia sudah menyelipkan sebuah pisau di sela-sela lubang sofa. Ia juga mencampurkan racun di makanan ringan berupa kue keju yang ada di atas meja. “Leo sudah berbohong padaku, Angelina tidak pulang ke Washington.” Angelina sangat marah, ia sudah tidak sabar ingin bertemu gadis itu dan segera membunuhnya. “Aku pastikan hari adalah hari terakhirnya bisa bernapas!” Sementara itu, Jack bergerak cepat setelah menerima pesan dari Levon. Ia melacak nomor ponsel yang diberikan Sang Tuan. “kamar nomor 987,” ucap temannya pada Jack setelah berhasil melacak keberadaan pemilik nomor itu. Jack dan teman-temannya menyusuri setiap lorong, menaiki lift untuk sampai ke kamar teratas yang ada di apartemen British. Salah satu di antara mereka menyamar sebagai cleaning service, namanya Sancho. TOK! TOK! Sancho mengetok pintu kamar Amelia, se
Levon tampak duduk di kursi ruangan makan yang ada di apartemen Hoston. Ia sudah janjian dengan Angelina untuk makan bersama.“Hem dia sangat cantik,” gerutu Levon ketika melihat Angelina datang. Ia memandangi penampilan gadis itu dari atas sampai bawah. Kecantikannya sangat natural.“Tuan sudah menunggu lama?” tanya Angelina sambil menarik kursi makan yang menghadap Levon.“Hemm dua menit yang lalu,” jawab Levon. lalu ia memanggil waitress“Mau makan apa, Angel?” tanya Levon, Angelina pun mengamati daftar menu makanan dan minuman yang ada di hadapannya.“Tuna sandwich, terus minumannya emmm ...lemon tea.”“Dua tuna sandwich, dua lemon tea,” ulang Levon pada waitress yang berdiri di samping meja makan mereka.“Baik, mohon ditunggu.”Angelina terkekeh pelan, “Kenapa Tuan memesan menu yang sama?”“Karena sebent
Amelia turun dari atas dan bepura-pura tidak mengetahui apa-apa. Dengan mengenakan pakaian olaharaga, ia menghampiri mereka.“Hai,” sapa Amelia ramah. “Selamat pagi semuanya.”“Pagi,” jawab mereka bersamaan.“Mau kemana, nak?” tanya Emma perhatian. Sebenarnya ia merasa kasihan dan tidak tidak tega mendengar keputusan Levon mengirim sepupunya itu kembali ke Turki.“Mau olahraga, Anne,” jawab Amelia. “Ya udah dulu, lanjutkan obrolan kalian.”Amelia berjalan ke luar mansion. Ia ingin melarikan diri tanpa naik mobil karena orang-orang kepercayaan Levon ada dimana-mana.Pandangannya mengawasi sekitar jalan. Dirasa aman, ia meyetop taksi yang kebetulan lewat.“Nona Amelia?” tanya supir taksi itu setelah tahu siapa penumpangnya.“Hem antarkan aku ke toko pakaian terdekat,” titah Amelia. “cepat, aku terburu-buru.”“B
“Arg! Sial!” teriak Amelia menghempaskan tubuhnya ke kasur sambil mengacak-acak rambutnya sendiri. Lalu ia berdiri lagi dan mulai merusak barang-barang miliknya di kamar itu.“Leo!” teriaknya lagi penuh emosi. Kali ini ia mengacak-acak sprei kasur. “Apa kau menginginkan aku mati? Kenapa kau tak mencegahku, Leo? Kenapa kau malah mengantar wanita iblis itu pulang?”Angelina sangat marah karena setelah mengirim video itu, Levon justru tidak panik dan berusaha datang menemuinya.“Leo!” teriakannya lebih kencang hingga suaranya serak. “gara-gara wanita iblis itu, kau jauh dariku!”Sementara itu Levon sudah sampai di mansion. Kedatangannya ditemui Emma.“Leo kenapa pulang? Dimana Angel? Bukannya kau mengantarkan Angel ke Washington?” tanya Emma cemas.“Tidak, Anne. Leo mengantarnya ke apartemen Hoston. Sementara waktu dia lebih baik tinggal di sana sampai keadaan di mans
Amelia mengirimkan sebuah video yang memperlihatkan dirinya sedang melakukan aksi percobaan bunuh diri dengan cara memakan serbuk sabun cuci.“Ada apa, Leo?” tanya Emma sekilas melihat perubahan ekspresi wajah Levon.“Hem tidak ada apa-apa, Anne,” kilah Levon. Beruntung ia barusan menekan mute suara di ponselnya.“Hem Anne kira ada sesuatu.”Levon menggelengkan kepala. Lalu pandangannya bergeser ke arah Angelina. “Ow ya, Angel. Aku akan mengantarmu pulang.”“Tidak perlu, Tuan. Aku minta bantuan pada Fred saja,” respon Angelina menolak. Ia berusaha menghindar dari Levon.“Biarlah Levon yang mengantarmu pulang, Angel,” kata Emma.“Tidak perlu ....” Angelina berhenti berbicara ketika Emma menatapnya dengan isyarat dirinya tidak boleh menolak dihantar Levon. “Baik, Anne.”Malam ini aja aku menuruti permintaan Anne. Setelah ini aku akan m
“Nona, jangan lakukan itu.” Yang tadinya Angelina diam seribu bahasa, akhirnya bersuara. Tatapannya penuh rasa bersalah. “Aku tidak akan menerima perjodohan ini. Maafkan aku ... aku gadis yang tidak tahu diri. Seharusnya dari dulu aku tidak hadir dalam keluarga Tuan Leo.” “Jika kau menyadari semua kesalahanmu, pergilah sekarang juga!” bentak Amelia pada Angelina dengan sorot mata tajam. “Jika kau tidak ingin melihatku mati, pergilah sejauh mungkin dan jangan perlihatkan wajahmu lagi! Kalau perlu pindah Negara!” Angelina meneteskan air mata, “Baik, Nona. Aku akan pergi dari kehidupan Tuan Leo. Aku akan menjauh dari Tuan Leo ... Maafkan semua kesalahanku. Sejujurnya aku tidak pernah punya niat merebut Tuan Leo dari Nona.” Angelina pun berlari ke kamarnya dengan tangisan, sedangkan sedari tadi tatapan tajam Levon tetap menyorot pada Amelia. “Menikahlah denganku, Leo. Aku janji akan menjadi istri yang baik untukmu,” ucap Amelia dengan buliran tangisan, me