Sekitar sepukuh menit kemudian, Elanga datang ke ruangan VVIP restoran. Cukup pintar! Elanga memakai penutup wajah.
“Cepatlah, Tuan Elanga. Mana uang yang kau janjikan. Aku harus cepat pergi dari tempat ini sebelum Tuan Leo mencurigaiku,” kilah Levon memasang wajah serius.
“Kau benar, anak muda. Sebutkan nomor rekeningmu,” ucap Elanga sambil merogoh ponselnya dan mendaratkan tubuhnya di sofa menghadap Levon.
Levon menyebut nomor rekeningnya, “Ingat! Satu miliar dollar.”
“Aku sudah mengirimkan sesuai dengan yang kau minta. Sekarang lakukan tugasmu dengan baik. Bunuh Tuan Leo untukku,” balas Elanga begitu semringah sambil menunjukkan layar ponselnya pada Levon. Satu miliar dollar sudah masuk ke rekening bernama Azmir Levon.
Levon tak kalah semringah, sangat mudah mengelabuhi Elanga. Pada saatnya uang itu akan dikembalikan lagi pada Elanga. Levon hanya menerimanya agar musuhnya terkecoh dan mempercayainya.
“Terima kasih, Tuan. Aku pasti m
Levon berjalan santai menuju kamar apartemen yang sudah dipesan untuk bertemu dengan Ana.Levon menampilkan wajah semringah. Di tangan kanannya membawa kalung liontin yang sudah terpasang kamera, sedangkan di tangan kirinya membawa anggur dengan dosis alkohol tinggi. Tentu saja kedua benda ini bagian dari rencananya.Ketika sudah sampai di depan pintu, Levon langsung membukanya tanpa permisi.Sementara itu,Ana yang sudah menunggu di dalam langsung meyambut Levon dengan gaya sensual, “Hello, Tuan.” Bola matanya bergerak dan tertuju pada tangan Levon. Sebuah kalung liontin, terlihat sangat indah.Ana melihat Levon dari atas sampai bawah. Sempurna, kata-kata itu pantas diberikan pada lelaki itu. Dan yang terpenting pasti dia adalah orang kaya.Benar-benar wanita murahan, batin Levon berkata sambil melihat penampilan Ana yang sangat sexi. Bahkan nyaris tidak berpakaian.Ana semakin memperlihatkan gaya sensualnya ket
Ana mendekatkan wajahnya. Matanya berubah arah menatap bibir Levon. Terlihat sangat menggoda, lelaki di hadapannya begitu sempurna!Brukk!Tubuh Ana tiba-tiba oleng dan jatuh ke lengan Levon.Levon tersenyum kemenangan. Ana sepertinya terlalu mabuk dan tidak sadarkan diri. Rencana Levon berhasil, kini tinggal melakukan langkah selanjutnya.Levon menggendong Ana ke tempat tidur, “Tidurlah dengan nyenyak, Nona.”Levon beranjak mengambil tas kecil Ana yang diletakkan di sudut kasur. Ia tersenyum licik saat menemukan benda yang dicari. Ponsel Ana, pasti di dalamnya terdapat informasi mengenai orang yang menyuruhnya melakukan tindak kejahatan dengan memanfaatkan Fergie.Ponselnya terkunci, tetapi itu tidak masalah. Levon mendekati Ana dan menggunakan sidik jarinya untuk membuka kunci ponsel.Terbuka! Levon menggerakkan layar ponsel, memperhatikan setiap isi yang ada di dalamnya. Perlahan sudut bibirnya terangkat saat melihat ri
Jam sembilam malam, Levon memenuhi panggilan Elanga. Pertemuan ini diadakan di villa, ruangan tengah.Levon sedikit terkejut, orang yang hadir dalam pertemuan ini sebanyak sebelas orang.“Apakah mereka anak buah dari sebelas orang yang ingin balas dendam padaku?” tanya Levon dalam batinnya sambil menjabat tangan mereka satu per satu.Levon memperhatikan setiap utusan, tampak kaku sekali. Sepertinya mereka hanya orang biasa yang disewa untuk menghadiri pertemuan ini.Saat Levon mendaratkan tubuhnya di kursi, ia merogoh ponsel dari saku celananya. Dia terkejut kembali saat titik nomor yang dilacak tidak ada di tempat ini.“Sangat pintar,” batin Levon berkata. Ia berpikir ada banyak kemungkinan. Bisa jadi sebelas orang di tempat ini adalah memang orang biasa yang diutus para musuhnya.Elanga yang juga hadir memulai pembicaraan, “Baiklah, mari kita mulai. Tentu kalian sudah tahu mengapa bos kalian menyur
Kamera pengintai yang ada di saku bajunya, membuat Levon tak bisa banyak bergerak. Namun, bukan Levon namanya jika tak punya banyak akal. Dia mematikan kamera itu dengan alasan masuk ke kamar mandi. Setelah mematikan kamera itu, Levon bersedih. Ia mengingat para utusan yang meninggal percuma-cuma. “Ini tidak bisa dibiarkan. Aku harus segera membasmi mereka.” Levon merogoh ponselnya dari saku celana dan menghubungi Jack. “Jack, siapkan rencana selanjutnya,” titahnya, kemudian memutus sambungan telepon dan segera menyalakan kembali kamera menyebalkan itu. Di tempat berbeda, Jack menemui keluarga Levon di mansion. Ia memberi tahu bahwa saat ini Sang Tuan sedang menyamar dan meminta semua orang ikut membantunya dengan bersandiwara. *** Levon pulang ke mansion. Sesuai rencana, Jack memakai pakaian khas pria bertopeng menyambut kedatangan Sang Tuan dengan berpura-pura memasang ekspresi yang tidak mengenakkan. “S
Levon yang sudah sampai di ruangan supervisor cleaning service, ia langsung menghubungi Elanga. Berharap mengetahui rencanya musuhnya nanti malam.“Tuan Elanga,” sapa Levon ketika teleponnya sudah di angkat.“Ada apa kau menelponku?” tanya Elanga di seberang sana.“Apa Tuan sudah gila? Kenapa Tuan datang menemui Tuan Leo? Apa Tuan sangat yakin kalau Tuan Leo belum tahu identitas Tuan?” tanya Levon berpura-pura mengingatkan. Ia heran Elanga sangat berani menemui Tuan Leo.“Untuk memenangkan pertandingan, aku harus dekat dengan musuhku. Aku sudah merencanakan matang-matang.”“Baiklah. Kalau boleh tahu apa yang Tuan rencanakan di pesta nanti malam. Beri tahu saya ... biar saya bisa membantu.” Levon memancing Elanga agar menceritakan semua rencananya.Namun, Elanga cukup cerdas.“Banyak kejutan di pesta nanti malam, anak muda. Kau harus datang menyaksikannya. Kau pasti keba
Pesta sedang berlangsung. Hingga saat ini Levon masih belum menemukan kecurigaan sama sekali, kecuali seseorang itu yang pergi ke ruangan dalam restoran. Namun, Levon tak bisa berbuat banyak. Meskipun Elanga ada di restoran, tapi ia yakin musuhnya sudah menyuruh orang lain untuk mengawasinya melalui kamera pengintai. Di titik ini, tiba-tiba ponsel jack berbunyi, “Ya, ada apa?” tanya Jack dengan datar dan dingin. “Apa?!” pekik Jack kembali. Suaranya bahkan membuat para tamu undangan menoleh padanya. Entah apa yang dikatakan seseorang di seberang telepon sehingga jack terlihat sangat panik. Levon yang ada di sampingnya menangkap kepanikan yang ada pada diri Jack. Ia yakin di luar sana pasti ada masalah yang sudah diciptkan oleh Elanga. Ia sejujurnya juga khawatir musuhnya itu mencelakai orang tak bersalah di luar sana. Jadi ini alasan Elanga mengundangku kesini? Dia ingin mengalihkan perhatianku agar bisa menjalankan kejahatannya di luar sana, b
Levon sudah sampai di rumah besar, tempat penyanderaan itu. Di sana sudah ada polisi dan beberapa orang kepercayaannya yang mengepung tempat itu. “Jika kalian berani melangkah satu saja, maka kami akan menghabisi seluruh orang yang kami sandera!” Seseorang berkata dari dalam melalui pengeras suara. Ini penyebabnya polisi dan anak buah Levon tidak berani mendekat. Namun, Levon tak mau tinggal diam. Ia harus menyelamatkan orang yang disandera oleh anak buah Elanga. “Berapa orang yang disandera?” tanya Levon pada anak buah yang ada di sampingnya. Tentu ia bertanya dengan memposisikan sebagai orang kepercayaan Tuan Leo. Bagaimana pun juga kamera kecil masih ada di saku bajunya, pasti sekarang Elanga sedang mengawasinya. “Kami kurang tahu. Mereka menyandera seluruh orang yang tinggal di rumah ini,” jawabnya tanpa menoleh. Ia sudah tahu bahwa Sang Tuan sedang menyamar. “Saya akan cari cara untuk menyelamatkan korban penyandraan.” “Semua pint
Setelah mengantar keluarga Levon, Jack dan teman-temannya langsung pergi ke tempat penyanderaan itu. Namun, di tengah perjalanan ada pejalan kaki tiba-tiba terjatuh. Jack yang melihatnya memghentikan mobilnya dan turun menghampiri orang yang berumur sekitar lima puluh tahunan. “Anda tidak apa-apa?” tanya Jack sambil membantu orang itu berdiri. “Saya tidak apa-apa, anak muda.” orang itu tampaknya belum menyadari kalau orang yang membantunya adalah Tuan Leo alias Jack yang menyamar. “Mengapa anda sendirian berjalan kaki di malam hari? Dimana rumah anda? Saya akan mengantarnya pulang.” “Saya sebenarnya ...” Orang itu berhenti sejenak dan baru menyadari bahwa pria bertopeng di hadapannya adalah Tuan Leo. “Bukankah Tuan adalah Tuan Leo?” “Ya. Saya Leo,” jawab Jack, dan seketika orang itu membungkuk pertanda memberi hormat. “Maafkan saya, Tuan Leo. Saya tidak tahu bahwa Tuan adalah Tuan Leo.” “Dimana rumah anda? Anak bu
Air mata Angelina mengalir deras, menumpahkan semua kesedihannya. Kalimatnya barusan diucapkan secara sadar. Ia siap mati, Jika dengan nyawanya bisa membuat Amelia kembali ke jalan yang Sementara itu, Amelia sangat terkejut. Tanpa dugaannya sama sekali, Angelina mengetahui identaitasnya. “Nona Amelia? Aku Ketty ... Namaku Ketty, bukan Nona Amelia,” ucap Amelia masih belum mengaku. “Sudahlah, Nona. Buka topengmu. Jika kau ingin membunuhku, silahkan saja. Aku tidak akan melawannnya,” kata Angelina pasrah. Amelia mulai cemas. Ia mulai curiga bahwa Angelina datang bersama dengan Levon dan orang-orang kepercayaannya. “Aku bukan Nona Amelia!” teriak Amelia. “Aku Ketty ... Aku memanggilmu kesini untuk menyelesaikan masalahku. Tapi kau justru berpihak pada wanita itu.” Amelia masih mempertahankan penyamarannya. Lalu ia berjalan cepat ke arah sudut pintu. Ia melihat layar pengintai aktifitas di luar, depan dan sekitar kamarnya. Tidak ada siapa-siapa, batinnya. Lalu ia kembali memutar ba
“Sayang sekali, padahal kue ini sangat enak,” ucap Amelia sambil meletakkan kue itu ke wadahnya“Em kalau begitu, makanlah,” kata Angelina setengah mengetes.“Ah aku sudah kenyang ... aku sudah banyak menghabiskan kue ini,” kilah Amelia tersenyum paksa, menutupi rasa kesalnya.“Ow ya, Ketty. Rumahmu dimana?” tanya Angelina.“Hemmm dekat dengan mansion Tuan Leo,” jawab Amelia.“Apa Tuan Leo mengenalmu?” tanya Angelina memancing.“Emmm tidak ... Tuan Leo tidak mengenalku,” kilah Amelia. “ow ya lanjutkan pembahasan yang tadi ... Jadi bagaimana menurutmu? Apa aku harus mengalah?”“Terkadang kita harus mengalah demi kebahagiaan orang yang kita cintai,” jawab Angelina bijak. “Tapi aku tidak sudi wanita iblis itu merebut orang yang aku cintai ... Hanya aku yang pantas mendampinginya, bukan wanita iblis itu,” respon Amelia sedikit emosi. Tatapan tajamnya mulai diperlihatkan pada Angelina. “tunggu ... Apa itu artinya kau mendukung wanita itu merebut pujaan hatiku?” tanyanya.Angelina menghela
“Ya, Tuan.” Angelina mengangguk dengan tatapan serius “aku siap kehilangan nyawa asal Nona Amelia kembali menjadi orang baik. Karena aku memang salah.”Mendengar itu, Levon terharu. Ia menatap Angelina dengan tatapan bangga. Jack dan teman-temannya pun merasakan hal yang sama.“Aku tidak salah memilih calon istri ...” ucap Levon dengan tatapan lembut. Lalu ia mengambil ponsel Angelina. “Aku tidak akan membiarkan calon istriku celaka.”Angelina meneteskan air mata, lalu ia spontan memeluk Levon.“Tuan, aku stress. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku ingin sekali menjadi istri Tuan, tapi disisi lain ... aku kasihan pada Nona Amelia. Aku tidak mau merebut Tuan darinya,” kata Angelina menangis dalam pelukan Levon. Lalu ia melepas pelukannya dan mendongak menatap penuh arti pada calon suaminya itu. “Menikahlah saja dengan Nona Amelia, Tuan.”“Aku menyayangi Amelia. Dia adikku, dan selamanya statusnya tidak berubah ... Sementara kau, Angel. Kau adalah calon istriku,” respon Levon tersenyu
Dengan pakaian khas pria bertopeng, Amelia menunggu di salah satu kamar apartemen British, kira-kira jarak tempuhnya sekitar satu jam dari apartemen Hoston. Amelia sudah menyelipkan sebuah pisau di sela-sela lubang sofa. Ia juga mencampurkan racun di makanan ringan berupa kue keju yang ada di atas meja. “Leo sudah berbohong padaku, Angelina tidak pulang ke Washington.” Angelina sangat marah, ia sudah tidak sabar ingin bertemu gadis itu dan segera membunuhnya. “Aku pastikan hari adalah hari terakhirnya bisa bernapas!” Sementara itu, Jack bergerak cepat setelah menerima pesan dari Levon. Ia melacak nomor ponsel yang diberikan Sang Tuan. “kamar nomor 987,” ucap temannya pada Jack setelah berhasil melacak keberadaan pemilik nomor itu. Jack dan teman-temannya menyusuri setiap lorong, menaiki lift untuk sampai ke kamar teratas yang ada di apartemen British. Salah satu di antara mereka menyamar sebagai cleaning service, namanya Sancho. TOK! TOK! Sancho mengetok pintu kamar Amelia, se
Levon tampak duduk di kursi ruangan makan yang ada di apartemen Hoston. Ia sudah janjian dengan Angelina untuk makan bersama.“Hem dia sangat cantik,” gerutu Levon ketika melihat Angelina datang. Ia memandangi penampilan gadis itu dari atas sampai bawah. Kecantikannya sangat natural.“Tuan sudah menunggu lama?” tanya Angelina sambil menarik kursi makan yang menghadap Levon.“Hemm dua menit yang lalu,” jawab Levon. lalu ia memanggil waitress“Mau makan apa, Angel?” tanya Levon, Angelina pun mengamati daftar menu makanan dan minuman yang ada di hadapannya.“Tuna sandwich, terus minumannya emmm ...lemon tea.”“Dua tuna sandwich, dua lemon tea,” ulang Levon pada waitress yang berdiri di samping meja makan mereka.“Baik, mohon ditunggu.”Angelina terkekeh pelan, “Kenapa Tuan memesan menu yang sama?”“Karena sebent
Amelia turun dari atas dan bepura-pura tidak mengetahui apa-apa. Dengan mengenakan pakaian olaharaga, ia menghampiri mereka.“Hai,” sapa Amelia ramah. “Selamat pagi semuanya.”“Pagi,” jawab mereka bersamaan.“Mau kemana, nak?” tanya Emma perhatian. Sebenarnya ia merasa kasihan dan tidak tidak tega mendengar keputusan Levon mengirim sepupunya itu kembali ke Turki.“Mau olahraga, Anne,” jawab Amelia. “Ya udah dulu, lanjutkan obrolan kalian.”Amelia berjalan ke luar mansion. Ia ingin melarikan diri tanpa naik mobil karena orang-orang kepercayaan Levon ada dimana-mana.Pandangannya mengawasi sekitar jalan. Dirasa aman, ia meyetop taksi yang kebetulan lewat.“Nona Amelia?” tanya supir taksi itu setelah tahu siapa penumpangnya.“Hem antarkan aku ke toko pakaian terdekat,” titah Amelia. “cepat, aku terburu-buru.”“B
“Arg! Sial!” teriak Amelia menghempaskan tubuhnya ke kasur sambil mengacak-acak rambutnya sendiri. Lalu ia berdiri lagi dan mulai merusak barang-barang miliknya di kamar itu.“Leo!” teriaknya lagi penuh emosi. Kali ini ia mengacak-acak sprei kasur. “Apa kau menginginkan aku mati? Kenapa kau tak mencegahku, Leo? Kenapa kau malah mengantar wanita iblis itu pulang?”Angelina sangat marah karena setelah mengirim video itu, Levon justru tidak panik dan berusaha datang menemuinya.“Leo!” teriakannya lebih kencang hingga suaranya serak. “gara-gara wanita iblis itu, kau jauh dariku!”Sementara itu Levon sudah sampai di mansion. Kedatangannya ditemui Emma.“Leo kenapa pulang? Dimana Angel? Bukannya kau mengantarkan Angel ke Washington?” tanya Emma cemas.“Tidak, Anne. Leo mengantarnya ke apartemen Hoston. Sementara waktu dia lebih baik tinggal di sana sampai keadaan di mans
Amelia mengirimkan sebuah video yang memperlihatkan dirinya sedang melakukan aksi percobaan bunuh diri dengan cara memakan serbuk sabun cuci.“Ada apa, Leo?” tanya Emma sekilas melihat perubahan ekspresi wajah Levon.“Hem tidak ada apa-apa, Anne,” kilah Levon. Beruntung ia barusan menekan mute suara di ponselnya.“Hem Anne kira ada sesuatu.”Levon menggelengkan kepala. Lalu pandangannya bergeser ke arah Angelina. “Ow ya, Angel. Aku akan mengantarmu pulang.”“Tidak perlu, Tuan. Aku minta bantuan pada Fred saja,” respon Angelina menolak. Ia berusaha menghindar dari Levon.“Biarlah Levon yang mengantarmu pulang, Angel,” kata Emma.“Tidak perlu ....” Angelina berhenti berbicara ketika Emma menatapnya dengan isyarat dirinya tidak boleh menolak dihantar Levon. “Baik, Anne.”Malam ini aja aku menuruti permintaan Anne. Setelah ini aku akan m
“Nona, jangan lakukan itu.” Yang tadinya Angelina diam seribu bahasa, akhirnya bersuara. Tatapannya penuh rasa bersalah. “Aku tidak akan menerima perjodohan ini. Maafkan aku ... aku gadis yang tidak tahu diri. Seharusnya dari dulu aku tidak hadir dalam keluarga Tuan Leo.” “Jika kau menyadari semua kesalahanmu, pergilah sekarang juga!” bentak Amelia pada Angelina dengan sorot mata tajam. “Jika kau tidak ingin melihatku mati, pergilah sejauh mungkin dan jangan perlihatkan wajahmu lagi! Kalau perlu pindah Negara!” Angelina meneteskan air mata, “Baik, Nona. Aku akan pergi dari kehidupan Tuan Leo. Aku akan menjauh dari Tuan Leo ... Maafkan semua kesalahanku. Sejujurnya aku tidak pernah punya niat merebut Tuan Leo dari Nona.” Angelina pun berlari ke kamarnya dengan tangisan, sedangkan sedari tadi tatapan tajam Levon tetap menyorot pada Amelia. “Menikahlah denganku, Leo. Aku janji akan menjadi istri yang baik untukmu,” ucap Amelia dengan buliran tangisan, me